Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan
Lahirnya Persis diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan
agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan
kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar
Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi
baru dengan ciri dan karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H,
kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama Persatuan Islam
(Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan
jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai
dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa
Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Falsafah ini didasarkan kepada firman Alloh Swt Dan berpegang teguhlah kamu
sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Alloh seluruhnya dan janganlah kamu
bercerai berai. Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Kekuatan
Alloh itu bersama al-jamaah.
Dalam perkembangan sejarahnya, persatuan islam ini berupaya untuk tetap konsisten
dan istiqamah dalam pandanganya tentang ajaran agama Islam yang harus dikembalikan
kepada sumbernya yang asli yaitu Al-Quran dan As-sunnah dengan berupaya untuk
memberantas tradisi-tradisi masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar
sampai ke akar-akarnya, sehingga menyebabkan Persatuan islam banyak dibenci bahkan di
takuti oleh masyarakat, yang menyebabkan perkembangan Persis baik dari sisi organisasi
maupun dari jumlah anggota tidak mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Tidak
seperti organisasi keagamaan yang lain yang masih mempunyai toleransi terhadap tradisitradisi yang ada, sehingga mereka mudah diterima oleh masyarakat dan menjadi ormas yang
besar di Indonesia.
Tetapi walaupun begitu, Persatuan Islam mempunyai peran dan pengaruh yang sangat
strategis dalam proses perkembangan pembaharuan keislaman di Indonesia. Dengan

munculnya tokoh-tokoh yang dikenal sebagai jagonya berdebat dan berdiskusi, membuat
Persatuan Islam disegani oleh beberapa Organisasi Keagamaan yang lainnya. Bahkan
Persatuan Islam menjadi besar karena peran beberapa tokoh-tokohnya yang konsisten dengan
pandangannya yang senantiasa menegakan kebenaran walaupun harus berhadapan dengan
tantangan dan rintangan yang tidak ringan salah satunya adalah A.Hassan.
Selain Ahmad Hassan ( A Hassan ), salah seorang tokoh dan menjadi guru utama Persis,
organisasi Islam ini juga melahirkan tokoh lainnya, seperti Mohammad Natsir, Mohammad Isa
Anshary, KHE Abdurrahman, dan KH Abdul Latief Muchtar.

BAB II
Pembahasan

A; Riwayat Hidup Ahmad Hassan

A.hasan merupakan guru utama persis. Nama sebenarnya adalah Hassan Bin Ahmad.
Akan tetapi, berdasarkan kelaziman penulisan nama keturunan india di Singapur, yang
menuliskan nama orang tua (ayah) di depanya, maka Hassan Bin Ahmad lebih dikenal
dengan panggilan Ahmad Hassan, untuk selanjutnya disebut dengan A. Hassan1. Dia lahir di
Singapura pada tahun 1887, berasal dari keturunan Indonesia dan India. Ayahnya bernama
Ahmad Sinna Vappu Maricar, berasal dari India dan bergelar pandit.

Ibunya bernama

Muznah yang berasal dari Palekat Madras, tetapi lahir di Surabaya. Ahmad dan muznah
menikah di Surabaya dan kemudian menetap di singapura. Ayah A. Hassan adalah seorang
pengarang dalam bahasa Tamil dan pemimpin surat kabar Nurul Islam (sebuah majalah dan
sastra Tamil) di Singapura. Ia suka berdebat dalam masalah bahasa dan agama serta
mengadakan tanya jawab dalam surat kabarnya.
A. Hassan menikah pada usia 24 tahun, tepatnya pada tahun 1911 M di Singapura
dengan perempuan yang bernama Maryam. Dia berasal dari Tamil-Melayu dari keluarga
pedagang dan memegang agama. Meryam merupakan satu-satunya perempuan yang menjadi
istri A. Hassan serta dikaruniai tujuh orang anak. Diantaranya ialah (1) Abdul Qadir (2)
Jamilah (3) Abdul Hakim (4) Zulaika (5) Ahmad (6) M. Said (7) Manshur. Semua anaknya
dididik sendiri dalam sekolah Persatuan Islam (PERSIS)2.
Pada tahun 1940 A. Hassan pindah ke Bangil, dan mendirikan Pesantren Persatuan
Islam. Ia menetap tinggal di sana sampai tutup usia pada hari Senin,10 Nopember 1958 di
Rumah Sakit Karangmenjangan (Rumah Sakit Dr. Soetomo) Surabaya pada usia 71 dan
dimakamkan di Pekuburan Segok, Bangil.

1 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal 20
2 Syafiq A.Mughni, Hassan Bandung; Pemikir Islam Radikal, (Surabaya PT Bina Ilmu,
1994), hal 22

B; Pendidikan

Masa kecil A. Hassan dilewatinya di Singapura. Pendidikannya dimulai dari sekolah


dasar , tetapi ia tidak sempat menyelesaikannya. Kholid O. Santosa, 2007, dalam Manusia di
Panggung Sejarah, membenarkan A.Hassan tidak pernah menyelesaikan studi di sekolah
dasar3 Pada usia tujuh tahun, A. Hassan belajar al-Quran dan memperdalam agama Islamnya.
Kemudian ia masuk di Sekolah Melayu dan menyelesaikannya hingga kelas empat, dan
belajar di sekolah dasar pemerintah Inggris sampai tingkat yang sama. Ayahnya sangat
menekankan agar A. Hassan mendalami bahasa Arab, Inggris, Melayu dan Tamil di samping
pelajaran-pelajaran lain.
A. Hassan mulai bekerja pada usia 12 tahun. Ia bekerja pada sebuah toko milik
iparnya, sulaiman. Sambil bekerja ia menyempatkan diri belajar privat dan berusaha
menguasai bahasa arab sebagai kunci untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam. A.
Hassan belajar mengaji pada Haji Ahmad di Bukittiung dan Muhammad Thaib, seorang guru
yang terkenal di Minto Road. Haji Ahmad bukanlah seorang alim besar, tetapi buat ukuran
Bukittiung ketika itu, ia adalah seorang guru yang disegani dan berakhlak tinggi. Pelajaran
yang diterima A. Hassan sama saja dengan yang diterima anak-anak lain ketika itu, yakni
bagaimana shalat, wudlu, shaum, dan lain-lain. Kepada Muhammad Thaib, A. Hassan belajar
nahwu dan sharaf. A. Hassan sebagai seorang yang keras kemauannya dalam belajar nahwu
dan sharaf, tidak merasa keberatan menerima segala persyaratan yang ditentukan baginya.
Persyaratan itu antara lain (1) A. Hassan harus datang pagi-pagi sebelum shalat subuh (2)
serta tidak boleh naik kendaraan saat berangkat ketempat gurunya tersebut.
Setelah kira-kira empat bulan kemudian, ia merasa tidak memiliki kemajuan. Apa
yang disuruh gurunya dihafal dan dikerjakan saja tanpa dimengerti. Akibatnya, semangat
belajarnya pun menurun. Dalam keadaan seperti itu, untunglah gurunya naik haji. Akhirnya,
A. Hassan beralih belajar bahasa Arab kepada Said Abdullah al-Musawi sekitar kurang lebih
tiga tahun. Selain itu, A. Hassan belajar kepada Syeikh Hassan al-Malabary (seorang ulama
asal Malabar) dan Syeikh Ibrahim al-Hind (seorang ulama asal India). Semuanya ditempuh
hingga kira-kira tahun 1910 M., ketika ia berumur 23 tahun 4. Walaupun pada masa ini A.
Hassan belum memiliki pengetahuan yang luas tentang tafsr, fiqh, farid, manthiq, dan
3 Ahmad Mansur. Api Sejarah. (Bandung, Salamadani Pustaka Semesta, 2009) hal 471
4 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal 21

ilmu-ilmu lainnya, namun dengan ilmu alat yang ia miliki itulah yang kemudian
mengantarkannya memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap agama secara
otodidak.

C; Pekerjaan

Disamping belajar memperdalam agama islam, dari tahun 1910 hingga tahun 1921, A.
Hassan melakukan barbagai macam pekerjaan di Singapura. Dari tahun 1910 sampai 1913, ia
menjadi guru tidak tetap di Madrasah orang-orang India yang terletak di Arab Street, Bagdad
Street, dan Geilang Singapura. Ia juga menjadi guru tetap menggantikan Fadlullah Suhaimi,
di Madrasah Assegaf, jalan Sultan madrasah ini bertingkat Ibtidaiyyah dan Tsanawiyyah.
Sekitar tahun 1912-1913 , dia menjadi anggota redaksi surat kabar utusan melayu
yang diterbitkan oleh singapura Press di bawah pimpinan Inche Hamid dan Sadullah Khan.
Ia banyak menulis artikel tentang Islam yang bersifat nasihat, anjuran berbuat baik dan
meningglkan kejahatan, dalam bentuk syair. Masalah aqidah dan ibadah juga tidak luput dari
sorotanya. Terkadang tulisannya berupa kritikan terhadap hal-hal yang dianggapnya tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Dalam satu tulisan ia pernah mengecam qadli yang dalam
memeriksa suatu perkara mengumpulkan tempat duduk pria dan wanita dalam satu ruangan5.
A. Hassan dalam salah satu pidatonya pernah mengecam kemunduran ummat Islam,
sehingga oleh karena itulah, pihak pemerintah menganggapnya berpolitik melalui pidatonya.
Dalam beberapa waktu, ia tidak diperkenankan lagi berpidatodi muka umum. Namun sejak
tahun 1915-1916, ia kembali membantu surat kabar Utusan Melayu dengan bentuk dan sifat
tulisan yang sama. Dalam karirnya sebagai penulis di singapura, ia pernah membuat cerita
5 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal 22

humor yang berjudul, Tertawa, sebanya empat jilid. Berbagai pekerjaan lainya ia geluti tanpa
rasa segan. Ia pernah menjadi buruh toko, pedagang tekstil, permata, minyak wangi, bahkan
menjadi agen vulkanisir ban mobil. Ia juga pernah menjadi juru tulis di kantor jemaah haji di
Jeddah pilgrrims Office Singapura. Selain menjadi guru bahasa Melayu dan bahasa Inggris di
ponti Kecil, sanglang, Benut, dan Johor.

D; Awal Mula Bergabung Ke PERSIS

Pada tahun 1912 A. Hassan berangkat ke Surabaya untuk berdagang mengurus sebuah
toko tekstil milik paman dan gurunya bernama Haji Abdul Lathif di kota Surabaya. Pada saat
itu, Surabaya menjadi tempat pertikaian antara kaum muda dan kaum tua. Kaum muda
dipelopori oleh Faqih Hasyim, seorang pendatang yang menaruh perhatian besar dalam
masalah keagamaan. Di Surabaya ini, Faqih memimpin kaum muda dalam upayanya
melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam melalui pertukaran pikiran, tabligh, dan
diskusi-diskusi keagamaan. Kaum muda di Surabaya ini mendpat pengaruh pembaharuan
islam dari tulisan-tulisan Abdullah Ahmad, Abdul Karim Amrullah, dan Zainuddin Labay dari
sumatera dan Ajmad Soorkati dari Jawa.
Haji Abdul Lathif, paman A. Hassan yang sekaligus juga merupaka gurunya ketika
masih kecil, mengingtkannya agar tidak berhubungan dengan Faqih Hasyim yang dianggap
telah membawa pertikaian dalam masalh agam di Surabaya. Pamannya menyebut sebagai
paham Wahabi.
Di Surabaya, A. Hassan menetap di rumah pamannya Abdullah Hakim, seorang
pedagang dan syekh jamaah haji. Mulanya ia juga berminat untuk semata-mata mengurus
perdagangan, malah banyak cenderung menghindari permasalahan agama, karena
pengetahuannya yang serba sedikit.
Berawal dari pertemuannya dengan Abdul Wahhab Hasbullah yang kemudian
mengajukan pertanyaan kepadanya mengenai hukum membaca ushalliy sebelum takbirat alihrm. Sesuai dengan pengetahuannya ketika itu, A. Hassan menjawab bahwa hukumnya

sunnah. Ketika ditanyakan lagi mengenai alasan hukumnya, ia menjawab bahwa soal
alasannya dengan mudah dapat diperoleh dari kitab manapun juga. Namun dari pertemuan
ini, ia heran, mengapa soal semudah itu yang dipertanyakan kepadanya. Setelah menceritakan
perbedaan-perbedaan antara Kaum Tua dan Kaum Muda, Abdul Wahhab Hasbullah meminta
agar A. Hassan memberikan alasan sunnatnya membaca ushalliy dari al-Quran dan Hadis,
karena menurut Kaum Muda, agama hanyalah apa yang dikatakan Allah dan Rasul-Nya. A.
Hassan kemudian berjanji akan memeriksa dan menyelidiki masalah itu. Tetapi sesuatu yang
berkembang menjadi keyakinan dihatinya bahwa agama hanyalah apa yang dikatakan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Keesokan harinya A. Hassan mulai memeriksa kitab Shahh alBukhriy dan Shahh Muslim, dan mencari ayat-ayat al-Quran mengenai alasan sunnatnya
ushalliy. Akhirnya berdasarkan penelitiannya terhadap al-Quran dan hadits shahih, ia sampai
kepada kesimpulan bahwa pendapat kaum mudalah yang benar. Ia tidak menemukan satu
dalil pun mengenai pendukung praktik ushalli kaum tua tersebut, pendiriannya membenarkan
kaum muda akhirnya bertambah tebal6.
Perhatiannya untuk memperdalam Islam semakin serius setelah menyaksikan berbagai
persoalan, terutama gerakan pembaharuan Islam dan timbulnya pertentangan antara kaum tua
dan kaum muda yang terus berlanjut di Surabaya untuk berdagang tidak dapat dipertahankan
lagi. Beliau bahkan lebih banyak bergaul rapat dengan Faqih Hasyim dan kaum muda yang
lainnya. Faqih Hasyim adalah seorang yang rasal dari padang dan berdiam di Surabaya kirakira lima tahun. Betapa rapatnya hubungan A. Hassan dengan Faqih Hasyim ini, terbukti
bahwa sepeninggalnya Faqih ke alam baka, seorang anaknya yang bernama Noer dipungut
oleh A. Hassan7. Dalam kesempatan bergaulnya dengan golongan muda itu pula A. Hassan
berkenalan dengan tokoh-tokoh Syarikat Islam, seperti H.O.S. Tjokroaminoto, A.M.
Sangadji, Bakri Suroatmojo, Wondoamiseno dan lain-lain8.
Usaha dagangnya di Surabaya akhirnya mengalami kemunduran. Toko yang
dikelolanya kembali diserahkan kembali kepada pamannya dan kemudian dipindahkan
kepada seorang sahabatnya Bibi Wantee, yang merupakan ipar Faqih Hasyim. A. Hassan
membuka usaha lain dengan membuka perusahaan tambal ban mobil, tetapi tidak lama
kemudian tutup. Melihat usahanya tidak mengalami kemajuan yang berarti, kedua sahabatnya
6 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal 23
7 Syafiq A.Mughni, Hassan Bandung; Pemikir Islam Radikal, (Surabaya PT Bina Ilmu,
1994), hal 17
8 Syafiq A.Mughni, Hassan Bandung; Pemikir Islam Radikal, (Surabaya PT Bina Ilmu,
1994), hal 17

Bibi Wantee dan Muallimin, mengirimnya ke Kediri untuk mempelajari pertenunan.


Memang saat itu, di Surabaya banyak pedagang yang membuka perusahaan tenun. Selesai
belajar pertenunan di Kediri, A. Hassan kemudian melanjutkan ke sekolah pertenunan milik
pemerintah di Bandung.
Pada tahun 1924 ia pun berangkat ke sekolah tersebut dan belajar kurang lebih
sembilan bulan lamanya9. Di Badung inilah, ia tinggal di keluarga Muhammad Yunus, yang
merupakan salah seorang pendiri Persatuan Islam dan kemudian ia berkenalan dengan para
saudagar Persatuan Islam, antara lain; Asyari, Tamim, Zamzam dan lain-lain 10. Dari
perkenalan ini A. Hassan sering diundang untuk ceramah dan memberikan pelajaran pada
pengajian-pengajian jamaah Persatuan Islam. Dengan metode dakwahnya dan kepribadiannya
serta pengetahuannya yang luas, jamaah Persatuan Islam tertarik dengan A. Hassan sehingga
ia dikukuhkan sebagai guru dan tokoh Persatuan Islam. Hal inilah yang membuat ia
membatalkan untuk mendirikan perusahaan tenun di Surabaya. Dengan persetujuan sahabatsahabatnya, ia mengalihkan usahanya ke Bandung, dan A. Hassan lah yang akan
memimpinnya11. Pada tahun 1926 di bukalah perusahaan tenun di kota Bandung, akan tetapi
perusahaannya ditutup kembali karena kesulitan bahan-bahannya. Sejak itulah, minat untuk
berusaha tidak muncul lagi. Sementara itu A. Hassan banyak mengikuti pengajian-pengajian
Persatuan Islam dan akhirnya ia memasuki organisasi tersebut pada tahun 1926, tiga tahun
setelah berdirinya Persatuan Islam12.
Di Bandung selain aktif sebagai guru Persatuan Islam, ia memberi kursus/privat
kepada pelajar-pelajar didikan Barat, bertabligh setiap minggu, menyusun berbagai karangan
pada berbagai majalah. Salah satu majalah yang dirintis bersama teman-temannya adalah
Pembela Islam.
Kehadiran A. Hassan ini menjadikan Persis sebagai organisasi Islam yang berani
menyuarakan aspirasinya pada masa itu. A. Hassan sendiri dikenal sebagai tokoh yang cukup
keras mengkritik praktik ibadah tradisional yang diklaim sebagai bidah dan khurafat.
9 Syafiq A.Mughni, Hassan Bandung; Pemikir Islam Radikal, (Surabaya PT Bina Ilmu,
1994), hal 17
10 http://kaderisasiulamaulilalbab.blogspot.com/2013/03/pemikiran-pendidikanhasan.html
11 Syafiq A.Mughni, Hassan Bandung; Pemikir Islam Radikal, (Surabaya PT Bina Ilmu,
1994), hal 19
12 Syafiq A.Mughni, Hassan Bandung; Pemikir Islam Radikal, (Surabaya PT Bina Ilmu,
1994), hal 19

Kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak penyebaran paham Al-Quransunnah yang dilaksanakan di berbagai tempat. Dalam aktivitas tabligh ini, A. Hassan lebih
senang melakukannya dengan metode diskusi dan dialog. Karena itu, perdebatan sengit
tentang berbagai masalah keagamaan sering kali digelar. Terutama terkait persoalan agama
yang tidak ada dasarnya dalam Al-Quran dan sunnah. Salah satu debat fenomenalnya adalah
perdebatannya dengan kelompok Ahmadiyyah dan surat menyuratnya dengan presiden
Soekarno.

E; Karya-Karya A. Hassan

A. Hassan adalah salah seorang tokoh pemikir yang produktif menuliskan ide-idenya
baik di majalah-majalah maupun dalam bentuk buku. Dalam hidup dan perjuangannya
sebagai ulama penegak Quran Dan Sunnah, A. Hassan telah menulis sekitar 80 judul buku13.
Dengan gaya penulisan yang khas, lugas, dan mudah dipahami, buku-bukunya diterbitkan
ribuan eksemplar dan seringkali dicetak ulang. Diantara karyannya adalah sebagai berikut:
1; Dalam bidang Al-Quran dan Tafsir: Tafsir Al-Furqn, Tafsir Al-Hidyah, Tafsir
2;

3;
4;
5;

6;
7;

Surah Ysn, dan Kitab Tajwd.


Dalam bidang Hadis, Fiqh, dan Ushl Fiqh: Soal Jawab: Tentang Berbagai Masalah
Agama, Risalah Kudung, Pengajaran Shalat, Risalah Al-Ftihah, Risalah Haji,
Risalah Zakt, Risalah Rib, Risalah Ijm, Risalah Qiys, Risalah Madzhab, Risalah
Taqld, Al-Jawhir, Al-Burhn, Risalah Jumat, Hafalan, Tarjamah Bulg al-Marm,
Muqaddimah Ilmu Hadis dan Ushl Fiqh, Ringkasan Islam, dan Al-Faraidh.
Dalam bidang Akhlaq: Hai Cucuku, Hai Putraku, Hai Putriku, Kesopanan Tinggi
Secara Islam.
Dalam bidang Kristologi: Ketuhanan Yesus, Dosa-dosa Yesus, Bibel Lawan Bibel,
Benarkah Isa Disalib?, Isa dan Agamanya.
Dalam bidang Aqidah, Pemikiran Islam, dan Umum: Islam dan Kebangsaan,
Pemerintahan Cara Islam, Adakah Tuhan?, Membudakkan Pengertian Islam, What is
Islam?, ABC Politik, Merebut Kekuasaan, Risalah Ahmadiyah, Topeng Dajjl, AlTauhid, Al-Iman, Hikmat dan Kilat, An-Nubuwwah, Al-Aqid, al-Munzharah,
Surat-surat Islam dari Endeh, Is Muhammad a True Prophet?
Dalam bidang Sejarah: Al-Mukhtr, Sejarah Isr Mirj.
Dalam bidang Bahasa dan Kata Hikmat: Kamus Rampaian, Kamus Persamaan, Syair,
First Step Before Learning English, Al-Hikam, Special Dictionary, Al-Nahwu, Kitab
Tashrf, Kamus Al-Bayn, dan lain-lain14.

13 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal
45

14 http://kaderisasiulamaulilalbab.blogspot.com/2013/03/pemikiran-pendidikanhasan.html

F; Ahmad Hassan Guru Utama Persis

Ketika berada di Singapura, ia mengenal empat orang India yang bersimpati pada
ajaran Wahabi, termasuk ayahnya sendiri. Tetapi ia tidak berusaha menyebarkan pahamnya
itu. Ayahnya yang menolak paham-paham tradisional, meskipun tidak secara langsung. Salah
satu contoh penolakan ayahnya terhadap kebiasaan tradisional yang masih melekat dalam
ingatan A. Hassan adalah sikapnya terhadap masalah talqin dibacakan. Selain itu, di
Singapura, ia pun mengenal publikasi dari golongan pembaharu, seperti Al-Manar dari kairo,
Al-Iman dari Singapura, Al-Munir dari padang. Ia pun mendengar bahwa Thahir Djalaludin,
seorang tokoh gerakan kaum muda tidak disukai golongan kaum muslimin tradisional dan
sultan-sultan di Malaya.
A.Hassan sering pula melakukan kritik terhadap praktik yang tidak berdasarkan Alquran dan Sunnah, meskipun belum sekeras kritikannya setelah ia berada di Bandung dalam
naungan jamiyyah Persis. Kritiknya banyak dimuat dalam surat kabar Utusan Melayu yang
terbit di Singapura. Pemikiran-pemikirannya tersebut sedikitnya dipengaruhi oleh latar
belakang keluarga, buku-buku yang dibacanya serta pergaulannya. Arah pemikirannya mulai
terlihat dengan jelas setelah ia tinggal di Bandung dan berkiprah dalam aktivitas jamiyyah
Persis.
Selama di bandung A.Hassan sering mengikuti pengajian-pengajian dalam lingkungan
Persis, dan akhirnya ia memasuki organisasi ini pada tahun 1926. Menurut Dadan Wildan
(1997:28) A.hassan masuk Persis sebenarnya bukan karena tertarik dengan paham-pahamnya,
karena justru dialah yang membawa Persis menjadi gerakan ishlah. ia sadar bahwa
pemikirannya harus dituangkan dalam sebuah gerakan agar bisa berkembang secara efektif.
Maka nampaklah gabungan antara watak A.hassan yang tajam dalam berpikir dan ciri persis
yang keras. Hasilnya sebuah gerakan tajdid yang cepat meluas. Dia telah membawa persis
menjadi organisasi pembaharu yang terkenal tegas dalam masalah-masalah fiqhiyyah. Kiprah
A.hassan di Persis sejalan dengan Program Jihad jamiyyah Persis yang ditujukan terutama
pada penyebaran cita-cita dan pemikirannya, yakni menegakkan Al-quran dan Sunnah.

Tetapi menurut Atip Latiful Hayat yang kala itu menjabat sebagai Ketua Umum
Pimpinan Pusat Pemuda Persis dalam kata sambutan pada buku Dadan Wildan (1997), bahwa
kesimpulan penulis menyatakan mengenai A.Hassan masuk Persis sebenarnya bukan karena
tertarik pada paham-pahamnya, karena ternyata justru A.Hassan-lah yang membawa Persis
untuk menjadi gerakan Ishlah menurutnya kesimpulan tersebut terlalu tergesa-gesa. Karena
tidak mungkin A.Hassan bergabung dengan Persis kalau tidak ada sesuatu yang menarik
didalamnya. Mengapa A.Hassan memilih Persis tidak yang lain? Menurutnya bukan karena
A.Hassan memerlukan sebuah gerakan untuk menuangkan ide-idenya, tetapi karena Persis
memiliki ide yang sama dengannya, yakni perlunya pengkajian ulang terhadap fikrah dan
praktik keagamaan yang dinilai sudah jauh menyimpang dari tuntunan Al-quran dan Sunnah.
Sebagai salah seorang yang berperan besar dalam organisasi Persis, A.Hassan tentu
saja mencurahkan berbagai pandangannya tentang agama, antaralain tentang sumber hukum
islam (ijtihad, ittiba, taklid, bidah) dan paham kebangsaan.
Hal ini ia lakukan dengan berbagai aktifitas antara lain dengan mengadakan tablightabligh, menyelenggarakan kursus-kursus pendidikan islam bagi generasi muda, mendirikan
pesantren, menerbitkan berbagai buku, majalah dan selebaran-selebaran lainnya.
Dalam bidang pendidikan misalnya, persis sejak tahun 1924 menyelenggarakan kelas
pendidikan aqidah dan ibadah bagi orang dewasa yang kemudian berkembang cepat dengan
masuknya A. Hassan pada tahun 1926. Demikian pula dalam bidang penerbitan /publikasi,
banyak dicetak buku-buku dan majalah-majalah terutama yang memuat tulisan-tulisan A.
Hassan. Selain itu pula kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak penyebaran
paham Quran Sunnah yang dilaksanakan di berbagai tempat. Dala aktivitas tabligh ini, A.
Hassan lebih senang melakukannya dengan metode debat. Karena itu perdebatan sengit
tentang masalah agama seringkali digelar. A. Hassan sangat senang menggelar perdebatan
tentang berbagai persoalan terutama persoalan agama yang tidak ada dasar hukumnya dalam
Al-quran dan Sunnah. Yang menjadi persoalan hangat pada masa itu seperti masalah talqin,
tahlil,talafudz niyyat, bidah, khurafat, taqlid dan lain-lain.
Masa-masa berikutnya boleh dikatakan pendirian Persis dengan A. Hassan menjadi
identik. Pandangan-pandangannya memberikan betuk dan kepribadiannya yang nyata, dan
dalam waktu yang bersamaan telah telah menempatkan Persis dalam barisan muslim
modernis di Indonesia. A. Hassan dengan Persisnya atau Persis dengan A. Hassannya

banyak terlibat dalam pertukaran pikiran, dialog terbuka, perdebatan, ataupun polemik
diberbagai media massa.15
Menjelang pendudukan jepang, pada tahun 1941, A. Hassan terpanggil untuk kembali
ke Surabaya. Kepindahannya ke Surabaya diikuti pula oleh sebagian para santrinya dari
pesantren Persis Bandung. Di Bangil, kota kecil dekat Surabaya Ia mendirikan Pesantren
Persis seperti yang pernah dilakukannya di Bandung untuk mendidik para santrinya. Di
Bangil inilah disamping kegiatannya sehari-hari sebagai pendidik, perhatiannya ditumpahkan
dalam penelitian agama Islam, langsung dari sumber pokoknya Al-quran dan Sunnah.
Puncaknya Ia berhasil menyusun tafsir Al-quran yang diberi judul Al-Furqan yang
merupakan tafsir Al-Quran pertama di Indonesia.16 Selain itu, Ia juga aktif menyampaikan
pandangan dan pendiriannya tentang agama Islam dalam berbagai penerbitan, disamping
membalas surat-surat dari berbagai pelosok mengenai masalah agama.
Menurut Mohammad Natsir, dalam sambutannya pada buku Tamar Djaja (1980), A.
Hassan adalah ulama besar, gudang ilmu pengetahuan dan sumber kekuatan batin dalam
menegakkan pendirian dan keimanan.17

G; Pengkaderan Gaya Ahmad Hassan

A.Hassan adalah sosok ulama yang aktif dalam mengkaji Islam dan aktif pula dalam
berdakwah. Dalam hal ini Ia sangat menaruh perhatian terhadap para pemuda Islam yang
sedang bersekolah di skolah-sekolah milik kolonial Belanda yang sangat kurang memberikan
pelajaran agama Islam. Ia menyadari bahwa anak-anak muda yang tengah menuntut ilmu itu
adalah pemimpin dimasa yang akan datang, yang perlu dibekali dengan pengetahuan agama
yang memadai. Tekadnya untuk menarik para pemudapelajar itu sangat kuat. Bagaimanapun
sibuknya Ia senantiasa menyempatkan diri berbicara dengan para pemuda pelajar itu.
Ditundanya pekerjaan yang sednag dikerjakannya, baik mengoreksi buku atau menysun tafsir.
Bercakap-cakap dengan pemuda calon pemimpin ummat itu, dianggapnya lebih penting.18
Salah seorang yang terlibat dalam proses kaderisasi dibawah bimbingan A. Hassan
adalah Mohammad Natsir. Mohammad Natsir sebagai kader A.Hassan adalah tokoh
intelektual muda Persis yang membawa Persis pada sentuhan-sentuhan modern. Dalam waktu
singkat Mohammad Natsir berhasil menempatkan Persis bukan hanya berupa kelompok
15 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal
29

16 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal
30

17 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal
31

18 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal
32

diskusi atau pengajian tadarusan kelas pinggiran melainkan juga sebuah organisasi Islam
modern yang potensial serta menempatka Persis dalam barisan organisasi islam modern.
Selain Mohammad Natsir, tokoh-tokoh ulama dan politikus yang pernah menjadi
murid A. Hassan antara lain K.H.M Isa Anshary yang pernah menjadi Ketua Umum Pusat
Pimpinan Persis (1948-1960), Ketua Umum Masyumi Jawa Barat, dan anggota DPP
Masyumi. Ustad K.H.E Abdurrahman, Pemimpin Pesantren Persis Bandung, Ketua Umum
Pusat Pimpinan Persis (1962-1983), dan pengasuh majalah at-taqwa dan risalah adalah murid
A. Hassan yang melanjutkan mengelola Pesantren Persis di Bandung sejak ditinggalkan
pindah oleh A. Hassan ke Bangil pada tahun 1941.
Diantara murid-muridnya yang lain yang kemudian menjadi ulama besar dan
memimpin pesantren-pesantren besar adalah Ustad Abdul Qadir Hasan yang merupakan
putera tertua dari A. Hassan dan menjadi pemimpin Pesantren Persis Bangil, pengasuh
majalah Al-Muslimun dan pernah menjadi Ketua Majelis Ulama Persis yang sekarang
dikenal dengan sebutan Dewan Hisbah. K.H.O Qomaruddin Shaleh pensyarah dan pernah
menjadi Wakil Ketua Pusat Pimpinan Persis. K.H.M. Rusyad Nurdin pensyarah di beberapa
perguruan tinggi, ulama terkenal, dan pernah menjadi Wakil Ketua Pusat Pimpinan Persis dan
Ketua DDII perwakilan Jawa Barat. Serta Fakhroeddin Al-Khariri, cendikiawan muslim
teman seperjuangan Mohammad Natsir pada saat berguru pada A. Hassan. Selain mereka
masih banyak cendikiawan dan ulama di daerah yang kini menjadi guru, ulama, mubaligh,
dam aktivis dalam berbagai organisasi keislaman. Terutama para santri pesantren persis
angkatan pertama yang menjadi pelopor dan penggerak tegaknya Quran Sunnah diberbagai
daerah tempat asal meraka.
Selain mereka, ada beberapa kawan seperjuangan A.Hassan dalam menegakan Alquran dan Sunnah. Mereka juga ternyata menjadi teman berdialog yang banyak menerima
berbagai pemikirannya. Diantara mereka adalah Ustad Moenawar Chalil (Semarang), Ustad
K.H. Imam Ghazali (Jamsaren Solo), Prof,. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy (Yogyakarta),
K.H.M. Mashum (Yogyakarta), Ustad Abdullah Ahmad (Jakarta), Ustad M. Ali Hamidy
(Jakarta), Ustad Abdul Hakim dan Ustad H. Zainuddin Hamidy (Minangkabau).19

19 Dadan Wildan. Yang DaI Yang Politikus. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 1997), hal
35

BAB III
Kesimpulan
A.hasan merupakan guru utama persis. Nama sebenarnya adalah Hassan Bin Ahmad
Dia lahir di Singapura pada tahun 1887, berasal dari keturunan Indonesia dan India. Ayahnya
bernama Ahmad Sinna Vappu Maricar, berasal dari India dan bergelar pandit.

Ibunya

bernama Muznah yang berasal dari Palekat Madras, tetapi lahir di Surabaya.
Masa kecil A. Hassan dilewatinya di Singapura. Pendidikannya dimulai dari sekolah
dasar , tetapi ia tidak sempat menyelesaikannya. Pada usia tujuh tahun, A. Hassan belajar alQuran dan memperdalam agama Islamnya. Kemudian ia masuk di Sekolah Melayu dan
menyelesaikannya hingga kelas empat, dan belajar di sekolah dasar pemerintah Inggris
sampai tingkat yang sama.
A.Hassan memasuki organisasi Persis pada tahun 1926, tiga tahun setelah berdirinya
organisasi Persis
Kehadiran A. Hassan ini menjadikan Persis sebagai organisasi Islam yang berani
menyuarakan aspirasinya pada masa itu

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai