Anda di halaman 1dari 18

1.

Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan

merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium
dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul
mengalami denaturasi. Lebih lanjut protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah
keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal
seharusnya transparan (Sjamsuhidayat. 2004).
Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga
sangat mengganggu penglihatan, maka keadaan itu perlu diperbaiki dengan cara
mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini dilakukan, maka mata kehilangan
sebagaian besar daya biasnya, dan harus digantikan dengan lensa konveks berdaya
penuh didepan mata, atau sebuah lensa buatan ditanam didalam mata pada tempat
lensa dikeluarkan (Soeparman, dkk. 2001).
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau
akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
(Mansjoer Arif, dkk. 2001: 204)
Katarak merupakan opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
(Suzanne & Brenda, 2002:227)
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan
tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat
dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan
akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk
kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi (Underwood, J. C. E. 2000).
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan.
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata
berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat
menembusinya. Keadaan ini memperburuk penglihatan seseorang dan akan
menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat

Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau


kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang
lebih dari 65 tahun. Katarak sering terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak
mengalami kemajuan secara independen (http://www.Katarak.com/care/Surgery).
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa (Sidarta Ilyas, 2005).
2.

Etiologi
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat

perubahan-perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia.


Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan
vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi
herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi
mata, atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus
rubella dapat mengalami katarak. Para pengidap diabetes melitus kronik sering
mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran
darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
Sebagian

besar

katarak

terjadi

karena

proses

degeneratif

atau

bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data
statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun
menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya
berkurang akibat katarak.
Sebagian

besar

katarak

terjadi

karena

proses

degeneratif

atau

bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur
60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu
terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi :
a) Faktor keturunan.
b) Cacat bawaan sejak lahir.
c) Masalah kesehatan, misalnya diabetes.

d) Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.


e) Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
f) Gangguan pertumbuhan.
g) Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h) Rokok dan Alkohol.
i) Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
j)

Ketuaan (Katarak Senilis).

k) Trauma.
l) Penyakit mata lain (Uveitis).
m) Penyakit sistemik (DM).
n) Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi
virus prenatal, seperti German Measles).
o) Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
3.

Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih,

transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang


besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjng dari
badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta protein lensa
normal terjadi disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah

enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti
diabetes melitus, namun merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika
seseorang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen.
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang
daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM,
namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.

Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang


memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol,
merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu
lama.
4. Manifestasi Klinis
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
a) Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi
akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin.
b) Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat
trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior.
c) Katarak Sekunder:
Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan
kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih
umum oleh penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.
d) Katarak yang berkaitan dengan usia :
Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya,
terdapat 3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior
subcapsular. Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan
sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih
dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan
pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami
kesulitan membedakan warna, terutama warna birru. Katarak jenis cortical
terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau
terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior subcapsular merupakan
terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan

silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca
menurun.
Pada keadaan umum tanpa memperhatiak causa keluhan yang sering ditemukan
pada pasien dengan gangguan katarak adalah sebagai berikut:
a. Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai
derajat tertentu.
b. Pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil sehingga retina tidak akan
tampak dengan oftalmoskop.
c. Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari.
d. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
e. Gatal gatal pada mata dan air mata mudah keluar
f. Pada malam hari penglihatan terganggu dan pandangan kabur yang tidak dapat
dikoreksi dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering berubah.
g. Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari dan dapat melihat dobel
pada satu mata
h. Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap.
i. Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat,
akhirnya reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.
5. Diagnostik Penunjang
Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan di
lakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi
Intra Okuler.
1) Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akvesus atau vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau
penglihatan keretina atau jalan optik.

2) Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro


vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri
serebral, gloukoma.
3) Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (Tekanan Intra Okuler)
normalnya 12-25 mmHg.
4) Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi
dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
5) Darah lengkap, laju sedimentasi (Laju Endap Darah), menunjukkan anemia
sistemik atau infeksi.
6) EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
7) Tes toleransi glukosa, menunjukkan adanya atau kontrol diabetes (Marilyn E.
Doenges,2000)
8) Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini
merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi inta
okuler (Brunner & Suddarth, 2002)
6. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan
penyulit, seperti glaucoma dan uveitis.
a.

Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau
fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen
dan penggantian lensa.

b.

Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk


bekerja atau keamanan.

Macam-macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain:


a. Ekstraksi katarak intrakapsuler :

Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah


zonula dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan
secara langsung pada kapsula lentis.
b. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama
pembedahan.
c. Fakoemulsifikasi :
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan
korteks lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan
insidensi astigmatisme pasca operasi.
d. Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan
focus mata, maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal.
Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:
1. Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik,
namun pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan
distorsi pandangan perifer spasial, membuat benda-benda tampakak
jauh lebih dekat dari yang sebenarnya.
2. Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi
pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi
sferis, tidak ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan
orientasi spasial.
3. Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia
yang tebal dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi
7. Komplikasi
a) Endoftalmitis
b) Edema kornea
c) Distorsi atau terbukanya luka operasi

d) Bilik mata depan dangkal


e) Glaucoma
f) Uveitis
g) Dislokasi lensa intraokuler
h) Perdarahan segmen anterior atau posterior
i) Ablasio retina
j) Sisa massa lensa
k) Robek kapsul posterior
l) Prolaps vitreous
Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan
menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis
mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001).
a. Aktifitas Istirahat: Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
b. Neurosensori:

Gangguan

penglihatan

kabur/tak

jelas,

sinar

terang

menyababkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan


memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan
kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia (glukoma
akut)
Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil
menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat,
peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tibatiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala
d. Pola aktivitas/istirahat: perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan
dengan gangguan penglihatan.
e. Pola nutrisi: Mual/muntah (glaukoma akut)

f.

Pola neurosensory
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/ merasa diruang gelap.

g. Pola penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler,
riwayat stress, alergi, ketikseimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang pandang
vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler.
2) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik
dibatasi
3) Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi, prognosis, pengobatan
dan penyakitnya berhubungan dengan kuraqng informasi dan keterbatasan
kognitif.
4) Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
5) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur
invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi
7) Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan Tekanan intra okuler,
proses inflamasi pembedahan katarak.
8) Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan.
3. Intervensi Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang
pandang vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler.
Tujuan

Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan


cedera.
Kriteria hasil

Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko


dan untuk melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi
a. Kaji kemampuan lapang pandang klien dan resiko terhadap cedera serta
kemampuan klien dalam beraktivitas
b. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi pasca operasi, nyeri,
pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
c. Berikan posisi yang nyaman pada passion misalnya: posisi bersandar,
kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
d. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
e. Ambulasi dengan bantuan dengan cara anjurkan pada keluarga untuk
membantu dalam pemenuhan activity daily living klien seperti ke
kamarmadii, duduk, makan dll.
f. Berikan tempat tidu yang nyaman pada pasien dan pasang pengaman pada
tempat tidur seperti guling disisi kanan dan kiri klien atau pagar pembatas
bed.
g. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
h. Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tibatiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi
hifema dengan senter sesuai indikasi.
i. Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, analgesik.
2) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik
dibatasi.
Tujuan :

Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal


gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital klien sesuai program dan keadaan klien.
b. Observasi ketajaman penglihatan, dan kajia danya masalah dalam penglihatan
klien
c. Orientasikan klien tehadap lingkungan yang mudah dikenal dengan tujuan
mempermudah klien belajar beraktivitas.
d. Observasi tanda-tanda disorientasi seperti mata kabur dll.
e. Anjurkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
f. Anjurkan pada keeluarga untuk membantu klien dalam beraktivitas
3) Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi, prognosis,
pengobatan dan penyakitnya berhubungan dengan kuraqng informasi dan
keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan
pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
a. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, dan tingkat
pengetahuan klien dan keluarga tentang katarak.
b. Berikan penyuluhan tentang pentingnya perawatan dan evaluasi pada katarak.
c. Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit katarak dan
perawatan klien dengan katarak dirumah.
d. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis
klien.

e. Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan


saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
f. Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan
kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung.
g. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal: nyeri tibatiba.
4) Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
Tujuan:
Klien pasca operasi tidak mengalami kecemasan akan penyakitnya setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil:
Menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi
Penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk menyampaikan
penyebab kecemasannya
b. Orientasika pasien pada lingkungan yang baru.
c. Berikan penyuluhan tentang operasi katarak dan poerawatan pasien katarak
d. Beri penyuluhan klien dan keluarga tentang penyakitnya, pencegahan dan
komplikasi pada pasien katarak.
e. Jelaskan tentang prosedur pembadahan.
f. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
g. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan.
5) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami
cedera tak memahami cara pencegahan cedera
Kriteria hasil:
Dapat menurunkan resiko terjadinya cedera.

Dapat beraktivitas tanpa cedera


Intervensi
a. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai stabil
dan sampai mencapai penglihatan dan ketrampilan koping yang memadai.
Rasional: menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan
atau tidak mempunyai ketrampilan koping untuk kerusakan penglihatan.
b. Bantu pasien manata lingkungan
Rasional: memfasilitasi kemendirian dan menurunkan resiko cedera
c. Orientasikan pasien pada ruangan
Rasional: meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
d. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila diperlukan.
Rasional: temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera.
e. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
Rasional: tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius lebih
lanjut.
f. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
g. Rasional: cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur
invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil:
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat pus
dan kemerahan, oedem.
Tandatanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan
hemoglobin normal.
Luka kering dan menunjukan penyembuhan
Intervensi
a. Observasi tandatanda vital pasien sesuai kondisi pasien.
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada
kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

b. Kaji adanya tandatanda infeksi dan peradangan meliputi adanya kemerahan


sekitar luka dan pus pada luka operasi.
Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada luka
merupakan adanya infeksi pada luka operasi
c. Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.
Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap steril/tidak infeksi
dan cepat sembuh.
d. Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan luka dan
tindakan keperawatan lainnya.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi pada luka
operasi.
e. Jaga personal hygiene pasien.
Rasional: Meningkatkan sterilan pada luka dan personal hygiene klien
f. Manajemen kebersihan lingkungan pasien.
Rasional: Agar ruangan tetap steril
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy antibiotik
h. Rasional: Mempercepat penyembuhan luka agar tidak terjadi infeksi.
7) Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan Tekanan intra okuler,
proses inflamasi pembedahan katarak.
Tujuan:
Diharapkan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan pada
pasien.
Kriteria hasil:
Nyeri berkurang sampai hilang
Ekspresi wajah klien rileks
Skala nyeri berkurang/0
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi
a. Monitor tandatanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada
kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

b. Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.
Rasional: Meneggetahui status nyeri pada klien
c. Posisikan yang nyaman denga posisi tidur terlentang dan hindari
pergerakan secara tiba-tiba, dan duduk terlalu lama, serta akticitas secara
bertahap
Rasional: Latihan aktivitas bertahan mengurangi respon nyeri tapi tetap
pertahan kenyamanan klien dan mengurangi rasa nyeri klien
d. Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi
nyeri saat nyeri muncul
Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara
bertahap dan dapat dilakukan mandiri.
e. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area abdomen
yang nyeri tapi bukan area luka operasi.
Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa
nyeri dan menciptakan kenyamanan klien
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam program therapy analgetik
Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam menyelesaikan
masalah nyeri.
8) Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan personal hygiene klien
terpenuhi dan tidak terjadi deficit perawatan diri pada klien
Kriteria hasil:
Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Personal hygiene terjaga
intervensi
a. Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala
koplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter
Rasional: penemuan dan penenganan awal komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusaka lebih lanjut.

b. Beri instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti
mengenai tehnik yang benar memberikan obat.
Rasional: pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi
dan cedera mata.
c. Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
Rasional: sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan,
pendamping dan teman dirumah.
d. Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
Rasional: memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. (2011) Asuhan kepeperawatan Secara holistic Pada Pasien Pasca


Operasi Katarak. Dikutip dari http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan
indoesia.com/2011/04/katarak.html. Diakses tanggal 12 Juli 2011
Anonim B. (Agustus 2011) Perawatan dan pedoman Pencegahan Komplikasi
Post Operasi Katarak dan Perawatan Dirumah. Avaibable from
http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5180. Di akses tanggal 20
Juni 2011.
Anonim C. (2009) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Katarak Dan
Gangguan Pada Sistem Indra (Mata Jendela Hati). Available from
http://www.Katarak.com/care/Surgery.20.cfm/35. Di akses tanggal 12 Juni 2011

Anda mungkin juga menyukai