PRESBIAKUSIS
DISUSUN OLEH:
BAGINDA YUSUF SIREGAR
090100001
Pembimbing:
dr. Suriyanti
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan
anugerah-Nya,
penulis
dapat
menyelesaikan
paper
yang
berjudul
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
11
12
13
14
16
Bab 3 Kesimpulan
......................................................................................
19
20
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Presbiakusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Presbikusis dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan 4050% pada populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi
daripada wanita.1,2
Presbiakusis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terpenting
dalam masyarakat. Hampir 40% penderita usia 65 tahun keatas mengalami
gangguan pendengaran. Akibat gangguan penengaran tersebut penderita
mengalami gangguan masalah sosial, seperti frustasi, depresi, cemas, paranoid,
merasa kesepian dan meningkatkan angka kecelakaan.2
Etiologi presbiakusis belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang
diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbiakusis. Berbagai penelitian telah
dilakukan dengan mengetahui hubungan antara berbagai faktor risiko seperti usia,
jenis kelamin, hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol dan kebiasaan
merokok terhadap penurunan pendengaran pada usia lanjut.3
Penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperkolesterol secara
langsung dapat mempengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan menurunkan
transportasi nutrisi akibat perubahan pembuluh darah dan secara tidak langsung
menurunkan aliran pembuluh darah yang berakibat degenerasi sekunder pada
saraf pendengaran.3
Komite nasional penanggualangan gangguan pendengaran dan ketulian
menyatakan bahwa diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan
presbiakusis oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan, selain
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi tenaga kesehtan di lini terdepan
untuk mendiagnosis prebiskusis. Skirining pendengaran sebaiknya juga dilakukan
secara rutin pada penderita dengan usia diatas 60 tahun untuk menurunkan
morbiditas akibat presbiakusis.4
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah:
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Telinga5,6
sirkular dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya
yang berupa kerucut itu.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam
telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba Eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan
telinga tengah.
2.2.
Fisiologi Pendengaran5,6
2.3.
Presbiakusis
2.3.1. Definisi
Presbiakusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.1
2.3.2. Etiologi
Etiologi kurang pendengaran akibat degenerasi ini dimulai terjadinya
atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun secara progresif
terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah apeks
yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat dengan
manifestasi gangguan pemahaman bicara. Kejadian presbiakusis diduga
mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis,
bising, gaya hidup, atau bersifat multifaktor. 7
b. Hipertensi
Kurangnya pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi
mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, hemoraghea, atau vasospasme. Patogenesis
system sirkulatorik dapat terjadi pada pembuluh darah organ telinga dalam, disertai
dengan peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler, dan transport
oksigen. Akibatnya terjadi kerusakan sel sel auditori, dan proses transmisi sinyal yang
dapat menimbulkan gangguan komunikasi, dan dapat disertai tinitus.9
c. Diabetes melitus
Glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk
advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan tubuh
penderita diabetes mellitus. Bertambahnya AGEP akan mengurangi elastisitas dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis). Dinding pembuluh darah akan semakin menebak dan
lumen menyempit sehingga terjadi mikroangiopati.10
Akibat mikroangiopati organ koklea akan terjadi atrofi dan berkurangnya sel
rambut. Neuropati terjadi akibat mikroangiopati pada vasa nervosum nervus VIII,
ligamentum dan ganguon spiral ditandai kerusakan sel Schwann, degenerasi myelin, dan
kerusakan akson. Akibat proses ini, akan terjadi penurunan pendengaran.11
d. Hiperkolesterol
Pola makan dengan komposisi lemak berlebih seperti pada penyakit
hiperkolesterol, hiperlipidemia, dan hipertrigliserida merupakan faktor risiko terjadinya
penurunan pendengaran. Patogenesis aterosklerosis adalah ateroma dan arteriosklerosis.
Arteroma merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zar lemak pada dinding pembuluh
darah. Sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas pembuluh darah.12
e. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida mempunyai efek menganggu
peredaran darah manusia, bersifat ototoksik secara langsung, serta merusak sel saraf
organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksihemohlobin. Akibatnya terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan
menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek lainnya adalah spasme pembuluh darah,
kekentalan darah, dan arteriosklerotik.13
f.
Riwayat bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum menganggu percakapan sehari
hari. Sifatnya tuli sensori neural tipe koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian adalah intensitas bising,
frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan indivisu, umur, dan faktor
lain dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan
energy bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.12
2.3.4. Patogenesis
A.
Degenerasi koklea12,14
Patofisiologi terjadinya presbikusis menunjukkan adanya degenerasi pada
stria vaskularis (tersering). Bagian basis dan apeks koklea pada awalnya
mengalami degenerasi, tetapi kemudian meluas ke regio koklea bagian tengah
dengan bertambahnya usia. Degenerasi hanya terjadi sebagian tidak seluruhnya.
Degenerasi sel marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara
sistemik, serta terjadi kehilangan Na+K+ATPase. Kehilangan enzim penting ini,
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan imunohistokimia.
Prevalensi terjadinya presbikusis metabolik (strial presbyacusis) cukup
tinggi. Stria vaskularis yang banyak mengandung vaskularisasi, pada penelitian
histopatologi tikus kecil yang mengalami penuaan terdapat keterlibatan vaskuler
antara faktor usia dengan terjadinya kurang pendengaran.
Analisis
dinding
lateral
dengan
kontras
pada
pembuluh
darah
ujung koklea. Area stria yang tersisa memiliki hubungan yang kuat dengan
mikrovaskular normal dan potensial endokolear. Analisis ultrastructural
menunjukkan ketebalan membran basal yang signifikan, diikuti dengan
pertambahan deposit laminin dan akumulasi imunoglobulin yang abnormal pada
pemeriksaan histokimia. Pemeriksaan histopatologis pada hewan dan manusia
menunjukkan hubungan antara usia dengan degenerasi stria vaskularis.
Degenerasi stria vaskularis akibat penuaan berefek pada potensial
endolimfe yang berfungsi sebagai amplifikasi koklea. Potensial endolimfatik yang
berkurang secara signifikan akan berpengaruh pada amplifikasi koklea. Nilai
potensial endolimfatik yang menurun menjadi 20mV atau lebih, maka amplifikasi
koklea dianggap kekurangan voltage dengan penurunan maksimum. Penambahan
20 dB di apeks koklea akan terjadi peningkatan potensial sekitar 60 dB didaerah
basis.
Degenerasi stria yang melebihi 50% , maka potensial endolimfe akan
menurun drastis. Gambaran khas degenerasi stria pada hewan yang mengalami
penuaan, terdapat penurunan pendengaran sebesar 40 50 dB dan potensial
endolimfe 20 mV (normal = 90 mV). Ambang dengar ini dapat diperbaiki dengan
cara menambahkan 20 25
Degenerasi sentral12
Degenerasi sekunder terjadi akibat degenerasi sel organ corti dan saraf-
saraf yang dimulai pada bagian basal koklea hingga apeks. Perubahan yang terjadi
akibat hilangnya fungsi nervus auditorius akan meningkatkan nilai ambang CAP
dari nervus. Penurunan fungsi input-output dari CAP pada hewan percobaan
berkurang ketika terjadi penurunan nilai ambang sekitar 5 10 dB. Intensitas sinyal
akan meningkatkan amplitudo akibat peningkatkan CAP dari fraksi suara yang
9
terekam. Fungsi input-output dari CAP akan terefleksi juga pada fungsi inputoutput dari potensial saraf pusat. Pengurangan amplitudo dari potensial aksi yang
terekam pada proses penuaan memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas
nervus auditorius.
Keadaan ini mengakibatkan penderita mengalami kurang pendengaran
dengan pemahaman bicara yang buruk. Prevalensi jenis ketulian ini sangat jarang,
tetapi degenerasi sekunder ini penyebab terbanyak terjadinya presbikusis sentral.
C.
Mekanisme molekuler
Penelitian tentang penyebab presbikusis sebagian besar menitikberatkan
pada abnormalitas genetik yang mendasarinya, dan salah satu penemuan yang
paling terkenal sebagai penyebab potensial presbikusis adalah mutasi genetik pada
DNA mitokondrial.
Faktor genetik14
Dilaporkan bahwa salah satu strain yang berperan terhadap terjadinya
presbikusis, yaitu C57BL/6J sebagai penyandi saraf ganglion spiral dan sel stria
vaskularis pada koklea. Strain ini sudah ada sejak lahir pada tikus yang memiliki
persamaan dengan gen pembawa presbikusis pada manusia. Awal mula terjadinya
kurang pendengaran pada strain ini dimulai dari frekuensi tinggi kemudian
menuju frekuensi rendah. Teori aging pada mitokondria, menyatakan bahwa ROS
( Reactice Oxygen Species ) sebagai penyebab rusaknya komponen mitokondria.
Pembatasan kalori akan memperlambat proses penuaan, menghambat
progesivitas presbikusis, mengurangi jumlah apoptosis di koklea dan dan
mengurangi proaptosis mitokondria Bcl-2 family Bak. Apoptosis terdiri dari 2
jalur, yaitu jalur intrinsik atau jalur mitokondria yang ditandai dengan hilangnya
integritas pada membran mitokondria dan jalur ekstrinsik yang ditandai dengan
adanya ikatan ligan pada permukaan reseptor sel.
Anggota dari family Bcl-2, proapoptosis protein Bak dan Bax berperan
dalam fase promotif apoptosis pada mitokondria. Protein Bcl-2 ini meningkatkan
10
2.3.5. Patofisiologi
Penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi merupakan
tanda utama presbiakusis. Perubahan dapat terjadi pada dewasa muda, terutama
pada usia 60 tahun ke atas. Terjadi perluasan ambang suara dengan bertambahnya
waktu terutama pada frekuensi rendah. Kasus yang banyak terjadi adalah
kehilangan sel rambut luar pada basal koklea. Presbiakusis sensori memiliki
kelainan spesifik, seperti akibat trauma bising. Pola konfigurasi audiometri
presbikusis sensori adalah penurunan frekuensi tinggi yang curam, seringkali
terdapart notch (takik) pada frekuensi 4 kHz.12
11
a. Presbiakusis sensorik
Pada tipe ini terjadi atrofi epitel yang disertai dengan hilangnya sel rambut
sensoris pada organ korti. Proses ini dimulai dari basal koklea dan secara perlahan
berlanjut sampai ke bagian apeks lapisan epitel koklea. Perubahan pada epitel ini
menyababkan ketulian pada nada tinggi. Beberapa teori mengatakan perubahan ini
terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Cirri khas dari tipe
presbiakusis sensori ini adalah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba
pada frekuensi tinggi. Prevalensinya mencapai 11,9%.
b. Presbiakusis neural
Terjadi atrofi pada sel-sel saraf di koklea dan pada jalur hantaran suara ke
saraf pusat. Jadi gangguan primer terdapat pada sel-sel saraf, sementara sel-sel
rambut di koklea masih dipertahankan. Pada tipe ini, diskriminasi kata-kata relatif
lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut. Tidak didapati adanya
penurunan ambang terhadap bunyi frekuensi tinggi. Efeknya tidak disadari sampai
seseorang berumur lanjut karena gejala tidak akan timbul sampai 90% neuron
akhirnya hilang. Pengurangan junlah sel-sel neuron ini sesuai dengan normal
speech discrimination. Bila jumlah neuron berkurang di bawah yang dibutuhkan
untuk transmisi getaran, terjadilah presbiakusis neural. Prevalensi sekitar 30,7%.
12
2.3.7. Derajat
Derajat kurang pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks
Fletcher yaitu :
Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Menentukan derajat kurang pendengaran yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udara ( Air Conduction /AC) saja. Derajat menurut Jerger, yaitu :
0 25 dB
: normal
>25 40 dB
: tuli ringan
>40 55 dB
: tuli sedang
>55 70 dB
>70 90 dB
: tuli berat
13
>90 dB
2.3.8. Diagnosis
a. Anamnesis
14
15
d. Skrining Pendengaran
Skrining pendengaran dilakukan pada pemeriksaan fisik rutin atau pada penderita
dengan usia diatas 60 tahun. Pertanyaan yang diberikan adalah adakah masalah dengan
pendengaran? sangat efektif dan disertai dengan penggunaan alat sensitif untuk
mendeteksi presbiakusis.
Penilaian klinis seperti tes berbisik dan isyarat seringkali tidak jelas dan tidak
efektif dalam skrining. Standar tes skrining audiometri pad level frekuensi 1 kHz, 2 kHz,
dan 3 kHz dan level intensitas 25 dB, 40 dB, dan 60 dB. Kelainan pada frekuensi 25 dB
bagi penderita dewasa muda atau 40 dB bagi usia lanjut merupakan penilaian yang tepat.
Indikasi pemeriksaan metabolik dilakukan pada penderita yang belum pernah melakukan
pemeriksaan kesehatan terutama dengan riwayat diabetes, disfungsi renal, hipertensi, dan
hiperlipidemia.12
2.3.9. Penatalaksanaan2
Gangguan pendengaran pada presbiakusis adalah tipe sensorineural yang
tidak dapat disembuhkan, dan tujuan penatalaksanaannya untuk memperbaiki
kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
berfungsi membantu penggunaan sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat
bantu dengar diperlukan bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB
Pada presbiakusis terjadi penurunan pendengaran bersifat progresif
perlahan yang mulai dari nada tinggi, pada awalnya tidak terasa pendengaran
menurun. Umumnya gangguan pendengaran disadari jika kegiatan sehari-hari
16
mengalami kesulitan. Pada orang tua penurunan pendengaran sering disertai juga
penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh proses menua yang
kemudian mengakibatkan perubahan watak yang bersangkutan seperti mudah
tersinggung, penurunan perhatian, penurunan konsentrasi, cepat emosi, dan
berkurang daya ingat.
Dengan demikian tidak semua presbikusis dapat diatasi dengan baik
menggunakan alat bantu dengar terutama presbikusis tipe neural. Untuk mengatasi
hal tersebut dapat dicoba dengan cara latihan mendengar atau lip reading yaitu
dengan cara membaca gerakan mulut orang yang menjadi lawan bicaranya.
Penting juga dilakukan physiologic counseling yaitu memperbaiki mental
penderita.
Penderita ymengalami perubahan koklear tetapi ganglia spiralis dan jaras
sentral masih baik dapat digunakan koklear implant. Rehabilitasi
perlu
untuk
17
18
BAB 3
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Presbiakusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang
diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis seperti usia, jenis kelamin,
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol dan kebiasaan merokok terhadap
penurunan pendengaran pada usia lanjut.
Presbiakusis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu: presbiakusis sensorik,
presbiakusis neural, presbiakusis metabolik, presbiakusis konduktif koklear.
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut,
bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama
terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan
telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.
Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif.
Gangguan pendengaran pada presbikusis adalah tipe sensorineural yang
tidak dapat disembuhkan, dan tujuan penatalaksanaannya untuk memperbaiki
kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar.
19
DAFTAR PUSTAKA
from
http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?to=home&show=detail.
[Accessed on 10 Mei 2014].
5. Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and
Physiology. 12th ed. Asia: John Wiley and Sons, Inc: 620-628.
6. Soepardi EA, Iskandar. 2008. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Hal. 10-17.
7. Schuknecht, H.F., Gacek M.R. 1993. Cochlear Pathology in Prebyscusis. Ann
Otol Rhinol Laryngol.
8. Jeger, J., Jeger, S., 1976. Comment on The effect of age on the diagnostic
utility of the rollover phenomenon. J Speech Hear Disorder. 41:556-57
9. Mondelli, M.F., Lopes, A.C., 2009. Relation Between Arterial Hypertension
and Hearing Loss. Intl Arch Otorhinolaryngology. 13;63-68
20
10. Edward, Y., Prijadi, J. 2011. Gangguan Pendengaran pada Diabetes Mellitus.
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
11. Bener, A., et.al., 2008. Association Between Hearing Loss and Type 2
Diabetis Mellitus in Elderly People in a Newly Developed Society.
Biomedical Research. 19(3);187
12. Gates, G.A., Mills, J.H., 2005., Presbycusis. Lancet;1111-20
13. Pengaruh
Rokok
Terhadap
Pendengaran.
2010.
Available
from
21