Potensi 3 Dosis
Potensi 3 Dosis
Disusun Oleh :
RIDA RUFAIDAH (260110080075)
AULIA ASSARI
(260110080077)
4. Media pembenihan
-
5. Pengenceran
Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zat dilarutkan
dalam x mL pelarut.
V1N1 = V2N2
Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula
digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut setelah
pengenceran (V2N2).
III. Teori
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.
Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh
Alexander Fleming, secara kebetulan saat Alexander Fleming menanamkan
bakteri pada cawan tetapi lupa tidak ditutup. Besoknya diamati, terlihat
adanya organisme asing yang di sekelilingnya ada daerah bening, organisme
asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu adalah Penicillium notatum.
Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada pembenihan yang baru.
Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah
beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat
dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-jamur dan
bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid
terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk tubuh
manusia adalah relatif kecil.
Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan
bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba", yaitu kelompok
obat yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur, dan antiparasit. Obat
semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga dapat digunakan
sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya hanya digunakan untuk
formulasi yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi sekarang antimikroba
buatan juga termasuk di dalamnya, seperti sulfonamida.
permeabilitas
membran
sitoplasma
(sefalosporin,
sikloserin, basitrasin).
c. Mengganggu
sintesis
protein
normal
bakteri
(tetrasiklin,
yang
mempengaruhi
pembentukan
dinding
sel
atau
lain
dengan
menekan
mula
terbentuknya
(bukan
Bacillus substilis
IV. Alat dan Bahan
Alat
Cawan petri
Inkubator
Jangka sorong
Lampu spirtus
Mikropipet
Perforator
Pinset
Rak tabung
Spatel
Tabung reaksi
Bahan
Air suling steril
Larutan desinfektan
Media nutrien agar
Pelarut sediaan uji
Sedia antibiotika standar dan sample (Rifampisin)
Suspensi Bacillus subtilis
V. Prosedur
Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24 jam,
bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan cara
dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian disterilkan
dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji ke dalam
labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan air
suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, digerus
dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur. Direncanakan
pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat variasi dua seri
dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat larutan inokulum
dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang
telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan nutrien agar yang
mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis
sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan dasar cawan
menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area tersebut
tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam cetakan
reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan menggunakan
perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara membuang
agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang
telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan
desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada
Dosis Menengah = 15 g / 50 L
N1 x 50 L = 15 g
N1 = 0,3 g/L
N1 = 300 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 300 g/mL x V2
V2 = 3,33 mL
Aquadest yang ditambah = 2,33 mL
Dosis Menengah = 15 g / 50 L
N1 x 50 L = 15 g
N1 = 0,3 g/L
N1 = 300 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 300 g/mL x V2
V2 = 3,33 mL
Aquadest yang ditambah = 2,33 mL
Dosis Rendah = 7,5 g / 50 L
N1 x 50 L = 7,5 g
N1 = 0,15 g/L
N1 = 150 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 150 g/mL x V2
V2 = 6,67 mL
Aquadest yang ditambah = 5,67 mL
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan Dosis
Cawan
Petri
Tinggi
Menengah
Rendah
Tinggi
Menengah Rendah
(Bt)
22,0
(Bm)
19,3
(Br)
17,3
(St)
21,7
(Sm)
21,6
(Sr)
15,3
II
24,0
22,2
21,6
24,2
21,8
17,6
Total
46,0
41,5
38,9
45,9
43,4
32,9
Rata-
23
20,75
19,45
22,95
21,7
16,45
rata
PERHITUNGAN POTENSI
Log dosis
x log 2
x 0.301
( 6,5) + (3,5)
log = - 0,08386
= 0,8244
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi
sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan
konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai
bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut
farmakope haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak
memenuhi syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.
Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan
potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder, yaitu
menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media nutrien
agar yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat
ditentukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan
membandingkannya dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.
Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus
biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri
yang diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari
bakteri yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin,
dan sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah
Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah
dan
jika terlalu
jauh dari
api,
ditakutkan
akan
antibiotika dengan dosis tinggi dan rendah dari larutan baku maupun
larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat
dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 l (masingmasing lubang
diisi dengan 50 l antibiotika).
Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan
di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus
tepat di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik
berdifusi sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang
dihitung mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah
digunakan harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benarbenar kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan
mempengaruhi
konsentrasi
antibiotika
(desinfektan
juga
bersifat
bakteriosida).
Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan
koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak
boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah
sehingga tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini
dibuat duplo (dua kali) dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan pada antibiotik baku, didapat zona
bening pada dosis tinggi, di cawan petri I dan II masing-masing yakni
sebesar 22,0 , 24,0 mm, dosis menengah adalah 19,3 , 22,2 mm ,dan
dosis rendah sebesar 17,3 , 21,6 mm. Pada antibiotik sampel diperoleh
zona bening pada dosis tinggi di cawan petri I dan II masing-masing
sebesar 21,7 , 24,2 mm, dosis menengah 21,6 , 21,8 mm dan pada dosis
rendah sebesar 15,3 , 17,6 mm. Diameter hambat dosis tinggi pada
antibiotik sampel maupun baku lebih besar daripada pada dosis rendah.
Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi
larutan sampel rifampisin yang diuji adalah sebesar 82,44 %. Sehingga
antibiotik ini layak dipasarkan.
IX.
KESIMPULAN
Potensi dari sampel kloramfenikol terhadap baku pada bakteri
Basillus subtillis adalah 82,44 %.
DAFTAR PUSTAKA
Tersedia
di:http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotic
mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya/ (diakses tgl : 26 April 2010)
Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan terapi .Edisi keempat (dengan perbaikan).
Bagian farmakologi FKUI : Jakarta.