Anda di halaman 1dari 5

DASAR TEORI

Siklus reproduksi merupakan perubahan siklis pada sistem reproduksi


ovarium, oviduk, uterus, dan vagina hewan betina yang tidak hamil, yang
memperlihatkan hubungan antara yang satu dengan lainnya. Siklus reproduksi
pada mamalia primata disebut dengan siklus menstruasi. Sedangkan pada mamalia
non-primata siklus reproduksinya dikenal dengan siklus estrus. Pada saat estrus,
hewan betina akan reseptif terhadap hewan jantan, dan besar kemungkinan
kopulasi menghasilkan individu yang fertile karena di dalam ovarium bersamaan
terjadi peristiwa ovulasi dan uterus berada pada fase yang tepat untuk implantasi
(Adnan dan Mu’nisa,2013).
Sistem reproduksi memiliki 4 dasar yaitu untuk menghasilkan sel telur
(ovum) yang membawa setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan
tempat pembuahan selama pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk
mekanisme kelahiran. Lokasi sistem reproduksi terletak secara paralel di atas
rektum. Sistem reproduksi dalam, terdiri dari ovari, oviduk, dan uterus (Isnaeni,
2006).
Siklus estrus ditandai dengan timbulnya masa birahi atau estrus. Periode
antara satu tahap estrus dengan estrus berikutnya disebut siklus estrus. Rentang
berlangsungnya siklus estrus berbeda menurut jenis hewan, misalnya pada mencit
dan tikus terjadi 4-5 hari, marmut selama 15 hari dll. Pada fase estrus,
hipotalamus akan terstimulasi untuk menyekresikan GRH (Gonadrotopin
Releasing Hormone). Hormon estrogen menyebabkan pola perilaku estrus pada
mencit, gonadotropin menstimulasi pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle
stimulating hormone (FSH) sehingga terjadi ovulasi. Kandungan FSH tersebut
lebih rendah dari kandungan luteinizing hormone (LH) maka jika terjadi coitus
dapat dipastikan mencit akan mengalami kehamilan. Saat estrus biasanya mencit
lebih aktif, dengan kata lain mencit berada dalam keadaan mencari perhatian
kepada mencit jantan. Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu waktu
dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan dialiri banyak darah,
karena uterus bersiap untuk kemungkinan terjadinya implantasi embrio (Adnan,
2006).
Pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus, dan tidak
terjadi pendarahan yang banyak (Campbell, 2004). Siklus estrus dibagi dalam 4
tahap atau stadium yaitu fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
1. Fase proestrus, adalah tahap ketika mulai tumbuh dan terlihatnya
folikel di dalam ovarium, dan dinding endometrium sudah mulai
menebal (Syahrum, 1994). Tahap ini berlangsung 12 jam. Pada fase ini
diproduksi hormon estrogen. Peningkatan jumlah hormon estrogen
menyebabkan pemasokan darah menuju sistem reproduksi untuk
meningkatkan pembengkakan sistem dalam. Kelenjar serviks dan
vagina distimulasi untuk meningkatkan aktivitas sekretori untuk
menghasilkan muatan yang dapat mempertebal vagina. Karakteristik
dari fase ini adalah terdapat sel epitel bulat dan berinti, leukosit tidak
ada atau ada tetapi hanya sedikit (Budi, 2004).
2. Fase estrus awal, adalah tahap terjadinya ovulasi pada ovarium,
sedangkan pada uterus dinding endometrium akan bergranular dan
membengkak hingga mencapai ketebalan maksimum. Fase estrus
ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk yang sangat banyak,
dan beberapa sel epitel dengan inti yang berdegenerasi. Lamanya fase
ini kurang lebih 25 jam (Billet dan Wild, 1975).
3. Fase metestrus, tahap terlihat munculnya korpus luteum yang mulai
berdegenerasi sedangkan uterus dinding endometrium meluruh. Fase
metestrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit
yang banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 8 jam (Adnan, 2006).
Pada fase ini, histologi dari smear vagina memperlihatkan fenomena
terlihatnya sel-sel yang bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel
superfisial dan adanya sel-sel darah merah (eritrosit) dan neutrofil
yang terlihat. Sel-sel parabasal merupakan sel-sel muda yang terdapat
pada siklus estrus. Adapun karakteristik dari sel-sel parabasal sebagai
berikut (Syahrum, 1994).
1. Berbentuk bundar atau oval.
2. Mempunyai bagian nukleus yang ukuran nya lebih besar dari
sitoplasma.
3. Sitoplasma tampak tebal.
4. Ketika diberi warna terlihat berwarna gelap.
4. Fase diestrus, pada tahap ini pada ovarium terlihat banyak folikel-
folikel muda, sedangkan pada uterus dinding endometrium terdapat
lapisan tipis. Pada fase ini korpus luteum berkembang dengan
sempurna akibat sekresi hormon progesteron. Pada dinding uterus
tampak folikel-folikel kecil dengan korpora lutea pada vagina yang
lebih besar dari ovulasi sebelumnya (Tomi, 1990). Fase ini
berlangsung selama 2-2,5 hari.
Hewan yang mengalami siklus estrus, dalam satu siklus hewan betina siap
menerima hewan jantan untuk kawin dalam waktu yang singkat, yaitu masa
ovulasi. Selain itu, dinding saluran reproduksi pada akhir siklus tidak mengalami
disintegrasi dan tidak luruh sehingga tidak mengalami pendarahan. Dengan
mengamati struktur epitelium permukaan vagina yang dilakukan dengan cara
membuat apusan vagina, dapat diketahui stadium estrus hewan betina (Isnaeni,
2006). Pembuatan apusan vagina dapat dilakukan sebelum penyatuan hewan
jantan dan betina, sehingga reproduksi akan berhasil dengan baik. Adanya sumbat
vagina setelah penyatuan gamet membuktikan bahwa kopulasi sudah berlangsung
dan pada hari tersebut dapat ditentukan sebagai hari kehamilan ke nol. Siklus
estrus yang dialami mecit (Mus musculus) terjadi dalam waktu yang tidak terlalu
lama sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan (Martini, 200).
Pada hewan mamalia primata mengalami siklus menstruasi yang erat
kaitannya dengan perkembangan dan pembentukan folikel telur dan endometrium
uterus. Pada siklus menstruasi, ketika tidak terjadi fertilisasi maka dinding
endometrium meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam wujud
pendarahan (Tomi, 1990). Siklus menstruasi dikendalikan oleh hormon
hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Siklus mestruasi dibagi menjadi 3 fase yaitu
sebagai berikut.
1. Fase menses yaitu fase yang ditandai dengan terjadinya perubahan (erosi)
pada dinding endometrium dan terjadi pendarahan. Fase ini terjadi apabila
tidak terjadi kehamilan sehingga menyebabkan korpus luteum meluruh
dan tidak menghasilkan progesteron.
2. Fase proliferasi yaitu fase yang ditandai dengan adanya sel-sel kelenjar
yang mulai berproliferasi dan membentuk kelenjar serta epitel pembatas
dinding endometrium. Terjadinya fase ini bersamaan dengan terjadinya
fase folikuler pada ovarium dan pembentukan hormon estrogen. Adanya
hormon estrogen menyebabkan endometrium menjadi semakin tebal.
3. Fase sekresi yaitu fase yang terjadi bersamaan dengan fase luteal pada
ovarium. Pada fase ini sel-sel kelenjar yang telah terbentuk menjadi
sekretoris akibat hormon progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum.
Akibatnya dinding endometrium mencapai batas tebal maksimal dan siap
untuk implantasi.
Proses berlangsungnya siklus menstruasi berbeda pada masing-masing
individu, pada manusia siklus ini berlangsung kira-kira 4 minggu. Menstruasi
ditandai dengan keluarnya darah, mukus, dan sel-sel debris dari uterus pada
saat periode tertentu. Lamanya menstruasi berlangsung kurang lebih 4-5 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2006. Reproduksi dan Embriologi. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Adnan dan A. Mu’nisa. 2013. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar :


Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Budi, Heri.2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid III.Jakarta: Erlangga.

Isnaeni, Wiwi. 2006.Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius. Campbell, Neil A. 2004.


Biologi Jilid III Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Martini, F.H & Karkenskit, G. 2000. Fundamental of Anatomy and Physiology. New
Jersey : Prencite Hall Inch.

Syahrum, H.M.1994.Reproduksi dan Embriologi.Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Tomi, Andria. 1990. Diktat Asistensi Anatomi Hewan-Zoologi. Yogyakarta: Jurusan


Zoologi UGM.

Anda mungkin juga menyukai