Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Ynag Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan suatu makalah
wawasan sosial budaya bahari yang berjudul Potensi Kebaharian Indonesia.
Makalah ini dibuat sebagai tugas dari mata kuliah umum Wawasan Social
Budaya Bahari Universitas Hasanuddin dan sekaligus berbagi informasi terhadap
pembaca tentang potensi kebaharian Indonesia.
Kajian informasi yang penulis sajikan didalam makalah ini bersumber dari
buku dan internet mengenai kemaritiman atau kebaharian di Indonesia. Makalah ini
cocok untuk dijadikan bahan bacaan bagi masyarakat Indonesia untuk menambah
pengeatahuan tentang potensi kebaharian Indonesia.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan penulis juga
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis juga
mengharapkan komentar dan saran dari pembaca terutama dosen wawasan social
budaya bahari. Sekian dan terima kasih.

Gowa, 17 April 2014


Penulis,

Supriadi
Nim. D211 12 002

Supriadi

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Rumusan Masalah
I.3 Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Potensi Pembangunan Ekonomi Kebaharian Berdasarkan Jenis Sumber
Daya Alam
II.1.1 Sumber Daya dapat Pulih (renewable resources)
II.1.2 Sumber Daya Tak dapat Pulih (unrewable resources)
II.1.3 Jasa-jasa Lingkungan
II.1.4 OTEC (Ocean Thermal Energy Convention)
II.2 Potensi Pembangunan Ekonomi Kebaharian Menurut Sektor Kegiatan
Dan
Beberapa Ilustrasi Manfaat Sumber Daya Kebaharian
II.3 Beberapa Isu Strategis Pembangunan Kelautan
II.3.1 Diversifikasi Sumberdaya Pertambangan
II.3.2 Pengembangan Pariwisata Bahari
II.3.3 Pembangunan Perikanan
II.3.4 Pengembangan Pariwisata Bahari
II.3.5 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
II.3.6 Pengembangan Industri Maritim
II.3.7 Jasa Kelautan
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
Daftar Pustaka

Supriadi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Posisi letak geografis Indonesia dibelahan bumi ini berada di daerah tropis
tepatnya dalam posisi silang antara dua buah benua, yaitu Benua Asia Dan Benua
Australia selain itu juga dijepit oleh dua buah Samudra, yaitu Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia (Nondji, 1993). Indonesia terbentang dengan gugusan pulaupulaunya dari Sabang sampai Merauke atau dari Miyangas sampai Pulau Rote
membentuk suatu tanah air Indonesia yang juga disebut sebagai Nusantara atau
Perairan Nusantara. Kata Nusantara berasal dari kata Nusa berarti pulau dan kata
antara yang berarti diapit dua laut dan dua Benua. Posisi perairan Indonesia
tersebut berpengaruh terhadap kondisi perairan laut dari kedua Benua dan
Samudra tersebut.
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di Dunia, luas seluruh
wilayah Indonesia ditambah dengan jalur laut 12 mil yaitu 5,8 jut km2 terdiri dari
luas daratan 1,9 juta km2 luas wilayah laut sekitar 3,1 juta km2 (0,3 km2 perairan
territorial; 2,8 juta km2 perairan Nusantara atau perairan kepulauan) atau sekitar
62% dari luas teritorialnya. (tim pengajar WSBM UNHAS). Konprensi PBB
tentang hokum laut ketiga paada tahun 1982 berhasil menentukan lebar laut
teritorial maksimal 12 mil dan zona tambahan maksimal 24 mil laut yang diukur
dari garis dasar laut territorial. Indonesia diberikan kewenangan memanfaatkan
perairan laut yang termasuk ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) seluas 2,7 juta km2
untuk kepentingan eksplorisasi, eksploitasi, dan pengelolaan sumberdaya hayati
maupun non-hayati, untuk tujuan penelitian, hak yuridiksi mendirikan instalasi
bawah laut atau pulau buatan (Unclos, 1982). Batas terluar dari ZEE sekitar 200
mil laut dari garis pantai pada saat surut terendah (base line).
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di Dunia setelah stelah Canada
dengan panjang garis pantai 95.181 km. wilayah Indonesia terdiri dari 17.508
pulau dari jumlah tersebut baru sekitar 6000 pulau yang telah mempunyai nama,
sedangkan pulau yang berpenghuni sekitar 1.000 pulau. Dari seluruh luas daratan
Indonesia diperkirakan terdapat 13 pulau atau 97% pulau-pulau besar, seperti :
pulau Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Sulawesi, Jawa, Madura, Halmahera,
Seram Sumbawa, Timor, Flores, Bali dan Lombok. Dartannya lainnya sekitar
13.000 pulau dengan luas sekitar 54.000 km2 atau luas rata-rata 4 km2 setiap
pulau.
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia kaya dan beragam sumber daya alamnya
telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan
makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya.
Sementara itu, kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di
wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi
nasional sejak Pelita I. selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut,

Supriadi

wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti
transportasi dan pelabuhan, kawasan industry, agribisnis dan agroindustry,
rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembangunan
limbah.
Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Tim CIDA/Bappenas (1998), pada
tahun 1987 nilai ekonomi total yang dihasilkan oleh sebelas kegiatan
pembangunan (pemanfaatan) sumber daya pesisir dan lautan sebesar 36,6 triliyun,
atau sekitar 22% dari total produk domestik bruto. Berbagai kegiatan
pembangunan ini merupakan sumber mata pencaharian dan kesejahteraan bagi
sekitar 13,6 juta orang , dan secara tidak langsung mendukung kegiatan ekonomi
bagi sekitar 60 % dari total penduduk Indonesia yang bermukim di kawasan
pesisir. Kemudian pada tahun 1990, konstribusi ekonomi kegiatan sector kelautan
tersebut meningkat menjadi Rp. 43,3 triliyun, atau sekitar 24% dari total produk
domestic bruto, dan menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 16 juta jiwa
(Dahuri, 1998).
Indonesia memiliki k e k a y a a n s u m b e r d a y a k e l a u t a n y a n g
b e r a g a m s e r t a t i d a k ternilai harganya, mulai dari sumber daya
yang dapat diperbaharui seperti terumbu karang, dan rumput laut ;sumberdaya
yang tak terbaharui seperti migas; sampai dengan energi dan jasa-jasa
lingkungan, khususnya pariwisata bahari.O l e h k a r e n a i t u , p o t e n s i
e k o n o m i u n t u k s e k t o r k e l a u t a n d a n perikanan merupakan suatu
prime mover yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekonomi
menuju Indonesia yang maju dan makmur. Namun sayangnya hingga saat ini,
potensi tersebut belum dimaksimalkan sehingga dia belum
menyumbang pendapatan negara secara signifikan dibandingkan sektor lain.
Sebagai contoh, kontribusi sektor kelautan dan perikanan baru sekitar 10% dari
total anggaran belanja negara (Sholichien, Agustus2008 ) sedangkan
kontribusi sektor perikanan sendiri terhadap P D B m a s i h s a n g a t
k e c i l , ya i t u s e k i t a r 2 , 7 % ( D e w a n K e l a u t a n Indonesia, November
2008), padahal potensi ekonomi kelautan bisa mencapai US$ 100 miliar /tahun.
Di era globalisasi yang bercirikan liberalisasi perdagangandan
persaingan antarbangsa yang makin sengit, segenap sektor e k o n o m i h a r u s
m a m p u m e n g h a s i l k a n b a r a n g d a n j a s a ( g o o d s and services) berdaya
saing tinggi. Mengingat potensinya sangatbesar, sementara permintaannya terus
meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dunia. Ekonomi kelautan
diyakini dapat menjadi keunggulan kompetitif dan memecahkanpersoalan bangsa.

I.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana potensi kebaharian Indonesia berdasarkan jenis sumber daya alam;
2. Bagaimana potensi pembangunan kebaharian menurut sektor kegiatan dan
beberapa ilustrasi manfaat sumber daya kebaharian.
Supriadi

3. Bagaimana isu sstrategis pembangunan kelautan

I.3 Tujuan Makalah


Penulisan makalah yang berjudul potensi kebaharian Indonesia ini memilik
tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui potensi kebaharian Indonesia berdasarkan jenis sumber
daya alam;
2. Untuk mengetahui potensi pembangunan kebaharian menurut sektor kegiatan
dan beberapa ilustrasi manfaat sumber daya kebaharian.
3. Untuk mengetahui isu strategis pembangunan kelautan.

Supriadi

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Potensi Pembangunan Ekonomi Kebaharian Berdasarkan Jenis Sumber
Daya Alam
II.1.1 Sumber Daya dapat Pulih (renewable resources)
II.1.1.1 Sumber Daya Perikanan Laut
Potensi sumber daya laut di Indonesia terdiri dari sumber daya
perikanan pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000
ton/tahun), sumber daya perikanan demersal 3.163.630 ton/tahun, udang
(100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082 ton/tahun) dan cumi-cumi (328.960
ton/tahun. Dengan demikian secara nasional potensi lestari perikanan laut
sebesar 6,7 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48% (Dirjen
Perikanan 1995). Data pada tahun 1998 menunjukkan bahwa produksi ikan
laut adalah 3.616.140 ton dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan
potensi laut baru me ncapai 57,0% (Ditje Perikanan 1999 dalam Susilo 2001).
Sedangkan potensi lahan pertambakan diperkirakan seluas 866.550 ha dan
baru dimanfaatkan seluas 344.759 ha (39,78%) bahkan bias lebih tinggi lagi.
Dengan demikian masih terbuka peluang untuk peningkatan produksi dan
produktivitas lahan. Keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan produksi
perlu diatur sehingga bias mendatangkan keuntungan bagi semua pihak dalam
pengelolaan yang bersifat ramah lingkungan, lestarii berkelanjutan.
Usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi
masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk
mengantisipasi persaingan penangkapan dengan Negara lain yang sering
masuk ke perairan Indonesia dengan teknologi yang lebih maju. Usaha ini
melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan
pemerintah serta pihak terkait lainnya. Hal ini yang perlu dilakukan adalah
memberi pengertian pada masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan
yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau
penggunaan racun seperti sianida dan potassium.
Bidang pertambakan, disamping dilakukan secara ekstensifikasi, usaha
peningkatan hasil pertambakan dalam bentuk intensifikasi. Hal ini jika
dihubungkan dengan pengelolaan tambak di Indonesia pada umumnya masih
tradisional. Dengan hasil produksi pertambakan Indonesia tahun 1998

Supriadi

berjumlah 585.900 ton yang merupakan nilai lebih dari 50% hasil kegiatan
budidaya perikanan (Susilo 1999 dalam Ditjen Perikanan 1999). Keterlibatan
masyarakat dalam bentuk pertambakan ini rakyat dimana perusahaan sebagai
intinya dan masyarakat petambak sebagai plasma merupakan suatu konsep
yang baik meskipun kadangkala dalam pelaksanaannya banyak mengalami
kendala. Hubungan lainnya seperti kemitraan antara masyarakat petambak
dengan pengusaha penyedia sarana produksi juga adalah salah satu model
kemitraan yang perlu dikembangkan dan disempurnakan dimas yang akan
dating.
Di wilayah pesisir dan laut terdapat 3 (tiga) ekosistem kunci yang
mempunyai nilai dan peran ekologis yang sangat signifikan terhadap proses
regenerasi potensi suber daya alam, ekosistem yang dimaksud yaitu :
ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.
Keberadaan ekosistem di wilayah pesisir sangat menunjang proses ekologis
untuk berkelanjutan suatu organisme didalam lingkungannya. Ekosistem
tersebut pada umumnya mempunyai hal yang sama : sebagai daerah
pemijahan,daerah asuhan berbagai bibit ikan, dan daerah untuk mencari
makan berbagai organisme perairan.

II.1.1.2 Hutan Mangrove


Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan
yang penting di wilayah pesisir. Sealin mempunyai fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrient bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi
bermacam biota, penahan abrasi, penahan angina tofan, dan tsunami, penyerap
limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya. Hutan mangrove juga
mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai
bahan baku obat-obatan, dan lain-lain. Segenap kegunaan ini telah
dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat pesisir di
tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara
optimal adalah kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal Negara lain,
seperti Malaysia dan Australia, kawasan wisata alam di kawasan hutan
mangrove sudah berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri et al 2004).
Indonesia memiliki hutan mangrove yang luas dibandingkan dengan
Negara lain. Hutan-hutan ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar
hingga 100 km masuk ke pedalaman seperti yang dijumpai di sepanjang
sungai Mahakam dan sungai Musi. Keanekaragaman juga tertinggi di Dunia
dengan jumlah spesies sebanyak 89, terdiri dari 5 spesies tanaman, 9 spesies
perdu, 9 spesies liana, 29 spesipies epifit, dan 2 spesies parasitic (Kusmana,
2003 dalam Ssaru, 2007). Selanjutnya fungsi dan peran hutan Mangrove
sebagai berikut :
1. Fungsi fisik
Supriadi

Menyusun mekanisme hubungan antar komponen dalam ekosistem


mangrove atau ekosistem lainnya (padang lamun, terumbu karang),
pelindung pantai, dan pengendali banjir;
2. Funsi kimia
Penyerap bahan pencemar, sumber energy bagi biota laut, dan suplai
bahan organic dalam lingkungan perairan;
3. Fungsi biologis
Menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya
hayati di perairan merupakan pensuplay unsur-unsur hara utama di pantai
khususnya daerah lamun dan terumbu karang;
4. Fungsi ekonomi
Sebagai sumber kayu kelas satu, bubur kayu, bahan kertas, chips dan
arang.

Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara


daratan dan lautan yang menjadi matarantai yang sangat penting dalam
pemeliharaan keseimbangan biologi di suatu perairan, tempat berlindung dan
memijah berbagai jenis udang, ikan berbagai biota laut lainnya, dan juga
merupakan habitat satwa seperti burung, primate, reptilian, insekta, sehingga
secar ekologis dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
kesejahteraan manusia.

II.1.1.3 Pandang Lamun dan Rumput Laut (Tumbuhan Laut)


Lamun (sea grass), atau disebut juga ilalang laut adalah satu-satunya
kelompok tumbuhan berbunga yang tercetat di lingkungan laut. tumbuhantumbuhan ini hidup di habitat perairan dangkal. Seperti halnya rumput di
darat, lamun juga mempunyai tunas berdaun tegak dan tangkai-tangkai
merayap yang dinamakan rimpang (rhizoma). Tangkai ini merupakan alat
efektif untuk perkkembangbiakan. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut
lainnya (alga bentik), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Merka
juga mempunyai akar dan system internal untuk mengangkut gas dan unsur
hara (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Padang lamung juga memfunyai fungsi yang sangat vital dalam
ekosistem perairan yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Meredam ombak dan melindungi pantai;


Tempat pemijahan (spawning ground);
Daerah asuhan larva (nursey ground);
Tempat makan (feeding ground);
Rumah tempat tinggal biota laut;
Wisata bahar.
Supriadi

Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai berikut :


1. Tempat kegiatan marikultural berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan
tiram;
2. Tempat rekreasi atau pariwisata;
3. Sumber pupuk hijau.
Selain padang lamun kelompok tumbuhan lainnya yang mempunyai
nilai ekonomis penting yaitu rumput laut. Potensi rumput laut alga di perairan
Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan potensiproduksi sebesar
482.400 ton/tahun. Pemanfaatan rumput laut untuk industri terutama pada
senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya karegenan, agar, dan
align (Nontji, 1987).
Melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor,
maka saat ini telah diupayakan untuk dibudidayakan. Misalnya budidaya
Euchema spp telah di coba di Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali, Pulau
Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan teluk Lampung
(Dahuri et al 2001). Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan dan
masih bias ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam teknologi
pembudidayaan dan pemasaran merupakan factor yang menentukan dalam
menggairahkan masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya rumput
laut. Peranan pemerintah regulasi dalam penentuan daerah budidaya, bantuan
dari badan-badan peneliti untuk memperbaiki mutu produksi serta jaminan
harga yang baik dari pembeli/eksportir rumput laut sangat menentukan
kesinambungan usaha budidaya komuniti ini.

II.1.1.4 Terumbu Karang


Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem terumbu
karang yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et al 2001).
Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrient bagi
biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan
berbagai biota. Terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang
mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis hasil perikanan, batu
karang untuk konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang dapat
menampilkan pemandangan yang sangat indah. Upaya pemanfaatann sumber
daya alam yang lestari dengan melibatkan masyarakat sangat dibutuhkan
(Dahuri et al 2001). Pada kasus di Bali dimana masyarakat melakukan
pengambilan karang, secara intensif harus dicegah dengan mencarikan
alternative berupa pengelolaan wilayah tersebut untuk kepentingan turisme
dan melibatkan masyarakat didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil
dikembangkan di Bunaken Sulawesi Utara diman masyarakat terlibat dalam
sector ekonomi seperti pelayanan dan penjualan souvenir, makanan kecil, dan
penyediaan fasilitas untuk menikmati keindahan terumbu karang. Perahu
Supriadi

katamarang (perahu yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga


orang bias melihat langsung kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa
scuba diving. Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel,
restaurant dan lain-lain.
Secara umum produktifitas primer ekosistem perairan tropic yang
diukur berdasarkan satuan Gram Carbon/m2/tahun adalah sebagi berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Ekosistem mangrove 430-5.000;


Algae, Seagrass bed (lamun dan rumput laut 900-4.650;
Terumbu karang 1.800-4.200;
Estuaria 200-4.000;
Daerah upwelling 400-3.650;
Continental shelf 100-600; dan
Laut terbuka 2-400.

II.1.2 Berdasarkan Sumber Daya Tak Dapat Pulih (unrenewable resources)


II.1.2.1 Bahan Tambang dan Mineral
Potensi kebaharian sumber daya yang tidak dapat pulih dari segi bahan
tambang dan mineral yaitu sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
2. Pasir besi dan pasir kuarsa
3. Batu apung
4. Siderit
5. Mineral radio aktif (Zirkon)
6. Garam
7. Titanium
8. Lempung koalim
9. Kromit/kromium
10. Emas
II.1.2.2 Minyak dan Gas Bumi
Sumber yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi
yang termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas, timah,
nikel, bijih besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, dan lain-lain. Sumber daya
geologi lainnya adalah bahan baku industry dan bahan bangunan, antara lain
kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi. Bebagai
potensi sumber daya mineral wilayah pesisir dan lautan di Indonesia
merupakan penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Beberapa kegiatan eksplorisasi minyak bumi dilepas pantai telah mulai
berproduksi sperti Laut Jawa dan Selat Makassar.

Supriadi

10

Pada tahun 1985 Indonesia memiliki cadangan minyak bumi 6,65


milyar barel dan gas alam sekitar 14,5 milyar barel. Cadangan migas terdapat
di 60 cekungan yang sebagian besar terdapat diwilayah pesisir dan lautan,
sperti Kepulauan Natuna, pantai selatan Pulau Jawa, selat Makassar, dan
Celah Timor. Isu yang beredar akhir-akhir initentang Laut Bnada, bahwa
ditempat tersebut menyimpan banyak cadangan minyak bumi,akan tetapi
keberadaannya memerlukan teknologi tinggi dan biaya besar untuk
mengeksploitasinya, sehingga belum bernilai ekonomi untuk masa sekarang.
Selain potensi minyak bumi, wilayah pesisir dan lautan juga
mengandung sumber daya mineral logam yang mempunyai nilai ekonomi.
Timah putih (Sn) dan zircon juga terdapat diwilayah ini, terdapat dikepulauan
Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Deposit fosfat telah ditemukan di
Laut Timor. Mangan Oksida terdapat di Laut Banda, Seram, dan Maluku, serta
di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) dekat Sumatra Barat
(Lautan Hindia), dan Irian Jaya (Lautan Pasifik). Ferrometalic nodules
terdapat di wilayah pesisir Sulawesi Utara, dan bijih besi dapat ditemukan
hampir dispanjang Pantai Selatan Jawa. Carbonaceous Coral reefs tersebar
secara ekstensif di Kawasan Timur Indonesia (KTI), terutama di sekitar
Kalimantan Timur, Sulawesi, dan kerikil tersebar di seluruh wilayah pesisir
dan laut Indonesia. Sampai saat ini hanya timah, bauksit, bijih besi, pasir, dan
kerikilyang sudah dimanfaatkan. Penelitian Baruna Jaya II telah
mengidentifikasi keberadaan mineral (Mn) dan emas (Au) di daerah perairan
Bangka dan Teluk Bone.
Berdasarkan pada keadaan geologi regional, logam mulia (emas)
sekunder diperkirakan terdapat di Selat Sunda (sekitar perairan Lampung),
perairan Kalaimantan Selatan (sekitar daerah muara sungai Bariti kearah Palau
Laut), dan di daerah perairan Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Sedangkan
mangan noduler (manganese nodule) diduga terdapat di Laut Banda dan Laut
dalam lainnya.
Sumber daya geologi sektor pertambangan lainnya yang telah di
eksploitasi adalah bahan baku industry dsan bahan bangunan, antara lain
kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil, dan batu pondasi. Pemanfaaatn
sumber daya wilayah pesisir dalam kegiatan pembangunan, yang diusahakan
berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.

II.1.3 Jasa-jasa Lingkungan


Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan
lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi,
sumber energy, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan,
penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan system penunjang
kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya. Wilayah pesisir dan lautan ini juga memiliki
Supriadi

11

potensi sumber daya energy yang cukup besar dan belum di manfaatkan secara
optimal. Padahal sebagaimana diketahui, wilayah pesisir dan lautan sudah dijajaki
sebagai salah satu sumber energy alternative karena resiko polusi terhadap
lingkungannya sangat kecil. Sumber energy yang dapat dimanfaatkan tersebut antara
lain : pasang surut, gelombang, perbedaan salinitas, angina, dan pemanfaatan
perbedaan suhu air laut dilapisan permukaan dan lapisan dalam perairan dikenal
dengan OTEC (Ocean Thermal Energy Convention).

II.1.4 OTEC (Ocean Thermal Energy Convention)


OTEC merupakan salah satu bentuk pengalihan energy yang tersimpang dari
sifat fisik laut menjadi energy listrik. Suhu air laut akan menurun sesuai dengan
bertambahnya kedalaman. Perbedaan suhu air dipermukaan dengan suhu air dibagian
dalam dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energy listrik. Menurut beberapa
literature, perbedaan suhu secara vertical sangat besar terjafi dilaut tropis sehingga
Indonesia merupakan salah satu Negara yang beriklim tropis sangat potensial untuk
mengembangkan OTEC sebagai salah satu energy alternatif.
Proses pemanfaatan perbedaan suhu air di permukaan laut, biasanya
menggunakan pusat pembangkit energi yang ditempatkan di permukaan laut dan
dilengkapi dengan sebuah pipa panjang yang menjulur kea rah dasar laut sehingga
perbedaan suhu mencapai 200 0C. keadaan tersebut dapat terjadi pada kedalaman
lebih dari 1000 meter. Dengan menggunakan pompa, air dingin dari kedalaman
dialirkan ke permukaan, selanjutnya digunakan untuk mengubah amoniak dari bentuk
gas menjadi cair. Amoniak cair lalu dipanaskan oleh air hangat permukaan sehingga
menjadi gas kembali. Selama proses perubahan dari fase cair menjadi fase gas dan
menjadi ase cair, amoniak berputar membuat siklus yang dapat menggerakkan turbin
sehingga dapat dihasilkan daya listrik.
1. Energi dari gelombang laut
Gelombang laut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai energy
alternative dihampir seluruh wilayah dan lautan Dunia. Pembangit listrik
semacam ini sesuai dibangun didaerah perairan yang memiliki angina yang
cukup kuat dan dasar perairan pesisir yang memungkinkan gelombang dapat
mencapai pantai secara parallel (sejajar).
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki bagian macam jasa-jasa
lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan
kelangsungan hidup manusia. Ini termasuk keindahan pantai dan bawah laut
untuk industry wisata bahari, pendidikan, dan pelatiha : media perhubungan,
pengendali iklim global, dan penampungan limbah.
2. Energi pasang surut

Supriadi

12

Pasang surut dapat dikonversi menjadi energy listrik, terutama pada


daerah-daerah teluk atau estuaria yang memiliki amplitude pasang surut 5
sampai 15 meter. Metode yang digunakan adalah mengendalikan ketinggian
muka air dengan membangun DAM.
Secara alami, permukaan air teluk atau kolom perairan yang dibatasi
dengan bangunan permanen, akan naik dan turun setiap harinya. Energy
kinetik dari gerak itulah yang kemudian digunakan untuk menggerakkan
turbin pembangkit listrik. Perkiraan total energy yang dapat dihasilkan oleh
pasang surut diperkirakan mencapai 3 x 106 mega watt atau 3 x 1012 kilo watt.
Tenaga pasang surut mulai dikembangkan secara komersial oleh
perancis sejak tahun 1966 pembangkit listrik tenaga pasang surut di
daerah estuaria rance merupakan yang pertama di Dunia dan
menghasilkan 240 mega watt (dapat menghidupkan 1012 bola lampu
berkekuatan 240 watt sekaligus).

II.2 Potensi Pembangunan Ekonomi Kebaharian Menurut Sektor Kegiatan Dan


Beberapa Ilustrasi Manfaat Sumberdaya Kebaharian
Sebagai kawasan pesisir kepulauan Indonesia memiliki sumberdaya laut
hampir mendominasi semua kegiatan masyarakat. Dominasi kawasan yang berupa
perairan llaut memberikan konstribusi berupa hasil perikanan yang melimpah dan
merupakan tumpuan perokonomian masyarakat setempat. Luasan perairan Indonesia
dengan terumbu karang dan hamparan pasir putih yang luas merupakan potensi
wilayah yang sangat menguntungkan dalam pengembangan pariwisata.
Beberapa ilustrasi manfaat sumber daya kemaritiman adalah sebagai berikut:
1. Perikanan tangkap;
2. Perikanan budidaya;
3. Industry pengolahan produk perikanan;
4. Industry bioteknologi;
5. Pariwisata bahari dan pantai;
6. Pertambangan dan energy;
7. Perhubungan laut;
8. Industry kapal, bangunan laut dan bumi;
9. Ekosistem pesisir dan laut;
10. Pulau-pulau kecil;
11. Benda-benda berharga.

II.3 Beberapa Isu Strategis Pembangunan Kelautan


II.3.1 Diversifikasi Sumberdaya Pertambangan
Supriadi

13

Pertambangan sebagai salah satu sektor andalan dalam pembangunan


kelautan mempunyai potensi yang cukup besar. Potensi tersebut masih
memerlukan tindak lanjut melalui eksplorasi agar didapatkan cadangan baru
karena sumberdaya tersebut pada suatu saat akan habis. Pengembangan
sumberdaya baru dan diversifikasi sumberdaya pertambangan akan sangat
menentukan keberlanjutan pembangunan kelautan di sector pertambangan.
Namun demikian pengembangan pertambangan di era otonomi daerah harus
memberikan manfaat eksploitasi kepada masyarakat lokal serta menghindari
terjadinya konflik dengan mereka dan sedapat mungkin meminimumkan
kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Peningkatan aktivitas eksplorasi
dan
eksploitasi
sumberdaya
pertambangan
dan
energi
harus
mempertimbangkan koeksistensi dengan sektor lainnya terutama sumberdaya
pulih (renewable).
II.3.2 Pengembangan Pariwisata Bahari
Sektor pariwista bahari merupakan sektor yang paling efisien dalam
bidang kelautan, sehingga pengembangan kepariwisataan bahari perlu
mendapatkan prioritas. Pembangunan wisata bahari dapat dilaksanakan
melalui pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata secara optimal. Berbagai
obyek dan daya tarik wisata yang dapat dimanfaatkan adalah wisata alam
(pantai), keragaman flora dan fauna (biodiversity). seperti taman laut wisata
alam (ecotourism), wisata bisnis wisata budaya, maupun wisata olah raga.
Dengan potensi wisata bahari yang tersebar di hampir sebagian besar
kabupaten/kota yang memiliki pesisir akan membawa dampak langsung yang
sangat besar kepada pendapatan masyarakat lokal dan pemerintah daerah.
II.3.3 Pembangunan Perikanan
Salah satu persoalan mendasar dalam pembangunan perikanan adalah
lemahnya akurasi data statistik perikanan. Data perikanan di berbagai wilayah
di Indonesia biasanya berdasarkan perkiraan kasar dari laporan dinas
perikanan setempat. Belum ada metode baku yang handal untuk dijadikan
panduan dinas-dinas di daerah setempat dalam pengumpulan data perikanan
ini.
Bagi daerah-daerah yang memiliki tempat atau pelabuhan pendaratan
ikan biasanya mempunyai data produksi perikanan tangkap yang lebih akurat
karena berdasarkan pada catatan jumlah ikan yang didaratkan. Namun
demikian akurasi data produksi ikan tersebut pun masih dipertanyakan
berkaitan dengan adanya fenomena transaksi penjualan ikan tanpa melalui
pendaratan atau transaksi ditengah laut. Pola transaksi penjualan semacam ini
menyulitkan aparat dalam menaksir jumlah/nilai ikan yang ditangkap di
peraiaran laut di daerahnya. Apalagi dengan daerah-daerah yang tidak
memiliki tempat pendaratan ikan seperti di kawasan pulau-pulau kecil di
Supriadi

14

Indonesia maupun berkembangnya tempat-tempat pendaratan ikan swasta atau


TPI Swasta yang sering disebut tangkahan-tangkahan seperti yang
berkembang di Sumatera Utara.
Bagaimana pemerintah akan menerapkan kebijakan pengembangan
perikanan bila tidak didukung dengan data-data yang akurat. Apakah ada
jaminan pemerintah mampu membongkar sistem penangkapan ikan yang
carut-marut dan tiap-tiap daerah yang mempunyai bentuk dan pola yang
berbeda-beda. Keadaan sistem yang mampu memonitor setiap aktivitas
penangkapan di daerah-daerah menjadi satu kelemahan yang terpelihara sejak
dulu. Celah kelemahan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihakpihak
yang terkait untuk memperkaya diri dari hasil perikanan tangkap. Sehingga isu
kebocoran devisa dengan adanya pencurian ikan menggambarkan kelemahan
system manajemen pengelolaan perikanan nasional.
Tanpa mengetahui karakter atau pola/jaringan bisnis penangkapan ikan
yang dilakukan masyarakat atau para nelayan yang bermodal diberbagai
daerah atau sentrasentra penangkapan ikan, maka kebijakan perijinan ulang
terhadap usaha penangkapan ikan ini akan terdapat peluang korupsi dan
kolusi. Ditengarai dengan pola/jaringan bisnis perikanan tangkap sudah
terbiasa dengan budaya KKN, maka mekanisme kolusi dan korupsi di dalam
bisnis penangkapan ikan ini harus diatasi secara sistematis.
II.3.4 Pengembangan Pariwisata Bahari
Kebijakan pemerintah untuk memperbolehkan kapal ikan asing
menangkap ikan di ZEE Indonesia jika dikaji secara komprehensif
mengandung pelbagai kelemahan yang signiflkan. Dilihat dari perspektif
konsep rente ekonomi (economic rent), kebijakan ini hanya memberikan
keuntungan pada pengusaha nasional dan asing yang akan memanfaatkannya.
Di dalam perikanan, rente sumberdaya perikanan (fishery resource rent)
diartikan sebagai nilai manfaat bersih dari pemanfaatan sumberdaya perikanan
setelah seluruh komponen biaya diperhitungkan.
II.3.5 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Kebijakan pembangunan perikanan pada masa yang akan datang
hendaknya didasarkan pada landasan pemahaman yang benar tentang peta
permasalahan pembangunan perikanan itu sendiri, yaitu mulai dari
permasalahan mikro sampai pada permasalahan di tingkat makro yang
mengarah pada pemberdayaan masyarakat nelayan. Permasalahan mikro yang
dimaksudkan adalah pensoalan internal masyarakat nelayan dan petani ikan
menyangkut aspek sosial budaya seperti pendidikan, mentalitas, dan
sebagainya. Aspek ini yang mempengaruhi sifat dan karakteristik masyarakat
nelayan dan petani ikan. Sifat dan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh jenis

Supriadi

15

kegiatan usaha seperti usaha perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan
usaha pengolahan hasil perikanan. Kelompok masyarakat ini memiliki sifat
unik berkaitan dengan usaha yang dilakukannya. Karena usaha perikanan
sangat bergantung pada musim, harga dan pasarmaka sebagian besar karakter
masyarakat pesisir (khususnya nelayan dan petani ikan) tergantung pada
faktor-faktor tersebut yaitu:
1. Kehidupan masyarakat nelayan dan petani ikan menjadi amat
tergantung pada kondisi lingkungan atau rentan pada kerusakan
khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan.
2. Kehidupan masyarakat nelayan sangat tergantung pada musim.
Ketergantungan terhadap musim ini akan sangat besar dirasakan oleh
nelayan-nelayan kecil.
3. Persoalan lain dari kelompok masyarakat nelayan adalah
ketergantungan terhadap pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang
dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual. Karakteristik ini
mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan
sangat peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun
sangat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan.
II.3.6 Pengembangan Industri Maritim
Industri maritim merupakan salah satu industri strategis yang dipilih
sebagai suatu bagian dari berbagai ujung tombak industri berbasis teknologi
dan strategi globalisasi demi melancarkan pembangunan dalam negeri dan
kemajuan peranan Indonesia dalam persaingan internasional. Industri maritim
Indonesia sangat berpotensi dalam menjawab tantangan-tantangan masa depan
dan memberi nilai tambah yang cukup tinggi untuk produkproduk
transportasi laut yang dapat menghasilkan tambahan devisa ekspor. Secara
umum, industri maritim nasional relatif tertinggal jauh dari berbagai negara,
padahal industri maritim yang termasuk di dalamnya industri galangan kapal
dan jasa perbaikan (docking), industri mesin kapal dan perlengkapannya,
industri pengolahan minyak dan gas bumi sangat menentukan kemampuan
nasional dalam memanfaatkan potensi laut. Kemampuan bangsa Indonesia
dalam industri maritim sangat terbatas karena tingginya nilai investasi yang
harus ditanamkan di dalamnya, serta masih terbatasnya kemampuan teknologi
dan kualitas sumberdaya manusia yang handal sehingga produk industri
maritim kita secara umum tidak bisa menyaingi produk impor, untuk itu
diperlukan strategi, yang komprehensif dalam mengembangkan industri
maritim, dalam hal ini harus didukung dengan kebijakan yang berpihak pada
kemampuan sendiri.
II.3.7 Jasa Kelautan

Supriadi

16

Jasa kelautan yang terdiri dari segala jenis kegiatan yang bersifat
menunjang dan mempelancar kegiatan sektor kelautan seperti jasa pelayan
pelabuhan, keselamatan pelayaran, perdagangan, pengembangan sumberdaya
kelautan seperti pendidikan, pelatihan dan penelitian. Peluang pasar pada jasa
kelautan yang potensial harus dipersiapkan dari sekarang karena karakteristik
bisnisnya yang memerlukan kualifikasi sumberdaya manusia yang prima dan
dukungan sarana informasi, komunikasi serta dukungan teknologi maju.
Pemerintah memerlukan visi jangka panjang dan segera melakukan investasi
untuk mendorong bisnis di masa depan yang menjanjikan aktivitas ekonomi.
II.3.8 Pelabuhan Umum Dan Perikanan : Pintu Masuk Yang Mahal
Pelabuhan adalah pusat aktivitas perekonomian kelautan, sehingga
keberadaannya sangat diperlukan dalam pembangunan kelautan. Pada saat ini
dirasakan pengembangan pelabuhan umum dan perikanan belum berfungsi
secara optimal. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai faktor seperti
terbatasnya fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah
serta biaya yang mahal maupun kesalahan dalam perencanaan. Dalam rangka
peningkatan arus barang dan jasa pada era pasar bebas maka pengelolaan
pelabuhan harus mampu meningkatkan kinerjanya dan menekan biaya tinggi
agar efesiensi nasional maupun bisnis dapat tercapai. Dalam pengelolaan
perizinan perlu dicari sistem prosedur yang paling efisien dan efektif agar
pergerakan kapal dan arus barang dapat diperbaiki, perizinan kapal umum dan
kapal ikan harus dipisah karena karakteristiknya berbeda sehingga tidak terjadi
inefisiensi karena birokrasi yang panjang. Sudah saatnya pemerintah lebih
sebagai fasilitator dan membuat kebijakan sehingga bisnis bisa bergerak sesuai
dengan kekuatan yang berperilaku wajar.
II.3.9 Armada Angkutan Laut: menjadi Tamu di Negeri Sendiri
Wawasan pembangunan nasional adalah wawasan nusantara sebagai
satu kesatuan wilayah, politik dan ekonomi sehingga untuk membangun
nusantara wilayahnya yang 75% wilayahnya adalah laut diperlukan angkutan
laut yang kuat untuk melancarkan arus masuk, barang dan jasa. Selain itu
ekspor dan impor produk memerlukan jasa transportasi yang prima. Saat ini
sekitar 96% angkutan ekspor impor dan 55% angkutan domestik masih
dilayani oleh kapal-kapal berbendera asing, Namun demikian, ternyata
pemintaan yang besar tersebut tidak dapat dilayani oleh armada nasional
dikarenakan berbagai kelemahan di antaranya terbatasnya armada kapal yang
handal, lemahnya dukungan lembaga keuangan, kemampuan manajemen
dalam persaingan internasional, sehingga armada angkutan laut seperti
menjadi tamu di negeri sendiri karena aktivitas transportasi lebih banyak
ditangani perusahaan asing. Pemerintah dan dunia swasta harus segera
mengantisipasi globalisasi perdagangan dengan membangun armada laut
nasional, apabila bangsa Indonesia ingin mengembangkan perekonomian dan
membangun jati-dirinya sebagai negara bahari terbesar di dunia. OIeh karena
itu, hendaknya sekurang-kurangnya kita dapat menjadi tuan rumah dinegeri
sendiri, melalui penerapan kebijakan yang berpihak pada armada nasional
serta pembangunan kembali armada niaga modern dan tradisional.

Supriadi

17

KESIMPULAN
Kesimpulan makalah yang berjudul potensi kebaharian Indonesia ini adalah
sebagai berikut :
1. Potensi kebaharian berdasarkan sumber daya alam di Indonesia secara garis
besar terdiri dari empat kelompok yaitu sebagai berikut :
a. Sumber daya dapat pulih (renewable resource) seperti terumbu karang,
hutan mangrove, pandang lamun, rumput laut, ikan pelagis besar/kecil dll.
b. Sumber daya tak dapat pulih (unrenewable resource) yaitu bahan tambang
dan mineral seperti garam, bahan bangunang, batu apung serta minyak dan
gas bumi.
c. Jasa-jasa lingkungan (environmental) yaitu pemanfaatan kawasan pesisir
dan lautan sebagai tempat rekreasi dan wisata, media transportasi dan
komunikasi, sumber energy dll.
d. OTEC (Ocean Thermal Energy Convection) yaitu bentuk pengalihan
energy yang tersimpan dari sifat fisik air laut menjadi energy listrik.
2. Potensi kebaharian Indonesia menurut sektor kegiatan dan beberapa ilustrasi
manfaat sumber daya kebaharian yaitu sebagai berikut :
a. Perikanan tangkap
b. Perikanan budidaya
c. Industry pengolahan produk perikanan
d. Industry bioteknologi
e. Pariwisata bahari dan pantai
f. Pertambangan dan energy
g. Perhubungan laut
h. Ekosistem pesisir dan laut.
3. Beberapa isu strategis pembangunan kelautan
a. Diversifikasi Sumberdaya Pertambangan
b. Pengembangan Pariwisata Bahari
c. Pembangunan Perikanan
d. Pengembangan Pariwisata Bahari
e. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
f. Pengembangan Industri Maritim
g. Jasa Kelautan.

Supriadi

18

DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari buku :
Dahuri, Rokmin dan Jacob Rais. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
James M. Acheson, et. Al. 1981. Antrhopology of Fishing. In Bernard J.
Siegel, Alam R. Beals dan Stephen A. Tyler (eds). Annual Review of
Antrhopology. Vol.10: 275-316, Palo Alto.
Lampe, Munsi. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya
Bahari (WSBB). Makassar: UPT.MKU UNHAS
Nontji, Anugrah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Tim Pengajar WSBM. 2011.Wawasan Sosial Budaya Maritim. Makassar:
UPT.MKU UNHAS.
Sumber dari internet :
http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/pemberdayaan%20sumber%20da
ya%20kelautan%20%20tridiyo%20kusumastanto.pdf
Diakases pada hari selasa 22 April 2014 jam 09:00

Supriadi

19

Anda mungkin juga menyukai