Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Tn. Tamrin

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 64 tahun

Pekerjaan

: Buruh

Negeri Asal

: Padang

Seorang laki-laki berusia 64 tahun datang ke RS. Dr. M. Djamil Padang tanggal 16
Juni 2014 dengan:
Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata kiri terasa perih dan merah sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


-

Mata kiri terasa perih dan merah sejak 1 hari yang lalu.

Awalnya mata kiri pasien seperti kemasukan pasir, lalu pasien menggaruk-garuk
matanya.

Keluhan ini disertai dengan mata kiri yang berair

Pada pagi hari saat bangun tidur, pasien kesulitan membuka mata kiri karena
kotoran mata kiri banyak.

Pasien tidak mengeluhkan gatal, penglihatan silau, dan penurunan tajam


penglihatan

Keluhan belum diobati

Riwayat Penyakit Dahulu:


-

Riwayat melihat kabur sebelumnya (-)

Riwayat mata merah sebelumnya (-)

Riwayat trauma pada kedua mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


-

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit mata seperti ini.

Status Ophtalmikus, tanggal 16 Juni 2014


Status Ophtalmikus

OD

OS

Visus tanpa koreksi

5/5

5/5 F1

Refleks fundus

Silia/supersilia

Trikiasis (-),madarosis (-)

Trikiasis (-),madarosis (-)

Palpebra superior

Udem (-)

Udem (+)

Palpebra inferior

Udem (-)

Udem (+)

Aparat lakrimalis

Lakrimasi N

Hiperlakrimasi (+)

Konjungtiva tarsalis

Hiperemis (-)

hiperemis (+)

Konjungtiva fornik

Hiperemis (-)

Hiperemis (+)

Konjungtiva bulbi

Injeksi konjungtiva (-)

Injeksi konjungtiva (+)

Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (-)

Kemosis (-)

Kemosis (-)

Sklera

Putih

Putih

Kornea

Bening

Bening

Kamera okuli anterior

Cukup dalam

Cukup dalam

Iris

Coklat

Coklat

Pupil

Bulat, rf +/+, 3 mm

Bulat, rf +/+, 3 mm

Lensa

Bening

Bening

Fundus:
-

Papil

Bulat,

batas

tegas, Bulat,

batas

cup/disk 0,3

cup/disk 0,3

pembuluh darah

aa/vv : 2/3

aa/vv : 2/3

retina

perdarahan (-)

perdarahan (-)

tegas,

macula

reflex fovea (+)

reflex fovea (+)

Tekanan bulbus okuli

N(palpasi)

N(Palpasi)

Posisi bulbus okuli

Ortho

Ortho

Gerakan bulbus okuli

Bebas

Bebas

Diagnosis Kerja: Konjungtivitis bakterialis OD


Terapi:
-

Ulcori ed 6 x 1 ODS

Ciprofloxacine 2 x 500 mg

Cenfresh ed 6 x 1 ODS

Prognosis:
-

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad funtionam

: bonam

Quo ad sanationam

: bonam

BAB II
DISKUSI
Konjungtivitis bakterial ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan terhadap pasien. Dari anamnesis didapatkan mata kiri merah sejak satu hari
yang lalu, tiba-tiba. Hiperemis merupakan salah satu tanda dari konjungtivitis akut,
kemerahan paling nyata pada fornik dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi
pembuluh darah posterior. Terjadinya suatu peradangan akan menyebabkan vasokonstriksi
segera pada daerah setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi (vasodilatasi) sehingga
mata terlihat lebih merah.
Keluhan mata berair, atau hiperlakrimasi juga merupakan tanda konjungtivitis akut.
Sekresi air mata yang berlebihan disebakan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi
terbakar, atau tergores. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh yang vasodilatasi dan
menambah jumlah air mata. Kotoran mata yang banyak merupakan eksudasi. Eksudat
berlapis dan amorf merupakan ciri khas konjungtivitis bakteri. Palpebra bertahi saat bangun
tidur dapat ditemukan hampir pada semua konjungtivitis. Jika eksudatnya berlebihan
sehingga palpebra saling melengket dan mengakibatkan mata sulit dibuka ditemukan pada
infeksi bakteri dan klamidia. Eksudat merupakan sel-sel radang yang bermigrasi dari stroma
kongjungtiva ke permukaan. Sel-sel ini bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet
menghasilkan eksudat pada konjungtiva dan menyebabkan konjungtiva terutama di pagi
hari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan udem palpebra, injeksi konjungtiva, ukuran pupil
normal, tidak ada fotofobia, tidak ada penurunan visus, dan tidak ada peningkatan TIO. Dari
pemeriksaan fisik tersebut dapat ditegakkan diagnosis konjungtivitis akut karena keluhan
baru dirasakan sejak satu hari yang lalu. Udem palpebra disebabkan oleh peradangan pada
palpebra sehingga terjadi reaksi rubor dan kalor, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler,
masuknya cairan dan sel dari kapiler ke jaringan sehingga terjadi akumulasi cairan
(eksudat).
Konjungtivitis bakterial dapat ditegakkan dengan adanya temuan kotoran mata yang
banyak, mata yang berair, tidak terlalu gatal, udem palpebra superior dan inferior,

konjungtiva tarsalis superior dan inferior hiperemis, injeksi konjungtiva. Untuk lebih
memastikan etiologinya dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pewarnaan Gram dan giemsa. Ciri
khas konjungtivitis bakteri adalah banyaknya leukosit polimorfonuklear.
Pasien dianjurkan istirahat dan makan makanan bergizi untuk meningkatkan
imunitas tubuh. Pasien juga dianjurkan untuk menjaga kebersihan mata dan tidak
menggosok mata supaya tidak terjadi infeksi ke mata yang tidak sakit dan supaya tidak
terjadi infeksi sekunder akibat tangan yang tidak bersih. Pasien juga diedukasi untuk
mencegah penularan dengan cara selalu mencuci tangan setelah memegang mata.
Dalam

penatalaksanaannya

diberikan

antibiotik

berupa

ulcori

eye

drop

(ciprofloxacin) 6x1 OS dan oral 2x500mg, sedangkan pemberian tear artificial berfungsi
untuk mengencerkan eksudat yang terdapat pada mata. Prognosis kongjungtivitis bakterial
secara vitam, functionam dan sanationam adalah bonam karena penyakit ini tidak
mengancam nyawa, dapat sembuh dengan sempurna, dan dengan pengobatan dan
pencegahan infeksi yang benar, pasien tidak akan kambuh lagi.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Anatomi Konjungtiva1


Konjungtiva merupakan membrans mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam
dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis: menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat
dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Merupakan zona transisi antara kulit dan konjungtiva
sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskular.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar
tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
2. Konjungtiva bulbaris: menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar di

sekitar kornea disebut dengan

konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
berlanjut seperti yang ada pada kornea. Konjungtiva bulbar sangat tipis, mudah
digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan
mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel
goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata prekornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

3. Forniks:

bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior

palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva bergabung dengan konjungtiva


bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjadi forniks superior, inferior,
lateral, dan medial forniks.

Gambar 2.1 Bagian-bagian konjungtiva dan kelenjarnya1

2.2. Struktur Histologis Konjungtiva1


Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:
1. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous 5 lapis.
2. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
3. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lapis epitelium: lapisan superfisial
sel silindris, lapisan tengah polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
4. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous.

Gambar 2.2 Struktur histologis kongjungtiva1

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit di antaranya. Lapisan
ini paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapi
berkembang setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi
konjungtiva pada bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler.
b.

Lapisan fibrosa, terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal
daripada lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat
tersebut struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan
saraf konjungtiva. Bergabung dengan kapula tenon pada regio konjungtiva
bulbar.

Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjer, yaitu:


1. Kelenjar sekretori musin. Merupakan adalah sel goblet (kelenjar uniselular yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle (ada pada tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz (pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini mensekresi
mukus yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva.
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, terdiri dari:
a. Kelenjar dari Krause (terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah.
b. Kelenjar dari Wolfring (terletak sepanjang batas atas tarsus superior dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).

Suplai arterial konjungtiva:


Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan marginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah; arteri kongjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari
arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior
beraanastomose dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus
perikornea.

Gambar 2.3 Vaskularisasi konjungtiva1

2.3 Konjungtivitis
2.3.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,
infiltrasi selular dan eksudasi yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, seta iritasi bahan-bahan kimia.
2.3.2 Etiologi1
Faktor predisposisi untuk konjungtivitis bakterial adalah higien dan sanitasi yang
buruk. Mikroorganisme yang menyebabkan konjungtivitis antara lain:
- Staphylococcus aureus, merupakan penyebab tersering dari konjungtivitis bakteri.
- Staphylococcus epidermidis, merupakan flora yang tidak berbahaya di kelopak mata
dan konjungtiva.
- Streptococcus pneumoniae menyebabkan konjungtivitis akut.
- Streptococcus pyogenes
- Haemophilus influenzae
- Moraxella lacunata
- Pseudomonas pyocyanae
- Neisseria gonorrhoeae
- Neisseria meningtidis
- Corynebacterium diphteriae
2.3.3 Klasifikasi
Konjungtivitis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan perjalanan klinisnya.
Berdasarkan etiologi, konjungtivitis dibagi menjadi:

Infeksi :
o Bakterialis
o Viral
o Parasitik
o Mikotik

Non infeksi:
o Akibat iritasi yang persisten (seperti pada gangguan sekresi air mata)

o Alergi
o Toksik (bahan-bahan iritan seperti rokok, debu)
o Akibat dari penyakit lain (seperti sindrom stevens-johnson)2
American Academy of Ophtalmology mengklasifikasikan konjungtivitis bakterialis
berdasarkan onset penyakitnya, seperti yang tercantum di tabel di bawah.3
Tabel 2.1 Klasifikasi konjungtivitis
Onset Penyakit
Lambat (hari - minggu)

Tingkat Keparahan
Ringan Sedang

Organisme Penyebab
Staphylococcus aureus
Moraxella lacunata
Proteus spp
Enterobacteriaceae
Pseudomonas

Akut atau subakut

Sedang berat

( jam hari)

Haemophilus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus

Hiperakut (<24 jam)

Berat

Neisseria gonorrhoaea
Neisseria meningitidis

2.3.4 Patogenesis
Konjungtivitis bakterialis dikarakteristikkan dengan pertumbuhan dan infiltrasi
bakteri ke lapisan epitel konjungtiva dan terkadang hingga substansia propia. Sumber dari
infeksi bakteri bisa didapat melalui kontak langsung dengan patogen (misalkan dari tangan,
handuk, kolam renang) atau melalui penyebaran infeksi dari kolonisasi organisme di nasal
maupun sinus mukosa. Pada orang dewasa yang terjangkit konjungtivitis bakterialis
unilateral, harus dilakukan pemeriksaan pada sistem nasolakrimalisnya. Obstruksi dari
duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan kanalikulitis mungkin dapat menyebabkan
terjadinya konjungtivitis.4
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.

Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran
dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah. Penggunaan antibiotik topikal jangka
panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta
resistensi terhadap antibiotik.
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang
berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan
air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau
kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.
Derajat keparahan konjungtivitis bakterialis bervariasi, mulai dari ringan hingga
mengancam penglihatan. Spesies organisme penyebab memegang peranan penting dari
derajat keparahan penyakit ini.4
2.3.5 Manifestasi Klinis
Umumnya, konjungtivitis mengenai kedua mata dengan derajat keparahan yang
berbeda. Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang berlebih
sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur. Selain itu, pasien dapat
mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia.

Rasa nyeri yang

muncul biasanya menandakan kornea juga terkena. Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat
bervariasi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda dari konjungtivitis berupa:

Hiperemia: mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Lokasi dan ukuran
hiperemia merupakan kriteria diagnosis yang penting. Dari gambaran injeksinya kita
dapt membedakan konjungtivitis dengan skleritis atau keratitis. Beberapa jenis
injeksi yaitu:
o Injeksi konjngtiva (merah muda, etrlihat jelas pelebarannya di konjungtiva,
semakin ke limbus semakin menipis)

o Injeksi siliar (tak bisa digambarkan secara jelas, berwarna terang di episklera
dekat limbus)

Gambar 2.4 Injeksi konjungtiva, mata tampak merah dengan dilatasi pembuluh darah
konjungtiva yang difus (injeksi konjungtiva)2
2

Epifora: lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda asing dan
iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan yang timbul akibat
pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air mata.

Eksudasi: kuantitas dan sifat eksudat (mukoid, purulen, berair, atau berdarah)
bergantung dengan etiologi penyakit.

Pseudoptosis: jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang
dapat ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis trakoma.

Hipertrofi papiler: reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran
kecil, halus, dan seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi bacterial,
sedangkan bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis vernal.

Gambar 2.4 Papil2

Kemosis: pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada konjungtivitis


alergika, bakterial (konjungtivitis gonokokus), dan adenoviral.

Gambar 2.5 Kemosis konjungtiva2

Folikel: hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum


germinativum yang paling sering ditemukan pada infeksi virusdan klamidia

Gambar 2.6 Folikel di konjungtiva2

Flikten: diawali dengan perivaskulitis limfositik yang kemudian berkembang


menjadi ulkus konjungtiva. Selain itu, flikten menandakan reaksi delayed
hipersensitivitas terhadap antigen microbial.

Membran dan pseudomembran: merupakan reaksi konjungtiva pada infeksi berat


atau konjungtivitis toksik. Berasal dari jaringan epitel yang nekrosis, jika diangkat
tidak menimbulkan perdarahan berarti pseudomembran, jika disertai perdarahan
berarti membran.

Gambar 2.7 Membran dan pseudomembran pada konjungtivitis2

Limfadenopati preaurikular: pembesaran kelenjar getah bening yang dapat disertai


rasa nyeri pada infeksi akibat herpes simpleks, konjungtivitis inklusi, atau
trakoma.2,4,5
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi

konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan
sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak
mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena
adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala
yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun
tidur.4

2.3.6 Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan gambaran yang khas
pada mata. Gambaran-gambaran yang khas tersebut bisa didapatkan melalui beberapa
metode pemeriksaan, yaitu:

Pemeriksaan slit lamp: sifat dan lebar dari injeksi pembulu darah, discharge,
kemosis, dan lain-lainnya dapat dilihat menggunakan slit lamp.

Eversi kelopak mata: tindakan ini dilakukan untuk memeriksa ada atau tidaknya
folikel, palip, membran, ataupun benda asing di konjungtiva tarsalis superior dan
inferior.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan apabila konjungtivitis tidak responsif terhadap

antibitotik. Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah pewarnaan Gram untuk


mengidentifikasi

mikroorganisme

penyebab.

Pewarnaan

Giemsa

bertujuan

untuk

mengidentifikasi tipe sel dan morfologi.Kerokan konjungtiva dan kultur dianjurkan apabila
terdapat sekret purulen, membranosa, atau pseudomembranosa.

Conjunctival smear: jika diagnosisnya berlum jelas, dan respon penyembuhan


dengan antibiotik lambat/tidak ada conjunctival smear perlu dilakukan untuk
mengetahui patogen penyebab.

Epithelial smear: tujuannya khusus pemeriksaan ini adalah untuk melihat klamidia,
walaupun juga bisa untuk mengidentifikasi patogen penyebab secara lebih jelas.
Gambaran sitologis yang ditemukan merupakan informasi penting terkait etiologi
dari penyebab konjungtivitis.

Konjungtivitis bakterialis: granulosit dengan nukleus polimorfik dan bakteri

Konjungtivitis virus: limfosit dan monosit

Konjungtivitis klamidia: limfosit, plasma sel, leukosit, khasnya adalah


terdapatnya badan inklusi

Konjungtivitis alergi: eosinodil dan limfosit

Konjungtivitis mikotik (sangat jarang): gambaran hifa2,5

Gambar 2.8 Conjunctival smear

2.3.7 Diagnosis Banding


Konjungtivitis dibedakan dengan iritis dan keratitis seperti ditunjukkan pada tabel
berikut.
Tabel 2.3 Diagnosis banding konjungtivitis dengan keratitis/iritis 6
Tanda

Konjuntivitis

Keratitis/iritis

Tajam penglihatan

Normal

Turun nyata

Silau

Tidak ada

Nyata

Sakit

Nyeri, rasa mengganjal

Nyeri

Mata merah

Injeksi konjungtiva

Injeksi siliar

Sekret

Serous, mukous, purulen

Tidak ada

Kelopak mata lengket

Terutama pagi hari

Tidak ada

Pupil

Normal

Mengecil

Konjungtivitis bisa disebabkan karena bakteri, virus, alergi, ataupun klamidia.


Perbedaan masing-masing penyebab menurut gambaran klinis ditunjukkan dalam tabel
berikut:

Tabel 2.2 Gambaran klinis diagnosis banding konjungtivitis1,5


Klinis dan sitologi

Bakterial

Viral

Alergi

Klamidia

Gatal

Minimal

Minmal

Minimal

Hebat

Mata berair

Sedang

Banyak

Minimal

Sedang

Disertai sakit

Sesekali

Sesekali

Tak pernah

Tak pernah

Kongesti

Jelas

Sedang

Ringan sedang

Sedang

Kemosis

++

++

Perdarahan

Banyak

Minimal

Minimal

Banyak

Purulen atau

Berair

Kental / berair

Mukopurulen

tenggorokan dan
demam

subkonjungtiva
Eksudasi
Sekret

mukopurulen
Papil

++

Folikel

++

Pseudomembran

Pannus

Kalenjar getah

++

(kecuali vernal)
-

Bakteri, PMN

Monosit

Eosinofil

PMN, sel plasma,

bening preaurikula
Pada kerokan dan
eksudat yang

badan inklusi

dipulas

2.3.8 Tatalaksana
Kebanyakan kasus konjungtivitis purulenta akut bisa ditatalaksana dengan terapi
antibiotik empiris. Terapi obat awal untuk konjungtivits bakterialis akut meliputi obat-obat
topical, yaitu: tetes mata kombinasi polimiksin, tetes mata aminoglikosida atau
fluorokinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levotloksasin, motitloksasin, atau gatifloksasin),
atau salep siprofloksasin atau basitrasin. Pemberian obat tersebut 4 kali sehari selama 57

hari kecuali ada indikasi lain. Antibiotik oral tambahan dianjurkan untuk pasien
konjuntivitis purulenta akut dengan faringitis, sindrom konjungtivitis-otitis, dan untuk
konjungtivitis Hemofilus pada anak.3
Pada setiap konjungtivitis yang pulasan Gram-nya menunjukkan diplokokus gramnegatif, sugestif neisseria, harus segera dimulai terapi topical dan sistemik,. Jika kornea
tidak terlibat, seftriakson 1 gram yang diberikan dosis tunggal per intramuskular biasanya
merupakan terapi yang adekuat. Jika kornea terlibat, dibutuhkan seftriakson parenteral 1-2
gram per hari selama 5 hari.5
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan kebersihan perorangan
secara khusus. 5
2.3.9 Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki fase kronik) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). 5

DAFTAR PUSTAKA
1. A.K Khurana.2007. Disease of Conjungtiva in Comprehensive Ophtalmology 4th
edition. India: New Age International (P) Limited.
2. Lang GK. 2000. Conjunctiva. In Lang Ophthalmology. New York: Thieme.
3. AAO. 2013-2014. External Disease and Cornea. Singapore: LEO
4. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. 2006. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
Thieme.
5. Ferrer FJG, Schwab IR, Shetlar DJ. 2007. Conjunctiva. In: Vaughan and Asburys General
Ophthalmology.16th ed. USA: Mc.Graw-Hill companies.
6. Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: balai Penerbit FKUI. Hal:121-124

Anda mungkin juga menyukai