Anda di halaman 1dari 25

PAPER

PRESBIAKUSIS

DISUSUN OLEH:
BAGINDA YUSUF SIREGAR
090100001

Pembimbing:
dr. Suriyanti

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA
HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
(THT-KL)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan

anugerah-Nya,

penulis

dapat

menyelesaikan

paper

yang

berjudul

Presbiakusis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pembimbing


dr. Suriyanti atas bimbingannya.
Ilmu kedokteran masih terus berkembang dan dalam waktu singkat sudah
muncul teori dan pengetahuan-pengetahuan baru. Untuk itu penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima
saran, kritik dan masukan yang membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, 12 Mei 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................

ii

Daftar Isi .........................................................................................................

iii

Daftar Gambar ...............................................................................................

iv

Bab 1 Pendahuluan .......................................................................................

1.1 Latar Belakang ..............................................................................

1.1 Tujuan Penulisan ...........................................................................

Bab 2 Tinjauan Pustaka ...............................................................................

2.1. Anatomi Telinga............................................................................

2.2. Fisiologi Telinga ...........................................................................

2.3. Presbikusis ....................................................................................

2.3.1. Definisi ...............................................................................

2.3.2. Etiologi ..............................................................................

2.3.3. Faktor risiko ........................................................................

2.3.4. Patogenesis .........................................................................

2.3.5. Patofisiologi .......................................................................

11

2.3.6. Klasifikasi ...........................................................................

12

2.3.7. Derajat ...............................................................................

13

2.3.8. Diagnosis ............................................................................

14

2.3.9. Penatalaksanaan ..................................................................

16

Bab 3 Kesimpulan

......................................................................................

19

Daftar Pustaka ...............................................................................................

20

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Telinga ..........................................................................

iv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Presbiakusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses

degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Presbikusis dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan 4050% pada populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi
daripada wanita.1,2
Presbiakusis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terpenting
dalam masyarakat. Hampir 40% penderita usia 65 tahun keatas mengalami
gangguan pendengaran. Akibat gangguan penengaran tersebut penderita
mengalami gangguan masalah sosial, seperti frustasi, depresi, cemas, paranoid,
merasa kesepian dan meningkatkan angka kecelakaan.2
Etiologi presbiakusis belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang
diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbiakusis. Berbagai penelitian telah
dilakukan dengan mengetahui hubungan antara berbagai faktor risiko seperti usia,
jenis kelamin, hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol dan kebiasaan
merokok terhadap penurunan pendengaran pada usia lanjut.3
Penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperkolesterol secara
langsung dapat mempengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan menurunkan
transportasi nutrisi akibat perubahan pembuluh darah dan secara tidak langsung
menurunkan aliran pembuluh darah yang berakibat degenerasi sekunder pada
saraf pendengaran.3
Komite nasional penanggualangan gangguan pendengaran dan ketulian
menyatakan bahwa diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan
presbiakusis oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan, selain
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi tenaga kesehtan di lini terdepan
untuk mendiagnosis prebiskusis. Skirining pendengaran sebaiknya juga dilakukan

secara rutin pada penderita dengan usia diatas 60 tahun untuk menurunkan
morbiditas akibat presbiakusis.4

1.2.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah:

a. Memahami teori mengenai presbiakusis


b. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi Telinga5,6

2.1.1. Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
yang berfungsi sebagai resonator dan meningkatkan transmisi suara. Aurikula terdiri
dari tulang rawan elastin dan kulit. Kanalis auditorius eksternus berbentuk huruf S
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 - 3 cm. Pada sepertiga
bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar
keringat) dan rambut.

2.1.2. Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

- batas luar : membran timpani


- batas depan : tuba Eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- batas atas : tegmen timpani (meningen / otak)
- batas dalam : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong
(oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria).
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Terdapat dua macam serabut di membran timpani,

sirkular dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya
yang berupa kerucut itu.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam
telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba Eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan
telinga tengah.

2.1.3. Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis).
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media
berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.8

Gambar 2.1. Anatomi Telinga

2.2.

Fisiologi Pendengaran5,6

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggetarkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39
- 40) di lobus temporalis.

2.3.

Presbiakusis

2.3.1. Definisi
Presbiakusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.1

2.3.2. Etiologi
Etiologi kurang pendengaran akibat degenerasi ini dimulai terjadinya
atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun secara progresif
terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah apeks
yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat dengan
manifestasi gangguan pemahaman bicara. Kejadian presbiakusis diduga
mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis,
bising, gaya hidup, atau bersifat multifaktor. 7

2.3.3. Faktor risiko


a. Usia dan jenis kelamin
Prevalensi terjadinya presbiakusis rata rata pada usia 60 65 tahun keatas.
Proses bertambahnya usia semakin banyak penderita mengalami gangguan pendengaran.
Faktor risiko usia terhadap kurangnya pendengaran berbeda antara laki-laki dengan
perempuan. Laki laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi
tinggi dan hanya sedikit penurunan pendengaran pada frekuensi rendah bila dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini disebabkan laki laki lebih sering terpapar bising di tempat
kerja dibandingkan perempuan.2,8
Beberapa ahli menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin ini tidak seluruhnya
disebabkan karena adanya perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun telinga
dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbuljan masking noise effect pada
frekuensi rendah. Penggunaan earphone selama pemeriksaan audiometric menjadi kurang
efektif akibat pengaruh bentuk anatomi tersebut.8

b. Hipertensi
Kurangnya pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi
mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, hemoraghea, atau vasospasme. Patogenesis
system sirkulatorik dapat terjadi pada pembuluh darah organ telinga dalam, disertai
dengan peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler, dan transport
oksigen. Akibatnya terjadi kerusakan sel sel auditori, dan proses transmisi sinyal yang
dapat menimbulkan gangguan komunikasi, dan dapat disertai tinitus.9

c. Diabetes melitus
Glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk
advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan tubuh
penderita diabetes mellitus. Bertambahnya AGEP akan mengurangi elastisitas dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis). Dinding pembuluh darah akan semakin menebak dan
lumen menyempit sehingga terjadi mikroangiopati.10
Akibat mikroangiopati organ koklea akan terjadi atrofi dan berkurangnya sel
rambut. Neuropati terjadi akibat mikroangiopati pada vasa nervosum nervus VIII,
ligamentum dan ganguon spiral ditandai kerusakan sel Schwann, degenerasi myelin, dan
kerusakan akson. Akibat proses ini, akan terjadi penurunan pendengaran.11

d. Hiperkolesterol
Pola makan dengan komposisi lemak berlebih seperti pada penyakit
hiperkolesterol, hiperlipidemia, dan hipertrigliserida merupakan faktor risiko terjadinya
penurunan pendengaran. Patogenesis aterosklerosis adalah ateroma dan arteriosklerosis.
Arteroma merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zar lemak pada dinding pembuluh
darah. Sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas pembuluh darah.12

e. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida mempunyai efek menganggu
peredaran darah manusia, bersifat ototoksik secara langsung, serta merusak sel saraf
organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksihemohlobin. Akibatnya terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan
menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek lainnya adalah spasme pembuluh darah,
kekentalan darah, dan arteriosklerotik.13

f.

Riwayat bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe

sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum menganggu percakapan sehari
hari. Sifatnya tuli sensori neural tipe koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian adalah intensitas bising,
frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan indivisu, umur, dan faktor
lain dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan
energy bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.12

Gangguan fisiologis dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan


denyut nadi, peningkatan metabolism basal, vasokonstriksi pembuluh darah,
penurunan peristaltik usus, serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi
tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Pemajanan
yang terus- menerus terhadap suara yang bising dapat merusak sel sel rambut di
dalam koklea.12

2.3.4. Patogenesis
A.

Degenerasi koklea12,14
Patofisiologi terjadinya presbikusis menunjukkan adanya degenerasi pada

stria vaskularis (tersering). Bagian basis dan apeks koklea pada awalnya
mengalami degenerasi, tetapi kemudian meluas ke regio koklea bagian tengah
dengan bertambahnya usia. Degenerasi hanya terjadi sebagian tidak seluruhnya.
Degenerasi sel marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara
sistemik, serta terjadi kehilangan Na+K+ATPase. Kehilangan enzim penting ini,
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan imunohistokimia.
Prevalensi terjadinya presbikusis metabolik (strial presbyacusis) cukup
tinggi. Stria vaskularis yang banyak mengandung vaskularisasi, pada penelitian
histopatologi tikus kecil yang mengalami penuaan terdapat keterlibatan vaskuler
antara faktor usia dengan terjadinya kurang pendengaran.
Analisis

dinding

lateral

dengan

kontras

pada

pembuluh

darah

menunjukkan hilangnya stria kapiler. Perubahan patologi vaskular terjadi berupa


lesi fokal yang kecil pada bagian apikal dan bawah basal yang meluas pada regio

ujung koklea. Area stria yang tersisa memiliki hubungan yang kuat dengan
mikrovaskular normal dan potensial endokolear. Analisis ultrastructural
menunjukkan ketebalan membran basal yang signifikan, diikuti dengan
pertambahan deposit laminin dan akumulasi imunoglobulin yang abnormal pada
pemeriksaan histokimia. Pemeriksaan histopatologis pada hewan dan manusia
menunjukkan hubungan antara usia dengan degenerasi stria vaskularis.
Degenerasi stria vaskularis akibat penuaan berefek pada potensial
endolimfe yang berfungsi sebagai amplifikasi koklea. Potensial endolimfatik yang
berkurang secara signifikan akan berpengaruh pada amplifikasi koklea. Nilai
potensial endolimfatik yang menurun menjadi 20mV atau lebih, maka amplifikasi
koklea dianggap kekurangan voltage dengan penurunan maksimum. Penambahan
20 dB di apeks koklea akan terjadi peningkatan potensial sekitar 60 dB didaerah
basis.
Degenerasi stria yang melebihi 50% , maka potensial endolimfe akan
menurun drastis. Gambaran khas degenerasi stria pada hewan yang mengalami
penuaan, terdapat penurunan pendengaran sebesar 40 50 dB dan potensial
endolimfe 20 mV (normal = 90 mV). Ambang dengar ini dapat diperbaiki dengan
cara menambahkan 20 25

dB pada skala media. Cara mengembalikan nilai

potensial endolimfe untuk mendekati normal adalah mengurangi penurunan


pendengaran yang luas yang dapat meningkatkan ambang suara compound action
potensial (CAP) sehingga menghasilkan sinyal moderate high. Degenerasi stria
vaskularis, yang disebut sebagai sumber energi (battery) pada koklea,
menimbulkan penurunan potensial endolimfe yang disebut teori dead battery pada
presbikusis.
B.

Degenerasi sentral12
Degenerasi sekunder terjadi akibat degenerasi sel organ corti dan saraf-

saraf yang dimulai pada bagian basal koklea hingga apeks. Perubahan yang terjadi
akibat hilangnya fungsi nervus auditorius akan meningkatkan nilai ambang CAP
dari nervus. Penurunan fungsi input-output dari CAP pada hewan percobaan
berkurang ketika terjadi penurunan nilai ambang sekitar 5 10 dB. Intensitas sinyal
akan meningkatkan amplitudo akibat peningkatkan CAP dari fraksi suara yang
9

terekam. Fungsi input-output dari CAP akan terefleksi juga pada fungsi inputoutput dari potensial saraf pusat. Pengurangan amplitudo dari potensial aksi yang
terekam pada proses penuaan memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas
nervus auditorius.
Keadaan ini mengakibatkan penderita mengalami kurang pendengaran
dengan pemahaman bicara yang buruk. Prevalensi jenis ketulian ini sangat jarang,
tetapi degenerasi sekunder ini penyebab terbanyak terjadinya presbikusis sentral.

C.

Mekanisme molekuler
Penelitian tentang penyebab presbikusis sebagian besar menitikberatkan

pada abnormalitas genetik yang mendasarinya, dan salah satu penemuan yang
paling terkenal sebagai penyebab potensial presbikusis adalah mutasi genetik pada
DNA mitokondrial.
Faktor genetik14
Dilaporkan bahwa salah satu strain yang berperan terhadap terjadinya
presbikusis, yaitu C57BL/6J sebagai penyandi saraf ganglion spiral dan sel stria
vaskularis pada koklea. Strain ini sudah ada sejak lahir pada tikus yang memiliki
persamaan dengan gen pembawa presbikusis pada manusia. Awal mula terjadinya
kurang pendengaran pada strain ini dimulai dari frekuensi tinggi kemudian
menuju frekuensi rendah. Teori aging pada mitokondria, menyatakan bahwa ROS
( Reactice Oxygen Species ) sebagai penyebab rusaknya komponen mitokondria.
Pembatasan kalori akan memperlambat proses penuaan, menghambat
progesivitas presbikusis, mengurangi jumlah apoptosis di koklea dan dan
mengurangi proaptosis mitokondria Bcl-2 family Bak. Apoptosis terdiri dari 2
jalur, yaitu jalur intrinsik atau jalur mitokondria yang ditandai dengan hilangnya
integritas pada membran mitokondria dan jalur ekstrinsik yang ditandai dengan
adanya ikatan ligan pada permukaan reseptor sel.
Anggota dari family Bcl-2, proapoptosis protein Bak dan Bax berperan
dalam fase promotif apoptosis pada mitokondria. Protein Bcl-2 ini meningkatkan

10

permeabilitas membran terluar mitokondria, memicu aktivasi enzim kaspase dan


kematian sel.
Radikal bebas14
Sistem biologik dapat terpapar oleh radikal bebas baik yang terbentuk
endogen oleh proses metabolisme tubuh maupun eksogen seperti pengaruh radiasi
ionisasi. Membran sel terutama terdiri dari komponen-komponen lipid. Serangan
radikal bebas yang bersifat reaktif dapat menimbulkan kerusakan terhadap
komponen lipid dan menimbulkan reaksi peroksidasi lipid yang menghasilkan
produk bersifat toksik terhadap sel, seperti malondialdehida (MDA), 9hidroksineonenal, hidrokarbon etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Bahkan dapat
terjadi ikatan silang (cross linking) antara dua rantai asam lemak dan rantai
peptida (protein) yang menyebabkan kerusakan parah membran sel sehingga
membahayakan kehidupan sel. Kerusakan sel akibat stress oksidatif tadi
menumpuk selama bertahun tahun sehingga terjadi penyakit-penyakit
degeneratif, keganasan, kematian sel sel vital tertentu yang pada akhirnya akan
menyebabkan proses penuaan.
Teori mitokondria menerangkan bahwa reactive oxygen species (ROS)
menimbulkan kerusakan mitokondria termasuk mtDNA dan kompleks protein.
Mutasi mtDNA pada jaringan koklea berperan untuk terjadinya presbikusis.

2.3.5. Patofisiologi
Penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi merupakan
tanda utama presbiakusis. Perubahan dapat terjadi pada dewasa muda, terutama
pada usia 60 tahun ke atas. Terjadi perluasan ambang suara dengan bertambahnya
waktu terutama pada frekuensi rendah. Kasus yang banyak terjadi adalah
kehilangan sel rambut luar pada basal koklea. Presbiakusis sensori memiliki
kelainan spesifik, seperti akibat trauma bising. Pola konfigurasi audiometri
presbikusis sensori adalah penurunan frekuensi tinggi yang curam, seringkali
terdapart notch (takik) pada frekuensi 4 kHz.12

11

Faktor lain seperti genetik, usia, ototoksis dapat memperberat penurunan


pendengaran. Perubahan usia akan mempercepat proses kurangnya pendengaran.
Interaksi efek bising dan usia belum dapat dimengerti sepenuhnya, oleh karena
kedua faktor awalnya mempengaruhi frekuensi tinggi pada koklea. Kerusakan
akibat bising ditandai kenaikan ambang suara pada frekuensi 3-6 kHz, walaupun
awalnya dimulai pada frekuensi tinggi ( biasanya 8 kHz).12
2.3.6. Klasifikasi Presbiakusis2
Presbikusis diklasifikasikan menjadi 4 jenis berdasarkan patologi tempat
terjadinya perubahan/ degenerasi di koklea, yaitu:

a. Presbiakusis sensorik
Pada tipe ini terjadi atrofi epitel yang disertai dengan hilangnya sel rambut
sensoris pada organ korti. Proses ini dimulai dari basal koklea dan secara perlahan
berlanjut sampai ke bagian apeks lapisan epitel koklea. Perubahan pada epitel ini
menyababkan ketulian pada nada tinggi. Beberapa teori mengatakan perubahan ini
terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Cirri khas dari tipe
presbiakusis sensori ini adalah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba
pada frekuensi tinggi. Prevalensinya mencapai 11,9%.

b. Presbiakusis neural
Terjadi atrofi pada sel-sel saraf di koklea dan pada jalur hantaran suara ke
saraf pusat. Jadi gangguan primer terdapat pada sel-sel saraf, sementara sel-sel
rambut di koklea masih dipertahankan. Pada tipe ini, diskriminasi kata-kata relatif
lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut. Tidak didapati adanya
penurunan ambang terhadap bunyi frekuensi tinggi. Efeknya tidak disadari sampai
seseorang berumur lanjut karena gejala tidak akan timbul sampai 90% neuron
akhirnya hilang. Pengurangan junlah sel-sel neuron ini sesuai dengan normal
speech discrimination. Bila jumlah neuron berkurang di bawah yang dibutuhkan
untuk transmisi getaran, terjadilah presbiakusis neural. Prevalensi sekitar 30,7%.

12

c. Presbiakusis metabolik (strial presbikusis)


Terjadinya atrofi pada stria vaskularis, dimana stria vaskularis tampak
menciut akan tetapi masih memberi skor diskriminasi yang bagus terhadap suara
walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat. Stria
vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik, kimiawi,
metabolik koklea. Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60
tahun. Berkembang dengan perlahan dan bersifat familial. Pada strial presbikusis
ini gambaran audiogramnya rata, dapat mulai frekuensi rendah, speech
discrimination bagus sampai batas minimum pendengarannya melebihi 50 dB.
Penderita dengan kasus kardiovaskular dapat mengalami presbiakusis tipe ini.
Prevalensinya mencapai 34,6%.

d. Presbiakusis mekanik (presbikusis konduktif koklear)


Tipe ini disebabkan gangguan gerakan mekanis di membran basalis.
Kondisi ini terjadi karena penebalan dan pengerasan membran basalis koklea.
Sehingga perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari
ligamentum spiralis. Gambaran khas audiogram yang menurun dan simetris
(skiloop). Prevalensi presbikusis mekanik sekitar 22,8%.

2.3.7. Derajat
Derajat kurang pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks
Fletcher yaitu :
Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Menentukan derajat kurang pendengaran yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udara ( Air Conduction /AC) saja. Derajat menurut Jerger, yaitu :
0 25 dB

: normal

>25 40 dB

: tuli ringan

>40 55 dB

: tuli sedang

>55 70 dB

: tuli sedang berat

>70 90 dB

: tuli berat

13

>90 dB

: tuli sangat berat

2.3.8. Diagnosis
a. Anamnesis

Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia


lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya
terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada
pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak
disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif. Kadang kadang disertai
dengan tinnitus.3
Faktor risiko presbiakusis adalah 1) Paparan bising 2) merokok 3) obat
obatan 4) hipertensi 5) riwayat keluarga. Orang dengan riwayat bekerja di tempat
bising, tempat rekreasi yang bising, dan penembak (tentara) akan mengalami
kehilangan pendengaran pada frekuensi tinggi. Penggunaan obat obatan
antibiotic golongan aminoglikosid, cisplatin, diuretik, atau anti inflamasi dapat
berpengaruh terhadap terjadinya presbiakusis.3,12
b. Pemeriksaan fisik6

Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan


mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat menduga
adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih
lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana timpani tidak ada
kelainan. Pemeriksaan lain yang biasa digunakan adalah :
1. Tes Penala
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala
512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes
Schwabach.
2. Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui
tulang pada satu telinga penderita. Cara kerja : garpu tala digetarkan, letakkan
tangkainya tegak lurus pada prosesus mastoid penderita sampai penderita tidak

14

mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan liang telinga penderita kira-kira


2,5 cm. Interpretasi : Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif, Bila
penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif . Pada tuli sensorineural, Tes
Rinne positif.
3. Tes Weber
Tujuan : Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi,
pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi garpu tala
terdengar keras padasalah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih keras
disebut weber tidak ada leteralisasi. Pada tuli sensorineural, lateralisasi kearah
telinga yang sehat.
4. Tes Schwabach
Tujuan : Membandingkan hantaran tulang penderita denganpemeriksa
yang pendengarannya normal. Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu
tala pada prosesus mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian
tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa.
Interpretasi : Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut
schwabach memendek. Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural. Bila
pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi
dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus pemeriksa.
Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach memanjang (tuli
konduktif) dan jika penderita tidak mendengar disebut schwabach normal.
c. Pemeriksaan penunjang3

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan


audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris.
Penurunan yang tajam (slooping) pada tahap awal setelah frekuensi 2000 Hz.
Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis
ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada tahap berikutnya berangsur
angsur terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi

15

penurunan pada frekuensi yang lebih rendah. Audiometri menunjukkan adanya


gangguan diskriminasi wicara dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada
presbikusis jenis neural dan koklear.
Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada
presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. Pemeriksaan audiometri tutur pada
kasus presbikusis sentral didapatkan pemahaman bicara normal sampai tingkat
phonetically balanced words dan akan memburuk seiring dengan terjadinya
overstimulasi pada koklea. Penderita presbikusis sentral pada intensitas tinggi
menunjukkan penurunan dalam nilai ambang tutur sebesar 20% atau lebih.

d. Skrining Pendengaran
Skrining pendengaran dilakukan pada pemeriksaan fisik rutin atau pada penderita
dengan usia diatas 60 tahun. Pertanyaan yang diberikan adalah adakah masalah dengan
pendengaran? sangat efektif dan disertai dengan penggunaan alat sensitif untuk
mendeteksi presbiakusis.
Penilaian klinis seperti tes berbisik dan isyarat seringkali tidak jelas dan tidak
efektif dalam skrining. Standar tes skrining audiometri pad level frekuensi 1 kHz, 2 kHz,
dan 3 kHz dan level intensitas 25 dB, 40 dB, dan 60 dB. Kelainan pada frekuensi 25 dB
bagi penderita dewasa muda atau 40 dB bagi usia lanjut merupakan penilaian yang tepat.
Indikasi pemeriksaan metabolik dilakukan pada penderita yang belum pernah melakukan
pemeriksaan kesehatan terutama dengan riwayat diabetes, disfungsi renal, hipertensi, dan
hiperlipidemia.12

2.3.9. Penatalaksanaan2
Gangguan pendengaran pada presbiakusis adalah tipe sensorineural yang
tidak dapat disembuhkan, dan tujuan penatalaksanaannya untuk memperbaiki
kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
berfungsi membantu penggunaan sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat
bantu dengar diperlukan bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB
Pada presbiakusis terjadi penurunan pendengaran bersifat progresif
perlahan yang mulai dari nada tinggi, pada awalnya tidak terasa pendengaran
menurun. Umumnya gangguan pendengaran disadari jika kegiatan sehari-hari

16

mengalami kesulitan. Pada orang tua penurunan pendengaran sering disertai juga
penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh proses menua yang
kemudian mengakibatkan perubahan watak yang bersangkutan seperti mudah
tersinggung, penurunan perhatian, penurunan konsentrasi, cepat emosi, dan
berkurang daya ingat.
Dengan demikian tidak semua presbikusis dapat diatasi dengan baik
menggunakan alat bantu dengar terutama presbikusis tipe neural. Untuk mengatasi
hal tersebut dapat dicoba dengan cara latihan mendengar atau lip reading yaitu
dengan cara membaca gerakan mulut orang yang menjadi lawan bicaranya.
Penting juga dilakukan physiologic counseling yaitu memperbaiki mental
penderita.
Penderita ymengalami perubahan koklear tetapi ganglia spiralis dan jaras
sentral masih baik dapat digunakan koklear implant. Rehabilitasi

perlu

untuk

memperbaiki komunikasi. Hal ini akan memberikan kekuatan mental karena


sering orang tua dengan gangguan dengar dianggap menderita senillitas, yaitu
suatu hal yang biasa terjadi pada orang tua dan tidak perlu diperhatikan.
Alat Bantu Dengar2
Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagian yang penting
dalam penatalaksaanaan gangguan dengar pada presbiakusis agar dapat
memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin.
Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier
(pengeras suara) dan receiver (penerus), ear mold (pengarah suara ke telinga
tengah). Jenis alat bantu dengar terdiri dari model saku, model belakang telinga
(behind the ear), model dalam telinga (in the ear), model liang telinga (in the
canal), model dalam liang telinga seluruhnya (complete in the canal), model kaca
mata.
Fungsi utamanya untuk memperkuat (amplifikasi) bunyi sekitar sehingga
dapat
1. Medengar percakapan untuk komunikasi
2. Mengatur nada dan volume suaranya sendiri

17

3. Mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya


4. Mengetahui kejadian sekeliling
5. Mengenal lingkungan
Yang terpenting adalah bunyi untuk berkomunikasi antar manusia
sehingga alat ini harus dapat menyaring dan memperjelas suara percakapan
manusia yang berkisar antara 30-60 dB pada frekuensi 500-2000 Hz.

18

BAB 3
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Presbiakusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses

degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang
diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis seperti usia, jenis kelamin,
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol dan kebiasaan merokok terhadap
penurunan pendengaran pada usia lanjut.
Presbiakusis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu: presbiakusis sensorik,
presbiakusis neural, presbiakusis metabolik, presbiakusis konduktif koklear.
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut,
bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama
terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan
telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.
Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif.
Gangguan pendengaran pada presbikusis adalah tipe sensorineural yang
tidak dapat disembuhkan, dan tujuan penatalaksanaannya untuk memperbaiki
kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute on Defness an Other Communication Disorder. 2010.


Presbycusis. Available from http://www.nidcd.nih.gov/directory [Accessed
on 10 Mei 2014]
2. Dewi, Y.A., 2007. Presbiakusis. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
3. Suwento, R., Hendarmin, H., 2007. Gangguan Pendengaran pada Geriatri.
Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, S., Restuti, R.D., eds. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 10-43.
4. Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(Komnas PGPKT), 2006. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan
Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing
2030.Available

from

http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?to=home&show=detail.
[Accessed on 10 Mei 2014].
5. Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and
Physiology. 12th ed. Asia: John Wiley and Sons, Inc: 620-628.
6. Soepardi EA, Iskandar. 2008. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Hal. 10-17.
7. Schuknecht, H.F., Gacek M.R. 1993. Cochlear Pathology in Prebyscusis. Ann
Otol Rhinol Laryngol.
8. Jeger, J., Jeger, S., 1976. Comment on The effect of age on the diagnostic
utility of the rollover phenomenon. J Speech Hear Disorder. 41:556-57
9. Mondelli, M.F., Lopes, A.C., 2009. Relation Between Arterial Hypertension
and Hearing Loss. Intl Arch Otorhinolaryngology. 13;63-68

20

10. Edward, Y., Prijadi, J. 2011. Gangguan Pendengaran pada Diabetes Mellitus.
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
11. Bener, A., et.al., 2008. Association Between Hearing Loss and Type 2
Diabetis Mellitus in Elderly People in a Newly Developed Society.
Biomedical Research. 19(3);187
12. Gates, G.A., Mills, J.H., 2005., Presbycusis. Lancet;1111-20
13. Pengaruh

Rokok

Terhadap

Pendengaran.

2010.

Available

from

http://www.forum.upi.edu/v3/index.php [Accessed on 12 Mei 2014]


14. Parham, K. 2010. Challenges an Opportunities in Prebycusis. American
Academy of Otolaryngology/Head and Neck Surgery.

21

Anda mungkin juga menyukai