Anda di halaman 1dari 10

Instructional Design:

Reflexion and Revise Approach Model


Oleh: Zulrahmat Togala
A. Pendahuluan
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri
setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar
dapat terjadi kapan dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa
seseorang itu telah belajar adalah adanya suatu perubahan tingkah laku
pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan
pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya. Apabila proses
belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah, tidak lain
dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri peserta didik
secara terencana dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
Upaya

awal

dalam

memahami

belajar

adalah

melalui

kebijaksanaan tradisional, yang biasanya didasarkan pada pengalaman,


dan melalui filsafat seperti idealisme Plato dan realisme Aristoteles
(Gredler; 2011), Dalam tahapan perkembangannya kemudian teori belajar
mendekatkan diri pada psikologi yang fokus pada kesadaran dan proses
mental. Sebagai disiplin ilmu baru, psikologi dihadapkan pada dua
pertanyaan utama yakni; apa yang seharusnya menjadi fokus studi? Dan,
apa yang seharusnya menjadi cakupan disiplin ilmu ini?. Disisi lain
psikologi ingin mengembangkan ilmu pasti namun, disiplin ini belum
memiliki

metode

riset

yang

pasti.

Disinilah

awal

mula

lahirnya

behaviorisme dengan tokohnya John B. Watson. Dia mengusulkan studi


umum

yang

dapat

menyatukan

semua

psikolog

yakni

studi

perilaku/behavior. Selama 30 tahun behaviorisme sebagai aliran dalam


ilmu psikologi menjadi sangat dominan. Kemudian dalam tahapan
selanjutnya muncul beberapa aliran psikologi yang membahas perilaku
manusia dalam belajar.

B. Desain Instruksional
Menurut Smith dan Ragan (2005) dalam Richey et. al. Desain
Instruksional

adalah

proses

sistematis

dan

mencerminkan

menerjemahkan prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran ke dalam


rencana, bahan pengajaran, kegiatan, sumber informasi, dan evaluasi".
Gustafson dan Branch (2007) mengatakan bahwa "desain Instruksional
adalah proses sistematis yang digunakan untuk mengembangkan
program

pendidikan

dan

pelatihan

secara

konsisten

dan

dapat

diandalkan" Sedangkan Reigeluth (1983) menjelaskan Instruksional


Desain sebagai "tubuh pengetahuan yang mengatur tindakan instruksional
untuk mengoptimalkan hasil yang diinginkan, seperti prestasi dan
mempengaruhi". lebih lanjut Ia menafsirkan Instruksional Design sebagai
"proses memutuskan metode pengajaran apa yang terbaik untuk
membawa
keterampilan

perubahan

yang

diinginkan

dalam

pengetahuan

peserta

didik

tertentu".

Atwi

Suparman

dan

(2012)

mengemukakan bahwa desain instruksional adalah proses sistematis


mengidentifikasi

masalah,

mengembangkan

strategi

dan

bahan

instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam


mencapai tujuan instruksional.
Berdasarkan definisi desain instruksional yang dikemukakan oleh
para ahli, dapat disimpulkan bahwa, Desain Instruksional adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mengembangkan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil yang optimal. Sebuah desain
instruksional diawali dengan kegiatan melakukan analisis kebutuhan dan
menentukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan diakhiri
dengan evaluasi tujuan pembelajaran.
C. Pendekatan Sistem
Proses pembelajaran merupakan sebuah proses logis yang
dilaksanakan secara sistemik dan sistematik dalam rangka memperbaiki
dan meningkatkan mutu pendidikan. Dick & Carey dalam Beny Pribadi
(2009), mengemukakan bahwa pendekatan isistem adalah sebuah
prosedur yang digunakan oleh perancang desain sistem pembelajaran

untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam


menggunakan pendekatan sistem, setiap langkah yang dilakukan harus
memperoleh

input

dari

lagkah

sebelumnya.

Selain

itu

dengan

implementasi pendekatan system dalam merancang desain pembelajaran


seorang pendesain instruksional dapat melihat secara holistik semua
tahapan

desain, berdasarkan pandangan tersebut dapat dilakukan

evaluasi untuk memperoleh umpan balik dalam

melakukan revisi dan

koreksi dalam setiap langkah desain.


D. Teori Belajar
Sebelum

mendesain

sebuah

pembelajaran

ada

baiknya

seorang

pendesain instruksional memahami tentang teori belajar yang erat


kaitannya dengan bagaimana individu melakukan proses belajar, yang
pada akhirnya dapat menciptakan desain pembelajaran yang efektif,
efisien, dan menarik. Teori belajar juga dapat digunakan sebagai panduan
untuk mengembangkan metode dan strategi pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik peserta didik dan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.
Teori belajar berisi studi atau kajian yang komprehensif tentang
bagaimana individu melakukan proses belajar. Ada tiga teori belajar yang
digunakan untuk mendeskripsikar bagaimana berlangsungnya proses
belajar, yaitu: (1) teori belajar behaviorisme; (2) teori belajar kognitif; dan
(3) teori belajar humanistik. Ketiga teori belajar ini merupakan teori belajar
yang dominan digunakan dalam mempelajari proses belajar dalan diri
seseorang.
Teori belajar behavioristik menjelaskan tentang peranan faktor
eksternal dan dampaknya terhadap perubahan perilaku seseorang.
Menurut penganut teori belajar behavioristik, belajar adalah pemberian
tanggapan atau respon terhadap stimulus yang dihadirkan. Belajar
dapat dianggap efektif apabila individu mampu memperlihatkan
sebuah perilaku baru yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari proses belajar menurut
penganut teori belajar behavioristik yaitu berupa perilaku yang dapat

diukur

(measurable)

dan

diamati

(observable).

Proses

belajar

dilaksanakan dengan cara menciptakan kondisi yang dapat memberi


kemungkinan bagi idividu untuk mendemonstrasikan sebuah perilaku
dalam jangka waktu yang relatif lama. Tokoh-tokoh peneliti dalam
rumpun teori belajar perilaku antara lain: Thorndike dengan teori
connectionism; Pavlov dengan teori classical conditioning; dan B.F.
Skinner dengan teori operant conditioning (Ritchey, 1986).
Konsep penting yang dapat disimpulkan dari ketiga teori belajar
perilaku ini adalah danya konsep "reward", "reinforcement", dan
"punishment" dalam mengukuhkan perilaku spesifik yang merupakan
hasil belajar.
Teori belajar kognitif berpandangan bahwa belajer merupakan proses
mental aktif untuk memperoleh, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan. Teori belajar kognitif mempelajari model dan proses
mental seperti berpikir, mengingat, can memecahkan masalah. Hal ini
sesuai dengan pendapat Woofolk (2004) yang mengemukakan bahwa
teori belajar kogiitif sebagai pendekatan umum yang memandang
belajar sebagai proses mental aktif yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh,

mengingat,

dan

menggunakan

informasi

dan

pengetahuan.
Teori belajar humanistik menggunakan pendekatan motivasi yang
menekankan

pada

kebebasan

personal,

penentuan

pilihan,

determinasi diri, dan pertumbuhan individu. Teori belajar humanistik


berpandangan bahwa peristiwa belajar yang ada saat ini lebih banyak
ditekankan pada aspek kognitif semata, sementara itu aspek afektif
menjadi sangat terabaikan. Menurut penganut teori belajar humanistik,
peserta didik merupakan individu yang unik yang memiliki perasaan
dan gagasan yang bersifat orisinil. Tugas utama dari seorang pendidik
adalah membantu individu agar berkembang secara sehat dan sesuai
dengan potensi yang dimilikinya (Cruickshank, 2006).

E. Prinsip belajar
Tidak cukup hanya dengan menguasai beberapa teori belajar dalam
merancang sebuah pembelajaran, agar mencapai pembelajaran sukses
ada beberapa prinsip belajar yang juga perlu diperhatikan oleh
pengembang program pembelajaran. Prinsip-prinsip belajar tersebut
antara lain:

Mengidentifikasi pengetahuan yang telah dipelajari dan pengetahuan


yang

akan

dipelajari,

agar

peserta

didik

mampu

mengaitkan

pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dan yang akan


dipelajari. Upaya ini pada akhirnya akan memfasilitasi peserta didik
dalam menguasai secara utuh pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajari.

Menyederhanakan konsep, prinsip, aturan, dan hukum yang Abstrak,


kompleks dan rumit untuk dipelajari oleh peserta didik. Isi atau materi
yang kompleks tersebut perlu diajarkan secara bertahap atau gradual.

Mengasosiasikan teori yang dipelajari dengan kenyataan yang


dihadapi oleh peserta didik. Ini akan membantu peserta didik untuk
memiliki makna terhadap isi atau materi pelajaran yang sedang
dipelajari.

Memberikan pujian atau penghargaan bila peserta didik berhasil


mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Pujian dan penghargaan yang tulus terhadap prestasi belajar yang
dicapai oleh peserta didik akan menambah motivasi mereka untuk
tetap berprestasi.

Setiap peserta didik adalah individu yang unik, yang memiliki


kebutuhan yang berbeda-beda. Ia juga butuh penghargaan, olehnya itu
jika ingin memberikannya, penghargaan yang diberikan tidak perlu
mahal, namun memiliki arti tertentu bagi peserta didik. Memberikan
penghargaan harus sesuai dengan keperluan. Penghargaan yang
diberikan terlalu sering akan mengurangi makna dari penghargaan
tersebut.

Beri perhatian khusus terhadap peserta didik yang sulit berinteraksi


dan memberi respons terhadap aktivitas pembelajaran. Dorongan dan
bantuan guru akan membangkitkan rasa percaya diri dan memotivasi
yang pemalu untuk dapat berprestasi secara optimal.

Ciptakan kesempatan yang sama bagi peserta didik untuk melakukan


unjuk prestasi (performance) dalam menempuh proses pembelajaran.
Pada dasarnya setiap individu memiliki potensi diri yang perlu digali
atau dieksplorasi secara optimal. Oleh karena itu, pemahaman yang
baik tentang karakteristik peserta didik menjadi sangat perlu sebelum
menempuh aktivitas pembelajaran.

Berikan contoh perilaku berprestasi yang dapat dijadikan model oleh


peserta didik. Misalnya guru atau instruktur yang

memperlihatkan

sikap antusias dan memberi penghargaan secara adil terhadap


peserta didik.

Berikan hukuman yang wajar terhadap perilaku siswa, tidak sesuai


dengan nilai dan norma yang berlaku. Pemberian hukuman bukan
untuk menghukum peserta didik, lebih ditekankan kepada upaya untuk
menghentikan perilaku yang tidak diinginkan yang diperlihatkan oleh
peserta didik.

F. Instructional Design: Reflexion and Revise Approach. (Zulrahmat)


Asumsi
Peran guru dalam mengelola pembelajaran begitu sentral, tugas-tugas
yang

meliputi,

melakukan

analisis

kebutuhan,

mengidentifikasi

karakteristik peserta didik, merencanakan strategi instruksional,


pemilihan konten yang sesuai, mengidentifikasi media yang tepat,
mengajarkan, dan mengevaluasi peserta didik merupakan tugas
keseharian yang dilakukannya, menyebabkan guru kurang memiliki
waktu melakukan evaluasi strategi pembelajarannya sendiri. Model
Desain Instruksional ini dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam
merancang

dan

melaksanakan

sekaligus

mengevaluasi

pembelajarannya. Karakteristik utama model ini adalah dilakukannya

refleksi dan revisi disetiap tahap, hal ini didasari oleh anggapan bahwa
pembelajaran dalam kelas sifatnya berkelanjutan sejak perencanaan,
proses, sampai pada evaluasi pembelajaran. Hal-hal yang perlu
diperbaiki dari rancangan semula pada setiap tahap, harus dicatat oleh
guru sebagai bahan refleksi, untuk kemudian dilakukan perbaikan.
Untuk lebih jelasnya penjelasan dari setiap tahapan model ini diuraikan
sebagai berikut:

1. Identifikasi Tujuan Instruksional


Pada langkah ini hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

Melakukan identifikasi kebutuhan instruksional. Hal yang perlu


diperhatikan adalah mengidentifikasi kesenjangan yang ada
berhubungan dengan masalah pembelajaran baik dari individu
peserta didik, guru, maupun dari lingkungan pembelajaran atau
kondisi eksternal dan insternal pembelajaran.

Hasil

dari

menganalisis

pembelajaran,
kompetensi

kemudian
yang

menyelesaikan

kebutuhan
dijadikan

diharapkan

pembelajaran,

berupa

dasar

dari
atau

kesenjangan

dalam

peserta
biasa

menyusun

didik

setelah

disebut

Tujuan

Instruksional Umum.
2. Menganalisis Hirarki Materi Pembelajaran & Analisis Peserta Didik
Ada dua langkah penting dalam langkah ini yaitu:

Menuliskan urutan kompetensi pembelajaran secara hirarki yang


harus dimiliki pemelajar, dan

Melakukan

analisis

pemelajar,

sekaligus

menentukan

entry

behavior line.
3. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Berdasarkan Tujuan instruksional umum yang sudah ada maka
disusun tujuan instruksional Khusus yang menjadi satu-satunya
pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Tujuan
instruksional

khusus

adalah

seperangkat

penguasaan

berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta


didik dalam proses pembelajaran melalui tes.
4. Mengembangkan Alat Penilaian & Bahan Instruksional
Tahap ini ada dua hal yang perlu dilakukan yakni:

1. Mengembangkan alat penilaian berdasarkan Tujuan Instruksional


Khusus.
2. Mengembangkan Bahan instruksional, seperti modul, media, materi
ajar, petunjuk praktek, dan bahan instryuksional lainnya.
Alasan menggabungkan kedua langkah ini dalam satu tahapan
pengembangan agar guru lebih mudah dalam mengembangkan
keduanya karena penyusunan kisi-kisi tes berkaitan dengan isi
bahan instruksional.
5. Merencanakan Strategi Pembelajaran
Pada tahap ini dilakukan pemilihan strategi yang tepat yang akan
digunakan

dalam

kegiatan

pembelajaran,

hal-hal

yang

perlu

diperhatikan adalah, bagaimana tahap awal pembelajaran akan


dilaksanakan, bagaimana penyajian materi, bagaimana partisipasi
peserta didik, bagaimana melakukan penilaian, dan kegiatan tindak
lanjut apa yang perlu diambil.
6. Implementasi
Tahap implementasi merupakan tahap sangat menentukan disebabkan
keseluruhan perencanaan instruksional yang telah dilakukan akan
diterapkan di ruang kelas dengan kegiatan penyampaian materi
pembelajaran oleh guru.
7. Evaluasi
Langkah evaluasi yang dilakukan terdiri dari evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif.
1. Evaluasi Formatif dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
kekurangan yang harus diperbaiki pada keseluruhan model.
Informasi tentang kekurangan bisa diperoleh dari hasil refleksi dan
revisi.

2. Evaluasi Sumatif dilakukan untuk menilai sejauh mana efektivitas


model dalam pembelajaran. Evaluasi sumatif dilakukan jika model
telah terbiasa digunakan oleh guru.
8. Refleksi dan Revisi
Refleksi dan Revisi dilakukan untuk melihat kelemahan setiap tahap,
dan melakukan perbaikan seperlunya agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hasil
akhir dari langkah refleksi dan revisi adalah teridentifikasinya beberapa
kelemahan

dalam

setiap

langkah

untuk

dilakukan

perbaikan

seperlunya.
G. Daftar Pustaka
Gredler, Margareth E., 2011, Learning And Instruction: Teori dan
Aplikasi, terjemahan Tri Wibowo, B.S., Jakarta, Kencana.
Cruickshank, D.R., et. al. (2006), The Act of teaching, new York,
McGraw Hill Inc.
Woolfolk, Anita, 2004, Educational Psychology, 9th editions, Boston,
Pearson Education, Inc.
Richey, Rita C., et. al., 2011, The Instructional Design Knowledge
Base, Theory, Research, and Practice, New York, Routledge.
Reigeluth Charles M., 1983, Instructional Design-Theories and Models:
An Overview of their Current Status, New Jersey, Lawrence
Erlbaum Associates Inc.
Suparman, Atwi., 2012, Desain Instruksional Moderen, Jakarta,
Penerbit Erlangga.
Gustafson, Kent L. & Branch, Robert Maribe, 2002, Survey Of
Instructional Development Models 4 th Editions, New York, ERIC
Clearinghouse on Information & Technology.
Pribadi, Benny A., 2009, Model Desain Sistim Pembelajaran, Jakarta,
PT. Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai