Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI


PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN
(RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI
POTENSI TIGA DOSIS

Disusun Oleh :
RIDA RUFAIDAH (260110080075)
AULIA ASSARI

(260110080077)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2010

PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN


(RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI
POTENSI TIGA DOSIS
I. Tujuan
Menentukan besarnya potensi sample antibiotika di pasaran terhadap
antibiotika standar.
II. Prinsip
1. Membandingkan respon, yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari jasad
renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari
dosis sediaan yang diuji terhadap dosis sediaan baku
2. Baku Pembanding (references standar)
Sebagai baku yang potensinya dinyatakan dalam unit (satuan/milligram)
dari zat kering, telah ditetapkan secara internasional maupun nasional.
3. Biakan mikroorganisme
-

harus dipilih dari strain murni

harus memberi respon bertahap sesuai dengan kenaikan dosis

4. Media pembenihan
-

harus dapat mendukung pertumbuhan jasad renik yang digunakan

tidak mengandung zat lain yang mengganggu aktivitas baku

5. Pengenceran
Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zat dilarutkan
dalam x mL pelarut.

V1N1 = V2N2
Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula
digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut setelah
pengenceran (V2N2).
III. Teori
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.
Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh
Alexander Fleming, secara kebetulan saat Alexander Fleming menanamkan
bakteri pada cawan tetapi lupa tidak ditutup. Besoknya diamati, terlihat
adanya organisme asing yang di sekelilingnya ada daerah bening, organisme
asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu adalah Penicillium notatum.
Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada pembenihan yang baru.
Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah
beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat
dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-jamur dan
bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid
terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk tubuh
manusia adalah relatif kecil.
Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan
bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba", yaitu kelompok
obat yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur, dan antiparasit. Obat
semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga dapat digunakan
sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya hanya digunakan untuk
formulasi yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi sekarang antimikroba
buatan juga termasuk di dalamnya, seperti sulfonamida.

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun


seperti striknin, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik
penyakit tanpa melukai tuannya. Individu antibiotik sangat beragam
keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang
membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya
lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan
kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik yang dimakan
adalah pendekatan yang mudah jika efektif, dan antibiotik melalui infus
dignakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat
digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.Mekanisme kerja antibiotik
umumnya dapat dijelaskan secara terperinci:
a. Menghambat biosintesis dinding sel (penisilin, sefalosporin, sikloserin,
basitrasin).
b. Meninggikan

permeabilitas

membran

sitoplasma

(sefalosporin,

sikloserin, basitrasin).
c. Mengganggu

sintesis

protein

normal

bakteri

(tetrasiklin,

kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, antibotika aminoglikosida).


Antibiotika

yang

mempengaruhi

pembentukan

dinding

sel

atau

permeabilitas membran sel bekerja bakterisid, sedangkan yang bekerja pada


sintesis protein bekerja bakteriostatik.
Dalam farmakope Indonesia dinyatakan bahwa semua potensi adalah
perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan standar atau larutan
pembanding yang menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama
pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Aktivitas (potensi) antibiotik
dapat ditunjukkan pada pada kondisi yang sesuai dengan efek daya
hambatannya pada mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga
dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh
metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya
merupakan suatu standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan
hilangnya aktivitas. Farmakope Indonesia menentukan bahwa potensi

antibiotica standar berkisar antara 95-105%. Namun potensi tersebut dapat


menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan yang tidak benar dan terjadinya
penguraian obat yang menghasilkan zat lain yang tidak memiliki efek lagi.
Aktivitas suatu antibiotica dapat dilihat pada dua criteria yaitu MIC
dan besar diameter hambatan. Makin rendah MIC makin kuat potensialnya,
demikian pula makin besar diameter hambatan, makin kuat pula potensialnya.
Namun pada umumnya, antibiotic yang mempunyai potensi tinggi memiliki
MIC yang rendah dan diameter yang besar.
Ada dua metode umum pengujian potensi antibiotica yang dapat
digunakan:
1. Metode penetapan dengan lempeng silinder
Metode ini berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang
tegak lurus pada lapisan agar dapat dalam cawan petri atau lempeng,
sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhanya pada
daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder yang berisi
larutan antibiotika.
2. Metode Turbidimetri
Metode ini berdasarkan hambatan perkembang biakan mikroba dalam
larutan serbasama

antibiotika, dalam media cair yang dapat

menumbuhkan microba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotika.


Rifampisin
Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Rifampisin
menghanbat pertumbuhan berbagai kuman gram-negatif dan gram-positif.
Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G, tetapi sedikit
lebih kuat daripada erythromycin, linkomisin dan sefalotin. Terhadap kuman
gram-negatif kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, klorampenikol,
kanamisin, dan kolistin. Obat ini juga dapat menghambat pertumbuhan
beberapa jenis virus .

In vitro, Rifampisin dalam kadar 0.005-0,2 g/ml dapat menghambat


pertumbuhan Mycobacterium tuberkulosis. Pada 0,25-1 g/ml dapat
menghambat Mycobacterium kansasii. Pada kadar 4 g/ml dapat menghambat
Mycobacterium intracellulare tapi pada beberapa galur baru dihambat bila
kadarnya lebih dari 16 g/ml
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya
menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan
mikroorganisme

lain

dengan

menekan

mula

terbentuknya

(bukan

pemanjangan ) rantai dalam sintesis RNA.


Pemberian Rifampisin peroral menghasilkan kadar puncak dalam plasma
setelah 2-4 jam, dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7
g/ml. obat ini cepat mengalami deasetilasi sehingga dalam waktu 6 jam
hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin,
yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Rifampisin menyebabkan
induksi metabolisme, sehingga walaupun bioavabilitasnya tinggi eliminasinya
meningkat pada pemberian berulang.
Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dengan dosis
biasa, kurang dari 4% penderita tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang
paling sering adalah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian
berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi flu like syndrome, nefritis
interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Berbagai keluhan yang
berhubungan dengan system saraf rasa lelah, mengantuk, sakit kepala, pusing,
ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan
melemahnya otot dapat juga terjadi .
Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin
sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup. Rifampisin mungkin juga
mengganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan kelainan
tulang berupa osteomalasia .

Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan


tuberkulosis yang sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi
tuberkulosis jangka pendek .
Bacillus substilis
Merupakan bakteri gram positif yang biasanya ditemukan di tanah,
termasuk kedalam genus Bacilus. Seperti spesies yang lainnya, kuman ini
memiliki kemampuan untuk membentuk endospora pelindung, yang tahan
terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tidak seperti beberapa kuman
Bacillus yang lainnya, Bacillus substilis merupakan kuman aerob obligat
Bacillus substilis tidak dianggap sebagai kuman patogen, tetapi dapat
mengkontaminasi makanan dan jarang sebagai penyebab keracunan.

Bacillus substilis
IV. Alat dan Bahan

Alat
Cawan petri
Inkubator
Jangka sorong
Lampu spirtus
Mikropipet
Perforator
Pinset
Rak tabung
Spatel
Tabung reaksi

Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml

Bahan
Air suling steril
Larutan desinfektan
Media nutrien agar
Pelarut sediaan uji
Sedia antibiotika standar dan sample (Rifampisin)
Suspensi Bacillus subtilis

V. Prosedur
Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24 jam,
bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan cara
dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian disterilkan
dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji ke dalam
labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan air
suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, digerus
dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur. Direncanakan
pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat variasi dua seri
dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat larutan inokulum
dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang
telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan nutrien agar yang
mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis
sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan dasar cawan
menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area tersebut
tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam cetakan
reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan menggunakan
perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara membuang
agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang
telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan
desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada

masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan ,menggunakan


mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam ikubator pada suhu kurang
lebih 370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat diameter daerah bening (zone
lisis) yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika
tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Dihitung potensi antibiotik.
V. Perhitungan

Konsentrasi Rifampisin dalam labu ukur = 100 mg /100 mL


= 100000 g / 100 mL
= 1000 g/mL
= 1000 g/ 1000 L
= 50 g / 50 L

Konsentrasi untuk larutan baku

Dosis Tinggi = 30 g/50 L


N1 x 50 L = 30 g
N1 = 0,6 g/L
N1 = 600 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 600 g/mL x V2
V2 = 1,67 mL
Aquadest yang ditambah = 0,67 mL

Dosis Menengah = 15 g / 50 L
N1 x 50 L = 15 g
N1 = 0,3 g/L
N1 = 300 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 300 g/mL x V2
V2 = 3,33 mL
Aquadest yang ditambah = 2,33 mL

Dosis Rendah = 7,5 g / 50 L


N1 x 50 L = 7,5 g
N1 = 0,15 g/L
N1 = 150 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 150 g/mL x V2
V2 = 6,67 mL
Aquadest yang ditambah = 5,67 mL

Konsentrasi untuk larutan sampel

Dosis Tinggi = 30 g/50 L


N1 x 50 L = 30 g
N1 = 0,6 g/L
N1 = 600 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 600 g/mL x V2
V2 = 1,67 mL
Aquadest yang ditambah = 0,67 mL

Dosis Menengah = 15 g / 50 L
N1 x 50 L = 15 g
N1 = 0,3 g/L
N1 = 300 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 300 g/mL x V2
V2 = 3,33 mL
Aquadest yang ditambah = 2,33 mL
Dosis Rendah = 7,5 g / 50 L
N1 x 50 L = 7,5 g
N1 = 0,15 g/L
N1 = 150 g/mL
1000 g/mL x 1 mL = 150 g/mL x V2

V2 = 6,67 mL
Aquadest yang ditambah = 5,67 mL
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan Dosis
Cawan

Larutan Baku (mm)

Larutan Sampel (mm)

Petri

Tinggi

Menengah

Rendah

Tinggi

Menengah Rendah

(Bt)
22,0

(Bm)
19,3

(Br)
17,3

(St)
21,7

(Sm)
21,6

(Sr)
15,3

II

24,0

22,2

21,6

24,2

21,8

17,6

Total

46,0

41,5

38,9

45,9

43,4

32,9

Rata-

23

20,75

19,45

22,95

21,7

16,45

rata
PERHITUNGAN POTENSI

Log dosis

= log (dosis tinggi/dosis rendah)


= log (30 g/l /15 g/l)
= log 2

Log = 1/3 (22,95 + 21,7 + 16,45) - (23 + 20,75 + 19,45)

x log 2

( 22,95 - 16,45) + (23 - 19,45)

Log = 1/3 (61,1) - (63,2)

x 0.301

( 6,5) + (3,5)

log = - 0,08386
= 0,8244

Potensi sampel = 0,8244 x 100 %


= 82,44 %

Jadi potensi Rifampisin sampel terhadap baku adalah 82,44 %

VIII. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi
sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan
konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai
bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut
farmakope haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak
memenuhi syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.
Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan
potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder, yaitu
menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media nutrien
agar yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat
ditentukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan
membandingkannya dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.
Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus
biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri
yang diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari
bakteri yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin,
dan sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah
Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah

Bacillus substilis, karena

menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat


menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis.
Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran
dan perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
penentuan nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan
pada antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi rifampisin pada awalnya
adalah 1000 g/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel dianggap
konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan
perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi

adalah 30 g/50 l, untuk mendapatkannya, dicampurkan 1 ml rifampisin


1000 g/ml lalu di tambahkan air suling steril hingga 0,67 ml, inilah dosis
tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 15 g/50 l,
dengan cara mencampurkan 1 ml rifampisin 600 g/ml dengan 1ml air
suling steril. Untuk dosis rendah yaitu 7,5 g/ml, dengan cara
mencampurkan 1 ml antibiotic rifampisin 300 g/ml dengan 1ml aquadest
steril. Konsentrasi untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.
Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian
pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar. Setiap area
ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun
larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam
pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan
berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan
berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena
dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan
petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak
terkontaminasi oleh udara luar.
Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis,
hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh
mikroba lain yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor
yang steril, yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan
yang dibuat dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika.
Namun saat memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan
terlebih dahulu hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar
spiritus, agar bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang
berisi bakteri. Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat
melubanginya

dan

jika terlalu

jauh dari

api,

ditakutkan

akan

terkontaminasi oleh bakteri. Proses pembuatan lubang harus dilakukan


dengan cepat, jangan biarkan cawan petri terbuka terlalu lama untuk
menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam cawan. Setelah keenam
daerah yang dibagi tadi telah dilubangi, maka dimasukkanlah larutan

antibiotika dengan dosis tinggi dan rendah dari larutan baku maupun
larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat
dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 l (masingmasing lubang
diisi dengan 50 l antibiotika).
Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan
di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus
tepat di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik
berdifusi sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang
dihitung mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah
digunakan harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benarbenar kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan
mempengaruhi

konsentrasi

antibiotika

(desinfektan

juga

bersifat

bakteriosida).
Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan
koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak
boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah
sehingga tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini
dibuat duplo (dua kali) dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan pada antibiotik baku, didapat zona
bening pada dosis tinggi, di cawan petri I dan II masing-masing yakni
sebesar 22,0 , 24,0 mm, dosis menengah adalah 19,3 , 22,2 mm ,dan
dosis rendah sebesar 17,3 , 21,6 mm. Pada antibiotik sampel diperoleh
zona bening pada dosis tinggi di cawan petri I dan II masing-masing
sebesar 21,7 , 24,2 mm, dosis menengah 21,6 , 21,8 mm dan pada dosis
rendah sebesar 15,3 , 17,6 mm. Diameter hambat dosis tinggi pada
antibiotik sampel maupun baku lebih besar daripada pada dosis rendah.
Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi
larutan sampel rifampisin yang diuji adalah sebesar 82,44 %. Sehingga
antibiotik ini layak dipasarkan.

IX.

KESIMPULAN
Potensi dari sampel kloramfenikol terhadap baku pada bakteri
Basillus subtillis adalah 82,44 %.

DAFTAR PUSTAKA

Departtemen Kesehatan RI.1979.Farmakope Indonesia. Edisi III. DEPKES RI:


Jakarta.
Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta.
Jawetz, Melnick, and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC :
Jakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerbit ITB : Bandung.
Pelczar, M.J. Jr and Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta.
Rod,tobbing.
2008.
Antibiotika.

Tersedia

di:http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotic
mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya/ (diakses tgl : 26 April 2010)
Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan terapi .Edisi keempat (dengan perbaikan).
Bagian farmakologi FKUI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai