Anda di halaman 1dari 4

B.

Pembahasan
Siklus reproduksi pada beberapa mamalia betina disebut dengan siklus
estrus. Siklus ini memiliki empat fase yaitu, proestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus (freeman, M.E., 1988). Siklus estrus terjadi mulai dari usia 8-12 bulan.
Siklus estrus pada mencit dan tikus terjadi selama 4 hari. Namun setelah siklus
berlangsung selama satu tahun, waktu siklus bertambah menjadi 6 hari (Paris et
al. 1984). Siklus estrus yang pendek pada mencit dan tikus, menjadikan mencit
dan tikus sebagai hewan yang paling ideal untuk mengamati perubahan yang
terjadi selama siklus berlangsung (Spornitz et al. 1994). Siklus estrus pada
rodentia, bergantung terhadap jumlah siklus gelap (fotoperiodisme) (Matthews,
M.K. & Kenyon, R., 1984). Ovulasi pada mencit dan tikus biasanya terjadi pada
awal fase proestrus hingga akhir fase estrus (Long, J.A. & Evans, I.I.M., 1922).
Vaginal smear merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi siklus
estrus yang sedang dialami oleh suatu mamalia dengan cara mengamati tipe sel
dan proporsi sel yang ditemukan pada preparat. Vaginal smear dapat dilakukan
dengan beberapa metode misalnya, vaginal smear dengan menggunakan pewarna
Methylen blue dan vaginal smear dengan menggunakan pewarna papanicolaou.
Sel-sel yang mungkin ditemukan pada preparat yang diambil dengan
menggunakan metode vaginal smear pewarna Methylen blue adalah sel epitel, sel
epitel terkornifikasi, dan leukosit (Marcondes et al, 2002). Tiga tipe sel ini dapat
diketahui dari bentuknya. Sel berbentuk bulat dan berinti merupakan sel epitel.
Sel dengan bentuk tidak beraturan dan tidak berinti adalah sel epitel terkornifikasi.
Sel berbentuk bulat kecil dengan inti adalah leukosit (Sahar M. M. Omar & Abeer
A. Abed El Samad, 2007).
Vaginal smear dapat digunakan sebagai penunjuk fase estrus yang sedang
dialami mamalia. Hal ini disebabkan karena sel epitel vagina peka terhadap
perubahan kadar hormon estrogen. Apabila kadar estrogen meningkat, sel epitel
vagina akan mengalami kornifikasi. Kornifikasi pada sel vagina sering digunakan
sebagai indikator aktivitas biologi pada beberapa species hewan (Fowler et al.
1971, Bell et al. 1973, Roszel 1977, Concannon & Digregorio 1986, Wright
1990).
Estrogen menyebabkan perubahan perubahan pada sel epitel vagina. Sejak
pubertas dimulai dan selama anestrus pada mamalia dewasa, sel epitel vagina
hanya berupa lapisan tipis sel. Namun, dengan stimulasi dari estrogen, mukosa
vagina berubah menjadi sel stratified squamous epitelium yang terdiri dari banyak
lapisan sel (Bell et al. 1973, Concannon & Digregorio 1986, Vrcic et al. 1991).
Proporsi kehadiran sel epitel, sel epitel terkornifikasi dan leukosit
digunakan untuk mengidentifikasikan fase estrus yang sedang dialami oleh
mamalia betina. Fase proestrus ditandai dengan adanya sel epitel yang berbentuk
bulat dan berinti dalam jumlah yang besar. Fase ini berlangsung dalam waktu
yang singkat, biasanya terjadi satu hari sebelum fase estrus. Fase estrus ditandai
dengan adanya sel epitel terkornifikasi dalam jumlah besar. Sel epitel
terkornifikasi bentuknya tidak beraturan dan biasanya tidak terlihat adanya inti
sel. Fase metestrus ditandai dengan kehadiran leukosit dalam jumlah yang besar.
Sel epitel terkornifikasi juga terlihat dalam fase ini, namun jumlahnya lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah leukosit. Sel leukosit dapat diketahui
dari bentuknya yang bergerombol dan lebih kecil dibandingkan sel epitel. Fase ini
terjadi satu hari setelah fase estrus. Fase diestrus ditandai dengan masih adanya
sel epitel, sejumlah kecil sel epitel terkornifikasi, dan sel leukosit. Fase ini hampir
mirip dengan fase metestrus, namun sel leukosit yang ditemukan lebih sedikit dan
tidak bergerombol. Fase diestrus adalah fase yang berlangsung paling lama. Fase
ini berlangsung selama 2 hari setelah fase metestrus selesai (Long, J.A. & Evans,
I.I.M., 1922).
Endometrium berubah secara morfologi selama siklus reproduksi
berlangsung (Ferenczy, 1977). Selama fase proestrus (fase proliferasi), epitelium
dari endometrium berupa sel simple columnar dengan dua tipe sel yang
teridentifikasi, yaitu sel gelap dan sel terang. Stimulasi estrogen pada epitelium
uterus pada fase proestrus akan menginduksi pertumbuhan mikrovili (Garris,
D.V., 1998).
Endometrium diregulasi oleh endokrin dan parakrin selama fase estrus.
Regulasi endokrin terhadap aktivitas endometrium dilakukan oleh progesteron
yang disekresikan oleh korpus luteum. Sedangkan Kontrol parakrin dimediasi
oleh sitokin sebagai faktor pertumbuhan epidermal yang diproduksi oleh sel
endometrium. Kedua kontrol ini berperan dalam proses diferensiasi yang terjadi
selama fase estrus untuk mempersiapkan implantasi (Lockwood, C.J., 2001).
Endometrium pada fase metestrus menunjukan sejumlah fragmen inti
akibat apoptosis. Peningkatan sel yang terapoptosis ini sebagai akibat dari
penurunan kadar estrogen (Chritchley et al. 1999). Endometrium pada fase
diestrus menunjukan bahwa permukaan epitelium mulai berpisah dengan stroma.
Berdasarkan beberapa penelitian, pada fase ini sel mengalami apoptosis. Sel yang
mengalami apoptosis dicirikan dengan ukurannya yang sangat besar, apikal
mikrovilinya hilang, dan membentuk serpihan-serpihan. Sel ini dapat diamati
dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) (Nikas et al. 2000).
Vaginal smear yang dilakukan terhadap mencit (Mus Musculus)
menunjukan bahwa mencit tersebut sedang berada dalam fase estrus. Hal ini
ditandai dengan banyaknya sel epitel terkornifikasi dan tidak ditemukannya
leukosit. Hasil vaginal smear menunjukan adanya sel-sel tanpa inti, dengan bentuk
yang tidak beraturan dan ukurannya besar. Hal ini didukung dengan pernyataan
dari J.A. Long & I.I.M. Evans pada tahun 1922, yang menyatakan bahwa pada
fase estrus terlihat adanya sel epitel terkornifikasi dalam jumlah besar. Sel epitel
terkornifikasi bentuknya tidak beraturan dan biasanya tidak terlihat adanya inti
sel. Hasil vaginal smear yang didapatkan tergantung kepada ketebalan epitel yang
melapisi vagina hewan uji.
Vaginal smear dengan menggunakan pewarna Methylene blue memiliki
kelebihan karena Methylen blue lebih mudah diamati dan warnanya lebih stabil
apabila dibandingkan dengan pewarna papanicolaou. Vaginal smear dengan
menggunakan pewarna Methylen blue juga lebih mudah dipraktikkan dan tidak
memakan waktu yang lama. Sedangkan vaginal smear dengan pewarna
papanicolaou memakan waktu yang lama karena ada lebih dari 20 tahapan (Sahar
M. M. Omar & Abeer A. Abed El Samad, 2007). Kelemahan vaginal smear
dengan menggunakan pewarna Methylen blue adalah hanya akan diketahui tiga
tipe sel yaitu sel epitel, sel epitel terkornifikasi, dan leukosit (Marcondes et al,
2002). Sedangkan vaginal smear dengan menggunakan pewarna papanicolaou,
selain dapat mengidentifikasikan ketiga tipe sel tersebut, juga mampu
memperlihatkan adanya sel parabasal dan sel intermediet (Drury, R.A.B. &
Wallington, E.A., 1980).

Anda mungkin juga menyukai