Anda di halaman 1dari 11

RVU terjadi akibat adanya kegagalan dari fungsi katup satu-arah yang terdapat di antara

pertemuan vesikoureter. Kegagalan fungsi katup ini terjadi karena panjang saluran ureter pada
submukosa muskulus detrusor kurang panjang atau penyokong ototnya tidak cukup. Rasio
panjang-diameter dari saluran ureter submukosa yang ideal adalah 5:1. Akibat dari tidak
sempurnanya fungsi katup tersebut dapat terjadi refluks cairan urin dari VU ke ureter bahkan bila
kegagalan katup lebih berat refluks akan mencapai ginjal. Refluks cairan urin tersebut
mengakibatkan masuknya bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke saluran kemih bagian atas
yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya pielonefritis. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan ginjal. Refluks yang steril dari kontaminasi bakteri, kecil kemungkinannya dapat
merusak parenkim ginjal. Namun pada suatu percobaan pada hewan, refluks cairan steril juga
dapat merusak parenkim ginjal sehingga dapat pula menyebabkan terjadinya scarr. Hal ini belum
dapat diketahui secara pasti bila dapat terjadi pada manusia.
Etiologi
Etiologi dari RVU dibagi menjadi 2 jenis, yaitu primer dan sekunder. Dikatakan primer
bila terdapat kelainan pada mekanisme katup satu-arah vesikoureter, sedangkan dikatakan
sekunder bila terdapat perubahan faktor-faktor anatomi dan fungsi dari mekanisme katup satuarah tersebut.
Penyebab primer dari RVU biasanya adalah kelainan kongenital. Contoh dari kelainan
kongenital tersebut adalah saluran ureter submukosa yang pendek, dan orifisium ureter yang
berada terlalu lateral. Penyembuhan spontan dari kelainan kongenital ini sangat besar
kemungkinan terjadi pada RVU yang unilateral dan derajat refluks yang rendah. Sehingga
biasanya penyembuhan dari penyebab primer adalah dengan cara mengkoreksi kelainan melalui
operasi anti-refluks.
Penyebab sekunder yang paling sering adalah sistitis atau ISK. Namun dapat juga
disebabkan oleh operasi atau pemasangan double J-stent. Kelainan fungsional atau struktural dari
saluran kemih bagian bawah juga dapat menjadi penyebab sekunder dari RVU. Obstruksi saluran
kemih bagian bawah yang disebabkan kelainan kongenital atau didapat seperti katup uretral,
prostat hipertrofi, atau striktur uretra, atau neurological conditions yang dapat menyebabkan

tekanan intravesika meningkat serta dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal bila penyebabnya
tidak dikoreksi.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari pasien-pasien RVU dapat dibagi menjadi 2 golongan. Pertama
adalah pada neonatus yang terdiagnosa pada saat prenatal. Dan yang kedua, adalah pada anakanak dengan gejala klinis ISK.
Gambaran klinis RVU dapat terlihat pada masa prenatal, dimana hidronefrosis dan
dilatasi saluran kemih bagian atas dapat terlihat dari pemeriksaan USG pada kehamilan tua (lebih
dari sama dengan 28 minggu). Kurang lebih 10 % dari neonatus yang terdiagnosa yang memiliki
hidronefrosis dan dilatasi saluran kemih bagian atas prenatal akan ditemukan memiliki refluks
postnatal. Pada neonatus ini dapat hadir tanpa ada keluhan klinis, dan hanya dapat terdiagnosa
melalui pemeriksaan rutin. Anak-anak yang berusia lebih tua dapat ditemukan dengan gejala
yang tidak khas untuk ISK seperti muntah, diare, anoreksia, dan letargi. Urgensi, frekuensi,
disuria, nokturnal dan enuresis diurnal merupakan gejala khas yang sering muncul pada anakanak dengan ISK. Anak-anak juga dapat mengeluhkan nyeri perut disertai nyeri tekan pada
daerah pinggang. Bila keluhan disertai dengan demam maka akan menambah kecurigaan
terjadinya pielonefritis, namun hal ini belum cukup untuk dignosa dari pielonefritis. Sehingga
untuk diagnosa pielonefritis dibutuhkan suatu metoda pemeriksaan lebih lanjut lagi. Gejala lain
yang berhubungan ISK adalah gagal tumbuh dan gangguan saluran cerna.

Tabel.1 Gejala klinis dari RVU 5

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosa pasti dari ISK tergantung pada hasil pemeriksaan kultur cairan urin. Cara
pengambilan spesimen cairan urin yang standar adalah melalui aspirasi suprapubik. Namun
prosedur ini jarang dilakukan di dalam praktek klinis sehari-hari. Cara pengambilan spesimen
yang lain adalah kateterisasi uretral yang dapat memberikan spesifisitas yang lebih baik, hasil
akan bermakna secara klinis bila ditemukan lebih dari 1.000 Colony-Forming Unit (CFU)/mL.
Pada anak-anak yang sudah pandai berkemih sendiri dapat dilakukan pengambilan spesimen
cairan urin aliran-tengah (mid-stream) untuk kultur. Hasil akan bermakna apabila ditemukan
100.000 CFU/mL dari spesimen tersebut. Cara alternatif lainnya adalah dengan pengambilan
cairan urin dari kantong urin yang paling sering dikerjakan pada bayi. Apabila hasil yang
ditemukan kurang lebih 10 % dari 50.000 CFU/mL yang tumbuh pada spesimen tersebut, maka
hasil pemeriksan tidak ada hubungannya dengan infeksi yang terjadi. Hasil kultur yang negatif
sangat membantu, karena walaupun pengambilan cairan urin dari kantong urin dapat
memberikan hasil positif-palsu, hasil negatif-palsu jarang sekali terjadi. Hasil yang positif
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut lagi dengan kateterisasi ureteral, sehingga cara kantung
urin sudah banyak ditinggalkan.
Walaupun jumlah leukosit, kadar C-reactive protein (CRP) serum, dan tes darah lainnya
sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, namun tidak ada pemeriksaan
3

laboratorium yang dapat membedakan antara sistitis dengan pielonefritis. Pemeriksaan


laoratorium lainnya termasuk pemeriksaan kimia darah untuk data dasar fungsi ginjal. Hitung
darah lengkap dapat membantu klinisi menilai respon terapi. Urinalisa juga dapat membantu
dalam menentukan adanya proteinuria, yang dapat menunjukkan suatu kerusakan pada ginjal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien ini diperoleh hasil urinalisa ditemukan
banyak leukosit dan bakteri yang mendukung adanya suatu ISK. Dari hasil pemeriksaan
hematologi juga didapat peningkatan kadar sel darah putih dalam darah sehingga mendukung
adanya suatu proses infeksi pada pasien ini. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan kultur darah
dengan hasil kultur untuk bakteri Salmonella negatif, dan juga dilakukan pemeriksaan kultur
cairan urin dengan hasil positif untuk pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

Tabel.2 Pemeriksaan kultur urin


Pencitraan Diagnostik
Pencitraan adalah dasar dari diagnosa dan manajemen RVU. Standar untuk mencapai
tujuan tersebut meliputi VCUG, walaupun masih banyak pemeriksaan yang lain yang dapat
membantu menegakkan diagnosa RVU.
Indikasi pencitraan untuk menentukan kemungkinan adanya RVU dengan ISK adalah
pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, semua kasus dengan demam pada ISK, dan semua
kasus ISK pada anak laki-laki.
Beberapa ahli kini menggunakan pendekatan algoritma top-down untuk ISK pada
anak-anak. Pada algoritma ini, bila seorang anak didiagnosa sebagai demam ISK maka
pencitraan pertama yang dilakukan adalah sidik ginjal 99mTc-DMSA. Tujuannya adalah untuk
menilai adanya bukti keterlibatan dari ginjal, scarr ginjal, atau kedua-duanya. Hasil negatif dari
4

pemeriksaan ini bermakna secara klinis untuk tiadanya RVU, sehingga dapat menyingkirkan
kebutuhan akan pemeriksaan VCUG. Namun, jika positif, maka VCUG direkomendasikan untuk
dikerjakan.
RVU merupakan fenomena yang dapat muncul sewaktu-waktu tergantung dari keadaan
pasien. Faktor yang mempengaruhi timbulnya suatu RVU diantaranya adalah status hidrasi
pasien, volume VU, tekanan VU, dan teknik pemeriksaan. Volume VU dipengaruhi oleh ukuran
tubuh pasien, usia pasien, status psikis, dan iritabilitas VU. Iritabilitas VU dapat disebabkan oleh
suatu proses infeksi pada VU. Hal ini dapat memberikan perbedaan hasil pada pemeriksaan
sistografi dengan radiologi maupun kedokteran nuklir.
Pada penelitian Aysun Sukan, et al yang dilakukan pada tahun 2000 menunjukkan hasil
dari 11 anak-anak penderita RVU, 6 anak terdeteksi positif memiliki RVU dengan menggunakan
DRC dengan 5 anak diantaranya memiliki hasil pemeriksaan sidik ginjal DMSA positif.
Sedangkan VCUG dapat mendeteksi 5 anak positif RVU dengan 3 anak diantaranya positif
terhadap hasil pemeriksaan sidik ginjal DMSA. Dari hasil penelitian tersebut dapat terlihat
bahwa pemeriksaan dengan DRC lebih sensitif bila dibandingkan dengan VCUG. Namun bila
ditambahkan faktor usia, maka DRC akan terlihat lebih sensitif bila pemeriksaan sistografi
dilakukan pada anak usia lebih muda ( 48 bulan). Sedangkan VCUG akan lebih sensitif bila
dilakukan pada anak dengan usia yang lebih tua (49 156 bulan). Secara umum tidak ada
perbedaan yang bermakna secara statistic dari penelitian tersebut.
Teknik Radiologi
Kriteria standar dalam mendiagnosa RVU adalah menggunakan pemeriksaan VCUG.
Pemeriksaan ini memberikan informasi anatomi secara detil dan memberikan derajat (grade) dari
RVU. Sistem penderajatan yang umumnya digunakan adalah International Classification System,
suatu kombinasi sistem yang sebelumnya digunakan di Eropa dan Amerika Serikat.

Gambar.1

Penderajatan

RVU

berdasarkan

International

Reflux

System.

Gambar

mengilustrasikan 5 derajat (I-V) RVU. Derajat I menggambarkan refluks pada ureter. Derajat II
menggambarkan refluks ke ureter dan system pelvikaliks yang tidak berdilatasi. Derajat III
menggambarkan refluks pada ureter dan system pelvikaliks yang berdilatasi ringan. Sudut
forniks dan gambaran papila masih terlihat jelas. Derajat IV menggambarkan refluks pada ureter
yang bertorsi dan system pelvikaliks yang berdilatasi. Sudut forniks menjadi tumpul sementara
gambaran papilla masih terlihat. Derajat V menggambarkan refluks pada ureter yang bertorsi dan
jelas berdilatasi dan system pelvikaliks yang berdilatasi dengan jelas. Sudut forniks maupun
papilla sudah tidak jelas lagi.
VCUG sebaiknya dilakukan setelah anak sembuh dari ISK. Apabila VCUG dilakukan
selama episode sistitis akut, maka dapat memberikan hasil yang tidak akurat, hal ini karena
adanya paralisis dan kelemahan dari otot ureter oleh endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri.
Informasi tambahan dari VCUG adalah dapat memberikan pencitraan uretra yang berguna pada
laki-laki untuk penilaian dari katup uretra posterior. VCUG dapat memberikan informasi
mengenai kapasitas dan proses pengosongan VU serta dapat memberikan gambaran adanya
obstruksi dari luar saluran kemih bagian bawah, seperti karena trabekula VU atau divertikulum.
Teknik Sistografi Radionuklida
RNC dengan memasukkan radiofarmaka 99mTc-pertechnetate ke dalam VU dan
pencitraan dengan suatu kamera gamma adalah suatu prosedur pemeriksaan yang sangat sensitif
untuk RVU. Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah penggunaan dosis radiasi yang lebih
rendah dan dapat menambah sensitivitas karena dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih
panjang untuk pengawasan. Paparan radiasi dari RNC adalah sekitar 10 % dari paparan VCUG
6

dengan peralatan digital modern dan hanya sekitar 1 % dari VCUG dengan peralatan fluroskopi
konvensional. Kelemahan utama adalah informasi anatomi yang kurang baik. Refluks grade I
kurang terdeteksi dengan baik oleh pemeriksaan RNC karena ureter distal biasanya tertutup oleh
VU. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan dalam mendeteksi RVU akan
meningkat bila menggunakan fase pengisian VU yang multiple. Beberapa klinisi melakukan
pemeriksaan RNC sebagai pemeriksaan deteksi awal pada perempuan kemudian dilakukan
pemeriksaan standar VCUG apabila ditemukan RVU. Klinisi yang lain menggunakan VCUG
untuk pemeriksaan diagnostik awal dan kemudian menggunakan RNC sebagai pemeriksaan
pemantauan. Di bagian Kedokteran Nuklir RSHS Bandung derajat penilaian dari pemeriksaan
RNC dapat dibagi menjadi tiga derajat penilaian, yaitu :
Derajat ringan (derajat I dan II) tampak radioaktivitas di distal ureter.
Derajar sedang (derajat III) tampak radioaktivitas di sistem pelvokalises.
Derajat berat (derajat IV dan V) tampak radioaktivitas berlebih terlihat di sistem koleksi ginjal.
Radiofarmasi utama yang sering digunakan pada sidik ginjal untuk pielonefritis dan RVU
adalah 99mTc-DMSA. Zat ini diserap secara cepat oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal dan
merupakan indikator yang baik untuk fungsi parenkim ginjal. Daerah yang terjadi peradangan
akut atau scarr tidak akan menangkap radiofarmasi dan akan memberikan gambaran spot dingin
pada pencitraan. Sidik DMSA memiliki 2 prinsip. Pertama, DMSA digunakan untuk mengenali
dan mengawasi scar pada ginjal. Pasien yang dirawat dengan menggunakan obat-obatan dan
memiliki scarr baru dan progresif sering disarankan untuk dilakukan operasi untuk memperbaiki
RVU. Untuk alasan ini, beberapa klinisi mengambil sidik DMSA sebagai data dasar pada saat
mendiagnosa yang dapat dibanding kan pada sidik berikutnya. DMSA juga dapat digunakan
sebagai alat diagnostik selama episode pielonefritis akut. Single-photon emission computed
tomography (SPECT) adalah suatu teknologi evolusi dalam bidang pencitraan yang dapat
memberikan resolusi yang lebih tinggi dan lebih akurat dalam mendeteksi scarr pada ginjal.

Ultrasonography (USG)
Kelebihan dari USG adalah dapat melakukan deteksi RVU tanpa radiasi. Pada suatu
penelitian menggunakan penyuntikan micro-bubble sebagai suatu zat kontras didapatkan hasil
sensitifitas 92 % dan spesifisitas 93 % bila dibandingkan dengan VCUG. Hampir sama dengan
RNC, kelemahan utama dari pemeriksaan ini adalah kurangnya informasi anatomi yang tepat,
dan metode ini masih digunakan terbatas hanya untuk penelitian saja. Tujuan utama dari USG
ginjal adalah untuk menilai ukuran ginjal, ketebalan parenkim, dan dilatasi sistem saluran kemih.
USG telah menjadi pemeriksaan deteksi pilihan untuk saluran kemih, menggeserkan penggunaan
urografi IV karena tiadanya radiasi yang digunakan, tiadanya risiko dari komplikasi zat kontras,
dan merupakan teknik yang tidak invasif. Namun USG tidak dapat mengeluarkan RVU dari
diagnosa banding, dan hanya VCUG dan RNC yang dapat melakukannya. Sebagai tambahan,
anak-anak dengan hydronephrosis prenatal harus dievaluasi kembali setelah kelahiran. USG
dilaksanakan selama 3 hari pertama kelahiran yang dapat memiliki tingkat negatif-palsu yang
tinggi, yang dapat disebabkan oleh keadaan dehidrasi selama periode neonatal.

Tabel.3 Pemeriksaan pencitraan pada RVU


8

Manajemen Pengobatan
Pengobatan
Pengobatan pada anak-anak dengan RVU bertujuan untuk mencegah infeksi ginjal,
kerusakan ginjal, dan komplikasi dari kerusakan pada ginjal. Pilihan pengobatan pada saat ini
adalah dengan pengawasan, terapi obat-obatan, dan obat-obatan. Walker, mengatakan prinsipprinsip berikut ini dalam manajemen pengobatan RVU pada anak-anak adalah sebagai berikut :

Sembuh spontan sering ditemukan pada anak-anak yang berusia muda.

Refluks berat jarang dapat sembuh spontan.

Refluks yang steril pada umumnya tidak mengakibatkan kerusakan pada ginjal.

Profilaksis antibiotik aman diberikan pada anak, dan

Operasi untuk memperbaiki RVU dapat berhasil, bila dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman.
Metode pengawasan jarang dilakukan oleh para klinisi, karena tidak sesuai dengan etika

medikolegal terhadap risiko kerusakan ginjal. Para klinisi memberikan terapi profilaksis
antibiotik dan telah memberikan hasil yang memuaskan. Penyembuhan spontan dari RVU sering
dijumpai dan tergantung dari derajat RVU yang terjadi. Hampir 90% dari derajat I, 80% dari
derajat II, 70% dari derajat III, 60% dari derajat IV akan sembuh dalam 5 tahun sejak munculnya
RVU.
Terapi awal dari RVU dengan ISK adalah terapi pendukung dan pemberian dini dari
antibiotik yang tepat. Pemberian antibiotik ini penting untuk pencegahan terbentuknya scar pada
ginjal dengan pielonefritis. Pemberian antibiotik profilaksis harus dimulai sejak anak sembuh
dari ISK dan dilanjutkan hingga paling tidak terlihat adanya RVU, apabila tidak ditemukan RVU
maka antibiotik profilaksis dihentikan. Antibiotik profilaksis dilanjutkan hingga RVU sembuh,
atau diperbaiki dengan operasi, atau usia anak telah dirasa cukup untuk dihentikan pemberian
antibiotiknya. Pada umumnya anak-anak dengan RVU derajat I-IV, dan pada beberapa yang
derajat V, diberikan pemberian antibiotik profilaksis dengan dosis dari dosis antibiotik terapi
dan dilakukan pemantauan teratur. Pemeriksaan rutin yang perlu dilakukan adalah USG dan
VCUG, atau RNC setiap 12-18 bulan. Jika pada pemeriksaan rutin ini tidak ditemukan adanya
RVU, maka pemberian antibiotik dapat dihentikan.
9

Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik preventif setelah ISK-nya berhasil diatasi dengan
pemberian antibiotik terapi. Terapi antibiotik diberikan satu kali sehari. Dan setelah satu tahun
diberikan terapi antibiotik profilaksis tidak ada lagi keluhan demam pada pasien.

Operasi
Keputusan untuk melakukan operasi anti-refluks berdasarkan berbagai pertimbangan,
tidak hanya medis, tetapi juga sosial, dan emosional dari pasien serta keluarganya. Indikasi untuk
operasi adalah sebagai berikut :

Demam ISK yang telah diberikan antibiotik profilaksis.

Refluks berat (derajat V atau derajat IV bilateral)

RVU ringan atau sedang pada anak perempuan yang mulai dewasa setelah beberapa
tahun dalam pengawasan.

Kepatuhan yang buruk dalam pengobatan atau pengawasan, dan

Pertumbuhan atau fungsi ginjal yang buruk atau tampak pembentukan scar yang baru.
Secara umum operasi bertujuan untuk rekonstruksi dari sambungan ureterovesika untuk

menciptakan panjang yang ideal dari saluran submukosa menuju ureter yang berfungsi sebagai
katup satu-arah pada fase pengisian VU.
Walaupun dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa operasi dapat menurunkan angka
kejadian dari pielonefritis, akan tetapi penelitian random antibiotik profilaksis versus operasi
ditambah antibiotik profilaksis tidak menunjukkan perbedaaan yang bermakna dalam terjadinya
ISK tanpa demam, scar pada ginjal, atau gagal ginjal.
Pemantauan
Anak-anak dengan terapi pengobatan biasanya diminta untuk kontrol setiap tahun.
Evaluasi rutin termasuk urinalisis dan kutur urin, pencitraan, serta pengukuran tekanan darah.
10

Setelah operasi, pasien diminta untuk kontrol 2 6 minggu kemudian untuk dilakukan USG atau
sidik ginjal untuk mengetahui apakah ada obstruksi saluran kemih bagian atas. Pasien tetap
melanjutkan antibiotik profilaksis sampai kontrol yang kedua 3 6 bulan pasca-operasi pada saat
VCUG atau RNC dilakukan. Jika VCUG atau RNC menunjukkan adanya penyembuhan dari
RVU, maka antibiotik profilaksis dihentikan, dan tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan invasif
lainnya kecuali anak kembali mengalami demam pada ISK. Beberapa ahli tetap melakukan
pengawasan secara periodik untuk pengukuran tekanan darah dan USG ginjal.
Prognosa
Pada refluks primer yang diterapi antara pengobatan dengan operasi menunjukkan bahwa
keduanya memiliki hasil jangka panjang yang baik jika pengawasan dilakukan secara teliti dan
kepatuhan dari pasien juga cukup baik. Pada pasien yang diterapi memiliki angaka kejadian
untuk pielonefritis yang rendah. Pengobatan anak-anak dengan refluks sekunder menjadi
tantangan tersendiri bagi dokter anak dan urologis. Perlu juga diketahui fungsi dari VU secara
jelas.

11

Anda mungkin juga menyukai