Refrat Dermatitis Seboroik
Refrat Dermatitis Seboroik
G99121004
G99121048
G99121023
G99121013
G99121030
G99121035
G99122081
G99122010
G99122024
G99122108
G99122077
Pembimbing :
Dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK
Tujuan : Untuk menilai efikasi agen antifungal topikal untuk terapi dermatitis seborrheic
Material dan Metode : Review sistematik dan meta-analisis dari hasil pencarian semua randomized vehiclecontrolled trials yang relevan mengenai agen antifungal topikal untuk terapi dermatitis seborrheic. Kualitas
penelitian yang didapat diukur dengan kriteria dari Cochrane Collaboration, diikuti oleh ekstraksi data. Dua
peninjau secara independen menilai artikel penelitian tersebut. Ketika ada perbedaan pendapat antara dua
peninjau, konsensus akan dibuat oleh peninjau ketiga. analisis statistik Pooled Relative Risk (PRR) digunakan
untuk menentukan efikasi terapi.
Hasil : Seribu sembilan puluh lima studi telah ditinjau, dan sembilan studi yang disertakan. Empat studi
mempelajari efikasi ketokonazol, dua metronidazol, dua ciclopirox, dan satu bifonazole. Ketokonazol lebih
efektif daripada vehicle [PRR 5.78 (95 % CI, 2,17-15,40) ], begitu pula dengan metronidazole [PRR 1.83 (95 %
CI: 1,05-3,17)] ciclopirox [PRR 3.00 (95 % CI, 1,86-4,84)], dan bifonazole [PRR 1.86 (95 % CI : 0,96-3,59)].
Kesimpulan: meta-analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa agen antifungal topikal yang menunjukkan
bukti efikasi moderat untuk terapi dermatitis seboroik adalah ketokonazol dan ciclopirox. Keduanya dapat
digunakan sebagai terapi alternatif untuk dermatitis seborrheic .
(4)
organisme ini. Hal ini mungkin memainkan peran penting dalam lesi inflamasi dermatitis
seborrheic. Oleh karena itu, agen antifungal topikal umum digunakan sebagai pengobatan
konvensional. Tidak pernah ada kesimpulan statistik tentang efikasi agen ini. Oleh karena itu,
review sistematis dan metaanalisis dilakukan untuk menilai efikasi agen antijamur topikal
dibandingkan dengan vehicle untuk terapi dermatitis seborrheic pada penelitian kali ini.
Material dan Metode
kesepakatan telah dibuat oleh peninjau ketiga. Para penulis menggunakan metodologi
kualitatif dari RCT dari Cochrane Reviewer 'Handbook untuk menilai studi. Komponen
kriteria adalah generasi urutan, penyembunyian alokasi, membutakan peserta dan peneliti,
data hasil yang tidak lengkap, hasil pelaporan selektif dan sumber bias. Studi yang jelas
dilaporkan dari generasi urutan, alokasi penyembunyian dan membutakan peserta dan peneliti
sangat dipertimbangkan.
Sintesis Statistik dan Analisis
Data yang diekstraksi dimasukkan ke dalam software Cochrane RevMan (versi 5.0).
Uji corong telah dilakukan untuk menilai bias. Perbandingan dalam aspek efikasi agen
antifungal terhadap vehicle telah dilakukan dan menunjukkan risiko relatif. Setelah itu, model
fixed effect dan metode Mantel-Haenzel digunakan untuk menggabungkan risiko relatif dari
masing-masing studi dikumpulkan ke dalam risiko relatif dengan interval kepercayaan 95%.
Heterogenitas tersebut dinilai menggunakan statistik I2 (I2 <30% menunjukkan heterogenitas
rendah, sementara I2> 75% berarti heterogenitas tinggi), 2 (Q-statistik, p <0,1 menunjukkan
heterogenitas yang tinggi) dan grafik. Jika heterogenitas antara studi ditemukan, penyebab
akan diidentifikasi dan penelitian tersebut akan dikeluarkan. Kemudian, hasil penelitian
sisanya digabungkan dengan model fixed effect. Kualitas penelitian ini digunakan sebagai
analisis
untuk
sensitivitas
variabel.
Untuk
beberapa
perbandingan
kelompok,
membandingkan pasangan dengan kesamaan terdekat dalam data dasar akan dipilih. Untuk
studi yang terdiri dari dua fase, hanya hasil akhir dari tahap pertama yang diekstraksi. Jika
lesi kulit kepala yang dilaporkan dengan lesi kulit lain, penelitian yang akan disertakan. Di
sisi lain, penelitian yang secara terpisah melaporkan lesi kulit kepala akan dikeluarkan.
Apalagi jika hasilnya disajikan dalam persentase, mereka akan dikonversi menjadi jumlah
pasien.
Identifikasi RCT yang relevan (n = 154)
eksklusi RCT dengan criteria inklusi (n=122)
pengambilan RCT untuk evaluasi lebih lanjut (n=32)
eksklusi RCT
RCT yang sesuai dimasukkan dalam meta analisis (n=14)
RCT dikeluarkan dari meta analisis karena hasil yang tidak jelas (n =5)
RCT yang masuk dalam meta analisis (n=9)
Gambar 1. Skema identifikasi dari percobaan
Hasil
Dari 1.095 artikel, 154 adalah RCT berpotensi relevan diskrining untuk pengambilan.
Akhirnya, sembilan studi yang disertakan. Gambar. 1 menunjukkan tahapan proses metaanalisis dengan menggunakan pernyataan QUOROM.
Empat jenis zat antijamur termasuk ketoconazole, metronidazol, cicloporox, dan
bifonazole digunakan dengan formulasi yang berbeda; krim, gel, dan sabun. Para penulis
hanya mengevaluasi masing-masing bahan aktif tanpa memberikan hal-hal lain ke
formulasinya. Jumlah studi di setiap perbandingan dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah penelitian tiap obat
Obat
Ketokonazo versus vehicle
Jumlah penelitian
4
Total
9
Sebagian besar studi yang ditemukan adalah ketoconazole (4 studi, 54%), diikuti oleh
metronidazole (2 studi, 23%), ciclopirox (2 studi, 15%), dan bifonazole (8%). Uji corong menunjukkan
bahwa ada beberapa tingkat dari distribusi yang asimetris pada penelitian. Karakteristik studi yang
termasuk dijelaskan pada Tabel 2.
semua sembilan studi, tapi tidak ada studi menunjukkan perbandingan pasien di dalamnya.
Lamanya penelitian berkisar antara satu minggu sampai lima bulan, namun kebanyakan dari
mereka antara tiga dan delapan minggu. Jumlah peserta bervariasi 20-847 orang dengan ratarata 40 sampai 60 orang.
Semua penelitian ini diaplikasikan pada pasien dewasa dan dewasa muda (berkisar
dari usia 15-78 tahun). Semua lesi berlokasi di wajah dan badan dengan atau tanpa
keterlibatan kulit kepala. Penulis menghubungi empat penulis serta pemilik pabrik utnuk
mencari informasi lebih lanjut. Namu, tidak ada dari mereka yang menanggapi permintaan
tersebut.
Lima dari Sembilan studi (55,56%) dilaporkan dengan kualitas sangat buruk, dua
(22,22%) dengan kualitas yang buruk, dan dua (22,22%) dengan kualitas tinggi. Penelitian
Elewski B dilakukan pada berbagai perbandingan, foam ketoconazole 2%, vehicle foam, krim
ketokonazole 2%, dan vehicle krim. Penulis membagi studi ini menjadi dua grup pembanding
untuk analisis, foam ketoconazole 2% dibandingkan vehicle foam dan krim ketoconazole 2%
dibandingkan vehicle krim.
Efektifitas masing-masing agen dideskripsikan seperti di bawah ini.
Ketokonazole dan vehicle(7-9)
Keempat studi yang termasuk (1.218 pasien) dengan risiko relatif keseluruhan sebsear 1,50
(95% CI: 1,32-171) tetapi hasilnya menunjukan perbedaan yang bermakna (I 2 74% 2 =
11,35, dF = 3, p = 0,010). Debgab begitu, penulis tidak mengikut sertakan dua penelitian
(keduanya dari penelitian Elewski B 2007) yang setelah dievaluai memiliki respon terapi
yang berbeda dari lainnya (skor IGA atau salah satu terapi berhasil). Sehingga, heterogenitas
dihilangkan. Risiko relatif yang dimbil dari kedua studi dengan 56 pasien sebesar 5,78 (95%
CI : 2,17-15,40)
Metronidazole dan vehicle (10,11)
Dua penelitian dilakukan (131 pasien). Risiko relatifnya sebesar 1,83 (95% CI : 1,05-3.17)
dan menunjukan heterogenitas yang signifikan (I2 81%, 2 = 5,28; df = 1, p = 0,02). Hal ini
mungkin muncul karena formulasi metronidazole yang digunakan dalam penelitian Koca R
menggunakan gel metronidazole 0,75% sementara Siadat A menggunakan gel metronidazole
1%. Maka, efikasinya harus dipikirkan terpisah.
Tabel 2. Karakterisik semua penelitian
Studi
Jumlah
pasien, Intervensi
durasi
fase
(fase
perawatan),
Tingkat
aktif
Kualitas
Respon
randomisasi
(keluar),
area,
keparahan
Antifungal dibandingkan pembawa
Elewski BE 847, 4 minggu
Ketokonazole 2% 239/427
2007 (7)
foam
vs
foam (56%)
pembawa
Elewski
176/420
BE 315, 4 minggu
krim
vs
krim (56%)
pembawa
1987 (8)
vs buruk
(42%)
Ketokonazole 2% 117/210
2007 (7)
Green
Sangat
Sangat
vs. buruk
32/105
(31%)
CA 20 (1), 4 minggu, Ketokonazole 2% 5/10 (50%) Buruk
wajah ( kulit kepala, krim
Kekonazole
1985 (9)
krim vs pembawa
2% 18/20
(90%)
Sangat
vs buruk
3/17
Koca R 2003 84 (6), 8 minggu, Metronidazole
(10)
wajah, ringan-sedang
0,75%
gel
pembawa
Siadat
2006 (11)
(17,6%)
18/48
Sangat
(33%)
A 56 (3), 8 minggu, Metronidazole 1% 12/26
wajah
gel vs placebo
(46%)
Sangat
vs buruk
2/27
Unholzer, A. 189
2002 (12)
90),
29
(7,4%)
hari, Ciclopiroxolamine 24/92
1%
krim
pembawa
vs (25%)
8.97
(8,2%)
Tinggi
vs
2002 (12)
sedang berat
1%
krim
vs vs
8.97
pembawa
(8,2%)
Dupuy P. 200 129, 28 hari (28 hari), Ciclopiroxolamine 25/57
(13)
wajah, ringan-sedang
1%
krim
vs (44%)
pembawa
Zienicke
1993(14)
Tinggi
vs
11/72
(15%)
1% 16/37
krim vs pembawa
(43%)
buruk
vs
10/43
(23%)
Ciclopirox dan vehicle
Dua penelitian telah dimasukkan (318 pasien). Akumulasi risiko relatif dari kedua studi
tersebut adalah 3,00 (95% CI: 1,86-4,84)
Bifonazol dan vehicle
Hanya satu studi yang disertakan (92 pasien) yang mana jumlah pasien yang responsif
adalah sebanyak 16/37(43%) pada kelompok bifonazol dan 10/43 (23%) di Kelompok
vehicle. Risiko relatif adalah sebesar 1,86 (95% CI: 0,96-3,59).
Pembahasan
Lebih dari setengah dari studi yang dibahas di artikel ini dilaporkan dengan kualitas yang
sangat buruk. Studi tersebut menggunakan metodologi yang sangat bervariasi seperti musim,
frekuensi aplikasi, penilaian derajat keparahan, dan pengukuran hasil. Hasil keseluruhan dari
meta-analisis menunjukkan bahwa semua kelompok agen anti-fungi topikal lebih efektif
daripada kelompok pelarut. Ketokonazol adalah agen anti-fungi topikal utama yang dipilih
untuk dipelajari. Ini memberikan bukti yang kuat akan efikasinya dan hasil yang lebih efektif
daripada pelarut. Ciclopirox menunjukkan bukti cukup kuat akan efikasinya. Metronidazol
dan bifonazol menunjukkan bukti yang lemah dari efikasi mereka. Temuan efektif dari metaanalisis ini mendukung peran Malassezia furfur(2) sebagai faktor patologis mayor.
Agen anti-fungi bekerja secara langsung terhadap sel ragi. Ketokonazol memiliki bukti
penelitian yang lebih unggul akan efikasinya dibanding anti-fungi lain. Hal ini mungkin
karena diperkuat oleh produsen atau preferensi dokter. Beberapa agen anti-fungi seperti
ketokonazol memiliki efek anti-inflamasi(15). Sebagai bukti, ketokonazol menunjukkan
efikasi yang lebih daripada agen anti-fungi lainnya. preferensi pemilihan agen terapeutik
tergantung pada bukti medis, pengalaman dokter, dan kepuasan pasien. Keterbatasan dari
penelitian ini adalah kriteria untuk tingkat kualitas klasifikasi yang didasarkan pada bias
metodologis. Dalam studi untuk kedepannya, obat topikal harus lebih banyak dimasukkan.
Selain itu, aspek-aspek lain juga harus dipertimbangkan, misalnya, cost-effectiveness,
kepuasan pasien, atau pengobatan alternatif.
Kesimpulannya, meta-analisis terhadap studi yang dibahas di atas menunjukkan bahwa
agen anti-fungi topikal yang memberikan bukti yang kuat dan moderat akan efikasinya untuk
pengobatan dermatitis seboroik adalah ketokonazol dan ciclopirox. Kedua obat tersebut dapat
digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis seboroik. Namun, beberapa faktor
etiologi yang tidak diketahui pada penyakit ini mungkin berefek pada tingkat respon yang
memuaskan pada terapi dengan menggunakan agen anti-fungi topikal.
Daftar Pustaka
Valia RG. Etiopathogenesis of seborrheic dermatitis. Indian J Dermatol Venereol Leprol
2006; 72: 253-5
Faergemann J, Jones JC, Hettler O, Loria Y. Pityrosporum ovale (Malassezia furfur) as the
causative agent of Seborrhoeic dermatitis: new treatment options. Br J Dermatol
1996; 134 (Suppl 46): 12-5.
McGinley KJ, Leyden JJ, Marples RR, Kligman AM. Quantitative microbiology of the scalp
in non-dandruff, dandruff, and seborrheic dermatitis. J Invest Dermatol 1975; 64:
401-5.