Edisi terdahulu makalah ini telah disajikan pada Seminar Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia:
Masalah dan Tantangan dalam rangka Pameran Produksi Indonesia, yang diselenggarakan oleh Departemen
Perindustrian, di Gedung Pusat Niaga Lt. 6 Arena PRJ Kemayoran, Jakarta 8 Agustus 2006.
2
Direktur Akademik Program Pascasarjana Manajemen & Bisnis - Institut Pertanian Bogor (MB-IPB),
Dosen dan Peneliti Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, serta Direktur Ekonomi dan Lingkungan
Brighten Institute. Penulis berterimakasih pada Ir. Dwi Wahyuniarti P., MSi sebagai Asisten Peneliti di
Brighten Institute.
Lingkupnya adalah kegiatan di tingkat petani, pekebun, peternak, dan nelayan, termasuk
kegiatan perhutanan yang merupakan kegiatan mengelola input-input berupa lahan,
tenaga kerja, modal, teknologi dan manajemen untuk menghasilkan produk pertanian.
Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang disebut juga dengan
kegiatan agroindustri adalah kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian
sebagai bahan baku. Kemudian subsistem pemasaran serta perdagangan hasil pertanian
dan hasil olahannya untuk menyampaikan output kepada konsumen dalam negeri
maupun luar negeri. Subsistem terakhir adalah subsistem jasa penunjang (supporting
institution) adalah kegiatan jasa yang melayani pertanian. Kegiatan jasa tersebut
diantaranya adalah perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan dan penyuluhan atau
konsultasi, transportasi dan lain sebagainya.
Up-stream
Agribusiness
Pembibitan
Agro-kimia
Agro-otomotif
On-farm
Agribusiness
Tanaman pangan
Tanaman
holtikultura
Tanaman Obatobatan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Down-stream
Agribusiness
Intermediate
product
Finished
product
Wholesaler
Retailer
Consumer
Supporting
Institution
Agro-institution
Agro-service
suatu aktivitas yang berbeda berada pada lokasi yang berbeda atau disebut juga dengan
spatial cluster. Ada beberapa model dari teori cluster yang menjelaskan pilihan lokasi
yang dilakukan suatu perusahaan.
Model Weber, menekankan pada biaya transportasi sebagai penentu lokasi
optimal. Suatu perusahaan umumnya secara periodik mengalami perubahan pada
supplier input dan pasar outputnya sebagai respon terhadap perubahan harga input dan
harga output di pasar serta biaya transportasi. Oleh karena itu lokasi optimal dari suatu
perusahaan akan selalu berubah. Namun secara aktual suatu perusahaan tidak akan
sering untuk memindahkan lokasinya. Suatu perusahaan akan melakukan relokasi hanya
jika biaya faktor pada lokasi alternatif lebih rendah walau pun jika terjadi peningkatan
pada biaya transportasi.
Model Moses, menyatakan bahwa suatu perusahaan dianggap berada pada
pasar bersaing sempurna. Perusahaan sebagai penerima harga dan pada saat telah
mencapai teknik produksi optimal dan lokasi optimal, perusahaan tidak akan merubah
perilakunya, ceteris paribus.
Model Hotelling, perusahaan pesaing menghasilkan produk dalam tipe yang sama
dan perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi kompetisi non harga. Hal ini
mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk berlokasi di tempat yang berdekatan.
Jadi cluster industri dapat terjadi secara alami jika di tidak ada kompetisi harga dalam
pasar.
Suatu lokasi yang secara spesifik memiliki skala ekonomi tertentu disebut dengan
pemusatan ekonomi atau agglomeration economies. Pembentukan pemusatan ini
menurut Marshall adalah karena perusahaan yang berada di dalam cluster akan
mencapai increasing return to scale. Pencapaian skala ekonomi tersebut disebabkan
oleh tiga hal yaitu adanya kemudahan untuk mendapatkan informasi, ketersediaan local
non-traded input, dan kemudahan mendapatkan tenaga kerja.
Porter (1990) mendefinisikan cluster sebagai suatu kelompok perusahaanperusahaan yang terkait dalam aktifitas yang hampir sama dan berhubungan dalam
perekonomian nasional. Porter (1998) selanjutnya mendefinisikan cluster sebagai
konsentrasi secara geografis dari perusahaan-perusahaan dan institusi yang saling
terkait pada sektor tertentu. Keterkaitan yang terjadi antara perusahaan-perusahaan
tersebut sangat penting dalam menghadapi kompetisi.
Sedangkan Schmitz (1992) mendefinisikan cluster sebagai suatu kelompok
perusahaan-perusahaan dalam suatu sektor yang sama dan saling berdekatan dalam
beroperasi. Cluster adalah gabungan dari perusahaan-perusahaan publik yang saling
melengkapi (di sektor produksi dan jasa), institusi penelitian dan pengembangan privat
dan semi-publik, yang saling terkait oleh pasar tenaga kerja dan/atau input-output
dan/atau keterkaitan teknologi. Lebih lanjut Steiner and Hartmann (1998) berpendapat
bahwa cluster memiliki tingkat kompetisi yang tinggi karena keterkaitan dikontrol oleh
mekanisme pasar dan struktur langsung dari organisasi tunggal.
Elsner (2000) lebih jauh mendefinisikan cluster sebagai suatu kelompok
perusahaan-perusahaan yang terkait secara fungsional baik vertikal maupun horizontal
dimana pendekatan fungsional merupakan bentuk hubungan yang terjadi antara
perusahaan-perusahaan dan institusi-institusi pendukung suatu cluster, bentuk-bentuk
hubungan tersebut ditemukan di dalam pasar.
Penentuan lokasi suatu perusahaan individual merupakan keputusan yang
didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhi seperti biaya
transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan substitusi, struktur pasar,
kompetisi dan informasi. Suatu perusahaan akan memutuskan apakah akan
menguntungkan untuk berdiri sendiri atau memutuskan untuk berlokasi dekat dengan
perusahaan-perusahaan sejenis.
Global customers
Large-scale, multioutlet retailers
Small-scale retailers
Global buyers
National boundary
Buyer and export
agents
Local customers
Small-scale
manufacturers
Small-scale
suppliers
pertanian (agroindustri), dan sektor yang menyediakan jasa baik bagi pertanian maupun
bagi industri hulu dan hilir pertanian. Keempat kelompok kegiatan ekonomi tersebut telah
membentuk cluster-cluster industri agribisnis yang terfokus pada satu atau sekelompok
produk sejenis.
Agro-based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan
kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan
efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam
produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu
kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem agribisnis hulu,
subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir yaitu agroindustri, jasa penunjang dan
pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya
transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas tertentu.
Mengingat sebagian besar komoditas pertanian Indonesia di ekspor dalam bentuk
produk primer, maka dengan agro-based cluster diharapkan terbangun suatu industri
pengolahan hasil pertanian yang kuat dengan dukungan subsistem-subsistem agribisnis
lain sehingga nilai tambah suatu produk dapat ditingkatkan dan memperkuat daya saing
komoditas ekspor Indonesia sehingga transformasi perekonomian Indonesia dari
agricultural-based economy menjadi agroindustry-based economy secara bertahap dapat
terlaksana.
3. PENDEKATAN PENGEMBANGAN AGRO-BASED CLUSTER
3.1. Malaysia sebagai Benchmark
Pemerintah Malaysia dalam upayanya menghadapi perkembangan di pasar
global melakukan formulasi pada kebijaakan dan strategi perencanaan pembangunan
dengan mempersiapkan rencana jangka panjang dan jangka menengah, program
pembangunan dan anggaran proyek. Rencana ini digunakan sebagai alat untuk
mengawasi dan mengevaluasi pencapaian program pembangunan dan proyek-proyek.
Selain itu juga sebagai masukan bagi pemerintah mengenai permasalahan ekonomi.
Rencana tersebut merupakan tuntunan dalam menentukan arah ekonomi yang
dibutuhkan, sebagai landasan koordinasi dalam program privatisasi. Selain itu juga
sebagai dasar koordinasi dalam pembangunan kawasan pertumbuhan.
Tujuan dari rencana pembangunan tersebut adalah untuk memperlancar dalam
mencapai transformasi perekonomian dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat
dan untuk mendapatkan nilai tambah yang sebesar-besarnya. Bentuk transformasi
ekonomi yang diharapkan oleh pemerintah Malaysia adalah pergeseran perekonomian
agro-based menjadi industrial-based economy. Proses transformasi ekonomi yang terjadi
dapat terlihat dari kontribusi per sektor terhadap GDP nasional (Lampiran 1). Kontribusi
sektor pertanian dari produk-produk primer terus mengalami penurunan. Saat ini
perekonomian Malaysia didominasi oleh sektor manufaktur dan jasa yang menyumbang
89.5 persen (=31.4 persen + 58.1 persen) dari total GDP yang menunjukkan cukup
berhasilnya transformasi ekonomi yang dilakukan. Transformasi tersebut juga tercermin
dari diversifikasi produk ekspor Malaysia yang pada awalnya didominasi produk-produk
primer (Lampiran 2) dimana pada tahun 1970 produk manufaktur hanya 11.9 persen dari
total ekspor namun pada tahun 2005 produk manufaktur menguasai 80.5 persen dari
pangsa ekspor Malaysia.
Pemicu utama dari transformasi perekonomian Malaysia dari pertanian ke
eksportir produk industri adalah pembentukan cluster industri yang diawali dengan
penentuan strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor pada awal tahun 1970-an.
Iklim investasi yang menarik dipersiapkan dengan menyediakan berbagai insentif dalam
bentuk pajak investasi yang menguntungkan, pelatihan dan bantuan dalam penelitian
2000
2001
2002
2003
2004
2005*
Production of NR
Export of NR
Consumption of NR
Consumption of SR
95,000
402,462
386,301
139,100 165,200**
Karet alam (Natural Rubber, NR) merupakan salah satu komoditas andalan Malaysia.
Walaupun produksinya sempat menurun pada periode 2000-2002, dalam tiga tahun
selanjutnya produksi maupun ekspor NR Malaysia cenderung semakin meningkat (Tabel
1). Nilai ekspor Malaysia untuk produk-produk karet alam pada tahun 2000 mencapai 5.7
milyar RM (Tabel 2). Nilai terbesar adalah pada produk lateks. Nilai ekspor menurut
produk menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2003
mencapai 6.3 milyar RM. Nilai ekspor produk-produk karet Malaysia pada tahun 2005
mencapai nilai 8.5 milyar RM, dimana merupakan pencapaian tertinggi dari industri
produk karet. Tujuan ekspor produk karet Malaysia ke lebih dari 160 negara. Amerika
Serikat merupakan pasar terbesar dari produk karet Malaysia, mencapai 30 persen dari
total ekspor. Negara importir lain adalah Jepang dan Jerman dengan pangsa pasar
sebesar 7 persen dan 6.4 persen.
Tabel 2. Produk Ekspor Karet Malaysia (Juta RM), 2000 - 2005
2000
Tyres
Inner Tubes
Footwear
Latex Goods
2001
2002
2003
2004
2005*
243.6
249.7
261.4
310.5
458.0
501.8
13.6
15.6
17.3
15.8
23.2
26.5
313.5
288.2
303.1
460.2
862.3
469.7
152.9
136.2
146.0
153.5
275.2
547.2
484.0
488.4
459.5
547.4
568.5
690.0
Grand Total
Malaysia merupakan salah satu produsen utama dari produk karet alam. Khusus
adalah untuk produk sarung tangan karet, ekspornya dapat memenuhi 49 persen dari
permintaan sarung tangan karet dunia. Sarung tangan ini biasanya digunakan untuk
keperluan medis dan fasilitas pelayanan kesehatan, industri makanan, penata rambut
dan perkebunan. Malaysia juga merupakan produsen utama kateter dan produk-produk
lateks. Berbagai produk yang dihasilkan oleh industri karet alam di Malaysia diperlihatkan
pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Nilai ekspor Produk Karet Alam Malaysia Berdasarkan Jenis Tahun 2005
Produk Karet Alam
Gloves, other than surgical gloves
Catheters
706.867
Surgical gloves
647.709
574.198
277.653
Sheath contraceptives
216.722
115.780
55.219
Belting
33.686
Balloons
32.260
24.942
Finger stalls
9.513
9.296
3.429
10
logistik bagi ASEAN timur. Lokasi ini dilengkapi dengan infrastruktur fisik yang memadai
untuk menarik investasi swasta pada industri up-stream dan down-stream.
C. Pusat Halal (Halal Hub)
Membangun suatu cluster industri bagi produk halal untuk menangkap pangsa
dari potensi pasar dunia produk halal. Keunggulannya adalah dimilikinya sistem
sertifikasi dan logo halal JAKIM yang kredibel dan dikenal luas, ketersediaan
sumberdaya dan dukungan pemerintah, industri halal yang sudah mapan, adanya
ketentuan-ketentuan insentif serta program-program bagi perbaikan kualitas produk dan
standar, pelatihan, promosi, branding dan akses pasar. Selain itu juga memiliki
International Malaysia Halal Showcase (MIHAS).
3.2. Strategi Pengembangan dan Penerapan Agro-based Cluster
Suatu perusahaan tidak dapat berdiri sendiri melainkan merupakan suatu bagian
dari suatu sistem produksi yang lebih besar yang membentuk rantai nilai tambah. Rantai
nilai tambah (value-added chain) terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan pertama adalah
supplier-supplier dan perusahaan-perusahaan jasa yang memberikan kontribusi dalam
produksi output akhir. Lapisan kedua terdiri dari perusahaan-perusahaan pesaing yang
menghasilkan produk akhir yang sama tetapi juga saling berbagi kebutuhan akan tenaga
ahli, teknologi dan infrastruktur. Lapisan terakhir adalah jasa-jasa berupa pendidikan,
penelitian dan pengembangan guna membangun suatu landasan ekonomi yang kuat.
Identifikasi cluster industri dapat dilakukan dengan membuat suatu peta cluster
untuk menspesifikasi stakeholder utama dalam cluster tersebut. Peta cluster harus dapat
menunjukkan tiga komponen utama sebagai berikut:
Komunitas yang berspesialisasi pada sarana infrastruktur (institusi lokal, aset dan
kemampuan lain untuk mendukung cluster).
11
wilayah untuk membentuk zona ekonomi heterogen. Proses pembentukan suatu cluster
diperlihatkan oleh bagan pada Lampiran 4.
Cluster industri di Jepang berlokasi pada tiga tempat yaitu Tokyo, Kanagawa, dan
Saitama. Ketiga kota tersebut merupakan cluster industri produk-produk elektronik, mesin
dan transportasi. Selain itu juga ada di Kobe yaitu proyek industri medis, bioteknologi
yang menghasilkan produk obat-obatan. Kemudian ada Kinki biocluster yang berisikan
perusahaan-perusahaan farmasi, kimia, pangan, dan tekstil.
3.2.2. Kasus Italia
Cluster industri di Italia dibangun secara bertahap, dalam tiga tahapan utama.
Tahapan pertama adalah dalam memulai suatu cluster diawali dengan jumlah pemain
yang dibatasi hanya pada pemain utama saja. Pembentukan cluster dalam hal ini diawali
dengan kerjasama yang memberikan hasil cepat.
Tahapan kedua adalah menyebarkan jaringan dan melibatkan lebih banyak
pemain dari industri-industri utama dan industri-industri terkait lainnya. Suatu cluster
terbuka bagi setiap anggota baru yang memenuhi kriteria, menerima aturan dan
membayar biaya yang telah ditetapkan. Pada tahapan terakhir, mulai dibangun suatu
hubungan dengan kawasan industri lain untuk membangun jaringan internasional.
3.2.3. Kasus Albania
Cluster industri yang diandalkan di Albania adalah industri
tekstil yang
menghasilkan pangsa terbesar dari total ekspor, tetapi secara absolut masih rendah.
Industri ini merupakan industri yang secara tradisional sudah terbangun dengan baik.
Akses pasar dari industri tekstil Albania adalah ke pasar negara-negara Uni Eropa.
Perusahaan-perusahaan tersebut secara geografis berlokasi pada pusat kota Albania.
Struktur produksinya terdiri dari pemrosesan produk impor setengah jadi dan
mengekspornya kembali.
Pemain-pemain dalam cluster industri tekstil terdiri dari pebisnis utama yang
terdiri dari 298 perusahaan yang beroperasi di dalam industri tekstil. Kemudian ada
pebisnis pendukung yang terdiri dari supplier peralatan, suplier input intermediet dan
primer, perusahaan-perusahaan jasa perbankkan, pelayanan hukum, dan perancangan.
Pendukung lain berupa soft infrastructure yang terdiri dari sekolah dan universitas
setempat, lembaga penelitian dan laboratorium, assosiasi komersial lokal, agen
pembangunan, hubungan legislasi. Terakhir adalah hard infrastructure yang mencakup
jalan raya, rel kereta api, dan pelabuhan.
Kendala yang dihadapi dalam cluster industri tekstil di Albania adalah: (1) pemainpemain memiliki keterkaitan beroperasi yang relatif terpisah; (2) kurangnya keterkaitan
antara supplier dan pembeli lokal; (3) faktor produksi dialokasikan pada tipe produksi
outward processing; (4) aktifitas utama adalah re-ekspor, konsekuensinya mengabaikan
permintaan domestik; (5) kurangnya pemasaran dan rancangan strategi menyebabkan
tidak mungkinya beroperasi pada tingkat nilai tambah yang lebih tinggi; dan (6) tidak
adanya integrasi vertikal.
Peran pemerintah dalam cluster industri adalah:
12
Konsultasi;
13
Pusat kerjasama Industri-Universitas menyediakan kesempatan badi perusahaanperusahaan untuk melakukan penelitian bersama universitas dan menawarkan
pelayanan konsultasi di bidang telnologi;
Kebijakan cluster industri yang diadaptasi oleh Taiwan pada dasarnya dalam
bentuk orientasi pasar. Tujuan dari kebijakan ini adalah untul menciptakan mekanisme
pasar yang akan mengarah pada bentul cluster industri. Suatu cluster industri harus
dinamis dan terbuka bagi perusahaan-perusahaan baru. Keterbukaam ini adalah faktor
utama yang menjadi kunci sukses cluster industri di Taiwan. Pemerintah memberikan
dukungan bagi pembangunan cluster industri dengan menyediakan akses kepada
insfrastruktur transportasi, mendukung perusahaan-perusahaan untuk berlokasi di sekitar
cluster dan menciptakan komunikasi yang baik dengan cluster-cluster lainnya.
3.2.5. Strategi Pengembangan Agro-based Cluster Negara-negara Berkembang
Cluster di negara-negara berkembang dapat meningkatkan daya saing melalui
strategi yang pro-aktif. Strategi tersebut berupa inovasi dan pembelajaran. Dalam
pengembangan cluster industri, termasuk industri agro, diperlukan suatu kondisi
kerangka kerja yang mendukung, sumberdaya dan kesanggupan, serta hubungan bisnis
global (Lampiran 5). Secara umum, ada tiga hal yang dibutuhkan, yaitu (1) kebutuhan
dasar yang harus ada, (2) sumberdaya, pelayanan dan industri pendukung, dan (3)
sistem pendukung hubungan global. Masing-masing hal itu diuraikan sebagai berikut.
1. Kebutuhan dasar yang harus ada:
14
Promosi ekspor
15
tanggal 11 Juni 2005. Program ini merupakan salah satu strategi dalam rangka
pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing
perekonomian nasional. Salah satu model pengembangan industri berbasis agribisnis
yang diharapkan memiliki daya saing
adalah model Agro-based Cluster, yang
memperhatikan keterkaitan antara industri hulu, pertanian, industri hilir dan sektor jasa
yang terfokus pada satu atau sekelompok produk tertentu (core product).
Agro-based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan
kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan
efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam
produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu
kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem agribisnis hulu,
subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir yaitu agroindustri, jasa penunjang dan
pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya
transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas tertentu.
Pengembangan cluster industri diberbagai sektor sudah banyak dilakukan oleh
beberapa negara. Pengembangan industri dalam bentuk cluster memberikan manfaat
dalam bentuk mengurangi biaya transaksi, pengembangan teknokogi, kemudahaan
akses pendanaan, kemudahan mendapatkan informasi, kemudahan dalam memasuki
pasar, meningkatkan standar dan kualitas, dan lain sebagainya. Strategi-strategi yang
diterapkan dalam pengembangan cluster industri umumnya memiliki kesamaan. Dimana
dalam pengembangan cluster industri diperlukan suatu kondisi kerangka kerja dasar
yang mendukung, sumberdaya dan kesanggupan, serta hubungan bisnis global. Strategistrategi tersebut kemudian dikembangkan dengan memperhatikan kendala-kendala yang
ada.
4.2. Saran
Penerapan dan pengembangan cluster industri di Indonesia sudah mulai
dilakukan. Beberapa hal yang dapat disarankan bagi keberhasilan pengembangan
cluster industri secara umum dan cluster berbasis pertanian (agrobased cluster) di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar dari cluster industri harus dilakukan, antara lain:
Stabilitas sistem politik dalam negeri yang terjaga terkait dengan keamanan
berusaha.
Menjaga stabilitas perekonomian makro (tingkat suku bunga dan nilai tukar mata
uang yang stabil).
2. Penentuan jenis industri yang akan dikembangkan di dalam cluster dengan melihat
sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah berdasarkan pemetaan dan identifikasi
keunggulan komparatif dan kompetitif.
3. Penyediaan sarana pendukung dengan pembangunan infrastruktur transportasi,
komunikasi, pendanaan sesuai dengan jenis cluster yang akan dikembangkan.
4. Kebijakan berupa insentif dalam perpajakan dan pengurusan perijinan.
5. Pembentukan pelayanan satu atap dalam hal perijinan, perpajakan, dan lain
sebagainya agar efisien dan mengurangi biaya.
16
(IRSG).
2006.
Posisi
Karet
Alam
Dunia.
17
RM billion
300
250
200
150
43.1 %
46.8 %
37.5 %
17.2 %
24.6 %
26.7 %
21.0 %
16.3 %
12.2 %
58.1%
31.9 %
30.8 %
31.4 %
8.9 %
8.7 %
8.2%
53.9 %
100
50
57.6 %
1970
Agriculture
1980
1990
2000
Construction
Manufacturing
2003
Mining
2005
Services
18
Total
49,516 (37.3)
5,772 ( 4.4)
612 ( 0.5)
3,210 ( 2.4)
1,659 ( 1.3)
11,268 ( 8.5)
8,029( 6.1)
8,076( 6.1)
50 ( 0.0)
2,405( 1.8)
3,810( 2.9)
4,625( 3.5)
82,371(62.1)
2,117( 1.6)
74 ( 0.1)
14,810 (11.2)
4,236 ( 3.2)
3,496 ( 2.6)
43,374 (32.7)
11,545 ( 8.7)
2,718 ( 2.0)
740 ( 0.6)
132,626
19
20
21