Anda di halaman 1dari 74

Skenario A blok 14 Tahun 2014

Adinda,anak umur 10 tahun, datang ke IRD dengan keluhan sesak nafas dan gelisah. Sejak 1
bulan ini anak sering buang air kecil, tetapi dianggap biasa karena anak juga sering minum.
Makan seperti biasa tetapi berat badan terlihat agak kurus. Tidak didapatkan keluhan demam
atau sakit yang berat sebelumnya, juga batuk pilek. Sebulan yang lalu berat badan anak 39
kg.
Sehari sebelum dibawa ke IRD anak mengeluh nyeri perut dan muntah-muntah, kemudian
nafas mulai terlihat cepat. Anak kehausan terus dan masih sering kencing.
Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga.
Pemeriksaan Fisik :
Anak gelisah, tidak ada anemia, ikterus maupun sianosis.
TD :100/70 mgHg, Nadi : 112x/menit, suhu 36,8o Celcius.
RR : 56x/menit, cepat dan dalam.
TB : 138 cm, BB : 35 kg
Status pubertas A1P1M2 (Fase awal pubertas)
Pemeriksaan paru dan jantung tidak didapat kelainan
Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster
Acral masih hangat
Pada pemeriksaan cito di IRD kadar gula darah acak 650 mg%, Urin menunjukan reduksi +3
dan keton urin +3.
Darah rutin Hb 13,6 mg%, Leukosit 20.000/mm3, trombosit 230.000/mm3.
Hasil analisa gas darah pH 7,1 dengan HCO3 12 mmol/L
C Peptide < 0,5

I.

Klarifikasi Istilah
Istilah

Makna

Sesak nafas (dispneu)

Pernafasan yang sukar.

Gelisah

Tidak tentram selalu merasa khawatir.

Acral

Ujung ekstremitas.
1

Kencing manis (DM)

Ganggan

metabolik

yang

ditandai

dengan

adanya

hiperglikemia akibat adanya defek sekresi insulin atau cara


kerja atau keduanya.
A1P1M2

A 1 Menunjukkan rambut axilla


P1 Menujukkan rambut pubis
M2 Pertumbuhan mammae dengan kenaikan papilla
dan aerolar meluas

C peptide

Produk yang dihasilkan ketika insulin di produksi. Jumlah


C peptide dalam darah menunjukkan jumlah insulin yang
diproduksi.

Ikterus

Perubahan warna kuning pada kulit dan sclera yang terjadi


akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.

Anemia

Penurunan jumlah eritrosit,kuantitas Hb, atau volume


packed red cell dalam darah dibawah normal,gejala yang
ditimbulkan oleh berbagai penyakit dan kelainan.

Sianosis

Warna kulit dan membrane mukosa kebiruan atau pucat


karena kandungan oksigen rendah dalam darah.

II. Identifikasi Masalah


1. Adinda,anak umur 10 tahun, datang ke IRD dengan keluhan sesak nafas dan gelisah.
(MAIN PROBLEM)
2. Sejak 1 bulan ini anak sering buang air kecil, tetapi dianggap biasa karena anak juga
sering minum. Makan seperti biasa tetapi berat badan terlihat agak kurus, Tidak
didapatkan keluhan demam atau sakit yang berat sebelumnya, juga batuk pilek.
Sebulan yang lalu berat badan anak 39 kg.
3. Sehari sebelum dibawa ke IRD anak mengeluh nyeri perut dan muntah-muntah,
kemudian nafas muai terlihat cepat. Anak kehausan terus dan masih sering
kencing.Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga.
4. Pemeriksaan Fisik :
Anak gelisah, tidak ada anemia, ikterus maupun sianosis.
TD :100/70 mgHg, Nadi : 112x/menit, suhu 36,8o Celcius.
RR : 56x/menit, cepat dan dalam.
2

TB : 138 cm, BB : 35 kg
Status pubertas A1P1M2 (Fase awal pubertas)
Pemeriksaan paru dan jantung tidak didapat kelainan
Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster
Acral masih hangat
5. Pada pemeriksaan cito di IRD kadar gula darah acak 650 mg%, Urin menunjukan
reduksi +3 dan keton urin +3.
Darah rutin Hb 13,6 mg%, Leukosit 20.000/mm3, trombosit 230.000/mm3.
Hasil analisa gas darah pH 7,1 dengan HCO3 12 mmol/L
C Peptide < 0,5

III. Analisis Masalah


1. Adinda,anak umur 10 tahun, datang ke IRD dengan keluhan sesak nafas dan gelisah.
a. Apa hubungan umur, jenis kelamin dengan keluhan Adinda?
Jawab :
Walaupun DM tipe 1 sering terjadi (biasanya) pada anak-anak dan remaja, selain
itu Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita DM, berhubungan
dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk
terjadinya penyakit DM. Tetapi anak-anak atau remaja dan juga jenis kelamin
bukan faktor resiko utamanya, karena DM tipe 1 bisa terjadi pada siapapun yang
salah satu faktor resikonya dipengaruhi oleh gen dan faktor lingkungan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa usianya yang masih muda serta jenis kelaminnya
tidak memiliki hubungan terhadap keluhan Adinda maupun resikonya terhadap
DM.
b. Bagaimana etiologi dari sesak nafas dan gelisah?
Jawab :

Sesak Nafas
Sesak nafas pada kasus ini disebabkan karena ketoasidosis. Ketoasidosis
ditandai dengan adanya hipoglikemia dan asidosis metabolik akibat penimbunan
benda keton dan diuresis osmotik sehingga memberikan bentuk kompensasi
tubuh berupa pernapasan cepat dan dalam.

Gelisah
Gejala neuroglikopenik (gelisah) yang dirasakan oleh pasien dengan diabetes
mellitus (DM) merupakan suatu gejala dari hipoglikemia. Hipoglikemia
3

merupakan suatu komplikasi terapi insulin yang sering terjadi pada pasien
diabetes mellitus. Faktor pencetus yang paling sering adalah pemberian insulin
atau obat hipoglikemik oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit, atau tingkat aktivitas yang sangat tinggi.
c. Bagaimana hubungan keluhan dengan kasus?
Jawab :
Kasus pada skenario bisa didiagnosis adalah DM tipe 1 dengan komplikasi
ketoasidosis. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan lab terdapat keton serta C
peptide yang menurun. Keluhan yang terjadi seperti sesak nafas dan gelisah
merupakan gejala klinis dari DM itu sendiri. Sesak nafas merupakan mekanisme
kompensasi dari asidosis yang terjadi akibat DM, sedangkan gelisah menurut
beberapa sumber merupakan dampak psikologis dari DM tersebut.
d. Bagaimana Mekanisme sesak nafas dan gelisah?
Jawab :
Mekanisme sesak nafas :
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi
insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang
normal dan untuk menekan ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat
melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin. Pada
KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga
peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan
hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi
glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang
mengakibatkan hiperglikemia dan perubahan osmolaritas extracellular. Kombinasi
kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon kontrainsulin pada KAD
juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose
(lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda
keton (- hydroxybutyrate [-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga
mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik.
Sebagai mekanisme kompensasi dari asidosis metabolik akan menyebabkan
hiperventilasi dengan cepat dan dalam (Pernafasan Kussmaul). Gas-gas darah pada
pasien dengan pernapasan Kussmaul memperlihatkan tekanan parsial karbon
4

dioksida yang menurun karena adanya tekanan yang meningkat pada pernapasan.
Pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida. Pasien akan merasa ingin cepat
untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya terjadi secara tak sadar.
Pernafasan Kuszmaul ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha dari
tubuh untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya pernafasan
Kuszmaul ini dapat diterangkan dengan menggunakan ekuasi Henderson
Hasselbach. Untuk mempertahankan rasio ini maka sebagian asam karbonat akan
diubah cepat menjadi H2O dan CO2 serta kelebihan CO2 akan dikeluarkan dengan
bernafas lebih cepat dan dalam (pernafasan Kuszmaul).
(HCO3)
PH = pK + -----------H2CO3

Mekanisme gelisah :
Perubahan besar terjadi dalam hidup seseorang setelah mengidap penyakit
DM. Ia tidak dapat mengkonsumsi makanan tanpa aturan dan tidak dapat
melakukan aktifitas dengan bebas tanpa khawatir kadar gulanya akan naik pada
saat kelelahan. Selain itu, penderita DM juga harus mengikuti tritmen dokter,
pemeriksaan kadar gula darah secara rutin dan pemakaian obat sesuai aturan.
Seseorang yang menderita penyakit DM memerlukan banyak sekali penyesuaian di
dalam hidupnya, sehingga penyakit DM ini tidak hanya berpengaruh secara fisik,
namun juga berpengaruh secara psikologis pada penderita.
Pada anak-anak hanya diperlukan satu gejala untuk diagnosis kecemasan yaitu
gelisah (seperti pada kasus). Kecemasan merupakan respon dari persepsi ancaman
yang diterima oleh system syaraf pusat. Di dalam syaraf pusat, proses tersebut
melibatkan jalur Cortex Cerebri Limbic System Reticular Activating System
Hypothalamus yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofise untuk
mensekresi mediator hormonal terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal, yang
kemudian memacu sistem syaraf otonom melalui mediator hormonal yang lain
(Mudjadid,2006).
2. Sejak 1 bulan ini anak sering buang air kecil, tetapi dianggap biasa karena anak juga
sering minum. Makan seperti biasa tetapi berat badan terlihat agak kurus, Tidak
didapatkan keluhan demam atau sakit yang berat sebelumnya, juga batuk pilek.
Sebulan yang lalu berat badan anak 39 kg.
a. Bagaimana mekanisme penurunan berat badan?
Jawab :
a. Pengaruh Hormon Insulin
Hormon isulin berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel. Apabila ada
gangguan pada sekresi dan kerja insulin, misalnya hiposekresi dan resistensi
insulin, maka akan menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiposekresi insulin
disebabkan oleh rusaknya sel beta pankreas sedangkan resistensi insulin
disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya reseptor insulin yang berada di
permukaan sel. Hiposekresi dan resistensi insulin menyebabkan glukosa tidak
masuk ke dalam sel sehingga tidak dihasilkan energi. Akibatnya, terjadi
6

penguraian glikogen dalam otot dan pemecahan protein sehingga menyebabkan


penurunan berat badan.
b. Pengaruh Hormon Tiroid
Hormon tiroid berperan dalam metabolisme yang terjadi dalam tubuh.
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme
basal yang terjadi dalam tubuh. Apabila glukosa tidak mampu mencukupi
kebutuhan metabolisme tubuh, maka tubuh menggunakan glikogen dan protein
sebagai bahan bakar penggantinya. Akibatnya, massa otot menurun dan berat
badan pun menurun.
c. Pengaruh Hormon Kortisol
Salah satu hormon yang mengatur regulasi berat badan adalah kortisol. Apabila
terjadi penurunan kortisol, akan berakibat pada menurunnya metabolisme dalam
tubuh. Penurunan kortisol ini sendiri dapat disebabkan oleh destruksi korteks
adrenal. Penurunan metabolisme dalam tubuh akan mengakibatkan penurunan
jumlah energi yang diperoleh (ATP menurun). Penurunan produksi ATP
menyebabkan otot tidak mendapatkan cukup energi untuk bekerja. Hal ini
memicu terjadinya pemecahan di dalam otot sendiri, sehingga massa otot
berkurang. Penurunan massa otot ini pada akhirnya akan menyebabkan
penurunan berat badan.
Mekanisme penurunan berat badan pada penderita DM adalah sebagai berikut:
Oleh karena terjadi defek sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya
gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak
dapat masuk kedalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh
sumber energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot
dan jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi yang terdapat dalam
dirinya sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolisis. Proses glikogenolisis
dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa
otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan berat badan.
b. Bagaimana interpretasi tidak ada demam atau sakit sebelumnya dan juga batuk
pilek?
Jawab :
Ketiga gejala ini digunakan untuk melihat apakah ada infeksi pada pasien. Pada
pasien Adinda ketiga gejala tidak jumpai sehingga bisa disimpulkan bahwa
7

pernyataan ini digunakan untuk menguatkan bukti bahwa si penderita tidak


mempunyai infeksi ,dimana infeksi merupakan salah satu faktor resiko untuk
diabetes mellitus tipe 1
c. Mengapa terjadi penurunan berat badan walaupun pola makan normal?
Jawab :
Adinda mengalami penurunan berat badan karena penyakit yang dideritanya, yaitu
diabetes melitus tipe 1. Kekurangan insulin yang dimilikinya menyebabkan zat-zat
makanan yang dimakannya tidak dapat masuk dan dimanfaatkan oleh sel sebagai
sumber energi (kegagalan untuk menggunakan glukosa sebagai sumber energi),
yang menyebabkan tubuh harus menghasilkan energi (glukosa) dari sumber selain
karbohidrat, yaitu lemak dan protein (terjadi peningkatan mobilisasi protein dan
lemak), yang biasa disebut glukoneogenesis. Oleh karena itu, terjadi penurunan
berat badan yang cepat disertai astenia (kurangnya energi) meskipun ia memakan
sejumlah besar makanan (polifargi).
d. Mengapa sejak 1 bulan ini anak sering buang air kecil dan diikuti sering minum?
Jawab :
Sering buang air kecil (poliuria) diikuti sering minum (polidipsia) yang terjadi pada
Adinda disebabkan oleh diabetes melitus yang dideritanya. Dengan banyaknya
kadar glukosa dalam darah Adinda, ginjal akan mengekskresikan glukosa berlebih
dalam darah adinda ke dalam urin. Glukosa pada urin akan menimbulkan efek
osmotik dan menarik H2O ke dalam urin, menyebabkan diuresis osmotik. Dengan
banyaknya air yang keluar melalui urin tubuh akan menimbulkan respon ingin
minum agar tidak kekurangan air dalam tubuh.
3. Sehari sebelum dibawa ke IRD anak mengeluh nyeri perut dan muntah-muntah,
kemudian nafas mulai terlihat cepat. Anak kehausan terus dan masih sering
kencing.Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga.
a. Bagaimana mekanisme nyeri perut,muntah-muntah,dan nafas mulai terlihat cepat ?
Jawab :
Mekanisme nyeri perut :
Arataeus menjelaskan gambaran klinis KAD dapat pula dijumpai nyeri perut
yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan dengan gastroparesis-dilatasi
lambung.
Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting lainnya yang menyebabkan
terjadinya gastroparesis. Ternyata bahwa peningkatan kadar gula darah meskipun
masih dalam rentang normal dapat menyebabkan keterlambatan pengosongan
8

lambung pada orang normal maupun penderita diabetes. Burgstaller dkk


mengatakan bahwa pengosongan lambung melambat secara bermakna pada
keadaan

hiperglikemia.

Diduga

mekanisme

hiperglikemia

memperlambat

pengosongan lambung adalah secara tak langsung yang melibatkan perubahan pada
aktivitas vagus, aktivitas listrik lambung, sekresi hormon-hormon gastrointestinal
dan mekanisme miogenik. Fischer dkk menunjukkan bahwa hiperglikemia post
prandial pada penderita diabetes menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas
mioelektrik lambung, pengurangan aktivitas motorik antrum dan keterlambatan
pengosongan lambung. Adanya korelasi antara kadar gula darah yang tinggi
dengan keterlambatan pengosongan lambung dijumpai pada IDDM maupun
NIDDM. Tidak jelasnya kolerasi antara kadar HbA1c dengan keterlambatan
pengosongan lambung menunjukkan bahwa keterlambatan pengosongan lambung
lebih merupakan efek hiperglikemia.
Mekanisme muntah-muntah :
Asidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri abdomen
dan anoreksia.
Mekanisme nafas cepat :
Sebagai kompensasi dari asidosis metabolik seperti dijelaskan sebelumnya.
b. Bagaimana hubungan nyeri perut dan muntah-muntah serta nafas mulai terlihat
cepat pada kasus ini?
Jawab :
Hubungan nyeri perut, muntah, serta nafas cepat merupakan gambaran klinis akibat
terjadinya ketosis dan asidosis. Keduanya disebut juga ketoasidosis.
c. Mengapa anak kehausan terus dan masih sering kencing?
Jawab :

Polidipsia
Sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan
osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya
timbul polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk
mengatasi dehidrasi akibat poliuria.

Poliuria
Resistensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi
menurun,

sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia), jika

hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang batas ginjal maka ginjal akan
9

membuang kelebihan tersebut melalui urine atau yang disebut glikosuria.


Glikosuria ini akan menyebabkan terjadinya diuresis osmotic karena
pengenceran glukosa membutuhkan air, maka akan

meningkatkan

pengeluaran urin dan terjadilah poliuria. Gejala poliuria ini terutama menonjol
pada waktu malam hari, yaitu saat kadar gula dalam darah relatif tinggi.
d. Apa faktor resiko diabetes mellitus ?
Jawab :
Faktor resiko DM tipe 1

Riwayat keluarga
Ketika seorang sanak famili (orang tua, anak, saudara kandung) memiliki
diabetes, risiko mengembangkan diabetes tipe 1 adalah sekitar 10 sampai 15
persen. Banyak kemungkinan gen sedang diselidiki. Tapi gen bukanlah menjadi
faktor resiko utama, beberapa penelitian percaya faktor lingkungan seperti virus
dan diet ataupun yang berhubungan dengan kehamilan merupakan faktor lain
yang penting.

Paparan protein susu sapi: Konsumsi susu sapi pada anak usia dini telah
diselidiki sebagai faktor penyebabnya.

Infeksi virus pada janin atau pada masa kecil

Berat lahir lebih besar dari 4.49 kg

Preeklamsia (tekanan darah tinggi pada ibu hamil)

Dilahirkan oleh seorang ibu yang lebih tua dari 25 tahun

Usia
DM tipe 1 bisa menyerang usia berapapun. Tapi 2/3 kasus baru menyatakan
kebanyakan penderita adalah usia dibawah 19 tahun. Terdapat 2 usia utama
penderita DM tipe 1, yaitu usia dini dan pada usia pubertas. Sedangkan faktor

resiko wanita dan pria sama besar.


Etnis
Faktor resiko lebih besar pada etnis kulit putih dibandingkan kulit lain.
Berdasarkan data WHO, DM sangat jarang pada etnis afrika, amerika dan asia
asli.
Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 meliputi

10

Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada keluarga tingkat pertama (orang tua,
anak, saudara kandung) atau kedua (paman, bibi, kakek, nenek, cucu,
keponakan)

Usia Yang Semakin Bertambah


Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai
mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah
mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap
hormon insulin.

Obesitas Atau Kegemukan


Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap
hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk
menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi
insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan
dan akhirnya rusak.

Kurangnya Aktivitas Fisik


Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang
mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung,
liver, ginjal dan juga pankreas. Lakukan olahraga secara teratur minimal 30
menit sebanyak 3 kali dalam seminggu.

Merokok
Asam rokok ternyata menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan dan sifatnya
sangat komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang mudah terserang penyakit
diabetes melitus. Jadilah orang yang berakal dan cerdas dengan tidak menimbun
racun dalam tubuh kita walaupun rokok dianggab bisa memberikan kenikmatan.
Kasihanilah tubuh Anda. Efek jangka panjang rokok sungguh sangat
mengerikan. Maka sangat sesuai sekali kalau agama sangat membenci rokok
karena memang lebih banyak kerusakannya ketimbang manfaatnya.

Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi


Makanan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang cukup
tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus. Batasi
konsumsi kolestorol Anda tidak lebih dari 300mg per hari.

Sejarah diabetes gestasional


11

Stres dalam jangka waktu yang lama

Adanya hipertensi dan kolesterol tinggi

Ras dan Etnis: Afrika-Amerika, Latin, Indian Amerika / Alaska Pribumi, serta
Asia dan Kepulauan Pasifik memiliki risiko lebih besar.

Faktor risiko untuk diabetes gestasional atau kehamilan tercantum di bawah


ini.
Selain itu, individu-individu dari Asia, keturunan Afrika, penduduk asli-Amerika,
dan Hispanik memiliki risiko lebih besar untuk diabetes gestasional dibandingkan
dengan kulit putih non-Hispanik. Faktor risiko untuk diabetes gestasional tumpang
tindih dengan diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang sanak tingkat pertama (orang tua,
anak, saudara kandung)

Sejarah gula darah tinggi

Penggunaan steroid selama kehamilan

Sindrom ovarium polikistik

Usia lebih dari 25 tahun

Berat badan sebelum hamil setidaknya 10 persen di atas berat badan ideal

Anak sebelumnya memiliki berat badan lahir lebih besar dari 4 kg

Berat lahir ibu lebih besar dari 4 kg atau kurang dari 2,72 kg

e. Bagaimana patofisiologi DM Tipe 1?


Jawab :
Diabetes mellitus (DM) tipe I diperantarai oleh degenerasi sel Langerhans
pankreas

akibat infeksi virus, pemberian

senyawa

toksin, diabetogenik

(streptozotosin, aloksan),secara genetik (wolfram sindrome) yang mengakibatkan


produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali atau autoimun dimana
limfosit dapat merembes ke Langerhans pankreas(Hal ini mengindikasikan bahwa
telah terjadi proses autoimun pada sel Langerhans pankreas tersebut). Akibatnya
terjadi penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan adiposa. Secara
patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan waktu yang bertahuntahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau awal remaja. Penurunan berat badan
merupakan ciri khas dari penderita DM I yang tidak terkontrol. Gejala yang sering
12

mengiringi DM I yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Peningkatan volume urin


terjadi disebabkan oleh diuresis osmotik (akibat peningkatan kadar glukosa darah
atau hiperglikemik) dan benda-benda keton dalam urin. Lebih lanjut, diuresis
osmotik tersebut akan mengakibatkan kondisi dehidrasi, kelaparan dan shock.
Gejala haus dan lapar merupakan akibat dari kehilangan cairan dan
ketidakmampuan tubuh menggunakan nutrisi (Lawrence, 1994; Karam et al.,
1996).
Diabetes tipe 1 dikarenakan kerusakan sel beta pankreas terhadap proses

autoimmune spesifik sel beta dijelaskan dengan mekanisme, sebagai berikut:


Representasi skematis kolaborasi antara makrofag dan sel T dalam destruksi sel
pankreas.
1. Autoantigen cell (lihat pojok kanan atas) dirilis dari sel selama turnover
secara spontan sel . Antigen kemudian diproeses oleh makrofag dan
dipresentasikan ke sel T helper oleh molekul MHC II APC. Makrofag
2.

teraktivasi mensekresikan IL-12, lalu mengaktivasi sel T CD4+ (Th1).


Sel T CD4+ mensekresikan sitokin seperti IFN-, TNF-, TNF- dan IL-2.
Selama proses ini berjalan, cellspecific precytotoxic T cells mungkin
terekrut ke islet. Sel T presitotoksik ini diaktivasi oleh IL-2 dan sitokin lain
yang dirilis oleh sel T CD4+ untuk berdiferensiasi menjadi sel efektor, sel T
CD8+.
13

3.

IFN- yang dirilis oleh sel T CD4+ dan sel TCD8+menyebabkan makrofag
menjadi sitotoksik. Makrofag sitotoksik merilis sejumlah substansial sitokin

4.

IL-1, TNF-, dan IFN- serta radikal bebas (H2O2, NO).


Sitokin yang dirilis dari makrofag dan sel T menginduksi ekspresi Fas pada sel

5.

pankreas.
Sel kemudian dihancurkan melalui mekanisme apoptosis dimediasi Fas dan
atau granzim dan sitosillin (perforin), keduanya toksik pada sel .
Pada DM I, kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh tidak dapat

memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk energi. Oleh karena itu, energi
diperoleh melalui peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan
kondisi tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak
bebas dan gliserol darah. Dalam hal ini terjadi peningkatan produksi asetil-KoA
oleh hati, yang pada gilirannya diubah menjadi asam asetoasetat dan pada akhirnya
direduksi menjadi asam -hidroksibutirat atau mengalami dekarboksilasi menjadi
aseton. Pada kondisi normal, konsentrasi benda-benda keton relatif rendah karena
insulin dapat menstimulasi sintesis asam lemak dan menghambat lipolisis. Hanya
dibutuhkan kadar insulin yang kecil untuk menghambat lipolisis (Unger dan Foster,
1992; Lawrence, 1994).
f. Apa komplikasi DM?
Jawab :
Akut :
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis.
Glukosuria dan ketonuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik, sehingga
mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok bahkan mengalami koma dan
meninggal.
2. Status Hiperosmolar Hiperglikemi Non Ketotik (HHNK)
Koma hiperosmolar non ketotik sering terjadi pada penderita diabetes mellitus
tipe 2. Komplikasi ini ditandai dengan hiperglikemia tanpa disertai ketosis.
Gejala khasnya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, pernafasan cepat
dan dalam (kussmaul).
3. Koma Hipoglikemia
14

Hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, pusing, banyak keringat,


gemetar, berdebar-debar, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma.
Kronis :
Komplikasi kronik Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1.
Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung (PJK)
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak (stroke)
2.
Mikroangiopati :
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
3.

4.

komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.


Neuropati :
Neuropati somatik
Neuropati autonomik
Peripheral vascular dissease
Rentan infeksi TBC, pneumonia, infeksi saluran kemih, ulkus
diabetik, infeksi kulit (abses), infeksi pada telinga dan

5.
6.
7.

ginggivitis
Kaki diabetik
Aterosklerosis
Disfungsi ereksi

g. Apa komplikasi ketoasidosis?


Jawab :
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. Poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan
yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD, dan seringkali disertai
gejala mual, muntah, dan nyeri perut. Adanya nyeri perut sering disalah artikan
sebagai acute abdomen, dan dilaporkan dijumpai pada 40-75% kasus KAD.
Walaupun penyebabnya belum diketahui secara pasti, asidosis metabolik diduga
menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan
sendirinya setelah asidosis teratasi.
KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius
dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD
biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
15

ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik


merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme
yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran, dan bahkan koma
(10% kasus), tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering
dengan penurunan turgor, hipotensi, dan takikardi). Tanda klinis lain adalah nafas
cepat dan dalam (Kussmaul) yang merupakan komensasi hiperventilasi akibat
asidosis metabolik, disertai bau aseton pada nafasnya.
4. Pemeriksaan Fisik :
Anak gelisah, tidak ada anemia, ikterus maupun sianosis.
TD :100/70 mgHg, Nadi : 112x/menit, suhu 36,8o celcius.
RR : 56x/menit, cepat dan dalam.
TB : 138 cm, BB : 35 kg
Status pubertas A1P1M2 (Fase awal pubertas)
Pemeriksaan paru dan jantung tidak didapat kelainan
Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster
Acral masih hangat
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Jawab :
Keadaan dalam
Kasus

Normal

Fisik

Interpretasi
Normal

Tidak ada anemia, Sehat


icterus,

maupun

cyanosis
Kesadaran
Anak gelisah

TD
100 / 70 mmHg

Tidak normal
Sensorium

Kegelisahan mengindikasikan aktifnya

compos mentis

saraf simpatik secara dominan.

Untuk umur 6-12 TD berada dalam rentang normal


tahun
16

100-120 / 60-75
mmHg
Nadi

Untuk umur 6-12 Nadi berada di atas rentang normal

112/menit

tahun

(Takikardi)

60 - 95 BPM
Suhu

Untuk umur 3-10 Suhu berada dalam rentang normal

36,8o celcius

tahun
36-37,5o Celcius

RR

Untuk umur 6-12 RR berada di atas rentang normal

56 x/ menit, cepat
& dalam

tahun
14-22 x/ menit

BMI (BB 35 kg,

Kurus

TB 138 cm)
18.378

18,5 25

Status pubertas

Fase awal, awal pubertas berada pada


waktu normal (10-11 tahun). Bila

A1P1M2

diinterpretasikan

berdasarkan

pertumbuhan Tanner, maka aksila dan


pubis normal, akan tetapi mamae tidak
normal karena M2 mayoritas berumur
11 tahun.
Palpasi abdomen
Nyeri tekan tidak Tidak ada nyeri
khas kuadran kiri tekan
atas,
gaster.

terutama

Nyeri

tekan

pada

daerah

gaster

mengindikasikan adanya kemungkinan


gastritis atau karsinoma gaster, serta
kelainan pada beberapa organ lain
seperti lien; pankreas; jantung; atau
ginjal kiri. Pada kasus, kemungkinan
yang paling besar adalah adanya
gastritis pada lambung.
17

Acral
Hangat

Acral dalam keadaan masih


hangat

Hangat

Menunjukkan
ekstrimitas

jaringan
masih

pada

melakukan

metabolisme.

Acral

yang

Menunjukkan
metabolisme

mendingin
penurunan
yang

bisa

disebabkan banyak faktor, seperti


penyumbatan;

nekrosis;

hipoglikemi; dan sebagainya.

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


Jawab :

Tekanan darah
Kondisi hipoglikemik menyebabkan osmolaritas darah berkurang sehingga
terjadi kondisi hipovolemik dan tekanan darah menurun. Selain itu kadar
glukosa darah yang rendah dapat merangsang saraf parasimpatis untuk
meningkatkan volume darah dengan vasodilatasi namun vasodilatasi dengan
keadaan hivolemik menyebabkan tekanan darah menurun.

IMT (BB: 35 kg, TB: 138 cm)


Digunakan untuk menentukan Index Massa Tubuh
BB ideal : IMT 18,5 25
BB kurang : IMT < 18,5
BB lebih : IMT > 25
OBESITAS : IMT > 30

18

Nilai IMT Tn. Budi adalah 18,3 kg/m2 (BB kurang)

Status pubertas
1. M adalah kode yang digunakan di klinik, kode ini terdiri dari M1, M2, M3,
M4, dan M5 hal ini disesuaikan dengan stadium Tanner untuk menunjukan
adanya pertumbuhan payudara.
11.7 (+ 1.2) thn : payudara dan kenaikan papilla, areola meluas
(Tanner 2)
12.4 (+ 1.1) thn: payudara dan areola meluas, tidak ada pemisahan
(Tanner 3)
12.9 (+ 1.05) thn : Areola dan papilla masih berupa struktur tambahan
(Tanner 4)
14.4 (+ 1.1) thn : Nipple, areola bagian dari payudara (Tanner 5)
2. A adalah kode yang digunakan untuk menunjukan pertumbuhan rambut
ketiak (Aksila), pertumbuhannya hampir sama dengan pertumbuhan rambut
pubik. Kode ini terdiri dari A1, A2, A3, dimana untuk anak dengan usia
12.9 (+ 1.05) thn menurut stadium tanner harusnya sudah tumbuh 90%.
3. P adalah kode yang digunakan untuk menunjukan pertumbuhan rambut
pubik, hal ini berdasarkan stadium Tanner. Kode ini terdiri dari P1, P2, P3,
P4, P5.
11.7 (+ 1.2) thn : lurus, medial labia (Tanner 2)
12.4 (+ 1.1) thn : Mulai keriting, jumlah meningkat,semakin gelap
(Tanner 3)
12.9 (+ 1.05) thn : Kasar, keriting, lebih sedikit dari dewasa (Tanner 4)
14.4 (+ 1.1) thn : tipe dewasa, menyebar hingga selangkangan (Tanner 5)
Interpretasi A1P1M2 menunjukan belum adanya pertumbuhan rambut ketiak,
belum adanya pertumbuhan rambut pubik, dan pertumbuhan payudara sudah
tumbuh dengan kenaikan papilla, areola meluas.

Gelisah

19

Gelisah disebabkan karena peningkatan pensinyalan simpatis oleh amigdala,


yang menurunkan aktivitas kognitif lobus frontal. Hal ini terjadi karena
kelaparan jaringan pada kasus.

Nadi
Nadi berada di atas rentang normal (takikardi) dikarenakan meningkatkan HR
akibat ransangan saraf simpatik sebagai respon dari kelaparan tubuh
dikarenakan ketidakmampuan jaringan mengambil glukosa.

RR
RR meningkat sebagai kompensasi penurunan pH (efek dari asidosis metabolik)

Palpasi abdomen
Nyeri tekan pada abdomen terutama gaster pada kasus ini disebabkan oleh
gastritis karena peningkatan asam lambung.

c. Apa tujuan pemeriksaan paru,jantung,dan nyeri tekan abdomen?


Jawab :
Paru untuk memberikan diagnosis bahwa sesak napas yang dialami oleh Adinda
bukan karena asma melainkan karena DM nya sendiri
Jantung untuk mengetahui komplikasi dari DM apakah sudah mengenai system
kardiovaskular atau belum
Nyeri tekan abdomen menunjukkan adanya iritasi lambung sekaligus
mengetahui penyebab muntah dan nyeri perut yang dialami Adinda
5. Pada pemeriksaan cito di IRD kadar gula darah acak 650 mg%, Urin menunjukan
reduksi +3 dan keton urin +3.
Darah rutin Hb 13,6 mg%, Leukosit 20.000/mm3, trombosit 230.000/mm3.
Hasil analisa gas darah pH 7,1 dengan HCO3 12 mmol/L
C Peptide < 0,5
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan cito?
Jawab :
Keadaan dalam
Kasus

Normal

Gula darah acak

Interpretasi
Hiperglikemia

200mg/dl
20

650 mg%
Reduksi urin

Reduksi urin merupakan tes untuk


- (negatif)

+3

mendeteksi adanya pereduksi dalam


urin, dalam hal ini yang bersifat
pereduksi
dikarenakan

adalah

glukosa

glukosa

merupakan

monosakarida dan memiliki gugus


aldehid.
+3 menunjukkan warna hasil tes
orange,

dengan

kadar

pereduksi

(glukosa) yaitu 2-3,5 %.


Keton urin

Keton pada urin berada di atas


- (negatif)

+3

rentang normal. Normalnya 0.5-3


mg/dL,

dalam

kasus

mencapai

30mg/dL.
Glukosa

Untuk anak-anak
60 - 100 mg%

650 mg%
Hemoglobin
13.6 mg%

Glukosa darah berada jauh di atas


rentang normal ( > +600)

Untuk umur 10-17 Hemoglobin berada dalam rentang


tahun & Perempuan

normal.

12 - 15 mg%
Leukosit
20.000 / mm3

Untuk umur 10-17 Jumlah


tahun & Perempuan
4-10.5 x 1000 sel /

leukosit

rentang

normal

berada

di

atas

(leukositosis)

(+10.000).

mm3
Trombosit
230.000 / mm3

Trombosit berada dalam rentang


150.000 - 400.000 /

normal.

mm3
pH

pH darah berada di bawah rentang


21

7.1

7.35 - 7.45

normal (asidosis).

HCO3-

Bikarbonat darah berada di bawah


22 - 26 mmol/L

rentang normal (rendah).

12 mmol/L
C-peptida

Untuk

umur

4-10 DM tipe 1

< 0.5

tahun & Perempuan


0.51 - 2.72 ng/mL

C-peptida merupakan rantai peptida


sampingan hasil proses produksi
insulin.

peptida

merupakan

penyambung antara rantai A dan B.


Begitu rantai A dan B sudah stabil
melalui

proses

folding,

barulah

peptida C akan dibuang dari rantai


utama. C-peptida pada pasien berada
di bawah normal, mengindikasikan
adanya penurunan translasi insulin.
b. Bagaimana mekanisme abnormal?
Jawab :

Reduksi urin
Peningkatan reduksi urin disebabkan karena meningkatnya zat yang
mengandung elektron yang tidak stabil yang mampu mereduksi secara spontan
reagen benedict. Dalam hal ini, pereduksi yang berlebih tersebut adalah glukosa

karena kondisi pasien yang hiperglikemia


Keton urin
Peningkatan keton pada urin disebabkan oleh kondisi ketoasidosis pada pasien
akibat dominannya metabolisme asam lemak jaringan tubuh.
Glukosa
Glukosa darah meningkat karena ketidakmampuan jaringan mengambil glukosa
dalam darah karena tidak adanya insulin untuk meningkatkan ekspresi GLUT-4.
Leukosit
Leukositosis terjadi disebabkan dengan timbulnya reaksi autoimun oleh karena
adanya peradangan pada sel beta insulitis. Kecenderungan ini ditemukan pada
individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen). Faktor
imunologi : Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan asing.

22

Faktor lingkungan : virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat

menimbulkan distruksi sel beta.


pH
pH darah menurun karena penumpukan badan keton yang memiliki pKa rendah,
sehingga meningkatkan penumpukan proton dalam darah.
HCO3HCO3- menurun karena reaksi bergeser ke arah CO2 dan H2O akibat dari
berkurangnya kadar CO2 darah oleh orthopnea.
C-peptida
C peptide adalah zat (rantai pendek asam amino) yang dihasilkan ketika pro
insulin pecah untuk membentuk dua molekul yaitu C-peptida dan insulin. Cpeptida diproduksi pada tingkat yang sama dengan insulin sehingga berguna
sebagai penanda produksi insulin. Pemeriksaan ini digunakan untuk
membedakan jenis DM tsb apakah masuk tipe 1 atau tipe 2. Nilai normal Cpeptide adalah 1,1-4,4 ng/ml. Apabila hasil C peptide <1,1 maka termasuk DM
Tipe 1. Penurunan C-peptida disebabkan oleh turunnya proses translasi insulin

dalam sel beta pankreas.


c. Apa differential diagnosis dari kasus ini?
Jawab :
Diagnosis banding dari KAD:
1. Hipoglikemia
2. Uremia
3. Gastroenteritis dengan asidosis metabolic
4. Asidosis laktat
5. Intoksikasi salisilat
6. Bronkopneumonia
7. Ensefalitis
8. Lesi intracranial
9. Yang paling sering dengan Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik
Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik
Nonketotik :
Ketoasidosis Diabetikum

Koma

Hiperosmolar

(KAD)

Hiperglikemik
Nonketotik (KHNK)

23

Umur

< 40 th

> 40 th

Gula darah

< 1000 mg/dl

> 1000 mg/dl

Na serum

< 140 mEq

> 140 mEq

K serum

/N

sering

Bikarbonat

sangat

N / sedikit

Ureum

tapi < 60 mg/dl

> 60 mg/dl

Osmolaritas

tapi < 360 mOsm/kg

> 360 mOsm/kg

Sensitivitas Insulin

bisa resisten (jarang)

sangat sensitif

Prognosis

mortalitas 10%

mortalitas 50%

ada

tidak ada

ada

tidak ada

Gejala Klinis :
Pernafasan Kussmaul
Bau aseton

d. Apa diagnosis pada kasus ini?


Jawab :
Biosintesis dari insulin terjadi pada sel B pulau Langerhans dalam bentuk rantai
tunggal yang disebut preproinsulin yang segera dipecahkan menjadi proinsulin.
Protease spesifik akan memecahkan proinsulin menjadi Connecting peptide (Cpeptide) dan insulin yang beredar di dalam aliran darah secara simultan. C-peptide
disimpan di dalam hati sedangkan insulin akan bersirkulasi dengan waktu paruh 3
5 menit dan akan didegradasi oleh hati, sedangkan inaktivasi dari proinsulin dan
C-peptide akan dikeluarkan lewat ginjal. Tujuan pemeriksaan C-peptide untuk
mengetahui fungsi residual dari sel pada DM tipe 1 dan untuk membedakan
dengan DM tipe 2.
Gejala awal dari DM tipe 1 yaitu tibatiba haus, sering buang air kecil, peningkatan
nafsu makan, dan penurunan berat badan selama beberapa hari. Gejala tersebut
sama seperti yang dialami oleh Adinda. Pada sebagian kasus, DM tipe 1
ditunjukkan dengan timbulnya ketoasidosis pada DM yang baru atau setelah
pembedahan.
Jadi diagnosis Adinda menderita diabetes mellitus tipe 1 dengan komplikasi
ketoasidosis.
e. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
Jawab :
Penatalaksanaan untuk Ketoasidosis
24

Tujuan dari penatalaksanaan ketoasidosis adalah mengkoreksi kadar elektrolit


tubuh yang hilang, memperbaiki perfusi, meningkatkan pengambilan glukosa di
perifer, memperbaiki

asidosis,

meningkatkan

ketogenesis

dan

mencegah

komplikasi.
Cara mengatasi kondisi KAD
1. Resusitasi yang diperlukan
2. Menyiapkan pemeriksaan-pemeriksaan dasar
3. Memulai monitoring klinik secara reguler
4. Memulai rehidrasi
5. Penilaian penggantian Na
6. Penilaian penggantian K
7. Memulai pemberian insulin
8. Mengatur kebutuhan insulin sehingga tercapai hasil yang diinginkan.
Berikut terapi untuk KAD
Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan.8 Terapi insulin
hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi
cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan,
namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan
derajat dehidrasi adalah:
- 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia
- 10% : capillary refill time > 3 detik, mata cowong
- > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah
penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8 " 12 jam pertama
dan sisanya dalam 12 " 16 jam berikutnya.Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan
dengan kecepatan 15 " 20 ml/kgBB/jam atau lebih selama jam pertama ( 1 " 1,5
liter). Sebuah sumber memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai
berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter
setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi.
Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit serum, dan
pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan jika kadar
natrium serum tinggi (> 150 mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi peningkatan
kadar Na+ serum (corrected serum sodium) dengan kecepatan 4-14 ml/kgBB/jam
serta agar perpindahan cairan antara intra dan ekstraselular terjadi secara gradual.
25

Natrium
Penderita oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula
darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi
1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika
level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang
dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur 130, maka level
natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga tidak
memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl
0,9%). Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi
dengan NaCl 0,45%.
Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 - 5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkaliterjadi. Hal ini terjadi
karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan
insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan
penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk
mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar kalium serum
kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20 - 30 mEq
kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk
memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4 - 5 mEq/l. Kadangkadang
pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut,
penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin
26

harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau
gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan.Terapi kalium dimulai saat terapi
cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat
kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.
Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan hingga 1,0
mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau meningkat. Kadar fosfat
menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif gagal untuk menunjukkan
efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada hasil akhir pasien KAD, dan
terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia berat tanpa bukti adanya
tetanus.
Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depres
pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati
mungkin kadangkadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung,
anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum posfat < 1,0
mg/dl. Ketika diperlukan, 20 " 30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada
terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara
kontinu.7 Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kalium fosfat rutin karena
mereka percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia setelah terapi dengan
membatasi pemberian anion Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan hipokalsemia
simtomatis pada beberapa pasien.
Magnesium
Biasanya terdapat de sit magnesium sebesar 1 - 2 mEq/l pada pasien KAD. Kadar
magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik yang dapat
menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan magnesium sangat sulit
dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat kekurangan kalsium, kalium
atau natrium. Gejala yang sering dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame
karpopedal, agitasi, kejang, dan aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan
gejala pada kadar ! 1,2 mg/dl. Jika kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka
pemberian magnesium dapat dipertimbangkan.
Hiperkloremik asidosis selama terapi
Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama fase awal
terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian defisit
bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar salin untuk
27

mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien akan mengalami sebuah keadaan


hiperkloremik dengan bikarbonat yang rendah dengan anion gap yang normal.
Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan tidak akan berbahaya dalam
waktu 12 - 24 jam jika pemberian cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.
Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus
terjadinya KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka
antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.

Penatalaksanaan untuk Diabetes Mellitus

Tujuan pengobatan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas


hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan (penanganan) diabetes
mellitus dimulai dari :
Insulin
Terapi gizi medis (Diet)
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes
dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola
makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status
kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor
fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan
pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses
katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
28

lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta


kemampuan petugas kesehatan yang ada.
Insulin
Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
Berikut terapi untuk Diabetes Mellitus

Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Pemakaian insulinakan menurunkan kadar hormon
glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam
lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip
insulin intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. Cara ini
dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar
glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke
intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.
Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia, yang terutama
berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan
insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin), disebut juga insulin
reguler.
Yang termasuk disini adalah insulin reguler (Crystal Zinc Insulin/CZI). Saat
ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral.
Preparat yang ada antara lain: Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini
diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan
efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.
b. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan
menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara
memperlambat penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini
adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard. Jenis ini
29

awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-15 jam dan
efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
c. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.
Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya:
Mixtard 30 / 40.
d. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat
dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu
sekitar 24 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard.

Cara Kerja Insulin


Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah reseptor
glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel target. Reseptor insulin terdiri
daridua heterodimer yang terdiri atas dua subunit yang diberi simbol a dan .
Subunit a terletak pada ekstrasel dan merupakan sisi yang berikatan dengan insulin.
Subunit merupakan protein transmembran yang melaksanakan fungsi sekunder
30

yang utama pada sebuah reseptor yaitu transduksi sinyal (Granner, 2003). Ikatan
ligan menyebabkan autofosforilasi beberapa residu tirosin yang terletak pada
bagian sitoplasma subunit dan kejadian ini akan memulai suatu rangkaian
peristiwa yang kompleks. Reseptor insulin memiliki aktivitas intrinsik tirosin
kinase dan berinteraksi dengan protein substrat reseptor insulin (IRS dan Shc).
Sejumlah protein penambat (docking protein) mengikat protein selular dan
memulai aktivitas metabolik insulin [GrB-2, SOS, SHP-2, p65, p110 dan
phosphatidylinositol 3 kinase (PI-3-kinase)]. Insulin meningkatkan transport
glukosa melalui lintasan PI-3-kinase dan Cbl yang berperan dalam translokasi
vesikel intraselular yang berisi transporter glukosa GLUT 4 pada membran plasma.
Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin juga menginduksi sintesa glikogen, protein,
lipogenesis dan regulasi berbagai gen dalam perangsangan insulin seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.2 (Powers, 2005).

Mekanisme kerja insulin (Harrisons Principle of Internal Medicine, 2005)

Obat Antidiabetik Oral


Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien
diabetes mellitus tipe 2.Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina
Farmasi dan Alkes, 2005).

a. Golongan Sulfonilurea
31

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,


oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat
berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin
oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes
dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah
mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Sulfonilurea generasi pertama


Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati.
Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung,
2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma.Di dalam hati obat ini
diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan
Suharto, 1995).
Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa
paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada
asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan
masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati
dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin,
masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari
setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan
efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah
pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).

Sulfonilurea generasi kedua

32

Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali


lebih kuat daripada tolbutamida.Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak
efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola
kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi
hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa
(selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di hati,
hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui
empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam
hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui
ginjal (Katzung, 2002).
Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling
rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1 mg terbukti
efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride
mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati
menjadi produk yang tidak aktif (Katzung, 2002).

b. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular
dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan
hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita
yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa
penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi
insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa
ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat
33

lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel
pankreas.Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.

d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa
di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga
tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja,
2002).

Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)


Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi,
terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan
hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan

Dapat disimpulkan bahwa penatalaksaan untuk kasus ini adalah


Intravena salin 0.9%
Insulin (dosis sesuai dengan jenis insulin, tingkatan DM dan tingkat komplikasi)
Intravena siap sedia untuk gawat darurat (kalium)
Intravena siap sedia untuk komplikasi jantung (fosfat)
Intravena siap sedia untuk terpi diuretic (magnesium)

f. Kapan pasien dirujuk dan bagaimana SKDI pada kasus ini?


Jawab :
1) Diabetes melitus tipe 1 SKDI nya = 4A
2) Diabetes melitus tipe 2 SKDI nya = 4A
3) Diabetes melitus tipe lain (intoleransi glukosa akibat penyakit lain atau obat4)

obatan) SKDI nya = 3A


Diabetes mellitus dengan komplikasi ketoasidosis (ketoasidosis diabetikum
nonketotik) SKDI nya = 3B
34

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan


merujuk.
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
g. Bagaimana cara pengobatan gawat darurat diabetes mellitus dan tanda daruratnya?
Jawab :
Untuk pengobatan gawat darurat diabetes mellitus SKDI nya 3B, penangannya
sama seperti diabetes mellitus dengan komplikasi ketoasidosis. Dimana lulusan
dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tanda-tanda darurat

Dehidrasi berat dan renjatan

Asidosis berat dan serum K rendah, hal ini menunjukkan K total yang sangat

kurang
Hipernatremia, menunjukkan keadaan hiperosmoler yang memburuk
Hiponatremia
35

Lipaemia berat
Penurunan kesadaran saat pemberian terapi menunjukkan edema otak

IV. Kerangka Konsep

36

V. Learning Issue
1.
2.
3.
4.
5.

Diabetes Mellitus
Peran Endokrin dalam Homeostasis Glukosa
Metabolisme Energy Non Glukogenik (Lemak)
Ketoasidosis (Dapar Darah)
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus dan Ketoasidosis

VI. Sintesis
VI.1. Diabetes Mellitus
6.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme

dalam

tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu

memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.


37

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, DM merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik dengan adanya hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.11
Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
(2002) DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
penurunan sekresi insulin yang dapat dilatarbelakangi oleh kerusakan sel
beta pankreas dan resistensi insulin.4 Apabila hormon insulin yang dihasilkan
oleh sel beta pankreas tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi
sumber energi bagi sel, maka glukosa tersebut akan tetap berada dalam darah
dan kadar glukosa dalam darah akan meningkat sehingga timbullah DM.

6.1.2 Patogenesis Diabetes Mellitus


Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan
lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat
diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses
metabolisme, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses
metabolisme ini insulin

memegang peran yang sangat penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan


sebagai bahan bakar. Hidrat arang dalam makanan diserap oleh usus halus
dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi
glikogen hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati
maupun otot akan digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin.
Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi
normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia.Insulin yang dikeluarkan oleh
sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa
itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di
dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat.
38

Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber
energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus.

6.1.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA,
2003)
1

Diabetes Mellitus Tipe 1:


Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik

Diabetes Mellitus Tipe 2


Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin

Diabetes Mellitus Tipe Lain


A. Defek genetik fungsi sel :
kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3),
kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1)
DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:
Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi
Neoplasma
Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid,
39

asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon


F. Diabetes karena infeksi 13
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner,
Huntington, Chorea, Prader Willi
4

Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya
bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2

Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa
Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)

6.1.4 Faktor Resiko


Faktor resiko DM tipe 1

Riwayat keluarga
Ketika seorang sanak famili (orang tua, anak, saudara kandung) memiliki
diabetes, risiko mengembangkan diabetes tipe 1 adalah sekitar 10 sampai
15 persen. Banyak kemungkinan gen sedang diselidiki. Tapi gen bukanlah
menjadi faktor resiko utama, beberapa penelitian percaya faktor
lingkungan seperti virus dan diet ataupun yang berhubungan dengan
kehamilan merupakan faktor lain yang penting.

Paparan protein susu sapi: Konsumsi susu sapi pada anak usia dini telah
diselidiki sebagai faktor penyebabnya.

Infeksi virus pada janin atau pada masa kecil

Berat lahir lebih besar dari 4.49 kg

Preeklamsia (tekanan darah tinggi pada ibu hamil)

Dilahirkan oleh seorang ibu yang lebih tua dari 25 tahun


40

Usia
DM tipe 1 bisa menyerang usia berapapun. Tapi 2/3 kasus baru
menyatakan kebanyakan penderita adalah usia dibawah 19 tahun. Terdapat
2 usia utama penderita DM tipe 1, yaitu usia dini dan pada usia pubertas.

Sedangkan faktor resiko wanita dan pria sama besar.


Etnis
Faktor resiko lebih besar pada etnis kulit putih dibandingkan kulit lain.
Berdasarkan data WHO, DM sangat jarang pada etnis afrika, amerika dan
asia asli.
Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 meliputi

Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada keluarga tingkat pertama (orang tua,
anak, saudara kandung) atau kedua (paman, bibi, kakek, nenek, cucu,
keponakan)

Usia Yang Semakin Bertambah


Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai
mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah
mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka
terhadap hormon insulin.

Obesitas Atau Kegemukan


Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi
terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan
lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu
untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan
organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak.

Kurangnya Aktivitas Fisik


Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang
mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti
jantung, liver, ginjal dan juga pankreas. Lakukan olahraga secara teratur
minimal 30 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu.

Merokok
Asam rokok ternyata menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan dan
sifatnya sangat komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang mudah
41

terserang penyakit diabetes melitus. Jadilah orang yang berakal dan cerdas
dengan tidak menimbun racun dalam tubuh kita walaupun rokok dianggab
bisa memberikan kenikmatan. Kasihanilah tubuh Anda. Efek jangka
panjang rokok sungguh sangat mengerikan. Maka sangat sesuai sekali
kalau agama sangat membenci rokok karena memang lebih banyak
kerusakannya ketimbang manfaatnya.

Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi


Makanan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang
cukup tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus.
Batasi konsumsi kolestorol Anda tidak lebih dari 300mg per hari.

Sejarah diabetes gestasional

Stres dalam jangka waktu yang lama

Adanya hipertensi dan kolesterol tinggi

Ras dan Etnis: Afrika-Amerika, Latin, Indian Amerika / Alaska Pribumi,


serta Asia dan Kepulauan Pasifik memiliki risiko lebih besar.

Faktor risiko untuk diabetes gestasional atau kehamilan tercantum di


bawah ini.
Selain itu, individu-individu dari Asia, keturunan Afrika, penduduk asliAmerika, dan Hispanik memiliki risiko lebih besar untuk diabetes gestasional
dibandingkan dengan kulit putih non-Hispanik. Faktor risiko untuk diabetes
gestasional tumpang tindih dengan diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang sanak tingkat pertama


(orang tua, anak, saudara kandung)

Sejarah gula darah tinggi

Penggunaan steroid selama kehamilan

Sindrom ovarium polikistik

Usia lebih dari 25 tahun

Berat badan sebelum hamil setidaknya 10 persen di atas berat badan ideal

Anak sebelumnya memiliki berat badan lahir lebih besar dari 4 kg


42

Berat lahir ibu lebih besar dari 4 kg atau kurang dari 2,72 kg

6.1.5 Gejala-Gejala Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam
keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul
secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil
(poliuria), sering merasa lapar (polifagia) serta berat badan yang menurun.
Gejala khas Diabetes Mellitus dikenal dengan 3P yaitu:
1. Poliuria (banyak kencing)
Merupakan gejala umum pada penderita Diabetes Mellitus, banyaknya
kencing disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga
merangsang tubuh untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal
bersama air dan kencing.
2. Polidipsia (banyak minum)
Merupakan akibat dari banyaknya kencing tersebut, untuk menghindari
tubuh kekurangan cairan, maka secara otomatis akan timbul rasa haus.
3. Polipagia (banyak makan)
Merupakan gejala yang tidak menonjol kejadian ini disebabkan karena
habisnya cadangan glukosa di dalam tubuh meskipun kadar glukosa darah
tinggi.
Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa
lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari
tangan dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi,
luka yang sulit sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada
sekelompok

orang

yang

sama sekali tidak

mengalami gejala-gejala

tersebut, namun penyakit ini baru diketahui secara kebetulan pada waktu
check up atau melakukan pemeriksaan darah.

6.1.6 Epidemiologi Diabetes Mellitus


1. Distribusi dan Frekuensi

Menurut Orang
43

Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh


penduduk usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita
DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun.24
Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan penderita DM
Tipe 2 biasanya berumur 40 tahun.
Hasil penelitian Ditjen Yanmed Depkes RI pada tahun 2002,
diperoleh data bahwa DM berada di urutan keenam dengan PMR
sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah Sakit
yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen
Yanmed Depkes pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi
penyebab kematian tertinggi pada pasien rawat inap akibat penyakit
metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan 3.316 kematian (CFR
7,9%).
Berdasarkan penelitian Junita L.R marpaung di RSU Pematang
Siantar tahun 2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM
yang berusia 45 tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia < 45
tahun.26 Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun
2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia 40 tahun
dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun.27

Menurut Tempat
Pada Tahun 2000, lima Negara dengan jumlah penderita
Diabetes mellitus terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India
(31,7 juta), Cina (20,8 juta), Amerika (17,7 juta), Indonesia (8,4 juta),
dan Jepang (6,8 juta).24 Berdasarkan survei lokal, prevalensi DM di
Pulau Bali pada tahun 2004, mencapai angka 7,2%. Pada tahun 2005,
di DKI Jakarta telah dilakukan survei, dan diperoleh prevalensi DM
sebesar 12,8%.5
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian
epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM
terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %,
Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7%. Sedangkan
prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain
44

Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya


perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan
menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM.

Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia,
dimana 1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan
selebihnya 1,5 juta atau 51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian
ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta
atau 65,52% kematian terjadi di negara berkembang.Pada tahun 2003,
WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk
dunia usia 20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan tahun 2007
mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih
banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup)
dan faktor lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2
sebanyak 171 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta
pada tahun 2030.

6.1.7 Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan
khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin
disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan,
gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada
wanita.
Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan
sebagai patokan diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
4 berikut ini.

45

Tabel 4. Kriteria penegakan diagnosis


Glukosa Plasma Puasa

Glukosa Plasma 2 jam


setelah makan

Normal

<100 mg/dL

<140 mg/dL

Pra-diabetes
IFG atau IGT

100 125 mg/dL

140 199 mg/dL

Diabetes

126 mg/dL

200 mg/dL

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa


darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih
lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah
sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa
darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi
glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200
mg/dL.

6.1.8 Komplikasi Diabetes Mellitus


Akut :
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan
ketosis. Glukosuria dan ketonuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik,
sehingga mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok bahkan
mengalami koma dan meninggal.
2. Status Hiperosmolar Hiperglikemi Non Ketotik (HHNK)
Koma hiperosmolar non ketotik sering terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe 2. Komplikasi ini ditandai dengan hiperglikemia tanpa
disertai ketosis. Gejala khasnya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia
berat, pernafasan cepat dan dalam (kussmaul).
46

3. Koma Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, pusing, banyak
keringat, gemetar, berdebar-debar, gelisah, dan kesadaran menurun sampai
koma.
Kronis :
Komplikasi kronik Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makroangiopati :

Pembuluh darah jantung (PJK)

Pembuluh darah tepi

Pembuluh darah otak (stroke)


2. Mikroangiopati :
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan
baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Neuropati :
Neuropati somatik
Neuropati autonomik
Peripheral vascular dissease
4. Rentan infeksi TBC, pneumonia, infeksi saluran kemih, ulkus diabetik,
infeksi kulit (abses), infeksi pada telinga dan
ginggivitis
5. Kaki diabetik
6. Aterosklerosis
7. Disfungsi ereksi

VI.2. Peran Endokrin dalam Homeostasis Glukosa


Peredaran zat-zat gizi dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam proses
metabolisme dipengaruhi oleh berbagai hormon, termasuk hormon insulin,
glukagon, ephineprin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Pada berbagai kondisi
insulin dan glukagon secara normal merupakan hormon pengatur yang paling
dominan mengubah jalur metabolik dari anabolisme netto menjadi katabolisme
netto bolak-balik dan penghematan glukosa, yang masing-masing bergantung pada
apakah tubuh berada dalam keadaan kenyang atau puasa.
Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai
organendokrin didukung oleh pulau-pulau Langerhans (Islets of Langeerhans) yang
terdiri tiga jenissel yaitu; sel alpha () menghasilkan glukagon, sel beta ()
menghasilkan insulin dan merupakan jenis sel pankreas paling banyak, sel deltha
47

(D) menghasilkan somatostatinnamun fungsinya belum jelas diketahui, dan sel


PP menghasilkan polipeptida pankreas.
Kita akan lebih banyak membahas dan mengkaji hormon glukagon dan
insulin, karena kedua hormon ini memegang peranan penting dalam metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat
dipengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling bertolak
belakang. Kalau secara umum, sekresi hormone insulin akan menurunkan kadar
gula

dalam

darah

sebaliknya

untuk

sekresi

hormone

glukagon akan meningkatkan kadar gula dalam darah.


Perangsangan glukagon bila kadar gula darah rendah, dan asam amino darah
meningkat. Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epinefrin.Dalammeningkatkan

kadar

gula

darah,

glukagon

merangsang

glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan meningkatkan


transportasi asam amino dari otot serta meningkatkan glukoneogenesis (pemecahan
glukosa dari yang bukan karbohidrat).

6.2.1 Insulin
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam
amino dalam darah serta mendorong penyimpanan zat-zat gizi tersebut.
Hormon insulin digunakan secara nyata untuk mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan protein pada

otot rangka.

Hormon ini

memudahkan

penyerapan glukosa dan asam amino kedalam otot rangka dan hati, dengan
demikian berperan dalam proses glycogenesis. Secara bersamaan, insulin
menghalangi pelepasan glukosa hati

(glycogenolysis)

dan

produksi

glukosa baru dari nutrien nonkarbohidrat (gluconeogenesis).


Hormon insulin juga memainkan peran yang krusial dalam
metabolisme

lemak,

yaknidalam

mengatur lipolysis

dan lipogenesis.

Lipolysis, hidrolisis dari triglycerida, adalah salah satu langkah syarat dari
48

oksidasi lemak, dimana dengan melepaskan ikatan asam lemak untuk


ditranspor ke mitokhondria untuk oksidasi. Banyak kajian yang menunjukkan
bahwa hormon insulin dengan jelas berperan dalam lipolysis pada posisi
istirahat.
Demikian juga ketika memfasilitasi serapan glukosa

di hati dan

jaringan adipose jaringan, hormon insulin merangsang lipogenesis juga.


Konversi glikolitik dari glukosa ke acetyl CoA merupakan pendahuluan ke
sintese asam lemak.
Dalam kaitan dengan metabolisme protein, peran utama

hormon

insulin adalah mengurangi dari menguraikan protein (katabolisme). Walau


hormon

ini

juga berperan

didalam

meningkatkan

sintese

protein

(anabolisme), akibatnya sebagian besar bergantung pada kemampuan asam


amino. Beberapa studi telah mencatat bahwa elevasi hormon insulin tanpa
diikuti dengan peningkatan pada kemampuan asam amino sebenarnya
menurunkan sintese protein sebagai hasil rendahnya konsentrasi asam
amino plasma.

49

Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif
langsung antara sel pankreas yang

menghasilkan insulin

dengan

konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa darah, sepeti


yang terjadi setelah proses pencernaan makanansecara langsung akan
merangsang sintesa dan sekresi insulin oleh sel pankreas. Dengan adanya
kadar insulin yang meningkat, maka akan menurunkan kadar glukosa darah
ke tingkat yang normal karena terjadi peningkatan pemakaian dan
penyimpanan glukosa.
Sebaliknya penurunan kadar glukosa darah akan secara langsung
menghambat sekresi insulin. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini
menyebabkan perubahan metabolisme dari keadaan absorptif ke keadaan
pasca absorptif. Dengan demikian sistem umpan balik negatif sederhana ini
mampu mempertahankan pasokan glukosa ke jaringan secara konstan tanpa
memerlukan fungsi hormon insulin.
Faktor lain yang mengontrol sekresi hormon insulin adalah:
1.
2.

Peningkatan kadar asam amino plasma.


Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan

3.

sebagai responadanya makanan.


Sistem saraf otonom.

50

6.2.2 Glukagon
Banyak ahli fisiologi memandang sel-sel pankreas penghasil
insulin dan sel-sel pankreas penghasil glukagon sebagai pasangan sistem
endokrin yang sekresinya kombinasinya merupakan faktor utama dalam
mengatur metabolisme bahan bakar. Glukagon mempengaruhi banyak proses
metabolisme

yang

juga

dipengaruhi

oleh

insulin

dan berlawanan dengan efek insulin. Glukagon bekerja terutama di hati,


tempathormon

ini

menimbulkan

berbagai

efek

pada

metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yaitu:


1) Efek pada karbohidrat, mengakibatkan peningkatan pembentukan dan
pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
darah. Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan
sintesis

glikogen,

meningkatkan glikogenolisis,

dan

merangsang

glukoneogenesis
51

2) Efek pada lemak, mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesa


trigliserida.Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di
hati dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton.
3) Efek pada protein, glukagon menghambat sintesa protein dan
meningkatkan penguraian protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga
memperkuat efek katabolik glukagon padametabolisme protein di hati.
Walaupun meningkatkan katabolisme protein di hati,glukagon tidak
memiliki efek bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon
initidak mempengaruhi protein otot, simpanan protein yang utama di
tubuh.

52

Seperti sekresi insulin, faktor utama yang mengatur sekresi glukagon


adalah efek langsung konsentrasi glukosa darah pada pankreas endokrin.
Ketika

glukosa

darah

mengalami

penurunan

maka

sel

pankreas meningkatkan sekresi glukagon. Efek hiperglikemik hormon ini


cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke tingkat normal.
Sebaliknya peningkatan glukosa darah seperti yang terjadi setelah makan
akan menghambat sekresi glukagon yang juga cenderung memulihkan kadar
glukosa ke kadar normal.

VI.3. Metabolisme Energy Non Glukogenik (Lemak)


Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid
netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara ringkas,
hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang
masih berupa monogliserid. Karena larut dalam air, gliserol masuk sirkulasi portal
(vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur
ini.

53

Struktur miselus. Bagian polar berada di sisi luar, sedangkan bagian non polar
berada di sisi dalam
Sebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air,
maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke
dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserida
segera dibentuk menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul berbentuk gelembung
yang disebut kilomikron. Selanjutnya kilomikron ditransportasikan melalui
pembuluh limfe dan bermuara pada vena kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi
darah. Kilomikron ini kemudian ditransportasikan menuju hati dan jaringan
adiposa.

Struktur kilomikron. Perhatikan fungsi kilomikron sebagai pengangkut


trigliserida

Simpanan trigliserida pada sitoplasma sel jaringan adiposa

54

Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi
asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut,
dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan trigliserida
ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipid,
trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan
menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan
ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke
jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty
acid/FFA).
Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam lemak
dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam
lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi
trigliserida sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tak
tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi, baik asam
lemak dari diet maupun jika harus memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses
pemecahan trigliserida ini dinamakan lipolisis.
Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil
KoA. Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan
protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat
sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah mencukupi,
asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya
dapat disimpan sebagai trigliserida.
Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami
kolesterogenesis

menjadi

kolesterol.

Selanjutnya

kolesterol

mengalami

steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam lemak
juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan
aseton). Proses ini dinamakan ketogenesis. Badan-badan keton dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan asam-basa yang dinamakan asidosis metabolik. Keadaan
ini dapat menyebabkan kematian.

55

Diet

Triglise
rida
Esterif
Lipolisi
kasi
s
Asam
lemak
Lipoge
Oksidasi
Kolesteroge
nesis
beta
nesis

Lipid
Karboh
Protein
idrat
Gliserol

AsetilKoA

Steroid
Steroidog
enesis
Kolesterol

+ ATP

Siklus
asam
sitrat
ATP

Aseto
Ketogenesi
asetat
s
hidroksi
butirat
H2O

Aseto
n

CO2

Ikhtisar metabolisme lipid

6.3.1 Penyimpanan lemak dan penggunaannya kembali

56

Asam-asam lemak akan disimpan jika tidak diperlukan untuk memenuhi


kebutuhan energi. Tempat penyimpanan utama asam lemak adalah jaringan
adiposa. Adapun tahap-tahap penyimpanan tersebut adalah:
Asam lemak ditransportasikan dari hati sebagai kompleks VLDL.
Asam lemak kemudian diubah menjadi trigliserida di sel adiposa untuk
disimpan.
Gliserol 3-fosfat dibutuhkan untuk membuat trigliserida. Ini harus tersedia
dari glukosa.
Akibatnya, kita tak dapat menyimpan lemak jika tak ada kelebihan glukosa di
dalam tubuh.

VI.4. Ketoasidosis (Dapar Darah)


6.4.1 Pengertian
Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi
medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di
sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini akan memicu
peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan
penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia
dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis
metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik,
dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD
mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH
vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga berkaitan
dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.Ketoasidosis diabetik pada
umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan asidosis, dari ringan
(pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10)
dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).

6.4.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko


57

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik


yang luas dan bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan
insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara
adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD yang telah
dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu
sebanyak 10 dari 100.000 anak.5
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih
muda (berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka
yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian
dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik,
diazoksida,

dan

sejumlah

immunosuppresan

dilaporkan

mampu

menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami


IDDM.6
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko
meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya
pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja,
anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi
keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah
asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat
memicu terjadinya KAD.
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang
mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan
kelalaian pemberian insulin atau pemberian yang salah. Angka mortalitas
KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15% di Amerika Serikat,
0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang
kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita
mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi

6.4.3 Patofisiologi
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan
kejadian awal sebagai lanjutan dari kegagalan sel-? secara progresif. Keadaan
tersebut dapat berupa penurunan kadar atau penurunan efektivitas kerja
insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan kadar hormon
58

yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan


keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik
dari glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa
menurun. Secara langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia
(kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan
elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan hiperosmolaritas.
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak
bebas, oksidasi akan turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk
asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton) secara berlebihan, sehingga
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan ini juga
diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan
yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis,
dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-seimbangan
hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam
siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif.
Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang
panjang dan dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis,
menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat keparahan KAD
lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 7,3),
moderat (pH 7,1 7,2), dan berat (pH < 7,1).7
Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia
biasanya didapatkan pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi
cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat pergeseran distribusi ion kalium
dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat defisiensi insulin dan
penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan
magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat
efek dilusi akibat osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur
dengan menambahkan kadar natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap
kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan osmolaritas serum akibat
hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas intraselular
di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat
memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas
kemudian akan memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri
beserta peningkatan risiko herniasi. Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan
59

koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap dengan monitoring


ketat.
6.4.4 Diagnosis
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula
darah > 11 mmol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat
< 15 mmol/L). Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan
ketonemia.2 Beberapa pemeriksaan laboratoris dapat diindikasikan pada
pasien KAD, yaitu:
1. Gula darah
a. Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula
darah selama terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap
pemberian terapi.
b. Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa
turun secara progresif atau bila diberikan infus insulin.
2. Gas darah
Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan
darah dari vena dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring
asidosis karena lebih mudah dalam pengambilan dan lebih sedikit
menimbulkan trauma pada anak.
Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut:
Ringan (pH < 7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20;
bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4
mmol/L).
3. Kalium
a. Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat,
meskipun kadar kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi
akibat adanya kebocoran kalium intraselular. Insulin akan memfasilitasi
kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium mungkin menurun
secara cepat selama terapi diberikan.
b. Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan
dengan monitoring EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.
4. Natrium
a. Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi
hiperglikemia

60

b. Kadar

natrium

yang

sebenarnya

dapat

dikalkulasi

dengan

menambahkan 1,6 mEq/L natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL


glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3 mmol/L glukosa).
c. Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
d. Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan
2.

berhubungan dengan peningkatan risiko edema serebri.


Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi
oleh senyawa keton, sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum

3.

mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi yang terjadi pada KAD.


Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok
ukur ketoasidosis, dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2
mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang dilakukan untuk menilai

4.

perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1 mmol/L.
Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c): Peningkatan HbA1c menentukan
diagnosis diabetes, terutama pada pasien yang tidak mendapat penanganan
sesuai standar. Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar leukosit

sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi.


5. Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan
badan keton per 24 jam, terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler
tidak dilakukan.
6. Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD
rekuren, dimana rendahnya kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu
diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang dapat memberikan nilai
7.

palsu dalam hasil pemeriksaan.


Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat.

6.4.5 Sistem Dapar Darah


a. Penyangga Karbonat
Penyangga karbonat berasal dari campuran asam karbonat (H2CO3)
dengan basa konjugasi bikarbonat (HCO3). Raksi : H2CO3 (aq)=> HCO3(aq) + H+
(aq).

Penyangga karbonat sangat berperan penting dalam mengontrol pH


darah. Pelari maraton dapat mengalami kondisi asidosis (penurunan pH darah
karena metabolisme yang tinggi sehingga meningkatkan produksi HCO3 dan
mengakibatkan penyakit jantung, ginjal, diabetes miletus dan diare). Orang
yang

mendaki

gunung

tanpa

O2 tambahan

dapat

menderita
61

alkalosis (peningkatan pH darah dan mengakibatkan). Kadar O2 yang sedikit


di gunung membuat para pendaki bernafas lebih cepat, sehingga gas
CO2 yang dilepas terlalu banyak, padahal CO2 dapat larut dalam air
menghasilkan H2CO3 . Hal ini mengakibatkan pH darah akan naik.
b. Penyangga Hemoglobin
Pada darah, terdapat hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk
selanjutnya dibawa ke seluruh sel tubuh. Reaksi kesetimbangan dari
larutan penyangga oksi hemoglobin adalah:
HHb + O 2 (g) HbO 2 - + H +
Asam hemoglobin ion aksi hemoglobin
Keberadaan oksigen pada reaksi di atas dapat memengaruhi
konsentrasi ion H +, sehingga pH darah juga dipengaruhi olehnya. Pada
reaksi di atas O 2 bersifat basa. Hemoglobin yang telah melepaskan
O 2 dapat mengikat H + dan membentuk asam hemoglobin. Sehingga ion
H + yang dilepaskan pada peruraian H 2 CO 3 merupakan asam yang
diproduksi oleh CO 2 yang terlarut dalam air saat metabolisme.
c. Penyangga Fosfat
Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam
mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen
fosfat (H 2 PO 4 - ) dengan monohidrogen fosfat (HPO 3 2- ).
H 2 PO 4 - (aq) + H + (aq) > H 2 PO 4(aq)
H 2 PO 4 - (aq) + OH - (aq) > HPO 4 2- (aq) ) + H 2 O (aq)
Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di
luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan
penyangga urin.

VI.5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus dan Ketoasidosis


6.5.1 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan pengobatan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan
kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM
terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan
Diabetes mellitus dimulai dari :
Insulin
Terapi gizi medis (Diet)
62

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik
yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini
pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a. Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b. Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c. Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a. Kolesterol LDL <100 mg/dl
b. Kolesterol HDL >40 mg/dl
c. Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan
perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan,
status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu
ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada
keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi
perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang
tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan
kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta
kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Insulin
Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.

Berikut terapi untuk diabetes mellitus


Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD
dan rehidrasi yang memadai. Pemakaian insulinakan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati,
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino
dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
63

Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD


dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi
popular. Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis
insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat
menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi
hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.
Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia, yang
terutama berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya
(duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4
kelompok, yaitu:
a. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin), disebut juga
insulin reguler.
Yang termasuk

disini adalah

insulin reguler (Crystal

Zinc

Insulin/CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam


bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain: Actrapid,
Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum
makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat
bertahan sampai 8 jam.
b. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat
dengan menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat
dengan cara memperlambat penyerapan insulin kedalam darah. Yang
dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard,
Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam. Puncaknya
tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan
24 jam.
c. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja
sedang. Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24
jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40.
b. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan
lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup
lama, yaitu sekitar 24 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin
(PZI), Ultratard.
64

Cara Kerja Insulin


Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah
reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel target. Reseptor
insulin terdiri daridua heterodimer yang terdiri atas dua subunit yang diberi
simbol a dan . Subunit a terletak pada ekstrasel dan merupakan sisi yang
berikatan dengan insulin. Subunit merupakan protein transmembran yang
melaksanakan fungsi

sekunder yang utama pada sebuah reseptor yaitu

transduksi sinyal (Granner, 2003). Ikatan ligan menyebabkan autofosforilasi


beberapa residu tirosin yang terletak pada bagian sitoplasma subunit dan
kejadian ini akan memulai suatu rangkaian peristiwa yang kompleks.
Reseptor insulin memiliki aktivitas intrinsik tirosin kinase dan berinteraksi
dengan protein substrat reseptor insulin (IRS dan Shc). Sejumlah protein
penambat (docking protein) mengikat protein selular dan memulai aktivitas
metabolik insulin [GrB-2, SOS, SHP-2, p65, p110 dan phosphatidylinositol 3
65

kinase (PI-3-kinase)]. Insulin meningkatkan transport glukosa melalui


lintasan PI-3-kinase dan Cbl yang berperan dalam translokasi vesikel
intraselular yang berisi transporter glukosa GLUT 4 pada membran plasma.
Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin juga menginduksi sintesa glikogen,
protein, lipogenesis dan regulasi berbagai gen dalam perangsangan insulin
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 (Powers, 2005).

Mekanisme kerja insulin (Harrisons Principle of Internal Medicine, 2005)


Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan
pasien diabetes mellitus tipe 2.Farmakoterapi antidiabetik oral dapat
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

a. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar
pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans
pankreas masih dapat berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang
terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan
oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat
golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan
66

berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami


ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Sulfonilurea generasi pertama


Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam
hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5
jam (Katzung, 2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma.Di
dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi
melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi,
masa paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah
menjadi 1- hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek
hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih
panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam
hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah
terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih
terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan
Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya
dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa
jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).

Sulfonilurea generasi kedua


Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100
kali lebih kuat daripada tolbutamida.Sering kali ampuh dimana obatobat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan
sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain
67

yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin


pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay dan Rahardja,
2002). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi
melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal
(Handoko dan Suharto, 1995).
Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme
dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa
perubahan melalui ginjal (Katzung, 2002).
Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis
paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1
mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8
mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme
secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung,
2002).

b. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan
nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak
diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan
Alkes, 2005).

c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan
berupa

penurunan

kadar

glukosa

dan

insulin

dengan

jalan

meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati,
sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot
meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada
68

sasaran

kelainan

hipoglikemia

dan

yaitu

resistensi

juga

tidak

insulin

tanpa

menyebabkan

menyebabkan

kelelahan

sel

pankreas.Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.


d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).
Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)
Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko
tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang
tua, dan hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam
secara subkutan
6.5.2 Penatalaksanaan Ketoasidosis
Tujuan dari penatalaksanaan ketoasidosis adalah mengkoreksi kadar
elektrolit

tubuh

yang

hilang,

memperbaiki

perfusi,

meningkatkan

pengambilan glukosa di perifer, memperbaiki asidosis, meningkatkan


ketogenesis dan mencegah komplikasi.
Cara mengatasi kondisi KAD
1. Resusitasi yang diperlukan
2. Menyiapkan pemeriksaan-pemeriksaan dasar
3. Memulai monitoring klinik secara reguler
4. Memulai rehidrasi
5. Penilaian penggantian Na
6. Penilaian penggantian K
7. Memulai pemberian insulin
8. Mengatur kebutuhan insulin sehingga tercapai hasil yang diinginkan.
Berikut terapi untuk KAD
Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan.8 Terapi
insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya

69

dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih
rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar
dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong
untuk menentukan derajat dehidrasi adalah:
- 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia
- 10% : capillary refill time > 3 detik, mata cowong
- > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah
penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8 " 12 jam
pertama dan sisanya dalam 12 " 16 jam berikutnya.Cairan fisiologis (NaCl
0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 " 20 ml/kgBB/jam atau lebih selama
jam pertama ( 1 " 1,5 liter). Sebuah sumber memberikan petunjuk praktis
pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2
jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi.
Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit
serum, dan pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan
jika kadar natrium serum tinggi (> 150 mEq/l), dan diberikan untuk
mengkoreksi peningkatan kadar Na+ serum (corrected serum sodium)
dengan kecepatan 4-14 ml/kgBB/jam serta agar perpindahan cairan antara
intra dan ekstraselular terjadi secara gradual.

Natrium
Penderita oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan
gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan
lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia
70

memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian


efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level
natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 +
(1,6 x 5) = 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan
pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%). Serum natrium yang lebih
tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.
Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 - 5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkaliterjadi. Hal ini
terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis,
kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi
asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi
kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai
setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai
5,5 mEq/l. Umumnya, 20 - 30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada
tiap liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam
range normal 4 - 5 mEq/l. Kadangkadang pasien KAD mengalami
hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus
dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga
kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan
kelemahan otot pernapasan.Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah
dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan
ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.
Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan
hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau
meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak
prospektif gagal untuk menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian
fosfat pada hasil akhir pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat
menyebabkan hipokalemia berat tanpa bukti adanya tetanus.
Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta
depres pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara
hati-hati mungkin kadangkadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan
jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar
71

serum posfat < 1,0 mg/dl. Ketika diperlukan, 20 " 30 mEq/l kalium fosfat
dapat ditambahkan pada terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu
diperlukan pemantauan secara kontinu.7 Beberapa peneliti menganjurkan
pemakaian kalium fosfat rutin karena mereka percaya akan dapat
menurunkan hiperkloremia setelah terapi dengan membatasi pemberian anion
Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan hipokalsemia simtomatis pada
beberapa pasien.
Magnesium
Biasanya terdapat de sit magnesium sebesar 1 - 2 mEq/l pada pasien KAD.
Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik
yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan
magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala
akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium. Gejala yang sering
dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan
aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar ! 1,2 mg/dl.
Jika kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium
dapat dipertimbangkan.
Hiperkloremik asidosis selama terapi
Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama fase
awal terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian
defisit bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar
salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien akan mengalami
sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang rendah dengan anion
gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan tidak
akan berbahaya dalam waktu 12 - 24 jam jika pemberian cairan intravena
tidak diberikan terlalu lama.
Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor
pencetus terjadinya KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat
ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.

VII.Kesimpulan
72

Adinda 10 tahun, menderita DM tipe 1 dengan komplikasi ketoasidosis.

Daftar Pustaka
Baradero , Mary,. . .et. Al. 2009. Klien Dengan Gangguan Endokrin. Jakarta : EGC.
Campbell, M. K., Farrell, S. O. (2012). Biochemistry. USA: Mary Finch
Carthy, T; Horesh N; Apter A; Edge MD; Gross JJ (May 2010). "Emotional reactivity and
cognitive regulation in anxious children". Behavior Research and Therapy 48 (5): 384393
Charts for heart rate, respirations, and blood pressure taken from Robert M. Kliegman,et al.,
editors,

Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition (Philadelphia: Saunders Elsevier,

2007), 389

73

Kail, RV; Cavanaugh JC (2010). Human Development: A Lifespan View (5th ed.). Cengage
Learning. p. 296
Lawrence, J.C., 1994, Insulin and Oral Hypoglycemic Agents, In Brody, T.M., Larner, J.,
Minneman, K.P., and Neu, H.C. (Ed.), Human Pharmacology, 2nd Ed., 523-539, Mosby,
London.
Marks, Basic Medical Biochemistry, 4th edition, Elsevier
Marshall WA, Tanner JM (June 1969). "Variations in pattern of pubertal changes in girls".
Arch. Dis. Child
Nelson Textbook of Pediatrics, 19th edition (Philadelphia: Saunders Elsevier, 2012)
Normal Reference Range Table from The University of Texas Southwestern Medical Center
at Dallas. Used in Interactive Case Study Companion to Pathologic basis of disease.
Price & Wilson. 2002. Patofisiologi (ed. 6). Jakarta: EGC
PTS PANELS Ketone Test Strips Information paper PS-002588E Rev. 2 10/05 by Polymer
Technology Systems
RA, Nabyl. 2009. Cara Mudah Mencegah dan Mengobati Diabetes Mellitus. Yogyakarta :
Aulia Publishing.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. 5. Jakarta :
Suyono, Slamet,. . .et. Al. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI.
Thomas E Creighton (1993). Proteins: Structures and Molecular Properties (2nd ed.). W H
Freeman and Company. pp. 8183
Unger, R.H. and Foster, D.W., 1992, Diabetes Mellitus, In Wilson, J.D. and Foster, D.W.,
Endocrinology, 1255-1317, W.B Sunders Company, A Division of Harcourt Brace and
Company, London.
Waspadji, sarwono, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 1V Jilid 3. Jakarta : FKUI.

74

Anda mungkin juga menyukai