Anda di halaman 1dari 5

3.

2 Pembahasan
Energi berasal dari bahasa Yunani yaitu en yang berarti di dalam dan
ergon berarti kerja. Hewan menggunakan makanannya tidak lain untuk
mencukupi kebutuhan energi yang akan digunakan unruk fungsi-fungsi tubuh dan
melancarkan reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh (Scott et al, 1982). Energi diukur
dengan kalori. Wahyu (1997) mengatakan bahwa satu gram kalori adalah panas
yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu kilogram air 10 C dari 14,5-15,50C.
Satu kilokalori adalah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kilogram
air 10C. Energi yang terdapat dalam bahan makanan merupakan nilai energi kimia
yang dapat diukur dengan merubahnya ke dalam energi panas. Panas ini timbul
sebagai akibat terbakarnya zat-zat organik dalam bahan makanan seperti
karbohidrat, lemak dan protein. Proses perubahan menjadi panas ini dapat
dilakukan dengan membakar bahan makanan kedalam suatu alat yang disebut
Oxigen Bomb Kalorimeter, dengan jumlah panas yang dihasilkan sebagai energi
bruto (Donald et al, 1994).
Retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang
dapat disimpan dalam tubuh. Menurut Kumar dan Tembre (1997), retensi energi
berhubungan dengan kadar protein pakan. Pakan selain mengandung karbohidrat
dan lemak, juga mengandung protein yang berguna sebagai sumber energi dan
pertumbuhan. Meningkatnya jumlah konsumsi lemak dan karbohidrat sebagai
sumber

energi,

maka

protein

pakan

dapat

lebih

diefisienkan

dalam

penggunaannya dan akan teretensi di dalam tubuh ikan untuk proses metabolisme,
penggantian sel yang rusak, aktifitas reproduksi, biosintesis dan hilang dalam
bentuk panas. Sebagian besar energi yang dikonversi dari pakan yang hilang
dalam bentuk panas hanya sekitar 1/5 total energi pakan yang diperoleh dalam
bentuk pertumbuhan (Yuwono dan Purnama, 2001). Menurut Chuapoehuk (1987),
kadar protein optimal dalam pakan sangat penting sebab jika protein terlalu
rendah akan menyebabkan pertumbuhan rendah dan daya tahan terhadap penyakit
dan parasit menurun.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi retensi energi adalah ukuran
tubuh, penurunan energi intake, jumlah pakan, status fisiologi, partikel pakan,
frekuensi pemberian pakan, kualitas pakan, peningkatan energi yang hilang

melalui feses dan urine, meningkatnya energi yang digunakan untuk produksi
panas, meningkatnya temperatur dan aktivitas organisme (Kumar dan Tembre,
1997; Cui dan Zhu, 1996; Haetami, 2004; dan Elliot, 1997). Retensi energi
dipengaruhi oleh laju metabolisme. Peningkatan laju metabolisme akan
meningkatkan nilai retensi energi, sehingga pada ikan yang peningkatan laju
metabolismenya dipengaruhi oleh temperatur, peningkatan temperatur dapat
secara langsung meningkatkan retensi energi (Elliot, 1997). Selanjutnya Lates et
al (2010) menambahkan bahwa suhu air tinggi dapat meningkatkan pemanfaatan
energi protein pada juvenille Barrahmundi.
Pakan konsumsi yang baik adalah pakan yang mampu menyediakan energi
yang dapat digunakan untuk metabolisme yang meliputi energi untuk aktifitas,
energi untuk pencernaan makanan dan energi untuk pertumbuhan, sedangkan
sebagian lain dikeluarkan dalam bentuk feses dan bahan ekskresi lainnya (Brett
dan Groves, 2003). Jumlah pemberian pakan pada ikan hendaknya 5-10% dari
berat total organisme dan frekuensi pemberian pakan adalah 2-4 kali sehari.
Namun jumlah tersebut tidak mutalak. Artinya jumlah tersebut dapat berubah
tergantung pada kondisi lingkungan dan fisiologis organisme (Mujiman, 1985).
Energi utama pertumbuhan bagi ikan adalah protein, hal ini dikarenakan
komposisi penyusun tubuh terbesar setelah air adalah protein berkisar 60-70%.
Pertumbuhan ikan sangat bergantung kepada energi yang tersedia dalam pakan
dan pembelanjaan energi tersebut. Kebutuhan energi untuk maintenance harus
dipenuhi terlebih dahulu dan apabila berlebih maka akan digunakan untuk
pertumbuhan (Guillaume et al, 2001). Kebutuhan energi untuk hidup pokok dan
pertumbuhan sangat bergantung pada kualitas pakan (terutama kadar protein) dan
kuantitas makanan yang dikonsumsi (rasio) ikan.
Kandungan yang lain yang harus ada dalam pakan supaya ikan dapat
tumbuh dengan baik adalah lemak. Lemak memiliki kandungan energi yang
paling tinggi dibandingkan protein dan karbohidrat. Lemak untuk ikan ditentukan
oleh kandungan asam lemak, terutama asam lemak essensial. Asam lemak
essensial mempunyai fungsi mempertahankan struktur sel dan pembentukan sterol
yang merupakan hormon pertumbuhan (Marnani, 2003). Djajasewaka (1990)
menyatakan bahwa lemak di tubuh ikan memegang peranan penting dalam

menjaga keseimbangan, daya apung tubuh ikan dalam air, dan juga mempunyai
fungsi sebagi pelarut beberapa vitamin. Menurut Goddrad (1996) asam lemak
yang paling dibutuhkan oleh ikan adalah asam lineat dan linoleat. Kebutuhan
lemak untuk ikan berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya. Goddrad (1996)
menyatakan bahwa ikan rainbow trout membutuhkan asam lemak essensial
sebanyak 15 dari berat tubuhnya, ikan channel 1-2%, japanese eel 0,5%, tilapia
0,5%, turbot 0,5%, yellowtail 2%, dan red sea bream 0,5%. Giri et al. (1999)
menyatakan bahwa juvenile ikan kerapu tikus membutuhkan lemak sebanyak 910% untuk dapat tumbuh maksimum. Kebutuhan asam lemak linoleat dan
linolenat bagi benih ikan gurame sebesar 0,5% (Makoginta et al., 1994).
Alat yang digunakan dalam menghitung energi yang dimiliki oleh pakan
adalah Oxygen Bomb Kalorimeter. Bomb Kalorimeter adalah alat yang digunakan
untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran
sempurna dalam Oksigen berlebih suatu bahan. Bagian-bagian dari

bomb

kalorimeter diantaranya termometer untuk mengukur suhu, pengaduk berguna


untuk mengaduk air dingin, katup oksigen untuk memasukkan oksigen dari
tabung, cawan untuk meletakkan bahan/sampel yang akan dibakar, kawat penyala
untuk membakar, bomb tempat terjadinya pembakaran, dan jacket air untuk
meletakkan bomb. Perpindahan kalor pada volume tetap bom kalorimeter yang
bereaksi dalam sebuah bejana kecil yang tertutup dan bejana ditempatkan dalam
sebuah kalorimeter. Pada waktu molekul-molekul bereaksi secara kimia, kalor
akan dilepas atau diambil dengan perubahan suhhu pada fluida kalorimeter
diukur. Karena bejana tertutup rapat, volumenya tetap dan tak ada kerja pada
tekanan volume yang dilakukan. Oleh karena itu, perubahan energi internal sama
dengan besarnya kalor yang diserap oleh reaksi kimia pada volume tetap.
Percobaan pada volume konstan ini sering kurang menguntungkan atau sulit
dilakukan. Percobaan tersebut memerlukan penggunaan bejana reaksi yang
dirancang dengan baik sehingga dapat tahan terhadap perubahan pada tekanan
yang besar dan terjadi pada beberapa atau banyak reaksi kimia.
Fungsi

alat

dan

bahan

yang

digunakan

antara

lain bomb

calorimeter merupakan alat yang berguna untuk mengetahui jumlah energi dalam
tubuh ikan, dan mampu mengukur panas dalam tubuh ikan yang ditimbulkan oleh

pembakaran, oven berfungsi untuk memanaskan bahan uji dengan prinsip kerja
dehidrasi pada hewan uji dan terjadi kekeringan pada sampel, timbangan
berfungsi untuk mengetahui bobot ikan dan akuarium untuk menyimpan hewan
uji berupa hewan air. Selain itu, alat berupa pinset berfungsi untuk mengambil
atau menjepit sampel, pengukur waktu digunakan untuk mengatur waktu yang
diperlukan, pencetak pellet berfungsi untuk membentuk bentuk pellet dengan
bahan uji yang telah menjadi tepung, saringan ikan berfungsi untuk mengambil
ikan dari akuarium, aluminium foil berfungsi untuk menutupi ikan saat diletakkan
pada oven dan terakhir blender berguna untuk mengubah bentuk bahan yang
sebelumnya berbentuk padat menjadi berbentuk tepung (Anggorodi, 1979).Bahan
yang digunakan seperti pellet berfungsi sebagai pakan atau makanan bagi hewan
uji dalam hal ini hewan ikan, sedangkan Ikan Lele (Clarias batrachus) berfungsi
sebagai hewan percobaan dalam praktikum Retensi Energi. Sementara fungsi
air berguna sebagai media bagi ikan agar tetap hidup (Anggorodi, 1979).
Percobaan dilakukan dengan cara mengambil ikan kecil yang terdapat
pada akuarium diambil menggunakan saringan kemudian melemahkannya dengan
cara mematahkan lehernya. Ikan yang telah lemah kemudian ditimbang. Bobot
ikan yang didapatkan ditetapkan sebagai bobot basah ikan awal. Setelah itu ikan
dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan. Ikan
dikeringkan selama satu minggu. Perlakuan diatas diulangi pada ikan besar atau
ikan hasil pemeliharaan selama 14 hari. Bobot basah yang didapat dijadikan
sebagai bobot basah ikan akhir. Setelah itu dikeringkan di dalam oven. Ikan yang
telah kering kemudian dihancurkan dengan mortar dan pestle, kemudian serbuk
tersebut ditimbang dan ditetapkan sebagai bobot kering ikan awal dan bobot
kering ikan akhir. Serbuk tersebut kemudian dicetak menjadi pelet agar
memudahkan dalam uji atau penghitungan energi bomb ikan dengan
menggunakan bomb kalorimeter. Syarat utama bahan dapat diuji dalam bomb
kalorimeter adalah bahan tersebut dalam bentuk serbuk. Serbuk tersebut bisa saja
tidak dicetak, namun hal ini malah akan menyusahkan dalam penghitungan energi
bomb karena serbuk tersebut harus dibungkus dengan pembungkus yang telah
diketahui energi bombnya. Energi bomb yang telah didapatkan kemudian
dimasukkan kedalam rumus untuk mencari ANER (Apparent Net Energy

Retention). Ikan lele digunakan sebagai hewan uji karena ikan lele tubuhnya tidak
ditutupi sisik sehingga memudahkan dalam proses menghaluskan ikan kering.
Hasil penghitungan ANER terhadap ikan lele yang dipelihara selama 14
hari menunjukan bahwa retensi energi yang dimiliki ikan lele (Clarias batrachus)
adalah 92%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buttery dan Landsay (1980) bahwa
retensi energi ikan normal adalah sekitar 60-68 %, sehingga dapat diketahui
bahwa seluruh energi yang dimiliki dialokasikan untuk pertumbuhan ikan.
Alokasi seluruh energi untuk pertumbuhan dapat disebabkan karena kebutuhan
energi ikan untuk maintenance dan lainnya telah terpenuhi, dapat pula disebabkan
karena tingginya protein pakan dan efisiensi dalam penggunaan karbohidrat dan
lemak yang terkandung dalam pakan.

Anda mungkin juga menyukai