: a. bahwa
untuk
meningkatkan
mutu
pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit yang berorientasi kepada
keselamatan pasien, diperlukan suatu standar yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan
kefarmasian;
b. bahwa
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004
tentang
Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit sudah tidak
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (5) UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dan Pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;
Mengingat
3. Undang-Undang...
Pasal 2...
-4Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan
untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
(4) Pelayanan...
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2014
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1223
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
PENJELASAN :
Pada pasal 2 dijelaskan tentang pengaturan standar pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit dimana hal ini diharapkan dapat menunjang perbaikan pelayanan
kepada pasien agar pasien merasa nyaman dan senang berobat. Pelayanan
Kefarmasian
merupakan
kegiatan
yang
bertujuan
untuk
mengidentifikasi,
Pengaturan standar
menempuh jalur hukum untuk membela dirinya jika memang benar dia tidak
bersalah. Apabila tanpa adanya lindungan hukum maka para apoteker dan farmasis
bisa saja bekerja dengan seenaknya tanpa memperhatikan tentang standar
pelayanan farmasi yang sesuai.
Pada ayat 3 dinyatakan bahwa melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety) dimana apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit
dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari
orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar
dari
para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara
sendiri.
Sehingga apoteker dan pasien dapat saling melengkapi satu sama lain dimana
pasien merasa puas dengan pelayanan obat dari apoteker. Apoteker sebaiknya
menerapkan sistem 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun). Pasien akan
merasa dihormati dan dihargai dengan hal seperti itu. Apoteker juga harus
memperhatikan obat-obat yang akan diberikan pasien. Jangan sampai tertukar atau
salah obat ataupun salah dosis dan juga lain-lain. Sehingga pasien merasa aman
dari segala hal yang dapat membuatnya celaka.
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
melalui sistem satu pintu.
(3)
(4)
PENJELASAN :
Pada pasal 6 terdapat beberapa ayat yaitu :
Pada ayat 1 yang berbunyi Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau dimana apoteker bertanggung jawab harus bisa menjaga semua
apapun yang harus di jaga dan memperhatikan semua apapun yang dibutuhkan oleh
apotek rumah sakit sehingga jika ada pasien yang sedang gawat darurat apotek bisa
segera melayaninya. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana,
dan peralatan.
manfaat,
dan
keamanannya.
Pengelolaan
Sediaan
Farmasi,
Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang
diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pada ayat 2 disebutkan bahwa Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dilaksanakan
di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu dimana pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan
secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa
Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu.
Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat
medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat
pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien
melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit
merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Pada ayat 3 dinyatakan bahwa Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab dimana
hal ini untuk menunjang pelayanan yang baik terhadap pasien. Apoteker adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap kelancaran pelayanan kefarmasian.
Apoteker penanggung jawab sebaiknya selalu ada di apotek agar pasien bisa
mendapatkan informasi yang lebih spesifik jika masih bingung dengan penjelasan
yang dilakukan oleh asisten apoteker. Apoteker harus didorong untuk melakukan
penelitian mandiri atau berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat dalam penelitian
harus mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai dengan kaidahkaidah penelitian yang berlaku. Apoteker diharapkan dapat memberikan kesan yang
baik terhadap pasien agar pasien merasa senang melakukan penukaran resep
ataupun pembelian obat diapotek. Apoteker yang baik selalu mau untuk
mendengarkan apa keluhan pasien.
Pada ayat 4 dinyatakan bahwa Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit dapat dibentuk satelit farmasi sesuai dengan kebutuhan yang
merupakan bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dimana hal ini diharapkan
dapat menunjang pengembangan apotek di rumah sakit. Pembentukan satelit disini
diharapkan dapat mempercepat pelayanan resep ataupun pembelian obat dari
pasien.
Apotek yang berada di rumah sakit diharapkan dapat membantu pelayanan obat
yang diharapkan pasien agar pasien tidak lagi keluar dari rumah sakit untuk membeli
obat ataupun tuntuk melakukan penukaran resep. Dengan pembentukan satelit
farmasi apotek juga bisa memesan obat melalui via internet terhadap perusahaan
yang jaraknya jauh dari apotek. Sehingga jika obat yang sudah dipesan tersebut
diharapkan dapat segera ada di apotek.
Pasal 8
Rumah Sakit wajib
PENJELASAN
Pada pasal 8 tersebut di wajibkan kepada Rumah Sakit untuk mengirimkan laporan
pelayanan
kefarmasiannya
secara
berjenjang
kepada
Dinas
Kesehatan