Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia.
Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi
Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas
jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau
keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk
mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal
Health Coverage). Dalam sidang ke58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA)
menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka
terhadap risiko keuangan. WHA ke58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan
kesehatan yang berkelanjutan

melalui Universal Health Coverage diselenggarakan

melalui

mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong
negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan
terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi
warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur
dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU
36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas
pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi
kesehatan perorangan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 1

Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk
jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek
(Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai
swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun
demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh
penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan
diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus
untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang
implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012
tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Sesungguhnya keinginan untuk mendirikan BPJS baru telah dibahas dalam prosespenyusunan UU
SJSN.

Perdebatannya

berlangsung

sangat

alot.

Berbagai

pertimbangan

tentangcost-

benefit, Nasionalisme, keadilan antar daerah dan antar golongan pekerjaan, sertapertimbangan kondisi
geografis serta ekonomis yang berbeda-beda telah pula dibahas mendalam.Apa yang dirumuskan
dalam UU SJSN, UU no 40/04, merupakan kompromi optimal.Konsekuensi logis dari sebuah negara
demokrasi adalah bahwa rumusan suatu UU yang telahdiundangkan harus dilaksanakan, baik yang
tadinya pro maupun yang tadinya kontra terhadap
suatu isi atau pengaturan. Setelah disetujui DPR, wakil rakyat, maka rumusan suatu UUmengikat
semua pihak. Sangatlah tidak layak dan tidak matang, apabila UU tersebut sudah divonis tidak
mengakomodir kepentingan kita, sebelum UU itu dilaksanakan. Kita harus belajarkonsekuen dan
berani menjalankan sebuah keputusan UU, meskipun ada aspirasi atau keinginankita yang berbeda
dengan yang dirumuskan UU SJSN. Boleh saja kita tidak setuju dengan isisuatu UU dan tidak ada
satupun UU yang isinya 100% disetujui dan didukung oleh seluruhrakyat. Atau, jika seseorang atau
sekelompok orang yakin bahwa UU SJSN itu merugikankepentingan lebih banyak rakyat, maka ia
atau mereka dapat mengajukan alternatif ke DPRuntuk merevisi atau membuat UU baru. Inilah
hakikat negara demokrasi.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 2

1.2 TUJUAN
1.2.1

TUJUAN UMUM
Mahasiswa dapat mengetahui Sejarah tentang BPJS, definisi, ruang ,lingkup, system
rujukan, keanggotaan, kelemahan+kelebihan BPJS dengan asuramsi swasta lainnya.

1.2.2

TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi BPJS
2. Mahasiswa dapat mengetahui Ruang lingkup BPJS
3. Mahasiswa dapat mengetahui Sistem rujukan BPJS
4. Mahasiswa dapat mengetahui Keanggotaan BPJS
5. Mahasiswa dapat mengetahui kelemahan + kelebihan BPJS dengan asuransi swasta
lainnya
6. Mahasiswa dapat mengetahui Solusi tentang kasus BPJS

1.3 MANFAAT
1.3.1

Bagi Penulis
Sebagai bahan pembelajaran tentang program Negara yang bersifat asuransi, dan bekal
untuk terjun ke masyarakat.

1.3.2

Bagi Institusi
Sebagai bahan kepustakaan dan perbandingan.

1.3.3

Bagi Pelayanan Kesehatan


Sebagai bahan pertimbangan, agar penyelenggara program BPJS bisa mempermudah
proses keanggotaan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah singkat tentang badan penyelenggara jaminan sosial ( BPJS )


BPJS Kesehatan, mulai beroperasi 01 Januari 2014, adalah badan publik yang menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan. Ini sesuai amanat UU BPJS Kesehatan, yaitu UU 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2.1 Definisi BPJS


Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan Undang -undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial maka BPJS merupakan sebuah lembaga hukumnirlaba untuk

perlindungan

sosial

dalam

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk
untukmenyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu
lembaga asuransi jaminan kesehatan PT ASKES, dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT
TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRI dan lembaga
jaminan sosial ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi PT Askes sertaPT JAMSOSTEK
menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap. Padatanggal 01 Januari 2014, PT Askes akan
menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.

2.2 Ruang Lingkup Pelayanan


Adapun beberapa ruang lingkup yang harus dirampungkan BPJS yakni koordinasi manfaat
pelayanan kesehatan, koordinasi premi dan iuran, koordinasi sistem informasi, koordinasi penagihan
dan klaim serta koordinasi sosialisasi.
2.3 Sistem Rujukan
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 4

A. Ketentuan Umum
1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan
oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan
oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat
lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat
dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat
dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan
melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak
pada kelanjutan kerjasama
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 5

9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang
lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih
rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang
lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam
menangani pasien tersebut
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka
panjang dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 6

B. Tata Cara Pelaksanaan System Rujukan Berjenjang


1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis,
yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan
dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari
faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk
kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang
dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana
terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat
pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan
lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu
rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 7

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan
oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.4 Keanggotaan
Terhitung sekitar 116.122.065 jiwa penduduk otomatis menjadi BPJS, namun Pemerintah
menargetkan 140 juta peserta pada tahap awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional
kesehatan beroperasi, antara lain untuk 86,4 juta jiwa untuk peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk
peserta Jamkesda, 16 juta jiwa untuk peserta Askes, 7 juta jiwa untuk peserta Jamsostek dan 1,2 juta
jiwa untuk peserta dari unsure Polri dan TNI. Sedangkan untuk penjaminan kesehatan seluruh rakyat
Indonesia ditargetkan rampung pada 1 Januari 2019.
Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional terbagi menjadi dua, yaitu kelompok
peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan
Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kepesertaan BPJS
Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,
terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta Bukan PBI.
Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan
dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah
(pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri,
dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja,
pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).
Dua kelompok selain kelompok pengalihan dan PBI memiliki prosedur pendaftaran masingmasing. Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah:
1.

Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.

2.

BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi


tentangvirtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual account berlaku untuk satu
perusahaan).

3.

Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS
Kesehatan.

4.

Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.

5.

BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan.

Berikut tata cara pendataran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja:
1.

Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan mengisi formulir daftar
isian peserta dan menunjukkan kartu identitas (KTP, SIM, KK atau paspor).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 8

2.

BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon peserta. Virtual
accountberlaku untuk masing-masing individu calon peserta. Kemudian calon peserta
melakukan pembayaran ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS
Kesehatan.

3.

Peserta melakukan konfirmasi pembayaran iuran pertama ke BPJS Kesehatan.

4.

BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada peserta.

Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan. Namun,
bila peserta tidak membawa kartu BPJS ketika berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama,.
Rinciannya, anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau Nomor Register
Pokok dan mantan peserta Jamsostek bisa menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan
mantan peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut terdaftar di master
file kepesertaan BPJS Kesehatan.
Semua warga yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke dalam dua kelompok seperti
yang telah dibahas di atas, yaitu:
A. PBI Jaminan Kesehatan
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan kepada fakir
miskin dan orang cacat total sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang iurannya dibayar
oleh pemerintah.
Berikut ini beberapa criteria peserta PBI Jaminan Kesehatan dari pemerintah menurut BPS:
a)

Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b)

Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

c)

Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok


tanpa diplester.

d)

Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

e)

Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

f)

Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

g)

Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

h)

Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

i)

Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

j)

Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

k)

Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 9

l)

Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.

m)

Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

n)

Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti:
sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

B. Bukan PBI Jaminan Kesehatan


Peserta Bukan PBI Kesehatan terdiri atas:
a)

Pekerja penerima upah beserta anggota keluarganya.


Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan
menerima upah atau gaji.

PNS

Anggota POLRI dan TNI

Pegawai swasta

Pegawai pemerintan non-pegawai negeri

b)

Pekerja bukan penerima upah beserta anggota keluarganya.


Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atas resiko sendiri.

c)

Pekerja diluar hubungan kerja atau outsourcing


Bukan pekerja beserta anggota keluarganya.
Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja namun mampu membayar iuran

jaminan kesehatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meliputi:

Investor

Pensiunan

Pengusaha
Sementara itu, jumlah peserta anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan

paling banyak 5 (lima) orang. Peserta atau anggota keluarga yang dimaksudkan di atas
meliputi:
1)

Suami atau istri sah,

2)

Anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang memenuhi kriteria berupa:
a)

Belum menikah

b)

Tidak memiliki penghasilan sendiri

c)

Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih dalam
pendidikan formal

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 10

2.5 kelemahan dan Kelebihan BPJS dengan Asuransi Swasta


1. BPJS
A. Kelemahan

1. Proses Registrasi Yang Ribet


Setelah kemarin saya menuliskan artikel mengenai Cara Mendaftar BPJS Kesehatan
Secara Online, saya awalnya telah mencoba dan juga telah berhasil dalam registrasi BPJS secara
online. Namun dalam prosesnya ternyata hal ini belum berlaku di kabupaten saya. Sehingga
meskipun telah mendapatkan semacam token registrasi, saya juga harus mengisi ulang form yang
tersedia di kantor BPJS.

Selain proses registrasi online yang ribet, ternyata website BPJS sendiri mengalami
trouble. Hal ini terlihat ketika baru baru ini saya ingin mendaftar lagiuntuk saudara, ternyata
hosting website sepertinya down, sehingga kolom pendaftarannya tidak bisa diakses sebagaimana
mestinya. Jadi bagi Anda yang ingin registrasi online, sepertinya Anda harusmengurungkan niat
Anda, karena memang pihak website BPJS yang mengalami masalah.
2. Pelayanan Yang Kurang Memuaskan
Ibarat makanan, BPJS adalah rogram pemerintah yang masih setengah matang. Bagus di
planning, namun sedikitamburadul dalam action atau pelaksanaannya. Beberapa masalah
pelayanan yang mungkin akan merepotkan Anda adalah sebagai berikut :

3. Hak peserta Askes dan Jamsostek dikurangi

Salah satu kasus yang sempat mencuat adalah kasus Nabhan Ihsan, seorang anak berusia
5 tahun yang merupakan penderita Hemofilia A. Saat masih menggunakan Askes, obat yang biasa
diberikan masih bisa diklaim dan memang masih terdaftar sebagai obat yang bisa diklaimkan.
Namun setelah diganti menjadi BPJS, obat yang biasa diberikan bukan lagi termasuk daftar obat
yang bisa diklaimkan.

4.Hak peserta Jamkesmas / Jamkesda dikurangi

Sebagaimana kasus yang sama dengan Askes, kasus ini menimpa Inem salah satu
penderita kanker payudara. Sebelumnya ketika masih menggunakan Jamkesmas, biaya operasi
dan pengobatan semuanya gratis. Namun setelah diganti BPJS, biaya operasi gratis, namun
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 11

beberapa biaya obat dibebankan kepada pasien. Intinya sama dengan kasus pertama, yaitu
kemungkinan pengurangan daftar obat yang bisa diklaimkan.

5. Jampersal tidak berlaku lagi di BPJS

Selain kasus besar seperti kasus 1 dan 2, ternyata Jampersal sudah tidak diakui di era
BPJS. Jadi kalau memang sedang dalam kondisi hamil dan akan mengandung, Untuk mencari
rujukan puskesmas atau RSUD harus menggunakan kartu jamkesmas atau jamkesda sebagai
rujukan agar bisa langsung terdaftar sebagai anggota BPJS. Jika hanya memiliki Jampersal, maka
harus registrasi kembali sebagaimana Cara Daftar BPJS untuk Karyawan dan Umum.

6. Ruang Perawatan Tidak Sesuai Dengan Jenis Iuran BPJS

Sebagaimana tertera dalam klausul BPJS, jika menjadi anggota non-DPI dengan
golongan 1. Tentunya akan mendapatkan perawatan minimal di kelas 1 di RSUD. Namun dalam
kenyataannya, ada beberapa rumah sakit yang memang tidak merawat pasien tersebut di kamar
yang seharusnya. Biasanya mereka mengatakan bahwa peserta BPJS hanya bisa di kelas 3.
Karena memang kelas 1 biasanya sudah dipenuhi pasien non BPJS.

Selain beberapa keluhan tersebut, ternyata memang banyak sekali keluhan dalam
prosedur pelayanan BPJS Kesehatan. Menurut saya ini bukan masalah sepele, karena memang
harus dijelaskan kepada peserta, apa saja hak haknya dan apa saja kewajibannya. Paling tidak,
seharusnya peserta BPJS diberikan semacam buku panduan, agar tidak ada selisih paham antara
peserta BPJS dengan rumah sakit atau puskesmas yang melayani BPJS.

B. Kelebihan
-

Iuran yang ditawarkan lebih murah dibanding asuransi kesehatan yang lain.

Terjangkau oleh masyarakat dengan pendapatan menengah kebawah.

Ambulance dari tempat pelayanan ke tempat pelayanan ditanggung BPJS

Ada pelayanan forensik dan jenazah.

Biaya kesehatan gratis untuk semua penyakit.

Asuransi BPJS ini berlaku seumur hidup dari anak baru lahir hingga lansia.

Jika ada yang tidak sanggup membayar iuran, maka biaya akan di tanggung pemerintah.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 12

Saat seseorang telah berhenti dari pekerjaannya kemudian belum mendpatkan pekerjaan
baru sehingga tidak ada penghasilan untuk membayar premi, maka biaya pengobatan pun
masih ditanggung selama 6 bulan.

Bahkan kalau ada pegawai yang di-PHK, 6 bulan masih ditanggung karena dianggap tidak
mampu, nanti di bulan ke-7 ketika sudah bekerja lagi, bisa dilanjutkan bayar lagi, tapi kalau
memang belum mendapatkan kerja kembali, maka akan dimasukkan ke dalam kategori
masyarakat tidak mampu.

Peserta pengguna AsKes atau JamKesMas, tetap masih bisa menggunakan kartunya di era
BPJS saat ini.

2. Asuransi Swasta

a. Kelebihan
-

Rencana asuransi tidak akan terpengaruh jika asuransi pergeseran pekerjaan.

Para asuransi bebas memilih dokter, mereka lebih suka melakukan layanan medis
mereka. Selain itu, mereka memiliki askes lebih cepat untuk prosedur operasi elektif.

Para pemegang polis memiliki kebebasan untuk memilih rencana kesehatan mereka
sendiri sesuai dengan anggaran mereka.

Mereka juga dapat mengubah ketentuan perjanjian kapan saja dengan persetujuan
mereka sendiri.

Para polis tidak harus membayar untuk pilihan medis bahwa mereka tidak perlu.

b. Kelemahan
-

Kebijakan pemegang diharuskan untuk membayar premi yang lebih tinggi


karena meningkatnya biaya kesehatan perawatan.

Para individu dapat menghadapi resiko ditolak oleh penyedia asuransi karena
status medis atau prakondisi yang ada.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 13

2.6 Kasus Tentang BPJS


Ngamuk Anggap BPJS Bohong
Thursday, 11 September 2014 12:55
BATU-Rumah Sakit Paru Jalan A yani Kota Batu, kemarin
diwarnahi kemarahan

Istiqomah, 40 tahun warga Jl

Brantas, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu. Luapan emosi


itu, tak lepas dari perbedaan persepsi tentang pemanfaatan
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.
Emosi Istiqomah seolah tidak terbendung. Ia memarahi
petugas UGD RS Paru, dan pegawai BPJS yang bertugas di
rumah sakit milik Pemprov Jatim itu.
Kemarahan wanita itu tidak lepas dari kekecewaannya terhadap BPJS. Pasalnya, dia merasa setiap
bulan sudah menyetorkan uang Rp 42 ribu untuk pembayaran BPJS Kesehatan, namun ketika
membutuhkan perawatan media, asuransi kesehatan ini tidak bisa mencover biaya pengobatan
ayahnya yang sedang menderita sakit.
Saya merasa dibohongi, ini namanya penipuan. Selama ini disosialisasikan kalau kita punya BPJS
Kesehatan, maka seluruh pelayanan kesehatan gratis, tapi ini kok tidak ? dan saya tetap harus
membayar biaya pengobatan maupun membeli obat-obatan yang harganya selangit, ujar Iis,
panggilan akrab Istiqomah.
Lantas dia mengungkapkan, bahwa Mashud, ayahnya yang sudah berusia 80 tahun menderita diare,
Rabu (10/9) sekitar pukul 22.00. Rentang sehari, badan sang ayah mendadak panas dan menggigil.
Daa pun melakukan pengobatan awal dengan memberikan oralit, mengkompres sekaligus
mengoleskan minyak ke tubuh ayahnya. Terhitung sudah 5 kali Mashud ke kamar mandi, begitu
seringnya ia diare membuat tubuhnya tidak hanya panas, namun juga lemas.
OBAT MAHAL
Lalu, Iis pun melarikan ayahnya ke Rumah Sakit Paru. Dan dia sendiri membenarkan bahwa dalam
BPJS Kesehatan milik ayahnya, faskel pertama adalah seorang dokter keluarga, namun dokter ini
sudah meninggal dunia dunia. Selain itu waktu sudah menunjukkan pukul 01.30, tidak ada dokter
keluarga yang buka kecuali hanyalah UGD RS Paru. Sebab itulah, Iis pun memutuskan melarikan
sang ayah ke UGD RS tersebut.
Saya pikir tidak bayar, karena saya sudah punya kartu BPJS Kesehatan. Ternyata di sana saya
ditarik biaya, dengan alasan ayah saya masih belum darurat, dan saya terima saja karena ingin ayah
saya cepat ditangani, urainya.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 14

Amarah Iis yang sebelumnya bisa ditahan, mendadak meledak begitu melihat jenis obat yang
diberikan adalah obat yang biasa diberikan Puskesmas. Padahal dia harus merogoh kocek sebesar Rp
150 ribu. Bagi orang lain uang sebesar itu tidak ada apa-apanya, tapi bagi saya sangat berarti cukup
untuk jajan anak saya selama sebulan, terang wanita yang sehari-hari berjualan nasi ini.
Usai mengantarkan ayahnya pulang, dia pun kembali lagi ke UGD. Ia memprotes kenapa masih
ditarik uang padahal sudah memiliki kartu BPJS Kesehatan. Dia mendapat penjelasan dari petugas
UGD, bahwa sudah ada prosedur yang harus mereka taati, karena itu petugas UGD memintanya
untuk mendapatkan penjelasan ke Kantor Layanan Operasional (KLO) BPJS yang letaknya ada di
samping UGD.
Di Kantor BPJS ini saya marah, lho kok bayar, kok tetep seperti itu untuk apa selama ini saya urus
BPJS Kesehatan. Telat 2 hari bayar saja, sudah diomel-omel oleh petugas BPJS, belum lagi
antriannya panjang. Saya kira BPJS bisa meringankan, ternyata tetap saja kami dikenai bayaran,
ujarnya.
Dr Resti Enggar P, dokter UGD memberikan penjelasan bahwa pihaknya sudah dibatasi oleh
creteria-kreteria yang ditetapkan BPJS. Pasien Mashud belum masuk dalam kategori GEA
(Gastroenteritis Akut) Emergency dan dehidrasi, sehingga belum bisa dicover dengan BPJS.
Kewenangan kami hanyalah menganalisa kondisi pasien, kategori yang menentukan adalah BPJS,
ujarnya.
Kepala Bagian Operasional BPJS Kesehatan Kota Batu, Frisca Prasetyo Wibowo mengatakan,
keluarga Mashud sudah menyalahi prosedur karena tidak membawa rujukan dari faskel pertama.
Selain itu kondisinya bukan emergency, kalau tidak dalam kondisi itu aturannya memang harus
membayar, ujar Frisca.
Ketika disinggung apakah BPJS Kesehatan memiliki instalasi kesehatan yang beroperasi 24 jam di
Kota Batu ? Frisca mengatakan tidak punya kerjasama dengan klinik yang beroperasi 24 jam.
Saya kira itu konsekwensi yang harus kita bayar, ketika saudara kita sakit pada malam hari. Kalau
anak saya sakit malam hari saja, berobat di instalasi kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS,
saya tetap bayar, ujarnya.
Solusi terbaik menurut Frisca, tak lain berharap Dinas Kesehatan di kota ini membuka Puskesmas
selama 24 jam atau ada klinik yang buka nonstop sehingga bisa bekerjasama dengan BPJS. Kalau
ada klinik yang buka 24 jam di Kota Batu ini, dengan senang hati kami akan ajak bekerjasama,
paparnya. (muh/lyo)
( http://www.malang-post.com/agropolitan/92017-ngamuk-anggap-bpjs-bohong )

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 15

SOLUSI
Bagi ibu istiqomah
Berharap semoga dinas kesehatan mempunyai instalasi 24 jam yang bekerja sama dengan
BPJS agar ibu istiqomah bisa mengikuti alur rujukan program BPJS dengan benar. Karena di
tempat ibu istiqomah tinggal belum ada klinik maupun instalasi kesehatan 24 jam yang
bekerja sama dengan BPJS.
Bagi rumah sakit
Untuk pihak rumah sakit seharusnya memberi kebijakan untuk keluarga ibu istiqomah,
dengan memberikan pengobatan terlebih dahulu, sembari ayah ibu istiqomah mendapatkan
pengobatan, ibu istiqomah akan meminta surat rujukan dari puskesmas.
Bagi TIM BPJS
Seharusnya program BPJS mensosialisasikannya dengan baik, agar masyarakat tidak
salah kaprah menanggapi program BPJS yang di bangun pemerintah itu. Banyak masyarakat
yang belum mengetahui alur penggunaan kartu BPJS yang mereka miliki, mereka hanya
mengerti bahwa dengan kartu BPJS yang mereka bayar tiap bulan itu akan mendapatkan
pengobatan dan pelayanan kesehatan secara gratis, masyarakat kurang mengetahuinya bahwa
pemegang kartu BPJS tudak di bebaskan biaya begitu saja, banyak alur yang harus di jalani
sebelum mendapatkan pelayanan dirumah sakit. Bagus memang program pemerintah tentang
BPJS ini tapi pemerintah kurang mensosialisasikan terhadap masyrakat khusunya
masyarakat kecil, karena terlau banyak akur rujukannya. Akhirnya malah masyarakat malah
enggan untuk ikut serta dalam program BPJS.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 16

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

2.

BPJS

Kesehatan

akan

membayar

kepada

Fasilitas

Kesehatan

tingkat

pertama

denganKapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan


membayar dengan sistem paket INA CBGs.
3.

BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada
Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran
pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS
Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar
tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

3.2 SARAN
1.

Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan sosial harus berkelanjutan selama negara
ini ada, oleh karena itu harus dikelola secara prudent, efisien dengan tetap mengacu pada
budaya pengelolaan korporasi.

2.

Kenyataannya 80% penyakit yang ditangani rumah sakit rujukan di Provinsi adalah penyakit
yang seharusnya ditangani di Puskesmas. Tingkat okupansi tempat tidur yang tinggi di RS
Rujukan Provinsi bukan indikator kesuksesan suatu Jaminan Kesehatan. Hal ini berdampak
pada beban fiskal daerah yang terlalu tinggi.Oleh karenanya Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
membutuhkan sistem rujukan berjenjang dan terstruktur maka setiap Provinsi harap segera
menyusun peraturan terkait sistem rujukan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 17

DAFTAR PUSTAKA
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia Nomor 326 Tahun 2013 Tentang Penyiapan kegiatan
penyelenggaraan Jaminan kesehatan nasional.

Kementerian kesehatan republik indonesia. 2013. Buku pegangan sosialisasiJaminan kesehatan


nasional (JKN)Dalam sistem jaminan sosial nasional: Jakarta.

Mukti, Ali Gufron. Rencana Kebijakan Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kemenkes RI :
Surabaya.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan.

Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

( http://www.malang-post.com/agropolitan/92017-ngamuk-anggap-bpjs-bohong )

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

Page 18

Anda mungkin juga menyukai