Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pengertian
Asma Brokiolus adalah penyakit yang umum, yang mempengaruhi sekitar 5% dari populasi. Pria dan wanita
tampaknya sama-sama terpengaruh. Setiap tahun, di rumah sakit Amerika Serikat sekitar 470.000 dan 5000
kematian dikaitkan dengan asma. Asma banyak menyerang orang kulit hitam dan anak-anak dan tingkat
kematian untuk asma secara konsisten tertinggi pada orang kulit hitam berusia 15-24 tahun (Wilson, 2002).
Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas dan obstruksi aliran udara yang ditandai dengan adanya
terjadinya tanda mengi, sesak dada, sesak napas (dyspnea) dan batuk. Asma ditandai dengan kontraksi spastic
dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (Wilson, 2002).
B. Etiologi
Asma Bronkiale adalah penyakit paru kronis yang paling umum, yang mempengaruhi sebanyak 15-17% dari
beberapa populasi. Tingkat prevalensi tertinggi dilaporkan di Australia dan Selandia Baru di Amerika Serikat,
prevalensi adalah 3-5%. Asma lebih sering terjadi pada anak-anak dan terjadi lebih sering pada anak laki-laki
daripada perempuan. Penyakit ini yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di
dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat
mematikan. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan peningkatan prevalensi
pada anak-anak (Damgraad, 2000).
Data yang berhubungan dengan kematian akibat asma tidak lengkap dan tetapi cenderung tingkat mortalitas
meningkat pada baru-baru ini. meskipun ketersediaan yang lebih besar dari pengobatan farmakologis
efektif. Beberapa mempengaruhi asma, termasuk efek samping obat-obatan dan meningkatnya eksposur polutan
industri (Damgraad, 2000)..
Atopi, atau produksi antibodi IgE dalam menanggapi paparan alergen, adalah umum pada penderita asma dan
memainkan peran dalam evolusi penyakit. Asma telah konvensional dibagi menjadi asma ekstrinsik dan intrinsik
tergantung pada ada atau tidaknya atopi. Ada beberapa perbedaan karakteristik antara kedua kelompok seperti
pada asma intrinsik, usia kemudian di awal, kurangnya sensitisasi alergi jelas dengan menguji dan kecenderungan
arah keparahan penyakit yang lebih besar. Namun, dua jenis saham fitur patologis dari saluran napas,
hyperresponsiveness peradangan dan penyumbatan sehingga perbedaan tersebut belum terbukti bermanfaat
secara klinis (Damgraad, 2000).
Kelainan mendasar pada asma meningkat reaktivitas saluran udara terhadap rangsangan. Ada banyak agen
provokatif dikenal untuk asma. Ini dapat dikategorikan sebagai (1) fisiologis atau mediator farmakologis dari
respon saluran napas asthematic, (2) alergen yang dapat menyebabkan inflamasi saluran nafas dan reaktivitas
pada individu peka dan (3) agen fisikokimia eksogen atau rangsangan yang menghasilkan respon asthmaties saja
(misalnya, olahraga, adenosin), sementara yang lain menghasilkan khas diperbesar tanggapan dalam asthmaties
yang dapat digunakan untuk membedakan mereka dari normals di bawah kondisi pengujian yang dikendalikan
(misalnya, histamin, methacholine). Asthmaties biasanya memiliki tanggapan awal dan akhir terhadap rangsangan
provokatif. Dalam resposen asma awal, awal penyempitan saluran napas dalam 10-15 menit setelah pajanan dan
peningkatan sebesar 60 menit. Hal ini terkadang bisa diikuti oleh tanggapan asthematic terlambat, yang muncul
4-8 jam setelah terjadinya stimulus awal. Meskipun mekanisme memproduksi dua tanggapan yang berbeda,
mereka adalah bagian dari suatu radang saluran napas proces umum (Damgraad, 2000).
Genetik cenderung mempengaruhi terjadinya asma. Faktor terkuat predisposisi diidentifikasi untuk
pengembangan asma adalah atopi. Paparan pasien sensitif terhadap inhalasi alergen meningkatkan peradangan
saluran napas, hiperresponsivitas saluran napas, dan gejala. Pasien mungkin mengalami gejala-gejala segera
(respon asma langsung) atau 4-6 jam setelah eksposur mereka (akhir respon asma). aeroallergens umum meliputi
tungau debu rumah (sering ditemukan pada bantal, kasur, furnitur kain, karpet, dan tirai), kecoa, kucing, dan
serbuk sari musiman. Mengurangi terpaparnya secara substansial mengurangi temuan patologi dan gejala klinis.

precipitants nonspesifik asma termasuk olahraga. Infeksi saluran pernafasan, rhinitis, sinusitis, postnasal drip,
aspirasi, gastro esophageal reflux, perubahan cuaca, dan stres. Paparan terhadap tembakau gejala asma
lingkungan asap meningkat dan kebutuhan obat-obatan dan mengurangi fungsi paru-paru. Peningkatan tingkat
partikel udara terhirup, ozon, SO, dan NO2 gejala asma endapan dan kunjungan darurat meningkatkan
departemen dan rawat inap. Dipilih individu mungkin mengalami gejala asma setelah terpapar aspirin, dan non
obat anti-inflamasi steroid, atau pewarna tartrazine. obat tertentu lainnya juga dapat menimbulkan gejala asma.
Kerja asma dipicu oleh berbagai agen di tempat kerja dan dapat terjadi minggu tahun setelah paparan awal dan
sensitisasi. Perempuan mungkin mengalami kucing asma kasar pada saat predicable selama siklus
menstruasi. Latihan bronkokonstriksi diinduksi biasanya dimulai dalam waktu 3 menit setelah akhir pocks latihan
dalam 10-15 menit dan kemudian menyelesaikan dengan 60 menit. Fenomena ini dianggap sebagai konsekuensi
dari upaya napas untuk menghangatkan dan melembabkan peningkatan volume udara kadaluarsa selama latihan
"asma jantung" adalah bronkospasme endapan oleh gagal jantung kongestif kompensasi. Temuan Klinis Gejala
dan tanda-tanda sangat bervariasi dari pasien ke pasien serta individu dari waktu ke waktu. Umum temuan klinis
pada pasien asma yang stabil tercantum di bawah ini; temuan terlihat selama eksaserbasi asma (Damgraad, 2000).
C. Patogenesis
Serangan asma terjadi karena adanya gangguan pada aliran udara akibat penyempitan pada saluran napas atau
bronkiolus. Penyempitan tersebut sebagai akibat adanya arteriosklerosis atau penebalan dinding bronkiolus,
disertai dengan peningkatan ekskresi mukus atau lumen kental yang mengisi bronkiolus, akibatnya udara yang
masuk akan tertahan di paru-paru sehingga pada saat ekspirasi udara dari paru-paru sulit dikeluarkan, sehingga
otot polos akan berkontraksi dan terjadi peningkatan tekanan saat bernapas. Karena tekanan pada saluran napas
tinggi khususnya pada saat ekspirasi, maka dinding bronkiolus tertarik kedalam (mengerut) sehingga diameter
bronkiolus semakin kecil atau sempit, dapat dilihat seperti pada Gambar 1. (Cunningham, 2003).

Berdasarkan Gambar 2 diatas asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-

benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan
tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest (Damgraad, 2000).

BAB II
PERMASALAHAN

A. Angka Kesakitan
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300
juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja lebih besar
mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Menurut Global Intiatif For Asthma (GINA). Dan
menurut laroran para ahli internasional pada hari peringatan asma sedunia tanggal 04 Mei 2004 yang lalu
diperkirakan penderita asma di seluru dunia mencapai 400 juta orang, dengan pertambahan 180.000 setiap tahun
(GINA, 2006).
B. Angka Kematian
Hasil penelitian Study on Asthma and Alergies in Childhood International pada tahun 2005 menunjukkan, di
Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen. Selama 20 tahun
terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20
persen hingga 10 tahun mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu penderita meninggal
dunia karena asma (GINA, 2006.).

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan dan Gejala Penyakit
Gejala dan tanda-tanda merupakan variabilitas indikasi tingkat keparahan penyakit asma dari yang tingkat asma
ringan hingga berat yaitu asma fatal. Asma ditandai dengan kesulitan episodik bernafas, sesak dada, dan batuk.
Berikut ini gejala dari penyakit asma menurut Clifford, et al (1987) yaitu sebagai berikut :
1. Batuk-batuk akibat dari penyempitan saluran napas, hipersekresi lendir, dan peningkatan reaksi saraf aferen
yang dilihat karena adanya peradangan saluran napas. Batuk juga dapat terjadi sebagai akibat infeksi saluran
nafas oleh virus. Pada pasien asma, batuk akan mendorong lendir atau lumen kental yang menyumabat
bronkiolus. Akibat dari tekanan yang tinggi dari gejala batuk tersebut maka dapat menimbulkan edema pada

didnding bronkiolus. Batuk pada asma dapat berupa batuk kronis kering atau batuk produktif yang terjadi secara
terus menerus. Frekuensi batuk biasanya meningkat pada malam hari. Secara fisik terjadi pembengkakan mukosa
hidung dikarenakan peningkatan sekresi hidung, dan hidung polyp sering terlihat pada pasien dengan asma
alergi, eksim, gangguan kulit atropic, bahu membungkuk.
2. Wheezing (nafas yang berbunyi) dari kontraksi otot halus bersamaan dengan hipersekresi lendir dan retensi
saluran nafas. Nafas yang mengi (mencuit-cuit) sebagai akibat dari penyempitan bronkiolus baik pada
salurannapas kecil, sedang maupun yang besar karena adanya lendir atau lumen kental pada bronkiolus sehingga
pada saat ekspirasi udara sulit dikeluarkan dan menimbulkan nada mengi. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran nafas besar.
3. Dyspnea atau sesak dada terjadi karena peningkatan kerja otot pada dinding dada dalam mengatasi resistensi
jalan napas. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi tetapi kesulitan dalam melakukan ekspirasi sebab
secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi
4. Takipnea, takikardia-takipnea dan takikardia umumnya terjadi pada penyakit asma akut.
5. Pulsus Paradoxus adalah penurunan lebih dari 10 mm / Hg tekanan arteri sistolik selama inspirasi dan terjadi
pada asma akut.
6. Hipoksemia yaitu penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah.
Klasifikasi berdasarkan penyebabnya menurut Cunningham (2003), asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe,yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan (campuran alergik dan non-alergik)
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Keluhan dan gejala penyakit asma berdasarkan beratnya penyakit menurut Wilson (2002) dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang)
Gejala kurang dari seminggu
Serangan singkat
Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
2. Asma Mild Persistent (asma persisten ringan)
Gejala lebih dari sekali seminggu
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30% 3. Asma Moderate Persistent (asma persisten sedang) Gejala setiap hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma Severe Persistent (asma persisten berat)
Gejala setiap hari
Serangan terus menerus
Gejala pada malam hari setiap hari
Terjadi pembatasan aktivitas fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%

Sedangkan, menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006, penggolongan asma bedasarkan derajat atau
tingkat keparahan asma adalah sebagai berikut :

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:
1 Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada
sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
2 Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada
sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
3 Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi
kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
4 Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul
bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma
berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian.
A. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Menurut Alotaibi, 2000, penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik dan
pemeriksaan tambahan yaitu sebagai berikut :
1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada, kesulitan bernafas,
2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan
perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus
putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain sianosis, ngantuk, susah bicara,
takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau bronkodilator sebelum dan
sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis asma.
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan
fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau yang lebih lengkap
dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise),
udara kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan
perlu diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma, selain itu
dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternative.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006, pemeriksaan penunjang penyakit asma dapat dilakukan
dengan cara :
1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi
pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan
dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen
ST negative.
4. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis
asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan
sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.

B. Faktor-Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau
serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus). Adapun faktor risiko pencetus asma bronchial
menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006, yaitu:
1. Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek
dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya
hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.
2. Perokok pasif
Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan
mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya
asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif.
3. Perokok aktif
Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang terpapar dengan
beberapa sensitisasi di tempat bekerja. Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor
risiko berkembangnya asma secara umum.
4. Tungau Debu Rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam
saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas Tipe I. Tungau debu rumah
ukurannya 0,1 - 0,3 m dan lebar 0,2 m, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak
mengandung debu. Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama
tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.
5. Jenis Kelamin

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis
kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter
biologi. Penyakit asma 2 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-5 tahun dibandingkan perempuan
sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali
lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada lakilaki merupakan kebalikan dari insiden ini.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan
pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas.
Predisposisi asma pada laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan, akan tatapi prevalensi asma pada anak
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan.
6. Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan.
Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi.
Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga
menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.
7. Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti
tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan pewarna
buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma.
Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa.
Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telur.
Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan
alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma.
Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan perkembangan asma masih
diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu akan mudah menderita asma kemudian,
anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita
asma. Alergi makanan lebih kuat hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma.
8. Perabot Rumah Tangga
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde,
volatile organic coumpounds (VOC), combustion products (CO, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok
dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray,
deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan
pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,
furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran
pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidaknyamanan juga
dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
9. Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih
parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya
konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan
udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang
berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan
dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan.
10. Riwayat Penyakit Keluarga (Genetik)
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat
keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma
yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah
menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatik. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas
bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata
lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan
asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu
rumah.
11. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
12. Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang
berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Cara Pencegahan
Menurut penelitian Ruth A. Etzel (2010) dan WHO (2002) disebutkan bahwa pencegahan terhadap penyakit asma
diantaranya pendidikan kesehatan atau konseling dari pelayanan kesehatan, menghindari dari lingkungan yang
memngkinkan terjadinya eksposure atau terpapar faktor resiko asma. Berikut ini pencegahan terhadap penyakit
asma berdasarkan faktor resiko :
1. Genetik
Melakukan konsultasi kesehatan apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma,
sebab sebagian besar penyakit asma merupakan penyakit yang bersifat genetic.
2. Mengurangi dan menghindari merokok, terutama apabila memiliki anggota keluarga bayi atau balita, sebab
asap rokok dapat meningkatkan sensitivitas IgE sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap allergen. Selain itu,
menghidari anak dari polusi udara seperti asap kendaraan dan pabrik.
3. Lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor selalu bersih dari debu atau bahan allergen lainnya.
4. Melakukan diagnosis dini, terutama pada individu yang memiliki faktor resiko asma.
5. Menghindarkan diri dari stress dan mengurangi aktivitas yang berat.
6. Mengurangi olahraga yang berlebihan
D. Cara Pengobatan
Banyak obat asma dapat diberikan secara langsung atau dengan inhalasi. Obat Asma dapat dibagi menjadi
kontrol jangka panjang dan obat cepat-lega. Obat kontrol jangka panjang digunakan setiap hari untuk
mengontrol asma persisten yaitu menghaluskan peradangan saluran udara dan merelaksasikan otot polos. Prinsip
umum pengobatan asma bronchial yaitu :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
b. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya (Wilson, 2002)
Adapun pengobatan terhadap penyakit asma terbagi menjadi 2 menurut Global Initiative for Asthma (GINA)
2006, yaitu :
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus (resiko)
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Memberi O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
Simpatomimetik/ Andrenergik (Adrenalin dan Efedrin)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa
semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler
dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
Santin (Teofilin)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua
obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat seperti : Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin
Retard) dan Teofilin (Amilex). Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya

dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk
penderita asma alergi terutama anak anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg /
hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
E. Rehabilitasi
Rehabilitasi asma bronchial dapat dilakukan dengan cara :
1. Yoga
Senam yoga bertujuan untuk memperlancar aliran udara pada saluran pernapasan. Selain itu, bertujuan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan stress pada pasien. Senam yoga juga dapat disebut sebagai terapi psikologi
(Jain, 1993).

2. Terapi relaksasi dengan senam asma


Terapi relaksasi dengan senam asma berujuan dari terapi relaksasi adalah untuk mengurangi ketegangan otot
pernapasan tambahan sehingga dapat mengurangi pemakaian energi saat bernapas, penderita dilatih untuk bisa
melakukan kontrol pernapasan. Terapi relaksasi bisa dilakukan dengan posisi tidur miring atau posisi duduk
dengan kepala dan dada atas bertumpu pada 2-3 bantal di meja. Kedua posisi ini selain membantu waktu terjadi
serangan, juga membantu ketegangan otot diafragma. Manfaat senam pada penderita asma, bila dilakukan
secara teratur jangka waktu 2 bulan akan mendapatkan beberapa manfaat yaitu pengurangan frekuensi
kekambuhan pengurangan intensitas kekambuhan, gejala asma menjadi ringan sehingga diperoleh peningkatan
VO2 maks (Huntley, 2002.).
3. Terapi Spa
Menurut penelitian Mitsunobu di Jepang, terapi spa bermanfaat langsung bagi penderita asma yaitu dengan cara
memberikan kenyamanan pada penderita asma seperti latihan berendam di dalam air hangat selama 30 menit,
memsukkan uap dari larutan garam yodium secara inhalasi dan terapi fingo yaitu terapi dengan lumpur yang
berasal dari Ningyo, lumpur tersebut dipanaskan terlebih dahulu hingga suhunya mencapai 70-800C. Lumpur
tersebut didinginkan sampai suhunya 40-430C, kemudian dilakuakan spa dan kompres dengan lumpur hangat
pada pasien tersebut selama 30 menit. Untuk penderita asma dianjurkan untuk melakukan terapi fingo lima kali
per minggu. Terapi spa memberikan manfaat langsung pada kelancaran sirkulasi udara pernapasan (Mitsunobu,
2004).
F. Prognosis
Prognosis penyakit asma bronkiale adalah dapat menimbulkan komplikasi, asma bronkiale akut bahkan dapat
menimbulkan kematian. Berikut ini berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak
memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat
berakibat kematian, oleh karena itu :
Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi
sumbatan saluran pernapasan.
Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan
(debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan
lain-lain).
2. Atelektasis
Atelektasis (Atelectasis) adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia (atau Hypoxaemia)
Secara umum didefinisikan sebagai penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, kadang-kadang khusus
kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih lanjut, akan mencakup baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen
yang terikat pada hemoglobin.
4. Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral.

5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas (Anonim, 2010).

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas dan obstruksi aliran udara yang ditandai dengan adanya
terjadinya tanda mengi, sesak dada, sesak napas (dyspnea) dan batuk. Asma ditandai dengan kontraksi spastic
dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas.
1. Gejala
Gejala dan tanda-tanda merupakan variabilitas indikasi tingkat keparahan penyakit asma dari yang tingkat asma
ringan hingga berat yaitu asma fatal. Asma ditandai dengan kesulitan episodik bernafas, sesak dada, dan batuk.
Berikut ini gejala dari penyakit asma yaitu sebagai berikut :
a. Batuk-batuk
b. Wheezing (nafas yang berbunyi)
c. Dyspnea atau sesak dada
d. Takipnea, takikardia-takipnea dan takikardi
e. Pulsus Paradoxus
f. Hipoksemia
2. Berdasrkan jenis penyakit asma itu sendiri. berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
d. Asma severe persistent (asma persisten berat).
3. Pencegahan
a. Genetik (riwayat keluarga)
b. Konsultasi Kesehatan
c. Menghindari/mengurangi rokok
d. Menjauhkan Anak dari asp Kendaraan dan Asap rokok
e. Lingkungan Rumah Bersih dari Debu
f. Melakukan Pemeriksaan Diagnosis
g. Mengurangi Stres
h. Mengurangi Olahraga Yang Berat
4. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik antara lain :
a. Pemeriksaan anamnesis
b. Faktor pencetus (inciter)
c. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea
d. Pemeriksaan uji fungsi paru
5. Faktor-faktor resiko penyakit asma bronchial antara lain :
a. Asap Rokok
b. Perokok pasif
c. Perokok aktif
d. Tungau Debu Rumah
e. Jenis Kelamin
f. Binatang Peliharaan
g. Jenis Makanan
h. Perabot Rumah Tangga
i. Perubahan Cuaca
j. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Pengobatan
a. Pengobatan non farmakologik
b. Pengobatan farmakologik
7. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema
8. Rehabilitasi
a. Yoga
b. Terapi Spa (Terapi fingo)
c. Terapi relaxasi dengan senam Asma
DAFTAR PUSTAKA
Alotaibi, Sultan 2000. Diagnosis of Occupational Asthma: Review Vol. 22, No. 1, March 2000.
www.bahrainmedicalbulletin.com/march_2000/Asthma.pdf. Diakses tanggal 20 november 2010.
Anonim. 2010. Asthma Bronchiolus. Wikipedia. www.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 30 November 2010
Clifford, dkk. 1987. Symptoms, atopy, and bronchial response to methacholine in parents with asthma and their
children. www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/.../pdf/archdisch00702-0072.pdf. Diakses tanggal 20 november
2010.
Cunningham, Gary. 2003. Williams Obstetrics 21 Edition. McGraw-Hill Companies : USA.

Anda mungkin juga menyukai