Lakwari Agthaturi
102011331 / C1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11510,
Email: lakwari.agthaturi@gmail.com
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Logam ditemukan ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji
tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik atau organik yang
umumnya kadar dalam tanah,air dan udara relatif rendah. Berbagai jenis aktivitas
manusia dapat meningkatkan kadar ini. Masyarakat di kota besar dan berdiam
dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan bermotor yag padat serta di lingkungan
industri adalah merupakan kelompok yang rentan terhadap pencemaran logam.
Sampai saat ini, logam berat tidak menujukkan adanya fungsi fisiologis dalam tubuh
manusia. Logam berat berpotensi menimbulkan resiko berat bagi kesehatan manusia.1
Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam
bentuk biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan
dan penggunaan dalam bahan bakar minyak
II.
PEMBAHASAN
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu
terlebih
dahulu,
dengan
serupa),
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dansebagainya).
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita.
Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang
menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
2
2.
3.
Pemeriksaan Fisik
Kulit yang pucat akibat anemia sklera atau kulit yang kuning akibat hemolisis
akut sering kali ditemukan pada para penderita intoksikasi timbal. Suatu garis
pigmentasi biru keabu-abuan kadang-kadang tampak pada gusi, yang disebutlead
line. Pada pemeriksaan neurologis, intoksikasi timbal sering kali ditunjukkan dengan
lemahnya otot rangka, terutama otot ekstensor bagian distal.2,4
Pemeriksaan Penunjang
Riwayat
kontak
dengan
bahan
toksik
merupakan
kunci
untuk
peningkatan
kadar
timbal
darah
hanya
dapat
diukur
dengan
spektrofotometri. Lebih dari 90% timbal dalam tubuh disimpan di tulang. Konsentrasi
timbal di tulang tersebut dapat diukur dengan menggunakan x-ray flourescence (XRF)
atau densitometri.2,4
Pada individu yang tidak terpajan timbal, kadar timbal di darah berkisar antara
515 g/dL dengan NAB <3 g/dL. Menurut standar OSHA, kadar timbal di darah
pada pekerja di sektor industri tidak boleh melebihi 40 g/dL.4,5 Gejala intoksikasi
timbal pada susunan saraf pusat dan tepi biasanya terjadi dengan kadar timbal 4080
g/dL, atau jika terjadi peningkatan kadar EP atau ZPP. Gejala lain timbul dengan
jelas bila kadarnya mencapai >80 g/dL. Pada individu dengan gejala intoksikasi
timbal yang jelas, tetapi sulit ditemukan riwayat pajanannya, tes mobilisasi
CaNa2EDTAPb dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.5
Working Diagnosis
Intoksikasi Timbal (Pb)
5
Anak
Penurunan kecerdasan
Gangg.
Dewasa
---
Pertumbuhan
6
tulang
10 s/d 30
30 s/d 50
Gangg. Sintesa Hb
Gangg. SSP
Gangg. Ginjal
50 s/d 100
Anemia
Gangg. Ginjal
Gangg. Sintesa Hb
Kematian
Kematian
Manifestasi Klinis
Efek toksik timbal terutama berpengaruh pada saluran pencernaan, darah, dan
sistem persarafan. Pada saluran pencernaan, biasanya terjadi kolik timbal akibat efek
langsung timbal terhadap lapisan otot polos saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan
timbulnya rasa kram perut yang menyeluruh terutama di daerah epigastrium dan
periumbilikalis, serta sering disertai mual, muntah, anoreksi, dan konstipasi atau
kadang-kadang diare.5
Intoksikasi timbal juga akan memengaruhi sistem enzim sel darah merah,
sehingga anemia normositik normokrom atau mikrositik hipokrom, dan hemolisis
akut sreingkali terjadi. Enzim-enzim sel darah merah, seperti asam deltaaminolevulinik dehidrase yang dibutuhkan untuk konjugasi asam levulinik menjadi
porfobilinogen, dan ferrokelatase yang berperan menggabungkan Fe ke dalam
protoporfirin
dapat
terganggu
sehingga
memengaruhi
sintesis
bentuk
heme
yaitu
iritabilitas,
inkoordinasi, gangguan tidur, rasa nyeri kepala, diorientasi, gangguan mental, ataksia,
sampai kelumpuhan saraf otak, kebutaan, serangan pingsan atau koma merupakan
manifestasi intoksikasi timbal pada susunan saraf pusat. Serangan ini disebut
ensefalopati timbal, yang biasanya merupakan tanda prognosis yang sangat buruk
karena sudah terjadi kerusakan otak yang serius. Selain itu, gangguan motorik seperti
wrist drop dan drop foot sering kali timbul sebagai manifestasi intoksikasi timbal pada
susunan saraf tepi.5
Timbal, bersama aliran darah, dapat melalui plasenta sehingga aborsi spontan
dapat terjadi pada wanita hamil yang terpajan timbal pada masa kehamilan.
Sedangkan pada laki-laki, timbal juga dapat mengurangi kesuburan karena timbal
diduga turut memengaruhi proses spermatogenesis. Manifestasi klinis timbal lainnya
adalah poliatralgia, kegagalan fungsi hati, dan gagal ginjal. Psikosis dapat terjadi
sebagai akibat intoksikasi tetraetil timbal dengan gejala insomnia, euforia, halusinasi,
dan kadang-kadang konvulsi.5
Patofisiologi
Keracunan timbal adalah akumulasi timbal yang berlebihan di dalam darah.
Timbal yang diserap kira-kira 40% dari asap Pb oksida yang dihirup, diabsorbsi ke
saluran pernapasan. Di dalam aliran darah, sebagaian besar Pb diserap dalam bentuk
ikatan dengan eritrosit. Plasma darah berfungsi dalam mendistribusikan Pb dalam
darah ke bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Sebagian besar
dengan keracunan timbal bersifat asimtomatik. Gejala akut keracunan timbal
umumnya tidak nyata sampai kadar timbalnya mencapai 50 g/dl atau lebih. Jumlah
timbal berlebihan diserap dan akan ditimbun di dalam tulang, jaringan lunak dan
darah. Penyerapan oleh jaringan lunak menjadi masalah besar karena dapat
menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat (SSP) dan gagal ginjal reversibel. Timbal
dapat mengganggu enzim oksidase dan akibatnya menghambat sistem metabolisme
sel, salah satu di antaranya adalah menghambat sintesis Hb dalam sumsum tulang. Pb
menghambat enzim sulfidril untuk mengikat delta-amnolevulinik acid (ALA) menjadi
porprobilinogen, serta protoforfirin IX menjadi Hb. Hal ini menyebabkan anemia dan
adanya basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas dari keracunan Pb.5
Klasifikasi
Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak
sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai
timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul
tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa
timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan
rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering
muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena
Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan
bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi
8
protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam
karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf
pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo.
Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan
pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop).5,6
Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam
dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem
syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid
pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma.
Gejala umum meliputi penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering
mengalami gangguan sistem pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna
merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.5,6
Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan
keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang
terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini
dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur
komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan
timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan
TLV 0,15 mikrogram/m3, atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan
kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa
timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis
makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi
system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi
fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang
dapat muncul kemudian.5,6
Evaluasi Lingkungan Kerja
Evaluasi lingkungan kerja harus dilakukan dilihat dari berbagai kondisi seperti
kondisi fisik, kondisi kimia, kondisi biologi dan kondisi ergonomi.2
Kondisi fisik
Memasang temperatur suhu untuk menjaga suhu ruangan.2
Pengelompokan alat-alat berdasarkan fungsinya.2
Adanya jalan-jalan atau gang yang bisa digunakan sebagai jalan darurat bila terjadi
kecelakaan.2
Tempat kerja harus bersih dengan penerangan yang cukup.2
Penetapan pengukuran kadar bahan-bahan kimia berbahaya dan kondisi fisik di
lingkungan kerja secara berkala.2
Pengkondisian suhu lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi pekerja.2
Kondisi kimia
Memasang sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat.2
Menyediakan tempat penyimpanan yang aman untuk bahan kimia berbahaya. 2
Mengontrol kadar debu di tempat kerja.2
Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk membersihkan
bahan-bahan korosif.2
Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum.2
Kondisi biologi
Sanitasi lingkungan kerja yang memadai (tempat cuci tangan, ruangan makan).2
Ruang pertolongan pertama yang terletak di lingkungan kerja.2
Terdapat fasilitas kesehatan.2
Ergonomi
Memposisikan pekerja sesuai dengan keahliannya.2
Peralatan disesuaikan dengan ukuran pekerja.2
Menyediakan ruang oksigenasi.2
Tersedianya waktu istirahat yang cukup.2
Penempatan mesin-mesin dan alat-alat industri yang tepat.2
Pada pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna
mencegah terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun
alat-alat pelindung diri yang digunakan, yaitu:2,4
Kepala
: Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan
Mata
: Kacamata dari berbagai gelas
Muka
: Perisai muka
Tangan
: Sarung tangan
Kaki
: Sepatu
Pernafasan
: Respirator / masker khusus
Telinga: Sumbat telinga, tutup telinga
Tubuh
: Pakaian kerja dari berbagai bahan
Faktor individu
Faktor individu yang dilihat dalam status kesehatan fisik serta riwayat
alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, higene dan alat pelindung diri dalam
bekerja sesuai kebutuhan. Dalam kasus ini diketahui bahwa pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak memiliki kebiasaan
10
merokok. Pasien tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan
sarung tangan pada saat bekerja.
Faktor lain di luar pekerjaan
Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit. Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan
penyebab penyakit
misalnya pajanan di rumah atau pekerjaan lain. Dalam keadaan ini pasien
diketahui tidak punya pekerjaan sambilan lain juga tidak terdapat faktor resiko
dalam keluarga maupun lingkungan rumah.
Diagnosis okupasi
Diagnosis okupasi
ditegakkan
bedasarkan
langkah-langkah
di
atas
pusing
intoksikasi
yang
disebabkan timbal.
Upaya Kesehatan yang Baik
Upaya kesehatan yang baik antara lain sebagai berikut:2,6
1. Pekerja yang berkerja menghadapi bahaya harus diperiksa kesehatannya
setiap 6 (enam) bulan sampai setahun sekali sebagai penilaian efek
pekerjaan kepada kesehatan dan juga efektivitas upaya pencegahan
2. Alat-alat harus diperiksa tiap minggu atau tiap bulan untuk menilai
kemungkinan bahaya yang mungkin timbul. Antara lain harus dilakukuan
pengambilan sampel udara dan juga pemeriksaan sampel tersebut di
laboratorium
3. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja harus ditujukan kepada adanya
kemungkinan sakit pernapasan menahun, kelainan ginjal, atau penyakit
sistemik lainnya pada calon pekerja. Siapapun dengan penyakit tersebut
tidak diperkenankan bekerja pada pekerjaan yang mungkin kontak dengan
atau menghirup uap bahan berbahaya yang mungkin menimbulkan efek
yang memperburuk kelainan organ tubuh dimaksud
Pencegahan
Sanitasi lingkungan kerja, terutama kebersihan kantin, dan perilaku makan
yang sehat harus diperhatikan. Untuk proses yang berpotensi menghasilkan debu atau
fume timbal, perlu disediakan alat pelindung pernapasan yang memadai. Menurut
standar OSHA, program pengawasan medis pada pekerja perlu dilaksanakan bila
11
kadar timbal di lingkungan tempat kerja 30 g/m3 untuk lebih dari 30 hari/tahun.
Program ini disertai juga pelaksanaan tindakan berikut:2,5,6
1. Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah) pada masing-masing
pekerja:
a. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 g/dL.
b. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal >40 g/dL, sampai
kadarnya mencapai <40 g/dL dalam 2 kali pemantauan secara
berturut-turut.
c. Bila kadar timbal >40 g/dL dan sudah tidak diperkenankan bekerja di
tempat pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.
2. Pemeriksaan medis
a. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah >40 g/dL
b. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal di lingkungan
tempat kerja sama atau kadar timbal dalam darah mencapai >30 g/m3
c. Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda
intoksikasi timbal yang mencurigakan.
3. Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan
a. Pekerja dengan kadar timbal > 60 g/dL, kecuali kadarnya yang
terakhir masih <40 g/dL.
b. Pekerja dengan kadar timbal >50 g/dL pada pemeriksaan terakhir
selama tiga kali berturut-turut atau lebih dari 6 bulan, kecuali kadarnya
yang terakhir masih <40 g/dL. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja
di tempat pajanan bila kadar timbalnya mencapai <40 g/dL dalam
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut.
c. Pekerja yang memiliki kecenderungan gejala intoksikasi timbal yang
bertambah berat. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat
pajanan tidak semata-mata bergantung pada kadar timbal di darah,
tetapi juga bergantung pada pertimbangan hasil pemeriksaan medis
yang menyeluruh.
Penatalaksanaan
Non medika mentosa
1. Menjauhkan dari tempat pajanan. Contoh: dipindahkan ke bagian lain atau
diistirahatkan sampai kadar Pb darahnya turun.7
2. Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah
terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja.7
3. Berikan edukasi pada pasien.
Medika mentosa
12
Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya
harus dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam,
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan, edema otak diatasi
dengan manitol dan deksametason. Kadar Pb darah harus ditentukan sebelum
pengobatan dengan kelator. Kelator harus diberikan pada pasien dengan gejala
atau pada pasien dengan kadar Pb darah melebihi 0,5 0,6 ppb. Tiga kelator yang
biasa digunakan dalam pengobatan intoksikasi Pb, kalsium disodium edetat
(CaNa2EDTA), dimerkapol dan D-penisilamin. CaNa2EDTA diberikan dengan
dosis 50 -75 mg/kgBB per hari dibagi dalam dua kali pemberian secara IM yang
dalam atau sebagai infus selama 5 hari berturut-turut. Interval pemberian
CaNa2EDTA dengan dimerkapol ialah 4 jam. Terapi dengan CaNa2EDTA tidak
boleh melebihi jumlah dosis 500 mg/kgBB. Dimerkapol dengan dosis 4 mg/kgBB
diberikan secara IM setiap 4 jam selama 48 jam, kemudian setiap 6 jam selama 48
jam berikutnya dan akhirnya setiap 6 12 jam selama 17 hari terakhir.
Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat ditambahkan dalam rejimen
pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari selama 5 hari. Pada terapi
jangka panjang tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per hari.5,7
III.
PENUTUP
Sebagai kesimpulan, Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah
yang tersedia dalam bentuk biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti
pertambangan, peleburan dan penggunaan dalam bahan bakar minyak
telah
13
Daftar Pustaka
1. Agustina, H. Pengelolaan dan pengendalian limbah B3. Bogor: Departemen FMIPA
Biologi IPB; 2006.h. 4-6, 27-9.
2. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2008.h.72-77.
3. Sulistomo A. Diagnosis penyakit akibat kerja dan sistem rujukan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 136, 2002. Hal 1-3.
4. Anonimus. 2009. Pencemaran Pb (Timbal). Diunduh dari:
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-pengendalian/subid-pemantauanpencemaran/168-pencemaran-pb-timbal?start=3, 18 Oktober 2014.
5. Mitchell, Kumar, Abbas. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006.h 255-8.
6. Rifai, Admal. November 2012. Analisa kadar timah hitam (Pb) dalam darah
karyawan pabrik baterai. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34378/4/Chapter%20II.pdf, 18
Oktober 2014.
7. Wiria M S. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2011.h 843-4.
14