Anda di halaman 1dari 7

Tanggal 1 Maret 1945 Letnan Jenderal Kumakhichi Harada merencanakan

pembentukan BPUPKI yang bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting
yang berkaitan tentang pembentukan Negara Indonesia Merdeka.
Jenderal Kumakhichi Harada: Kata perdana menteri kaiso, dia memberikan kemerdekaan
Indonesia. Untuk itu, saya mewakili perdana menteri merencanakan pembentukan BPUPKI
yang akan berguna bagi Indonesia dalam mempersiapkan kemerdekaan. Maukah Bapak
menjadi ketua di dalamnya?
Dr. Radjiman Widyodiningrat: Saya sangat bersedia karena ini menyangkut kehidupan
rakyat. Terima kasih telah merencanakan pembentukan BPUPKI ini.
Jenderal Kumakhichi Harada: Iya. Kalau begitu saya pergi dahulu. Saya serahkan semua
tanggung jawab ini kepada Bapak.
Dr. Radjiman Widyodiningrat: Baik, percayakan semua kepada saya (Jenderal Kumakhichi
Harada menggangguk sambil meninggalkan Dr. Radjiman Widyodiningrat) BPUPKI pun
mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945.
Dr. Radjiman Widyodiningrat: Terima kasih, sudah berkumpul di tempat ini. Sidang
pertama ini kita akan membahas rumusan dasar negara. Saya harap para anggota bersedia
untuk menyumbangkan ide dalam perumusan pancasila ini.
Mr. Muhammad Yamin: Pak (sambil berdiri) sebaiknya dasar negara RI harus berdasarkan
kepada peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan
kesejahteraan rakyat. Mengapa saya mengatakan seperti ini? Itu karena pondasi dari dasar
negara adalah bangsa, di mana bangsa kita ini peduli kepada sesama yang mencerminkan
sikap kemanusiaan, sikap bangsa kita pula yang memegang teguh toleransi dalam beragama
yang hal ini merupakan pencerminan dalam peri ketuhanan, dan juga rakya kita ini
merupakan rakyata yang suka kebersamaan sehingga hal ini dapat mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Itulah usulan dari saya, mohon dipertimbangkan.

Mr. Soepomo: Menurut saya, lima dasar itu meliputi paham negara kesatuan, perhubungan
negara dengan agama, sistem badan permusyawaratan, sosialisasi negara, dan hubungan antar
bangsa. Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengusulkan rumusannya tentang dasar negara.
Ir. Soekarno: Menurut saya, setelah memikirkan ini semalaman. Saya berpendapat bahwa
dasar negara kita harus berdasarkan kepada kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau
peri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang
berkebudayaan. Benar kata Mr. Muhammad Yamin bahwa pondasi dari dasar negara adalah
bangsa di sini saya hanya mengulas lebih dalam pendapat dari Mr. Muhammad Yamin.
Untuk itu sila pertama sebaiknya berbunyi kebangsaan Indonesia. Negara kita ini negara yang
demokrasi yang berarti dari rakyat untuk rakyat maka sila ketiga berisi tentang mufakat atau
demokrasi. Kita ketahui bahwa di negara kita ini pula ada berbagai tradisi yang sesuai dengan
tuntunan agama yang hal ini tidak bisa dipisahkan oleh rakyat kita. Maka sila kelima
sebaiknya berisi tentang ketuhanan yang berkebudayaan.
Dr. Radjiman Widyodiningrat: Benar juga, Pak Ir. Soekarno. Terima kasih kepada para
anggota yang telah menyumbangkan idenya. Akan tetapi, mengenai pelaksanaan perumusan
dasar negara ini secara resmi akan dibahas kembali oleh panitia sembilan. Untuk itu, saya
menunjuk kepada Bapak Ir. Soekarno sebagai pimpinan panitia sembilan. Saya mohon hasil
rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka.
Ir. Soekarno: Baik, Pak. Saya akan berusaha sekuat tenaga bersama anggota panitia
sembilan akan menghasilkan rumusan seperti yang Bapak harapkan. Pendapat Ir. Soekarno
dan para anggota yang mengusulkan rumusan dasar negara dibahas kembali oleh panitia
sembilan yang diketuai langsung oleh Ir. Soekarno. Panitia sembilan ini anggotanya terdiri
dari Mr. A. A. Maramis, Abdul Kahar Muzzakir, Ahmad Subardjo, Mr. Muh. Yamin,dan Drs.
Moh. Hatta.

KH. Wahid Hasyim: Saya setuju dengan usulan Ir.Soekarno yang kelima bahwa ketuhanan
yang berkebudayaan itu sesuai dengan tuntutan agama. Tetapi, alangkah lebih baik apabila
diubah menjadi sila pertama yang menurut saya berbunyi ketuhanan dengan menjalankan
syariat-syariat Islam bagi pemeluknya.
Abu Kosno Cukrosuyoso: Benar juga itu Pak Kyai. Saya setuju. Pendapat KH. Wahid
Hasyim disetujui oleh semua anggota begitu pula dengan Ir. Soekarno. Akhirnya panitia
sembilan mendapatkan rumusan dasar negara yang sering disebut Piagam Jakarta atau Jakarta
Charter. Mengetahui sila pertama dari Piagam Jakarta ini maka Drs. Moh. Hatta
mendapat pemberontakan dari Asia Timur akan isi pancasila itu.
Tokoh pemberontak I: Pak, saya tidak setuju dengan sila pertama pancasila yang berbunyi
ketuhanan dengan menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluknya.
Tokoh pemberontak II: Iya benar, Pak. Kami tidak setuju dengan sila itu.
Tokoh pemberontak III: Pak, kami hanya minta diubah pancasila pada sila pertama karena
di Indonesi ini terdapat beragam agama selain Islam. Apabila sila ini digunakan maka ini
akan membedakan agama. Kami mengakui Bapak seorang muslim tapi bersikaplah toleransi
terhadap kami yang bukan bagian dari muslim. Tolong, Pak. Rubahlah sila pertama pancasila.
Tokoh pemberontak IV: Kalau Bapak tidak mau maka lihatlah esok apa keluarga Bapak
masih ada bersama Bapak atau justru telah tiada di dunia ini.
Drs. Moh. Hatta: Iya, saya akan berusaha mewujudkan apa yang kalian usulkan itu. Drs.
Moh. Hatta pun menemui empat pemuka agama Islam untuk mencari jalan keluar dari
permasalahan ini.
Mr. Teuku Moh. Hasan: Kita harus toleransi dengan agama nonmuslim. Wajar saja mereka
memberontak karena mereka merasa warga Indonesia yang tidak dianggap siapa-siapa.
Ki Bagus Handikusumo: Iya, saya setuju jika sila pertama diubah agar ada toleransi antar
umat beragama sehingga terwujud kerukunan antar umat.

Wachid Hasyim: Iya, benar itu. Lebih baik diubah menjadi ketuhanan yang maha esa karena
hal ini mencakup keseluruhan agama di Indonesia.
Mr. Singodimejo: Iya benar kata Wachid. Insya Allah, atas izin Allah semoga tidak ada
pertentangan antar umat beragama.
Drs. Moh. Hatta: Amin. Piagam Jakarta sebelum disahkan, terlebih dahulu
dimusyawarahkan kembali dalam sidang kedua BPUPKI tepatnya tanggal 10-16 Juli 1945.
Drs. Moh Hatta: Sebaiknya sila pertama pancasila diubah karena saya menerima kabar dari
tokoh-tokoh umat nonmuslim di Indonesia bagian timur berkeberatan terhadap 7 kata pada
sila pertama yaitu dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluknya. Hal
ini karena 7 kata itu hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam. Sehingga menimbulkan kesan
membedakan antara warga negara yang beragama Islam dengan warga negara yang bukan
beragama Islam. Saya juga telah bermusyawarah bersama empat pemuka Islam dan mereka
setuju dengan perubahan tersebut menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah melalui
perdebatan yang hangat, akhirnya kesepakatan dapat dicapai dengan moral yang luhur.
Selanjutnya isi pancasila tersebut dibacakan oleh Ir. Soekarno. Ketika Jepang menyerah tanpa
syarat kepada sekutu Sutan syahrir yang mengetahui hal ini segera menemui Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta agar cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sutan Syahrir: Saya mendengar di radio Domei bahwa Jepang menyerah tanpa syarat
kepada sekutu. Ini kesempatan emas untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Drs. Moh. Hatta: Apa itu benar?
Sutan Syahrir: Iya, Pak. Itu benar.
Ir. Soekarno: Kita tidak boleh gegabah dalam hal ini. Untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia itu sangatlah sulit. Bagaimana kalau berita yang kau dengar itu tidak
benar maka Jepang akan terus menyiksa kepada rakyat kita. Semua kendali ada di tangan
Jepang.

Sutan Syahrir: Kalau berita itu terbukti tidak benar maka nyawa saya yang menjadi taruhan.
Saya minta agar cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan
Jepang.
Drs. Moh. Hatta: Baiklah, kami akan mempertimbangkannya. Seiring dengan menyerahnya
Jepang kepada sekutu, para pemuda di bawah pimpanan Chaerul Saleh mengadakan rapat.
Chaerul Saleh: Seperti yang kita ketahui bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu.
Apakah kita hanya menunggu Jepang untuk memproklamasikan kemerdekaan sedangkan kita
ketahui peluang besar untuk memproklamasikan kemerdekaan masih ada untuk kita.
Bagaimana kalau kita mendesak Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia? Para pemuda serentak menyetujui hal tersebut. Para pemuda
selanjutnya menyampaikan keputusan rapat, akan tetapi Ir. Soekarno menolak untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia itu. Mereka pun membawa Soekarno-Hatta ke
Rengasdengklok untuk menjauhkan kedua tokoh tersebut dari pengaruh Jepang.
Syudanco Singgih: Bapak Ir. Soekarno para golongan muda sudah rapat untuk kedua kalinya
hanya untuk membahas proklamasi kemerdekaan kita. Apabila kita hanya menunggu Jepang
bertindak itu sangat membutuhkan waktu yang lama. Para rakyat akan menderita jika kita
menunda kesempatan untuk diadakan proklamasi ini. Kita juga akan semakin tertindas untuk
selama-lamanya.
Ir. Soekarno: Baiklah, kami bersedia untuk mengadakan proklamasi kemerdekaan.
Sementara itu, di Jakarta dilangsungkan pertemuan antara golongan tua dan muda yang
disepakati bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan di Jakarta. Ahmad Subardjo
segera menjemput Soekarno-Hatta. Dalam pertemuan di Rengasdengklok, Ahmad Subardjo
memberikan jaminan bahwa proklamasi paling lambat dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus
1945 pukul 12:00 WIB. Setelah itu, pukul 23:00 WIB rombongan Soekarno-Hatta sampai di
Jakarta kemudian menuju rumah Laksamana Maeda untuk menyusun teks proklamasi.

Ahmad Subardjo: Bagaimana kalau kalimat pertama seperti ini. Kami bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Drs. Moh. Hatta: Iya, benar juga. Bagaimana kalau kalimat terakhir seperti begini.
Ir. Soekarno: Hanya mengangguk. Sebagai hasil pembicaraan bertiga, diperoleh rumusan
tulisan tangan Soekarno. Setelah naskah proklamasi selesai dirumuskan, para perumus pun
menemui rombongan di muka.
Ir. Soekarno: Inilah hasil dari perumusan naskah proklamasi(membacakan dengan tegas dan
lantang)
Salah satu rombongan: Siapa yang akan menandatangani naskah ini?
Sukarni: Cukup dua orang saja yaitu Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Apabila semua yang hadir menandatangani maka kertas ini tidak cukup. Semua rombongan
menyetujui hal itu.
Ir. Soekarno: Naskah ini kamu ketik persis seperti tulisan tangan saya dan sertakan juga
perubahan-perubahan yang telah disetujui.
Sayuti Melik: Baik, Pak Ir. Soekarno. Saya akan mengetik ini sekarang juga. Terlihat Ibu
Fatmawati menjahit bendera merah putih dengan senang hati. Dia berkata, Semoga bendera
ini menjadi pemersatu bangsa Indonesia dan menjadi sejarah yang terus dikenang oleh rakyat
Indonesia. Di kediamaan Soekarno, tokoh-tokoh Indonesia mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan untuk upacara pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan. Selain itu, yang
tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan acara. Adapun acaranya sebagai berikut:
a.

Pertama, pembacaan proklamasi

b.

Kedua, pengibaran bendera merah putih

c.

Ketiga, sambutan wali kota Jakarta Suwiryo dan Dr. Muwardi


Sesuai dengan acara yang telah ditetapkan, di bulan puasa tepatnya hari jumat tanggal

17 Agustus 1945 tepat jam 10:00 WIB Ir. Soekarno didampingi Moh. Hatta membacakan

naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera


merah putih oleh Suhud dan Latief Hendradiningrat. Selesai pengibaran, dilanjutkan
sambutan wali kota Jakarta Suwiryo dan Dr. Muwardi. Sungguh proklamasi kemerdekaan
yang menjadi saksi sejarah Indonesia yang penuh perjuangan yang tiada hentinya.

Anda mungkin juga menyukai