Anda di halaman 1dari 13

NAMA : MAINURTIKA

NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
ANALISIS STATEGI SITUASI DAN KONDISI PENDIDIKAN PANCASILA
TERHADAP PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DENGAN STUDI
KASUS TENTANG PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT/PUBLIK
YANG MUDAHDAN MURAH DALAM MENCIPTAKAN KEMAKMURAN DI
KABUPATEN KOTA MALINAU

VISI MISI
Visi Kabupaten Malinau :
"Terwujutnya Kabupaten Malinau yang aman, nyaman dan damai melalui Gerakan
Desa Membangun "
Misi Kabupaten Malinau :
1. Meningkatkan Kualitas sumber daya manusia.
2. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pembangunan infrastruktur daerah baik
perkotaan, pedalaman maupun perbatasan.
4. Meningkatkan perekonomian daerah dan pemerataannya yang bertumpu pada
ekonomi kerakyatan.
5. Meningkatkan peran pertanian ( Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan
dan Perikanan ) dalam perekonomian daerah.
6. Mewujutkan kesamaan hak kepada seluruh pemeluk agama untuk dapat
menurut agamanya masing-masing dengan senantiasa mengembangkan sikap
toleransi.
7. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mewujudkan efektifitas dan
efesiensi penggunaan sumber daya alam dalam dimensi Kabupaten
Konservasi.
8. Mewujutkan supremasi hukum dan menciptakan pemerintah yang bersih,
efektif, serta efesien guna mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan
yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
9. Meningkatkan peran pemuda dan perempuan dalam pembangunan daerah.
10. Mengembangkan seni, budaya dan pariwisata daerah.
ASAL MUASAL NAMA KABUPATEN MALINAU
Pada awalnya Malinau adalah sebuah kawasan pemukiman yang semula
dihuni suku Tidung. Daerah ini selanjutnya menjadi kampung, berubah menjadi
kecamatan. Kini Malinau menjadi ibukota kabupaten. Berdasarkan keterangan tokoh
masyarakat suku Tidung, asal mula timbulnya atau disebutnya nama Malinau saat
kedatangan orang-orang Belanda ke pemukiman yang dulunya bernama Desa
Selamban. Di desa Selamban tinggal penduduk dari kalangan keluarga Suku Tidung.
Sedangkan di seberang sungai terdapat desa Pelita Kanaan yang terletak di tepi sungai
Kabiran tempat bermukimnya Suku Dayak Abai.
Pada saat Belanda datang ke desa ini, terjadilah dialog dengan sekelompok
Suku Abai, yakni kaum ibu yang sedang membuat sagu dari aren. Orang Belanda
lantas bertanya dalam bahasa Belanda yang artinya kurang lebih, "Apa nama sungai

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
ini?". Maksudnya sungai di desa mereka. Penduduk yang mendapat pertanyaan
tersebut tidak mengerti. Mereka hanya menduga maksud pertanyaan orang Belanda
tersebut, mereka sedang mengerjakan atau melakukan apa. Lantas salah seorang dari
mereka menjawab, "Mal Inau" yang maksudnya sedang mengolah atau memasak
sagu enau/aren. "Mal" artinya membuat, sedangkan "Inau" artinya pohon enau/aren.
Orang Belanda yang bertanya mencatatnya. Jadi nama Malinau lahir secara tidak
sengaja.
Kemudian nama Malinau dalam peta dan administrasi Pemerintah Hindia
Belanda yang menyebutkan ada nama sungai Malinau. Sejak itulah daerah ini disebut
dengan nama Malinau. Sedangkan dalam perkembangannya, daerah Malinau makin
banyak penduduknya yang mulai menyebar ke sebelah hulu dan hilir Desa Selamban
sebelumnya. Terus berkembang menjadi kota kecil yang kemudian menjadi
Kecamatan Malinau. Terakhir setelah adanya pemekaran wilayah Kabupaten
Bulungan, Malinau menjadi ibukota Kabupaten, yaitu Kabupaten Malinau. Sejak
tahun 2012, kabupaten ini merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Utara, seiring
dengan pemekaran provinsi baru tersebut dari Provinsi Kalimantan Timur.
SEJARAH PEMERINTAH
Keberadaan Kabupaten Malinau tidak terlepas dari perjalanan sejarah dari
Kesultanan Bulungan yang dimulai sejak tahun 1731. Berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Kalimantan Timur No.186/ORB/92/14/1950, Kesultanan Bulungan
ditetapkan sebagai wilayah swapraja dan kemudian disahkan dengan UU Darurat No.
33/1953. Dari waktu ke waktu, berdasarkan UU No. 22/1955 wilayah Kesultanan
Bulungan diubah menjadi Daerah Istimewa, dan empat tahun kemudian berdasarkan
UU No. 27/1959, Daerah Istimewa Bulungan ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II
Kabupaten Bulungan. Di dalam Kabupaten Bulungan ini salah satu wilayah kerjanya
adalah Kecamatan Malinau.
Adapun secara kronologis wilayah kerja daerah Malinau sendiri ke waktu ke
waktu pernah mengalami beberapa kali perubahan status sebagaimana dalam
penjelasan berikut ini:
1. Sebagai Kawedanan Tanah Tidung di Malinau.
2. Sebagai Penghubung Bupati Kabupaten Daerah Tingkat II Bulungan di
Malinau.
3. Sebagai Kecamatan Malinau, berada di bawah Kabupaten Bulungan
berdasarkan UU No. 27/1959.
4. Sebagai Pembantu Bupati Wilayah Tanah Tidung melalui SK Menteri Dalam
Negeri No. 821.2b.1148 Tahun 1985, wilayah Malinau menjadi
5. Sebagai Kabupaten Malinau melalui UU No. 47/1999 tentang Pemekaran
Wilayah.
Keberadaan UU No. 47/1999 sendiri adalah kebijakan untuk mengatur
Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Dengan demikian setelah adanya
kebijakan pemekaran wilayah tersebut maka, untuk Kabupaten Bulungan sendiri
dibagi menjadi tiga (3) kabupaten, yakni Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Bulungan. Undang-undang pemekaran wilayah ini berlaku resmi pada
tanggal 4 Oktober 1999, LN RI/1999 No. 175.

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
Motto Kabupaten Malinau adalah Intimung. Intimung memiliki makna
kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Di sisi lain, Intimung juga bisa merupakan
singkatan dari indah, tertib, makmur dan unggul.
LAMBANG KABUPATEN KOTA MALINAU
Arti Logo
Logo Kabupaten Malinau adalah INTIMUNG, berasal dari gabungan beberapa
bahasa setempat, antara lain:
INTILUN (bahasa Tidung) yang berarti: bersatu, bergotong royong, bekerja sama.
PAMONG (bahasa
Lundayeh,
Berusu, Abai)
yang
berarti:
bersama
sama/kebersamaan.
PEMONG/PEMUNG (asal kata Pemung Taway, bahasa Kenyah) yang berarti: seiasekata/kebersamaan.
Dari kombinasi beberapa bahasa setempat itulah nama logo kabupaten
menjadi INTIMUNG yang
memiliki
makna
bersatu
dalam
kebersamaan, bergotong-royong dalam membangun atau bekerja yang
dilandasi oleh niat yang tulus dan suci bagi pelaksanaan pembangunan
yang jujur dan demokratis.
ARTI DAN MAKNA LOGO/LAMBANG DAERAH
Arti dan makna/lambang daerah Kabupaten Malinau adalah sebagai berikut:
1. Lambang
Perisai
Bersudut
Lima:
Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia dan sebagai
alat pelindung dalam mencapai cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Tulisan Kabupaten Malinau di atas warna hitam diatas warna kuning:
Dengan penuh kesungguhan, rakyat dan Pemerintah Kabupaten Malinau siap
menghadapi masa depan menuju kejayaan.
3. Bintang
berwarna
kuning
emas:
Simbol sila pertama dari Pancasila (Tuhan diatas segala-galanya), warna
kuning emas mengartikan keluhuran dan keagungan.
4. Dua Kepala Burung Enggang di atas
bunga
kapas
dan
padi:
Melambangkan
keindahan
dan
keagungan seni budaya dan adat istiadat
setempat. Hampir setiap suku di
Kabupaten
Malinau
menganggap
Burung Enggang merupakan Raja dan
burung yang sangat berwibawa.
5. Gambar Kapas dan Padi (Simbol Sila
Kelima
dari
Pancasila):
Melambangkan
keadilan
dan
kemakmuran. Simbol sila pertama dari
Pancasila (Tuhan diatas segalagalanya),
warna
kuning
emas
mengartikan keluhuran dan keagungan.
6. 17 butiran padi melambangkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
7. 8 buah kapas melambangkan bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia.
8. 4 ikatan di atas dan 5 ikatan di bawah (di bawah kata INTIMUNG)
melambangkan arti tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
9. Gambar
Perisai
(Telabang)
dan
Sumpit
Bersilang
Mandau:
Merupakan senjata tradisionil khas rakyat Kalimantan Timur umumnya, yang
diartikan sebagai sesiapsiagaan rakyat/Pemerintah Kabupaten Malinau
menghadapi tantangan masa depan.
10. 12Untaian Gelombang Kayu dan 10 Untaian Kayu dan 10 Buah Untaian
Batubara:
Merupakan tanggal dan bulan terbentuknya Kabupaten Malinau.
11. 9Tumpukan/muatan kayu dan 9 gundukan/muatan batubara di atas
kapal/perahu:
Merupakan tahun pembentukan Kabupaten Malinau (1999).
12. Gambar
Kapal
Warna
Kuning:
Melambangkan pentingnya sarana transportasi perairan untuk melancarkan
jantung perekonomian masyarakat Kabupaten Malinau. Warna kuning
mengartikan membawa kekayaaan alam Kabupaten Malinau menuju
kekayaan dan kemakmuran masyarakat/Pemerintah Kabupaten Malinau.
13. Point 6,7,8 dan 9 merupakan rangkaian kekayaan adat istiadat dan kekayaan
sumber daya alam Kabupaten Malinau yang dilingkari dalam satu kesatuan
yang berbentuk jantung yang menjadi andalan utama untuk membangun
masyarakat yang adil, makmur dan merata.
14. Terdapat
3
Gelombang
Warna
Putih:
Menggambarkan 3 sungai besar yang terdapat di Kabupaten Malinau, yaitu:
Sungai Mentarang, Sungai Tubu dan Sungai Malinau.
15. Tulisan
Intimung
pada
Pita
Warna
Putih:
Berarti berkumpul atau bermusyawarah yang dilandasi oleh niat yang tulus
dan suci merupakan kata kunci bagi pelaksanaan pembangunan yang jujur
dan demokratis.
16. Intimung juga mengandung makna: In (indah), Ti (tertib), M (makmur), Ung
(unggul).
SITUASI GEOGRAFIS KEBUPATEN MALINAU
1. Letak Geografis Dan Administratif Kabupaten Malinau
1.1. Letak Geografi dan Administratif
Kabupaten Malinau merupakan perluasan dari Kabupaten Bulungan
berdasarkan Undang-undang No. 47
tahun 1999. Luas Kabupaten Malinau
42.260 km2, yang terbagi menjadi 12
kecamatan.
Secara
geografis,
Kabupaten Malinau terletak di antara
1o 21 36 dan 4o 10 55 Lintang
Utara dan di antara 114o 35 22 dan
116o 50 55 Bujur Timur.
Adapun batas-batas wilayah
Kabupatan Malinau yaitu di sebelah
Utara berbatasan dengan Kabupaten
Nunukan, sebelah Timur dengan
Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai
Timur, sebelah Selatan dengan
Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
Kutai Kartanegara, dan sebelah Barat berbatasan dengan Negara Malaysia TimurSerawak

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kabupaten Malinau


Letak geografis

LU

BT

Batas Wilayah
Utara

114o352
1o2135
Kabupat
2
s/d
s/d
en
116o505
4o1050
Nunukan
5

Timur

Selatan

Kab. Berau Kab.


dan
Kab. dan
Kutim
Kukar

Barat
Kubar
Kab. Negara Malaysia
Timur(Serawak)

1.2. Luas Wilayah dan Geologi


1.2.1. Luas wilayah berdasarkan kemiringan dan ketinggian
Sebagian besar kawasan di Kab. Malinau memiliki karakteristik topografi
yang bergelombang dengan 84% wilayah yang diklasifikasikan sebagai pegunungan
dengan ketinggian berkisar 100 m di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten
Malinau sebagian besar terbentuk dari dataran tinggi dan merupakan daerah berhutan.
Kemiringannya dari landai sampai curam dengan ketinggian yang bervariasi antara 0
2.000 m di atas permukaan laut. Daerah dataran rendah berada di kawasan
sepanjang sungai. Dataran tinggi terdapat di beberapa daerah pegunungan dengan
ketinggian 500-2.000 meter di atas permukaan laut. Secara umum dibedakan tiga
bagian, yaitu bagian terjal sebelah Utara bagian Barat, di bagian tengah merupakan
perbukitan, dan di bagian Timur bergelombang landai. Jalur pegunungan membentang
disebelah bagian Utara dengan ketinggian antara 1.500 3.000 m, dan di Selatan
bagian tengah dengan ketinggian berkisar 500 1.500 m dari permukaan laut.
Keadaan kemiringan tanah bervariasi berkisar 0 2% sampai lebih dari 40%.
Kelerengan perbukitan lebih dari 30%, daerah dataran tinggi dengan kelerengan 8
15%, perbukitan kemiringan di atas 15%, secara keseluruhan kemiringan rata-rata 0
50%.
1.2.2. Geologi dan Tanah
Kabupaten Malinau memiliki serangkaian sifat geomorfologi yang berbeda.
Formasi geologi utamanya termasuk batuan vulkanik, metamorfik dan sedimentasi
dengan endapan aluvial yang sangat luas. Dataran rendahnya terdiri dari rawa aluvial.
Morfologi di lanskap perbukitan terdiri dari batuan berpasir, lempung berbatu dan
jenis lain dari batuan yang tidak padat. Di daerah yang lebih tinggi, lanskap yang
kasar dan curam umumnya terbentuk dari batuan sedimen tua yang terwujud melalui
proses pemunculan dan pelipatan serta pergerakan dataran secara terus menerus.
Terdapat 16 formasi dan satuan batuan, diantara batuan tersebut terdiri dari 2

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
satuan batuan metamorfik, 9 satuan batuan sedimen dan aluvium, 3 satuan batuan
gunung api, dan 2 satuan batuan terobosan
Jenis tanah di Kabupaten Malinau didominasi oleh jenis inseptisol yang
biasanya dicirikan dengan kesuburan yang rendah
dan mudah mengalami erosi. Kondisi tanah dengan
kesuburan rendah ini disebabkan oleh batuan yang
berasal dari endapan asam dan curah hujan yang
tinggi di kawasan ini yang menyebabkan pencucian
basa secara signifikan.
PEMERINTAHAN
BUPATI MALINAU
Drs. Yansen TP, M.Si, merupakan warga
Kuala Lapang, Kecamatan Malinau Barat.
Mendiang ayahnya adalah seorang pendidik; guru.
Karenanya sejak kecil ia hidup disiplin, ulet, dan
tekun
menuntut
ilmu.
Dengan
berbagai
kesibukanya, Yansen TP Nopember ini selesai S3 untuk gelar Doktor, di Universitas
Brawijaya, Malang, Jawa Timur. tapi karena lulus Doktor saat sudah dilakukan
pendaftaran di KPU, maka nama yang dipakai untuk kampanya dan pemilukada ini
tetap Drs. Yansen TP, M.Si.
Sejak kecil, kepemimpinan Yansen TP menonjol. SMP dia telah dipercaya jadi
Sekretaris Dewan Kerja Pramuka se-Kecamatan Tarakan. Dan ketika kuliah di
Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Samarinda, diangkat sebagai
Komandan Batalyon Resimen Mahasiswa Gabungan beberapa Universitas di
Kalimantan Timur. Dan 3 tahun jadi Kokantib Kampus senat mahasisawa APDN.
Lulus Tahun 1986, Yansen TP mulai karir PNS di kantor Gubernur dan staf sekrtariat
DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Karena prestasi, pada 1993 dia dipercaya jadi
Camat Mentarang, kemudian jadi
Drs. Yansen TP, M.Si
Camat Kayan Hilir 1996, dan tahun 1998 jadi Camat Peso.Tahun 2001,
Yansen TP diminta bantu mengembangkan Kabupaten Malinau yang baru saja
pemekaran, sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malinau.
Tugas utama Yansen TP saat itu menenangkan berbagai gejolak di masyarakat yang
sulit tertangani sejak tahun 1999-2000. Dia tekun merangkul semua pihak hingga
akhirnya tercipta suasana yang damai, dengan kata lain tugas Yansen saat itu yang
paling utama adalah menjembatani komunikasi Martin Billa yang tidak mampu
mengatasi situasi di tengah -tengah masyarakat agar masalah bisa segera kondusif.
Keahlian Yansen merangkul semua pihak itu terbukti dan teruji, karena sejak muda ia
terbiasa aktif di berbagi organisasi kemasyarakatan, keagamaan, olahraga, adat, sosial
dan pemuda. Bahkan ia dipercaya jadi pengurus DPD KNPI selama Tiga periode
(1987-1994).
Yansen Tapi, Ahli Bidang Pemerintahan
Sebagai pekerja keras berdisiplin tinggi, saat jadi Sekda, Yansen TP
menghantar Malinau sebagai satu-satunya kabupaten di Kalimantan yang meraih
penghargaan dari Menkeu RI dengan hadiah Rp 19,3 Miliar lebih pada 2009 karena
prestasi keuangan serta ekonomi. Di tengah berbagai prestasi dan kerja keras tiba-tiba
Yansen dipindah ke Samarinda sehingga banyak pihak dan rekan kerjanya yang sedih.
Waktu itu, kita kehilangan figur pemimpin yang disegani, ahli dan baik.

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8

WAKIL BUPATI MALINAU


Topan Amrullah, S.Pd merupakan warga
Jalan Panembahan, Malinau Kota. Ia lahir di
Malinau,
13
Desember
1972.
Topan
menyelesaikan kuliah di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman
(Unmul) Samarinda. Sejak muda terlibat dalam
berbagai kegiatan yang terkait dengan Dunia
pendidikan. Mengajar Bahasa Ingris di berbagai
lembaga kursus, guru di Sekolah Menengah Atas hingga dosen di beberapa perguruan
tinggi di Samarinda, seperti Sekolah Perawat Kesehatan YARSI, Akademi Perawat
RSUD Abdul Wahab Syahranie dan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS). Selain di
dunia pendidikan, Topan juga sempat bekerja di berbagai perusahaan tambang sebagai
supervisor dan manajer.Saat kuliah, Topan aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan
sebagai Ketua English Resource Room FKIP, Senat Mahasiswa Universitas,
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Forum Sillaturahmi Lembaga Dakwah
Kampus Indonesia Timur.Latar belakang aktifis kampus itulah yang menjadi modal
bagi Topan hingga sangat menghargai perbedaan dan cepat matang di bidang politik
kemasyarakatan. Terbukti dia dipercaya menjadi Ketua DPD PKS Malinau, Ketua
Fraksi Pelangi Nusantara DPRD Kab. Malinau dan Ketua Badan Legislasi Dearah
DPRD Kab. Malinau.
Karenanya tidak salah bila Topan Amrullah, S,Pd menjadi pasangan Drs.
Yansen TP, M.Si. Keduanya adalah kader terbaik asli Kab. Malinau yang bisa menjadi
simbol pelangi, pemersatu keaneka ragaman warna budaya dan agama masyarakat
sehingga menjadi kekuatan untuk mengubah Malinau Maju Sejahtera bagi semua.
PENDIDIKAN DAN KESETAHAN
Kemajuan suatu wilayah dapat dilihat dari seberapa banyak pemerintah
meyediakan sarana dan prasarana dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua
sektor ini saling berhubungan karena terkait dengan kesejahteraan seseorang. Pada
tahun 2000 jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Malinau hanya sebanyak 96 unit
sekolah yang terdiri dari 4 unit TK, 76 unit SD, 11 unit SMP, dan 4 unit SMU. Pada
tahun 2010 keadaan ini telah mengalami perubahan yaitu menjadi 17 unit TK, 87 unit
SD, 25 unit SMP, 13 unit SMU, 4 unit SMK, dan 1 unit perguruan tinggi. Pesatnya
perkembangan jumlah sekolah diikuti pula dengan adanya peningkatan mutu dan
kualitas bangunan sekolah itu sendiri, dimana saat ini sekolah-sekolah di kecamatan
perbatasan dan pedalaman sudah berkonstruksi beton.
Sumber : Malinau Dalam Angka 2003 dan 2011, diolah
Komitmen Pemerintah Kabupaten Malinau untuk memperbaiki kualitas
sumber daya manusianya tidak hanya ditujukan di sektor pendidikan tetapi sektor
kesehatan juga mendapat perhatian yang serius. Pada tahun 2000 hanya terdapat

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
tenaga kesehatan sebanyak 96 orang, kemudian pada tahun 2010 sudah berkembang
menjadi 408 orang. Jumlah fasilitas kesehatan juga mengalami perkembangan.
Kondisi awal pada tahun 2000 belum terdapat rumah sakit dan hanya terdapat 5 unit
puskesmas, 29 unit puskesmas pembantu, dan 77 unit posyandu, sedangkan pada
tahun 2010 fasilitas kesehatan yang tersedia meliputi 1 unit rumah sakit, 14 unit
puskesmas, 46 unit puskesmas pembantu, dan 100 unit posyandu.

Sumber : Malinau Dalam Angka 2003 dan 2011, diolah.


Gambar 9. Perkembangan jumlah sarana kesehatan tahun 2000-2010
SUMBERDAYA ALAM DAN PEREKONOMIAN
Ada beberapa suku asli yang ada di Malinau, yakni:
1. Suku Dayak Tidung
2. Suku Dayak Kenyah
3. Suku Dayak Burusu
4. Suku Dayak Tagal
5. Suku Dayak Merap
6. Suku Dayak Punan
7. Lun Bawang/Lun Dayeh
8. Suku Dayak Abbay

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
Kenampakan alam
Gunung
Di kabupaten ini terdapat beberapa gunung-gunung besar yang tergabung dalam
rangkaian pegunungan Iban, yaitu:
1. Gunung Makita (2053 meter)
2. Gunung Latuk (1850 meter)
3. Gunung Batutikung (1804 meter)
4. Gunung Legatemu (1801 meter)
5. Gunung Kelambit (1775 meter)
6. Gunung Kalung (1724 meter)
7. Gunung Bekayan (1599 meter)
8. Gunung Batutiban (1565 meter)
Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor Tahun 2012 TentangPengakuan
Dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Di Kabupaten Malinau
UMUM
Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang hidup berdasarkan asal-usul
leluhur secara turun temurun di wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah
dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan
lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.
Keberadaan kelompok-kelompok masyarakat adat di Kabupaten Malinau,
sebagaimana juga merupakan realitas sosiologis dan antropologis di sebagian besar
wilayah Nusantara (Indonesia) adalah fakta yang tidak terbantahkan. Di Kabupaten
Malinau, keberadaan kelompok masyarakat adat ini dapat dilihat pada keberadaan
sub-sub Suku Dayak.
Keberadaan sub-sub suku Dayak di Kabupaten Malinau yang digabungkan dengan
kenyataan serupa di wilayah yang lain merupakan sumber dari kekayaan budaya
Indonesia, yaitu paduan dari seluruh kekayaan di tingkat komunitas yang potensial
sebagai modal dasar perkembangan kebudayaan nasional Indonesia di segala bidang
kehidupan. Konsep- konsep pemerintahan asli di Malinau, kearifan lokal dalam
pengelolaan tanah dan sumber daya alam, dan tradisi-tradisi yang berkembang,
disadari ataupun tidak telah memberikan sumbangan yang cukup besar pada
perkembangan sosial, politik, ekonomi dan hukum di Indonesia. Bahkan para pendiri
negara bangsa Indonesia telah menyadari realitas tersebut di atas sebagai landasan
bagi pembangunan bangsa Indonesia. Atas dasar itulah mereka merumuskan bahwa
negara Indonesia terdiri dari Zelfbesturende landschappen dan Volksgemeenschappen
di dalam UUD 1945 (sebelum amandemen). Langkah ini mempunyai dua sisi
implikasi. Pertama dengan menyerap kekhasan yang ada pada masyarakat adat, maka
negara Indonesia yang dibentuk berupaya menciptakan satu bangsa. Kedua,
pengabaian terhadap eksistensi masyarakar adat tersebut akan berimplikasi pada
kegagalan cita-cita membangun satu bangsa Indonesia.
Namun cita-cita para pendiri negara bangsa Indonesia tersebut di atas, di mana
masyarakat adat diletakkan sebagai kelompok masyarakat yang menjadi fondasi dari
pembangunan ternyata tidak berjalan mulus. Sejarah pembangunan bangsa ternyata
tidak serta merta mendatangkan kesejahteraan pada masyarakat adat. Orientasi
pembangunan negara yang berubah telah menjadi salah satu sebab dari semakin
miskinnya masyarakat adat. Hal ini disebabkan karena tanah, wilayah adat dan
sumber daya alam tidak lagi berada dalam kontrol masyarakat adat yang

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
bersangkutan, tetapi berada pada kekuasaan yang pada prakteknya lebih
mementingkan pengelolaan tanah dan sumber daya alam pada sektor swasta yang
bermodal besar. Puluhan peraturan perundang-undangan bahkan sengaja dibuat untuk
memuluskan investasi di wilayah adat yang banyak diantaranya tidak saja berbuah
pada kemiskinan tetapi juga pada tindakan-tindakan kekerasan dan pelanggaran hak
asasi manusia masyarakat adat. Kekuasaan modal yang mencengkeram pemerintahan
negara mulai dari pusat sampai tingkat kabupaten terjadi di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di Kabupaten Malinau.
Di Kabupaten Malinau, luas kawasan yang telah diijinkan oleh pemerintah kepada
perkebunan kelapa sawit mencapai sekitar 120.000 hektar. Sementara untuk
perkebunan karet mencapai 33.750 hektar. Total perusahaan yang bergerak di
perkebunan karet adalah 2 perusahaan dan perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan kelapa sawit mencapai 7 perusahaan. Tidak hanya itu, pemerintah juga
mengijinkan setidaknya 20 perusahaan yang bergerak di industry kayu untuk
beroperasi di Kabupaten Malinau. Di tengah maraknya perusahaan itu, pemerintah
daerah Kabupaten Malinau juga berencana untuk mencadangkan sebagian wilayahnya
untuk pengembangan industri kehutanan. Juga ada sejumlah wilayah yang telah
ditetapkan menjadi hutan lindung dan taman nasional. Sementara sebagian besar dari
keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut di atas bersinggungan dengan hak-hak
masyarakat adat Malinau atas tanah, wilayah adat dan juga sumber daya alam.
Dalam banyak kasus, masyarakat adat di Kabupaten Malinau yang memanfaatkan
kawasan hutan tidak jarang dituding sebagai kriminal dan didakwa di Pengadilan
Negeri Malinau di mana sebagian besar putusannya tidak memiliki keberpihakan
kepada masyarakat adat di Malinau sebagai pencari keadilan. Dengan alasan
penegakan hukum, aparat kepolisian dalam banyak kasus langsung membawa
masyarakat adat yang masuk ke kawasan hutan untuk mengambil kayu ke proses
peradilan. Sementara di Pengadilan, hukum adat, terutama berkaitan dengan sejarah
penguasaan masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumber daya alam sangat jarang
dipertimbangkan dalam putusan hakim.
Dengan kenyataan demikian, tidaklah mengherankan jika masyarakat adat di
Kabupaten Malinau juga tidak dapat berbuat banyak dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan mereka. Ini disebabkan karena pemerintah telah memberikan ijin
pengusahaan sebagian besar sumber daya alam (hutan, tanah, tambang, dan
sebagainya) kepada pihak swasta. Padahal dalam berbagai peraturan perundangundangan nasional, hak-hak masyarakat adat telah diakui, bahkan pada tingkatan
konstitusi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ego sektoral dalam pengelolaan
sumber daya alam adalah cirri khas dari manajemen sumber daya alam di Indonesia,
dan kenyataan itu juga terjadi di Kabupaten Malinau. Hal ini menyebabkan tidak
adanya sinergi antar sektor dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga hak-hak
masyarakat adat dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat
dijalankan.
Dengan begitu banyaknya hak-hak masyarakat adat yang telah diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, maka Peraturan Daerah ini tidak
dimaksudkan untuk membuat semacam hak baru. Peraturan Daerah ini lebih
ditujukkan untuk menyatakan dan memperjelas hak-hak masyarakat adat yang
sudah ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga dapat
dilaksanakan di tingkat Kabupaten Malinau. Adapun beberapa hak baru terdapat
dalam Peraturan Daerah ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan keberadaan hakhak, baik hak masyarakat adat maupun hak negara yang sudah ada dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada. Hak baru ini muncul untuk merespon

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
konteks lokal Kabupaten Malinau serta mengantisipasi perkembangan di masa depan,
dan juga untuk menterjemahkan prinsip- prinsip hak asasi manusia yang seharusnya
dirujuk dalam berbagai peraturan perundang- undangan.
Ekonomi dan Sumber Daya Alam disalah satu desa yang terdapat di Kabupaten
Malinau
7.1 Tata guna lahan dan hutan
Menurut Ketua BPD jenis tata guna lahan yang ada di Desa Menabur Kecil
adalah:
Tipe tata guna lahan paling luas di Desa Menabur Kecil adalah sawah6. Luas ladang,
sawah dan kebun sayur tidak mengalami perubahan sejak tahun 1998. Luas kebun
kokoa dan kopi berkurang dalam 5 tahun terakhir. Kebun kopi banyak mati dan tidak
dirawat lagi. Menurut Ketua BPD jenis hutan dan lahan bera yang ada di Desa
Menabur Kecil adalah:
hutan rimba (Bhs. Punan tuan);
hutan sekunder tua, > 30 tahun (Bhs. Punan balah tuan);
hutan sekunder muda, 10 30 tahun (Bhs. Punan balah tokan);
belukar tua, 5 10 tahun (Bhs. Punan balah uyung);
belukar, 2 5 tahun (Bhs. Punan balah uvah);
hutan rawa (Bhs. Punan tanoh ragan).
Luas hutan rimba berkurang sejak tahun 1998. Luas hutan sekunder tua dan
muda serta belukar tua berkurang dalam 5 tahun terakhir karena dibuka untuk
membuat ladang. Luas belukar bertambah setiap tahun. Hutan rawa semakin
berkurang, bahkan disebut oleh Ketua BPD habis di-ladang. Perubahan terhadap
hutan sudah mulai terasa sebelum tahun 1990. Luas hutan mulai berkurang dengan
dibukanya perusahaan kayu dan mengakibatkan lebih sulit untuk berburu dan
berusaha. Jenis tumbuhan dan binatang berkurang sehingga sulit dicari oleh
masyarakat. 7.2 Pengelolaan hutan dan IPPK Hutan yang dilindungi secara lokal di
Desa Menabur Kecil terletak di wilayah desa lama. Di sekitar pemukiman di Respen
Sembuak tidak ada hutan lindung masyarakat Desa Menabur Kecil. Luas hutan yang
dilindungi tidak diketahui. Daerah tersebut bisa digunakan untuk mencari hasil hutan
seperti gaharu, rotan atau damar. Apabila ada orang melanggar aturan hutan lindung
dikenakan denda berupa barang misalnya tempayan (guci) lama dan hasil juga disita.
Masyarakat Desa Menabur Kecil pernah mengajukan permohonan izin IPPK, tapi
tidak dikabulkan. Sejauh Sekretaris Desa ketahui tidak ada pihak dari luar yang
mengajukan permohonan izin IPPK untuk wilayah Desa Menabur Kecil. Responden
kurang mampu menjawab bahwa tidak ada orang dari Desa Menabur Kecil atau pihak
luar yang pernah memohon izin IPPK. Namun dia juga mengakui bahwa dia tidak
terlibat dalam proses pengambilan keputusan tentang perolehan izin IPPK. 6 kalau
hanya meliputi wilayah desa di Respen Sembuak. Di wilayah desa lama hutan rimba
merupakan tipe tata guna lahan yang paling luas. 46
7.2 Keterjangkauan terhadap lahan
Sekretaris Desa menjelaskan bahwa seluruh rumah tangga punya
keterjangkauan terhadap lahan (meliputi hak, jarak transportasi, ketersediaan).
Namun tidak semua rumah tangga memiliki lahan. Menurut Sekretaris Desa lebih dari
setengah jumlah rumah tangga memiliki lahan. Kondisi keterjangkauan dalam 5 tahun

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
terakhir tidak berubah. Di Desa Menabur Kecil sudah terjadi jual-beli lahan kepada
masyarakat Malinau Kota. Praktek ini mulai sejak pemekaran dan terbentuk
kabupaten baru (tahun 1999).
7.3 Perladangan
Dari sepuluh responden rumah tangga ada tiga yang pada tahun 2003 tidak
membuat ladang atau sawah. Tiga rumah tangga membuka ladang di hutan rimba
pada tahun 2003 dan satu rumah tangga menggarap belukar milik sendiri. Dua rumah
tangga menggarap sawah milik sendiri dan satu rumah tangga membuat ladang dan
sawah pada tahun 2003. Rumah tangga yang buka hutan rimba harus mencari lahan
sekitar 1 jam jalan kaki dari Respen Sembuak. Sedangkan lahan lain terletak sekitar
20 menit jalan kaki dari pemukiman (2 kilometer). Umur belukar yang dibuka ratarata di bawah 10 tahun. Hanya tiga rumah tangga mendapatkan hasil ladang atau
sawah cukup untuk kebutuhan 1 tahun. Rumah tangga lain menutupi kekurangan
beras dari beras miskin dan membeli di warung.
7.4 Pendapatan uang
Enam (dari sepuluh responden rumah tangga) menyebut upah buruh sebagai
sumber pendapatan utama. Dua responden menyebut ladang sebagai usaha utama
namun tidak jelas apakah memang mendapatkan uang dari hasil ladang atau hanya
untuk kebutuhan keluarga. Satu responden menyebut ojek dan satu hasil buruan.
Sebagai usaha tambahan disebutkan ladang (empat responden), tunjangan desa (satu
responden), berjualan sayur dan ayam (satu responden) dan upah buruh (satu
responden). Berarti dari sepuluh responden hanya satu yang mempunyai usaha yang
berkaitan dengan sumber daya hutan, yaitu menjual hasil buruan.
Enam responden mengatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir tidak ada usaha baru yang
muncul atau dikembangkan. Dua orang menyebut upah buruh sebagai usaha baru,
satu menyebut hasil buruan dan satu menyebut ojek.
Satu responden mendapatkan uang dari hasil hutan yaitu gaharu, babi hutan serta rusa.
Satu responden lain mengatakan mendapatkan uang dari berjualan buah- buahan.
Tidak ada rumah tangga yang mengolah hasil hutan untuk dijual misalnya tikar, anjat
atau makanan.
7.5 Kondisi rumah penduduk
Semua responden rumah tangga (sepuluh orang) punya rumah dengan atap
seng, lantai dan dinding dari papan meranti. Lebih dari separuh rumah tangga
(delapan dari sepuluh) tidak punya WC, dan menggunakan kakus di sungai. Tujuh
rumah tangga memiliki sambungan ke jaringan PLN, dua rumah tangga lain
menyambung ke genset orang dan satu rumah tangga tidak memiliki listrik.
Desa Menabur Kecil
7.6 Infrastruktur ekonomi
Walaupun di Respen Sembuak tidak ada pasar atau lembaga keuangan,
masyarakat bisa menjangkau infrastruktur yang ada di Malinau Kota. Ada satu orang
berjualan sayur dan ternak tapi tidak ada informasi di mana dia berjualan. Tidak ada
informasi sejauh mana masyarakat Menabur Kecil menggunakan lembaga keuangan
di Malinau Kota dan menabung uang di bank atau di credit union.
7.8 Keterjangkauan energi
Sumber energi utama untuk memasak adalah kayu bakar dan minyak tanah.

NAMA : MAINURTIKA
NPM : 1102011151
KELOMPOK : A-8
Menurut Sekretaris Desa, kayu bakar dan minyak tanah semakin sulit dijangkau oleh
masyarakat.
Masyarakat Menabur Kecil sudah lama bisa menyambung ke jaringan PLN sebagai
sumber listrik. Namun karena masyarakat Menabur Kecil tidak punya penghasilan
tetap, Sekretaris Desa mengatakan listrik semakin sulit dijangkau.

Anda mungkin juga menyukai