Disusun oleh:
Kelompok 7 / Offering c
Dewi Karomika
(150341601038)
(150341606658)
Nailul Minnah
(150341606658)
A. Tujuan
1. Membedakan sel-sel hasil apusan vagina.
2. Menentukan tahapan siklus reproduksi yang sedang dialami hewan betina.
B. Dasar Teori
Siklus reproduksi adalah proses berulang yang terjadi pada sistem reproduksi
hewan betina dewasa yang memperlihatkan perubahan organ-organ reproduksi tertentu.
Organ-organ tersebut adalah organ-organ reproduksi, seperti ovarium, oviduk, uterus,
vagina. Siklus reproduksi pada mamalia (primata) disebut dengan silus menstruasi,
sedangkan siklus reproduksi pada non-primata disebut siklus estrus (Campbell dkk.,
2004).
Siklus estrus adalah proses berulang yang menggambarkan perubahan kadar
hormon reproduksi yang disebabkan oleh aktivitas ovarium di bawah pengaruh hormon
pituitari. Perubahan kadar hormon reproduksi selanjutnya menyebabkan perubahan
struktur pada jaringan penyusun saluran reproduksi. Siklus estrus ditandai dengan adanya
birahi pada hewan betina, sehingga akan bersifat reseptif terhadap hewan jantan pada saat
estrus. Hal tersebut dikarenakan di dalam ovarium terjadi pematangan sel telur dan uterus
berada pada fase yang tepat untuk implantasi. Lamanya siklus estrus berbeda-beda
menurut jenis hewan, misalnya pada tikus 4-5 hari, marmot 15 hari, simpanse 35 hari,
anjing 2-3 kali per tahun (Marcondes dkk., 2002). Terdapat pembagian siklus estrus
berdasarkan banyak sedikitnya siklus yang terjadi selama satu tahun. Hewan yang hanya
memiliki satu siklus estrus dalam satu tahun misalnya srigala, rusa dan rubah disebut
monoestrus. Apabila terjadi lebih dari satu siklus estrus setiap tahunnya disebut
poliestrus. Tikus dan mencit tergolong dalam poliestrus, namun ketika hewan tersebut
menyusui maka aktivitas seksual seolah-olah juga terhenti dan pada waktu itu disebut
lactational diestrus (Sagi, 1994).
Siklus estrus didasarkan pada perubahan berkala ovarium yang terdiri dari 2 fase,
yaitu folikel dan lutein. Fase folikel merupakan fase pembentukan folikel sampai masak,
sedangkan fase lutein adalah fase setelah ovulasi sampai ulangan berikutnya dimulai
(Yatim, 1994). Daur estrus, terutama pada polyestrus dapat dibedakan atas tahap
proestrus, estrus, dan diestrus.
1. Pada fase estrus, terlihat pengaruh estrogen dan dikarakteristikkan oleh sel
kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya leukosit. Fase estrus dibagi menjadi
estrus awal dan estrus akhir. Fase estrus awal terdapat sel epitel berinti dan sel
menanduk (cornified). Sedangkan pada akhir fase estrus, hanya terdapat sel
kornifikasi yang semakin banyak (Yatim, 1994).
2. Fase proestrus, tanpa leukosit dan dikarakteristikkan oleh sel epitel yang dinukleasi.
Proestrus adalah periode pertumbuhan folikel dan dihasilkannya banyak estrogen.
Estrogen ini merangsang pertumbuhan selluler pada alat kelamin tambahan, terutama
pada vagina dan uterus. Estrus merupakan klimaks fase folikel. Pada masa inilah
betina siap menerima jantan, dan pada saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada
hewan yang memerlukan rangsangan sexual lebih dulu untuk terjadinya ovulasi).
Pada saat tersebut betina jadi berahi. Apabila terjadi coitus dan pembuahan, esrtrus
diiringi oleh masa hamil. Jika tidak terjadi pembuahan, maka terjadi masa haid. Di
masa hamil atau haid berlangsunglah fase lutein. Pada fase ini corpus luteum dalam
ovarium giat menghasilkan progesteron (Yatim, 1994).
3. Fase metestrus, selama fase ini dimana sinyal stimulasi estrogen turun. Uterus
dipengaruhi oleh progesteron dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan
mungkin berakhir 1-5 hari. Beberapa hewan mengeluarkan akibat penurunan
tingkatan estrogen. Pada tahap ini terdapat banyak sel epitel menanduk dan lekosit,
dan sel epitel berinti (Yatim, 1994).
4. Fase diestrus dikarakteristikkan oleh aktivitas corpus luteum dimana dalam
memproduksi progesteron. Selama diestrus, leukosit tampak berlimpah (Yatim,
1994).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada ovarium selama siklus estrus, diantaranya
selama tidak ada aktifitas seksual (diestrus) terlihat folikel kecil (folicle primer),
sebelum estrus folikel-folikel ini akan menjadi besar tetapi akhirnya hanya satu yang
berisi ovum matang, folikel yang berisi ovum matang ini akan pecah, telur keluar
(ovulasi), disebut fase estrus. Jika telur dibuahi, korpus luteum akan dipertahankan
selama kehamilan dan siklus berhenti sampai bayi lahir dan selesai disusui. Tapi jika
telur tidak dibuahi, korpus luteum akan berdegenerasi, folikel baru akan tumbuh lagi,
siklus diulangi (Vilee, 1989). Pada tikus dan mencit, perubahanperubahan yang
berlangsung pada vagina meliputi perubahan histology epitel yang tergambar pada saat
dilakukan pengamatan apusan vagina. Teknik preparat apusan vagina sangat bermanfaat
terutama pada spesies yang memiliki siklus estrus pendek (mencit dan tikus), karena
pada spesies ini histologi dapat mencerminkan kejadiankejadian pada ovarium dengan
tepat (Nalbandov, 1990).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
- Mikroskop
Kaca penutup
- Kaca benda
Pipet tetes
2. Bahan
- Mencit (Mus musculus) betina dewasa tidak hamil
- Alkohol 70%
- Metilen biru 1%
- Air Leding
- Cotton bud
- NaCl 0,9%
D. Prosedur Observasi
Menyemprotkan dan menyedot larutan NaCl 0,9% ke dalam vagina dengan
menggunakan pipet tetes sampai cairan pada pipet menjadi keruh.
Meneteskan cairan keruh dari vagina mencit ke kaca benda yang sudah dibersihkan
dengan alkohol 70%.
Mewarnai tetesan tersebut dengan metilen biru 1%.
Menunggu selama 3-5 menit lalu membuang kelebihan zat warna dan membilas
dengan air leding.
Menutup dengan kaca penutup dan mengamati preparat di bawah mikroskop.
Gambar Pengamatan
Gambar Praktikum
Gambar Literatur
c
c
c
c
c
Perbesaran 10x10
dan leukosit terdapat dalam mukosa vagina. Identifikasi bentuk sel epitel dan leukosit
dapat menunjukkan fase dalam siklus estrus (Storer, 1961).
Dalam pengamatan terhadap siklus estrus pada mencit, digunakan pewarna
metilen blue untuk lebih memperjelas sel yang hendak diamati. Metilen blue digunakan
sebagai zat warna untuk apusan vagina yang akan di amati di bawah mikroskop. Dalam
hal ini pewarnaan sangat perlu dilakukan agar hasil dari apusan vagina mencit pada objek
glass ini lebih jelas untuk diamati dibawah mikroskop. Selain itu struktur luar dan
struktur dalam dari sel-selnya menjadi lebih jelas terlihat. Menurut teori yang
dikemukakan Waluyo (2008), dalam hal ini terdapat beberapa faktor yag dapat
mempengaruhi pewarnaan yang dihasilkan, diantaranya:
a. Fikasasi: Cara yang paling banyak digunakan adalah cara fisik dengan pemanasan
atau dengan freeze driying. Fungsi dari fiksasi dalam praktikum ini adalah untuk
lebih merekatkan sel pada objek glass, selain itu agar warna lebih melekat pada sel
yang diamati.
b. Pelunturan zat warna: Pelunturan zat warna adalah suatu senyawa yang
menghilangkan warna dari sel yang telah diwarnai. Dalam praktikum, pelunturan zat
warna ini dilakukan dengan cara mengairi objek glass dengan air/aquades, pengairan
ini tidak dilakukan lama-lama agar sel yang ingin diamati tidak hilang larut bersama
air. Pelarutan zat warna Ini berfungsi untuk mengahsilkan kontras yang baik pada
bayangan mikroskop.
Pada pengamatan yang dilakukan, ditemukan fase estrus pada apusan vagina
yang telah dibuat. Hal ini ditandai dengan ditemukannya banyak sel-sel superfisal
(sel epitel kornifikasi). Sel superfisal adalah sel tersebar yang dapat dilihat dalam
vaginal smear, berbentuk poligonal dan terlihat sangat pipih. Nukleus terkadang
tidak diketemukan tetapi sangat kecil dan gelap (piknotik). Sel-sel superfisial yang
tanpa inti tersebut seringkali mengalami kornifikasi. Pada fase ini terkadang juga
ditemukan leukosit dalam jumlah yang sangat sedikit. Tahap Estrus pada mencit
terjadi dua tahap yaitu tahap estrus awal dimana folikel sudah matang, sel-sel epitel
sudah tidak berinti, dan ukuran uterus pada tahap estrus awal ini adalah ukuran
maksimal, tahap ini terjadi selama 12 jam. Lalu terjadi tahap estrus akhir dimana
terjadi ovulasi yang hanya berlangsung selama 18 jam. Jika pada tahap estrus tidak
terjadi kopulasi maka tahap tersebut akan berpindah pada tahap matesterus
( A.Tamyis, 2008).
Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang
berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan
hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus
(estrus beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim
(estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri
dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase estrus berbeda
dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari
ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu betina telah masak
kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode
vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak
kelamin dan sedang hamil. (Hafez, 1968).
Estrus adalah fase terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini hewan
betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam
fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi, ciri khas dari
estrus adalah terjadinya kopulasi, jika hewan menolak kopulasi, meskipun tandatanda estrusnya sangat terlihat jelas, maka penolakan tersebut memberi pertanda
bahwa hewan betina masih dalam fase estrus yang telah terlewat. Tanda lain dari
fase estrus untuk tiap jenis ternak berlainan, tetapi pada umumnya mereka
memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama
sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari jika pejantanmendekati (Partodiharjo,
1992).
Rintafiani (2014 : 2-3) menyatakan
oestrus yang berarti kegilaan atau gairah dimana pada fase ini merupakan
satu-satunya waktu dimana terjadi perubahan pada vegina yang memungkinkan
terjadinya perkawinan. Pengaruh musim dan iklim juga lebih kuat terhadap siklus
estrus. Estrus kadang-kadang disebut heat (panas) karena pada saat tersebut, suhu
tubuh betina meningkat. Panjang dan frekuensi siklus reproduksi pada masingmasing organisme berbeda-beda. Pada tikus, siklus estrus berlangsung selama 5
hari . Tipe siklus birahi pada mencit (Mus musculus) adalah poliestrus, dimana
dalam setahun terjadi lebih dari dua kali masa birahi.Siklus hewan ini berulang
secara periodik dengan selang wktu 4 5 hari. Siklus estrus terjadi dalam empat
fase, yaitu fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Masing-masing fase pada
siklus estrus dapat diamati dengan metode apus vagina.
1)
Fase proestrus
Merupakan fase persiapan dari siklus birahi, setiap jenis hewan betina yang
berada dalam fase ini mulai menampakan gejala birahi walaupun belum mau
menerima pejantan untuk kopulasi. Folikel de graaf akan tumbuh di bawah pengaruh
hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hal tersebut mengakibatkan sekresi
esterogen dalam darah meningkat sehingga akan menimbulkan perubahanperubahan fisiologis dan syaraf kelakuan birahi pada hewan. Perubahan fisiologis
tersebut meliputi pertumbuhan folikel, peningkatan dan pertumbuhan endometrium,
uterus, serviks serta vaskularisasi dan keratinisasi epithel vagina pada beberapa
spesies. Pada fase ini serviks mengalami relaksasi secara bertahap dan makin banyak
mensekresikan mukus yang tebal dan berlendir. Mukus tersebut disekresikan oleh
sel-sel goblet pada serviks, anterior vagina serta kelenjar-kelenjar uterus. Cairan
lumen yang terdapat di organ-organ reproduksi berhubungan dengan aktivitas
pertahanan antibacteri. Korpus luteum mengalami vakuolisasi, degenerasi dan
pengecilan secara cepat.
2)
Fase Estrus
Fase berikutnya adalah fase estrus yang ditandai oleh keinginan birahi dan
penerimaan pejantan oleh hewan betina. Pada fase ini folikel de graaf membesar dan
menjadi matang. Tuba falopii akan menegang, epitel menjadi matang dan silia aktif
serta terjadi kontraksi tuba falopii dan ujung tuba yang berfimbria merapat ke folikel
de graaf. Lendir serviks dan vagina bertambah serta terjadi banyak mitosis di dalam
mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan
menjadi squamosa da bertanduk (berkornifikasi). Sel-sel bertanduk ini terkelupas ke
dalam vagina. Oleh karena itu pada apusan vagina akan ditemukan sel epithel
bertanduk dalam jumlah yang dominan.
3)
Fase Metestrus
Berikutnya adalah fase metestrus. Fase ini merupakan fase lanjutan ketika sistem
reproduksi di bawah pengaruh hormon yang diproduksi oleh corpus luteum.
Progesteron menghambat sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) sehingga
menghambat pembentukan folikel de graaf dan mencegah terjadinya estrus. Selama
Proestrus, pada tahap ini di ovarium tampak adanya folikel-folikel yang sedang
tumbuh, sedang di uterus dinding endometri mulai menebal. Lama tahap ini
adalah 12 jam. Pada pengamatan mikroskop, fase ini ditandai dengan
terlihatnya sel epitel berinti atau disertai dengan adanya sel-sel epitel yang
berkornifikasi.
Estrus awal, pada tahap ini ovarium terjadi ovulasi, sedangkan diuterus dinding
endometrium akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan
maksimum. Lama tahap 12 jam. Pada pengamatan mikroskop, fase ini ditandai
dengan terlihatnya sel epitel berinti dan disertai adanya sel-sel epitel
epitel berinti.
Diestrus, pada tahapi nidiovarium terlihat banyak folikel-folikel muda,
sedangkan di uterus dinding endometrium mempunyai lapisan yang paling
tipis. Lamanya tahap ini adalah 2-2,5 jam. Pada pengamatan mikroskop, fase
ini ditandai dengan terlihatnya sel epitel berinti, leukosit dan juga terlihat
adanya lendir.
Jadi, dengan mengamati struktur epitelium permukaan vagina yang
dilakukan dengan cara membuat apusan vagina, dapat diketahui stadium estrus
2
folikel-folikel
yang
ovulasi.
adanya
sedang
korpus folikel-folikel
luteum
yang muda.
tumbuh
mulai
kemudian
berdegenerasi
membesar.
Keadaan Oviduk
PROESTRUS
ESTRUS
Sel-sel
dan Menegang,
METESTRUS
DIESTRUS
Sekresi
cairam
lapisan
menurun,
bersilia berkontraksi,
pertumbuhannya
epitel
meningkat.
sinyalnya
silia
oviduk
defimbrae
mrapat ke folike
de Graaf untuk
menangkap
ovum matang.
c
Keadaan Uterus
PROESTRUS
ESTRUS
METESTRUS
DIESTRUS
Uterus
Dinding
mengalami
endometrium
mengadakan
endometrium
vaskularisasi,
banyak
terjadi membengkak
sekresimukus
dikelenjar
mencapai
lapisan
uterus, ketebalan
dinding
untuk memiliki
pada kelenjar
uterina
maksimal.
otot
endometrium
dan
terjadi peningkaan
mulai menebal.
terjadi
pendarahan,
dinding
endometrium
meluruh.
d
Keadaan Vagina
PROESTRUS
Epitel
ESTRUS
METESTRUS
mengalami
penebalan
DIESTRUS
vagina Mukosa
terjadi
bertambah,
vaskularisasi.
epitel
bibir
vagina
lendirnya
endenatous.
yang
berkornifikasi
tunggal.
H. Tugas/Evaluasi
1. Jelaskan hubungan antara siklus vagina, siklus uterus, dan siklus ovarium dalam
kaitannya dengan siklus estrus!
Jawab: Hubungan antara siklus vagina siklus uterus, dan siklus ovarium berkaitan dengan
siklus estrus yaitu pada saat siklus estrus terjadi maka vagina, uterus dan ovarium
akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain:
(FSH/LH).
Hormon FSH (Follicle Stimullating Hormone) berfungsi Merangsang pematangan
folikel dalam ovarium dan menghasilkan estrogen, mengendalikan ciri seksual pria &
wanita (penyebaran rambut, pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit, suara dan
Progesteron berfungsi mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yang
telah dibuahi, mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu, menjaga
penebalan endometrium, menghambat produksi hormon FSH, dan memperlancar
Gonadotrophin)
Berfungsi
meningkatkan
dan
terjadi ovulasi dan uterusnya berada pada fase yang tepat untuk fase ovulasi berikutnya.
Sumbatan vagina setelah penyatuan menandakan kopulasi telah berlangsung dari hari itu,
dan dihitung sebagai kehamilan yang ke nol.
I. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan pada apusan vagina Mus musculus, Mus
musculus sedang dalam siklus estrus pada tahap estrus akhir yang
dicirikan dengan banyaknya sel kornifikasi yang teramati pada
mikroskop.
2. Mus musculus mengalami siklus estrus selama 4-5 hari yang terdiri
dari fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
a) Fase proestrus ditandai dengan perubahan fisiologis meliputi
pertumbuhan
folikel,
peningkatan
dan
pertumbuhan
relaksasi
secara
bertahap
dan
makin
banyak
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 2006. Reproduksi dan Embriologi. Jurusan Biologi. Makasar: FMIPA UNM.
Campbell, N.A dkk. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta.
Hafez, ed. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Philadelphia : Lea and Fibiger, Pa.
Isnaeni dan Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Lopez, H.,L. D. Satter, and M. C. Wiltbank. 2004. Relationship between level of milk production
and estrous behavior of lactating dairy cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209223.
Marcondes, F.K., Bianchi, F.J., dan Tanno, A.P. 2002. Determination of the estrous cyclephase
of rats: some helpful considerations. Journal Brazilian Archive of Biology and
Technology.
Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas, Cetakan Pertama.
Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta
Rintafiani. 2014. Siklus Estrus pada Mencit (Mus Musculus). Surabaya : ITS
Ross, Michael H., Pawlina, Wojciech. 2011. Histology: A Text and Atlas: with Correlated Cell
and Molecular Biology 6th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer
business.
Sagi, M. 1994. Embriologi Perbandingan pada Vertebrata. Yogyakarta: UGM Press.
Storer, T.I. 1961. Element of Zoology. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc.
Tamyis, A.L. 2008. Siklus Estrus. Malang: FMIPA UniversitasBrawijayaMalang.
Tenzer, Amy. 2003. Petunjuk Praktikum Struktur Hewan II. Malang. Jurusan Biologi UM
Toelihere, M.R. 1985a. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum Edisi Keenam
Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito: Bandung.