Nama
: Alwiyah
NIM
: 11613127
Kelas
:B
Nomor Presensi
Tema Tuberculosis
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan klasifikasi Tuberculosis (TB) berikut :
a. TB paru
TB paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura dan
merupakan penyakit menular yang umum. Dalam banyak kasus bersifat mematikan
yang
disebabkan
oleh
berbagai
strain mikobakteria,
umumnya Mycobacterium
menunjukkan
gambaran
BTA
klinik
dan
negatif,
kelainan
radiologik
aktif
menunjukkan
gambaran
tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan
BTA
negatif
dan
positif.
b. TB ekstra paru
TB ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Pasien TB ekstra paru
menunjukkan gambaran klinis adanya kelainan histologis pada organ parunya dan
menunjukkan hasil adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dalam 15-20% kasus
aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan menyebabkan TB
jenis lainnya. TB ektra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
c. TB laten
TB laten adalah suatu keadaan seorang terinfeksi TB namun tidak didapatkan bukti
klinis maupun mikrobiologis sakit TB karena infeksi Mycobacterium tuberculosis yang
masih dapat ditahan oleh sistem imun sehingga tidak bermanifestasi klinis.
d. TB aktif
TB aktif adalah keadaan seseorang terinfeksi TB dan sudah menimbulkan manifestasi
klinis dengan konfirmasi isolasi organisme Mycobacterium tuberculosis pada
pemeriksaan, yang dibuktikan dengan kultur konfirmatori, gejala klinis sugestif,
termasuk batuk produktif yang berlangsung >3 minggu, nyeri dada, hemoptisis,
demam, keringat malam, penurunan berat badan, dan mudah lelah.
TB pindahan
(Transfer In)
TB gagal
(Failure)
kembali menjadi positif pada bulan kelima dan pasien TB yang hasil
pemeriksaannya negatif menjadi positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan
TB lalai (Default / Pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
Drop Out)
TB kambuh
(Relaps)
TB kronis
Mekanisme aksi
Rifampisin
Pengatasan
Resistensi
obat-obat Tuberculosis
terhadap Alternatif 1 : pasien diterapi
menghambat
aktivitas
polymerase
RNA
yang RNA
DNA
dari bulan.
DNA mikobakterium,
yang rentan.
(chain
pada
RNA
berkembang
karena lain
terjadinya
mutasi aminoglikosida/polipeptida)
kromosom
frekuensi
tinggi
kecepatan
mutasi
yaitu
10-7
dengan bulan.
sampai
tinggi
10-3,
pada
polymerase.
RNA
Resistensi
dari
RNA
(INH)
menghambat
resistensi Alternatif
pasien
sintesis
asam adanya asam amino yang PZA setiap hari selama 6-9
mikolat
yang mengubah
gen
merupakan
peroksidase
(katG)
komponen
berdasarkan
klinis,
dan
Jika
pada
berkaitan
berkurangnya
mikro-
kedalam
Sebagai
alternatif
M.
tuberculosis
paling SM
tidak
memiliki
berkaitan
dengan pengaruh
yang
besar
SM
tidak
pada
70%
strain
dan
yang atau
akan
efektivitas
merubah
lamanya
durasi
pengobatan
selama 9 bulan.
Pirazinamid Pirazinamid
merupakan
analog
Mekanisme
pyrazinamid
berkaitan SM
tidak
memiliki
yang
besar
bakteriostatik
SM
tidak
efektivitas
terhadap
Mycobacterium
berkaitan
tuberculosis,
pada
mekanisme
menyandikan
memperpanjang
kerja
pyrazinamidase.
dengan
gen
pncA,
merubah
akan
lamanya
pirazinamid
belum diketahui
keseluruhan
secara pasti.
selama 9 bulan.
pengobatan
4. Apakah yang dimaksud dengan Multidrug Resistent Tuberculosis dan Extensively drugresistant tuberculosis pada penggunaan obat TB!
Multidrug Resistant Tuberculosis adalah tuberkulosis yang telah resisten terhadap minimal
pada 2 obat anti TB yang paling poten yaitu dan isoniazid (INH) dan rifampisin yang
digunakan secara bersamaan atau disertai resisten terhadap obat anti TB lini pertama
lainnya seperti etambutol, streptomisin dan pirazinamid.
Extensively drug-resistant tuberculosis disertai dengan kekebalan terhadap obat anti TB
lini kedua yaitu golongan fluorokuinolon dan setidaknya satu obat anti TB lini kedua
injeksi seperti kanamisin, amikasin atau kapreomisin.
5. Jelaskan hal -hal yang perlu dilakukan monitoring terkait penggunaan masing-masing obat
Tuberculosis !
Hal -hal yang perlu dilakukan monitoring terkait penggunaan masing-masing obat
Tuberculosis rata-rata hampir sama, yaitu :
a) Monitoring fungsi hati secara periodik (AST, ALT, bilirubin)
b) Monitoring status fungsi hati dan mental, kultur sputum, x-ray dada 2-3 bulan selama
pengobatan dan setelah pengobatan selesai
c) Monitoring efek samping obat.
Tema HIV
1. Jelaskan patogenesis terjadinya HIV (masuknya viral dalam host)!
Masuknya HIV ke dalam sel host didahului dengan proses yang kompleks dari interaksi
beberapa protein. Virus membutuhkan kurang lebih dua reseptor pada sel target CD4
sebagai reseptor utama dan koreseptor, reseptor kemokin.
Ketika virus mulai menginfeksi sel, partikel virus (virion) yaitu gp120 akan berikatan
dengan reseptor CD4 dan CXCR5 di permukaan sel host atau sel target (sel yang menjadi
target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofag).
Ikatan tersebut akan merubah konformasi gp120, terbukanya lokasi ikatan untuk reseptor
kemokin sehingga dapat berikatan dengan reseptor kemokin pada sel host. Ikatan tersebut
akan berakibat pada gp41. Gp41 akan memperantarai fusi virus dengan membran sel
target, sehingga terlepasnya capsid ke dalam sitoplasma sel host.
Selanjutnya di dalam sitoplasma, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan
mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA.
DNA virus dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan
DNA manusia. DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut provirus dan dapat
bertahan lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim enzim tertentu yang dimiliki sel
inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi
mRNA.
mRNA akan dibawa keluar dari intisel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan
enzim HIV.
Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA
tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap
perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang
menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus.
Bila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan
menginfeksi sel berikutnya.
Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan ( budding ), dimana virus akan
mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.
AIDS
Immunodeficiency
Syndrome
adalah virus yang menyerang sistem (AIDS) merupakan kumpulan gejala yang
kekebalan dan melemahkan sistem ditandai dengan melemahnya fungsi sistem
pertahanan tubuh terhadap infeksi.
kekebalan tubuh.
Virus ini menyerang dan merusak Sindrom ini merupakan tahap lanjutan dari
fungsi
sel-sel
pertahanan
sehingga imunitas tubuh akan terus kemudian akan berkembang dan ditandai
menurun secara progresif.
Akibat imunitas tubuh yang melemah, infeksi, atau manifestasi klinis lain yang
terjadi kerentanan terhadap berbagai parah (WHO, 2011)
infeksi dan penyakit, walaupun infeksi
tersebut dapat diatasi atau sembuh bila
bawah 200
HIV membuat orang rentan terhadap Penderita AIDS membuat sesorang dapat
infeksi oleh berbagai patogen dan menderita beberapa jenis infeksi,sarkoma
kanker.
kaposis, TBC,dll.
b.
c.
Obat kombinasi :
Terdiri dari satu NNRTI, satu analog nukleosida, dan satu analog nukleotida. Contoh
obat : Efavirenz/emtricabine/tenofovir.
d.
Protease inhibitor :
Golongan obat ini menghalangi aksi protease, sebuah enzim yang memotong
rantai protein HIV menjadi protein tertentu yang diperlukan untuk merakit tiruan virus
yang baru.
Contoh obat : saquinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir, amprenavir, lopinavir,
atazanavir, fosamprenavir, tipranavir, dan darunavir.
e.
Integrase inhibitor :
Golongan obat ini menghalangi aksi integrase, sebuah enzim yang memasukkan DNA
virus ke dalam untaian sel DNA yang terinfeksi.
Contoh obat : raltegravir, elvitegravir, dan dolutegravir.
f.
Entry Inhibitor :
4. Monitoring apa yang perlu dilakukan terkait penggunaan terapi farmakologi pada pasien
HIV?
Untuk mendapatkan keberhasilan terapi antiretroviral harus diikuti dengan kegiatan
monitoring terapi. Monitoring terapi dilakukan secara periodik setelah mulai pemberian
terapi antiretroviral. Monitoring terapi yang dilakukan meliputi :
A. Monitoring Kepatuhan
Monitoring kepatuhan dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana pasien patuh
menjalani terapi. Monitoring kepatuhan terapi dapat dilakukan dengan :
a) Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pasien mengambil obat kembali
b) Melakukan wawancara kepada pasien atau keluarganya, berapa kali dalam
sebulan pasien tidak minum obat. Sebagai contoh jika diperlukan tingkat
kepatuhan sebesar 95 % dan pasien harus minum obat rata-rata sebanyak 60 kali
dalam sebulan maka pasien diharapkan tidak lebih dari 3 kali lupa minum obat.
c) Membuat kartu monitoring penggunaan obat.
d) Memberi perhatian kepada kelompok wanita hamil yang harus menjalani terapi
antiretroviral karena pada umumnya tingkat kepatuhan rendah. Hal ini disebabkan
karena adanya sensasi mual & muntah pada saat kehamilan dan menjadi lebih
berat karena efek samping obat pada umumnya dapat menimbulkan mual dan
muntah.
e) Golongan lain yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan kepatuhan
dalam pengobatan antiretroviral adalah penderita infeksi HIV/ AIDS pada
anakanak.
Usaha untuk meningkatkan kepatuhan pada penderita anak adalah dengan cara
sebagai berikut:
- Menyediakan obat yang siap diminum dalam serbuk dosis terbagi untuk satu kali
pemakaian.
- Memodifikasi bentuk sediaan sehingga lebih enak diminum.
- Memberikan edukasi kepada orang tua untuk selalu teratur memberikan obat
kepada anaknya.
B. Monitoring Keberhasilan Terapi
Monitoring ini dilakukan untuk melihat apakah rejimen obat antiretroviral yang
diberikan memberikan respon pada penekanan jumlah virus dan dapat menaikkan
fungsi kekebalan tubuh. Jika rejimen yang dipilih tidak memberikan respon pada
penekanan jumlah virus perlu dipertimbangkan untuk mengganti dengan rejimen yang
lain.
C. Monitoring Efek Samping Obat
Monitoring efek samping obat dilakukan untuk memantau apakah timbul efek
samping pada penggunaan obat antiretroviral, baik efek samping yang bersifat
simtomatik maupun gejala toksisitas yang mungkin terjadi. Efek samping yang terjadi
perlu diatasi dengan pemberian obat-obatan atau penghentian/ penggantian terapi jika
timbul toksisitas yang membahayakan. Pelaporan efek samping obat yang tidak
diduga menggunakan formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Dokumen
kejadian efek samping obat perlu direkap dan diinformasikan secara periodik kepada
anggota tim yang lain sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan terapi.
Monitoring dapat dilakukan dengan menjadwalkan kunjungan ke klinik secara
periodik untuk menghindari efek samping yang dapat membahayakan.
Keberhasilan terapi dapat ditingkatkan dengan cara-cara berikut :
a) Pemberian informasi dan edukasi yang jelas kepada pasien sebelum memulai
terapi
b) Meyakinkan pasien bahwa pengobatan dengan antiretroviral dapat memberikan
manfaat.
c) Melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
kepatuhan pasien dalam pengobatan.
d) Beberapa faktor yang sering menyebabkan pasien tidak teratur minum obat
adalah :
- Jumlah obat yang banyak
- Kejenuhan pasien karena harus terus menerus minum obat
- Menurunnya daya ingat pasien (pelupa)
- Depresi
- Ketidakmampuan pasien mengenali terapi
- Rendahnya edukasi kepada pasien
- Efek samping obat
e) Mempermudah pasien mendapatkan akses untuk memperoleh informasi obat.
f) Penemuan baru di bidang teknologi farmasi untuk memudahkan pasien minum
obat ( menyederhanakan penggunaan obat )
g) Menyediakan sarana untuk memudahkan minum obat, seperti pil dispenser
5. Sebutkan infeksi - infeksi oportunistik yang dapat terjadi pada pasien HIV dan bagaimana
pengatasannya?
Ada dua jenis infeksi oportunistik, yaitu : infeksi oportunistik sistemik mempengaruhi
seluruh tubuh, dan infeksi oportunistik lokal cenderung hanya mempengaruhi bagian
tubuh tertentu.
Jenis-jenis infeksi oportunistik yaitu:
a. Mengetahui Jumlah CD4
Sel T atau jumlah CD4 menentukan risiko penderita HIV terhadap infeksi oportunistik
tertentu. Semakin rendah jumlah CD4, risiko infeksi oportunistik lebih besar dan
serius. Menurut AIDS.gov, jumlah CD4 yang sehat atau normal adalah antara 500 dan
1.000 sel/mm3. Jika level itu turun menjadi 350 sel/mm3, pasien harus segera
berkonsultasi dengan dokter tentang rencana perawatan untuk meningkatkan jumlah
CD4. Diagnosis AIDS dapat dilakukan apabila jumlah CD4 200 sel/mm3 atau lebih
rendah.
b. Candidiasis (Thrush)
Candidiasis (juga dikenal sebagai thrush) adalah infeksi oportunistik yang cukup
umum, biasanya terlihat pada pasien HIV dengan jumlah CD4 antara 200 dan 500
sel/mm3. Gejala yang paling jelas adalah bintik-bintik putih atau patch pada lidah atau
tenggorokan. Sariawan bisa diobati dengan obat antijamur. Kebersihan mulut dan
penggunaan obat kumur chlorhexidine dapat membantu mencegah infeksi ini.
c. Infeksi Pneumocystis
Infeksi Pneumocystis adalah beberapa infeksi oportunistik yang paling serius bagi
orang dengan HIV. Menurut AIDS.gov, pneumocystis pneumonia (PCP) adalah
penyebab utama kematian di antara pasien HIV. Kabar baiknya adalah bahwa infeksi
dapat diobati dengan antibiotik.
Gejalanya meliputi batuk, demam, dan kesulitan bernapas. Pengobatan harus dimulai
lebih awal untuk memberikan kemungkinan terbaik bagi pemulihan pasien. Obat
pencegahan dapat diresepkan untuk orang yang berisiko tinggi terhadap infeksi PCP.
d. Cryptococcosis
Cryptococcus neoformans fungus adalah jamur yang biasanya ditemukan di dalam
tanah. Jika terhirup, infeksi ini disebut kriptokokosis.
Infeksi oportunistik ini terkadang masih terbatas pada paru-paru, tetapi dapat
menyebar ke bagian lain dari tubuh. Jika otak terinfeksi, kondisi ini disebut meningitis
kriptokokus.
Pasien HIV dengan jumlah CD4 50 sel/mm3 dan 100 sel/mm3 sangat rentan terhadap
kriptokokosis. Dengan jumlah CD4 sangat rendah, penderita memiliki risiko yang
lebih besar dari penyebaran infeksi.
e. Mycobaterium Aviam Complex (MAC)
Untuk orang dengan HIV dan jumlah CD4 kurang dari 50 sel/mm3, infeksi
oportunistik mycobaterium aviam complex (MAC) merupakan risiko kesehatan yang
sangat serius.
MAC adalah bakteri yang ditemukan di banyak tempat. Infeksi oportunistik ini
biasanya mempengaruhi paru-paru atau usus. Namun dalam kasus-kasus serius, dapat
menginfeksi darah dan seluruh tubuh. Karena MAC dapat mematikan, pasien HIV
berisiko terkena infeksi oportunistik ini dapat menggunakan obat khusus untuk
mencegah infeksi.
Pencegahannya :
1) Mencegah paparan patogen oportunistik
2) Vaksinasi untuk mencegah penyakit episode pertama (konsultasi menggunakan
pedoman spesifik HIV)
3) kemoprofilaksis primer pada ambang batas CD4 tertentu untuk mencegah
Penyakitepisodepertama
4) Mengobati munculnya infeksi oportunistik
5) kemoprofilaksis sekunder untuk mencegah terulangnya penyakit
6) Penghentian prophylaxes tertentu dengan ART berkelanjutan terkait pemulihan
kekebalan
Daftar Pustaka :
1. Anonim, 2006, Pedoman Pelayananan Kefarmasian Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA), Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Irgen Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan, Depkes RI, 43-44
2. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. (Eds),
2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiological Approach, 6th ed, Appleton & Lange,
Stamford.
3. Sukandar, E.Y., dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta