Anda di halaman 1dari 4

DISNEY, BERAKHIR BAHAGIA DI ATAS DISKRIMINASI

Putri duyung, Putri Tidur, Putri Salju, Beauty and The Beast, Elsa, Mickey
Mouse itulah sederetan tokoh-tokoh dari film buatan Disney yang tentu kita sering
mendengarnya. Sekarang, film-film tersebut selalu ada di layar televisi khususnya
ketika hari libur dan hari raya. Peminat film Disney pun bukan hanya terbatas
pada anak-anak lagi, usia remaja hingga dewasa berumur 25 tahun pun masih ada
yang menyukainya. Film-film produksi Disney tersebut memang menyenangkan,
menghibur, dan selalu berakhir bahagia. Sepintas tidak ada yang salah dari filmfilm tersebut, namun ternyata di balik itu semua terdapat beberapa hal yang
menyimpang dari budaya yang dianut kebanyakan orang.

Film-film animasi Disney sebagian besar adalah film yang ceritanya


berdasarkan cerita anak-anak yang ditulis oleh Charles Perrault, Brothers Grimm
dan Hans Christian Anderson. Cerita yang ditulis oleh ketiga penulis cerita anakanak terbesar dan terkenal itu dianggap Disney sangat kejam dan terlalu vulgar
untuk diaplikasikan seluruhnya ke dalam sebuah film sehingga Disney akhirnya
membuat film-filmnya selalu berakhir dengan bahagia. Seiring dengan
kesuksesannya di dalam dunia perfilman, Jack Zipes mengatakan bahwa Disney
secara masif telah menggantikan cerita anak-anak yang asli dalam imajinasi
populer dan kolektif kita. Jika anak-anak atau orang dewasa memikirkan tentang
cerita anak-anak yang terkenal dan klasik saat ini, mereka juga akan berpikir
tentang Walt Disney. Impresi pertama mereka dan mungkin yang paling diingat
mengenai cerita-cerita anak ini akan berasal dari dari film-film, buku, atau bendabenda buatan Disney (2013, hal. 2). Hal ini terlihat dari banyaknya anak-anak dan
ibu mereka yang lebih sering membeli barang atau baju bergambar tokoh Disney
dan mereka kebanyakan mengetahui siapa tokoh Disney yang ada di souvenir
yang mereka beli. Impresi yang sangat melekat inilah yang dapat membuat orangorang dapat terpengaruh oleh pesan diskriminatif terselubung yang disampaikan
Disney dalam filmnya.

Rasisme
Rasisme sangat kental terasa dalam film Disney . Hal ini terlihat dari film
Disney yang didominasi oleh tokoh utama dengan kulit putih dari film
pertamanya Snow White and The Seven Dwarfs yang dirilis tahun 1937 sampai
akhirnya baru pada tahun 2009 barulah dirilis film The Princess and The Frog
dengan tokoh utama Tiana yang berkulit hitam. Rasisme terhadap etnis terdapat
dalam film Aladdin dimana Aladdin digambarkan sebagai pencuri yang baik hati
dan Jafar digambarkan sebagai penyihir jahat dengan penampilan sangat mirip
dengan ciri fisik orang Timur Tengah yang berhidung mancung, berjanggut, dan
berkulit sedikit hitam dengan alis dan bibir tebal. Hal ini melambangkan secara
tidak langsung bahwa Islam dan Timur Tengah walaupun baik tetaplah penjahat
dan ketika mereka menjadi penjahat mereka dapat membahayakan. Selain itu
rasisme juga terlihat dalam film The Sleeping Beauty, Snow White and The Seven
Dwarfs, Beauty and The Beast, The Hunchback of Notredame, dan Ratatouille
dimana kecantikan, ketampanan dan penampilan fisik adalah hal yang penting
karena dapat menyelamatkan hidup mereka mereka apabila mereka tidak tampan
atau cantik atau berpenampilan serupa dengan orang-orang mayoritas maka
mereka hanya akan berakhir sebagai pemeran pembantu saja atau bahkan tidak
akan dianggap sama sekali. Dalam film The Little Mermaid pun penampilan fisik
merupakan hal yang penting. Putri Duyung hanya akan dapat disadari
keberadaannya oleh Pangeran apabila ia telah menjadi manusia seutuhnya
sehingga Putri Duyung mau begitu saja menyerahkan suaranya demi sepasang
kaki agar dapat menarik perhatian Pangeran yang diselamatkannya. 1

Diskriminasi Gender dan Ambiguitas Gender


Diskriminasi dan Ambiguitas Gender terdapat pada film Disney.
Contohnya ada pada film Mulan dimana dalam film ini diceritakan hanya pria saja
1

Penre, Wes. (2013, Desember 18). Pesan Rahasia Kegelapan Walt Disney, Spongebob, dan
Naruto.
Dipetik
Desember
Selasa,
2013,
dari
Blogspot:
http://chillinaris.blogspot.com/2013/12/pesan-rahasia-kegelapan-walt-disney.html

Zipes, J. (2013).

yang boleh ikut berperang dan Mulan, sebagai anak yang berbakti pada
orangtuanya yang telah sakit terpaksa harus menyamar sebagai laki-laki dan mulai
mempertanyakan gendernya. Ambiguitas gender juga terdapat pada film Toy Story
3 dimana Disney bersama dengan Pixar membuat tokoh Ken menjadi tokoh yang
feminim. Hal ini terlihat dalam perilakunya di film dimana ia lebih memerhatikan
penampilannya dan bagaimana ia menulis surat untuk tokoh Woody dan temantemannya dengan menggunakan tinta berwarna pink dan hiasan bunga serta hati
yang identik dengan perempuan. Tokoh-tokoh jahat Disney juga dinilai sebagai
tokoh transgender dilihat dari ciri fisik mereka yang seperti laki-laki dibandingkan
dengan tokoh-tokoh utama dalam Disney. Sebut saja dalam film Cinderella, tokoh
adik tiri Cinderella, Anastasia dan Drizella digambarkan berdada rata, berbahu
kekar dan berkaki besar serta memiliki bentuk wajah yang tajam layaknya lakilaki sementara dalam film Little Mermaid, Ursula digambarkan sebagai penyihir
wanita berbentuk gurita hitam yang gemuk dan berwajah menyeramkan dengan
rambut dan suara yang berat seperti laki-laki.

Diskriminasi Terhadap Kaum Disabilitas


Film Disney selanjutnya yang menggambarkan diskriminasi pada kaum
disabilitas adalah film The Hunchback of Notredame. Dalam film ini digambarkan
seorang disabilitas bernama Quasimodo yang harus berjuang agar dapat diterima
oleh masyarakat dan ditolak cintanya oleh seorang gadis yang sudah mencintai
laki-laki normal dengan perawakan yang gagah dan tampan dan sangat berbeda
dengan Quasimodo.

Itulah tiga hal diskriminatif yang terdapat dalam film-film produksi


Disney. Semoga kita dapat lebih selektif dan kritis ya, dalam memilih dan
menyikapi hiburan yang beredar di pasaran bagi kita dan anak-anak kita.

DAFTAR PUSTAKA
Penre, W. (2013, Desember 18). Pesan Rahasia Kegelapan Walt Disney, Spongebob, dan
Naruto.

Retrieved

Desember

Selasa,

2013,

from

Blogspot:

http://chillinaris.blogspot.com/2013/12/pesan-rahasia-kegelapan-walt-disney.html
Zipes, J. (2013). Breaking The Disney's Spell. In J. Cheu, Diversity in Disney Films: Critical
Essays on Race, Ethnicity, Gender, Sexuality, and Disability (p. 2). North Carolina:
McFarland & Company, Inc., Publishers.

Anda mungkin juga menyukai