Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

PEMBAHASAN
Praktikum batuan metamorf ini dilakukan pada hari Selasa, 3 Juni 2014
dan Jumat 6 Juni 2014. Batuan Metamorf merupakan batuan yang terbentuk hasil
rekristalisasi batuan di dalam kerak bumi, baik sebagian maupun keseluruhan
dalam fase padat, tanpa melalui fase cair.
Pada praktikum ini, praktikan dikenalkan berbagai jenis batuan metamorf
yang dapat dibedakan melalui struktur dan teksturnya. Lalu dilakukan
pendeskripsian secara megaskopis terhadap contoh batuan peraga yang ada.
Deskripsi dilakukan terhadap warna, struktur, tekstur, dan komposisi serta mineral
penyusun batuan tersebut. Sehingga dapat diinterpretasikan petrogenesanya dan
penamaan batuan melalui klasifikasi W.T Huang, 1962.
Berikut ini adalah pembahasan dari hasil praktikum Petrologi acara batuan
Metamorf.
4.1 Peraga 203
Batu peraga ini memiliki warna hitam, dengan bintik-bintik putih,
memiliki struktur Foliasi sebab terlihat adanya penjajaran mineral mineral.
Batu ini sepenuhnya tersusun oleh kristal mineral tanpa terlihat batuan
asalnya, sehingga ketahanannya tergolong kristaloblastik, ukuran butirnya
dapat dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong Fanerit, dengan bentuk
kristal yang dibatasi oleh mineral yang dapat dilihat secara tegas, namun
terdapat mineral yang bidang batasnya tidak jelas, sehingga tergolong
subhedral, dengan bentuk mineral yang lebih teratur dan granular, sehingga
tergolong Granuloblastik.
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral Mika, dengan sifat fisik :
Hitam, kilap susu tanah, dan kekerasan sekitar 2,5 skala Mohs, dengan
persentase sebesar 45%. Selain itu juga terdapat mineral kuarsa yang memilii
sifat fisik : putih keruh, kilap susu sampai mutiara, dan kekerasan 7 skala
Mohs, persentase kuarsa yang ada sekitar 55%.
Batuan ini bila dilihat melalui struktur yang foliasi dan tekstur
teksturnya, merupakan batuan metamorf yang agen utama pembentukannya

adalah tekanan, dimana tekanan menyebabkan penjajaran mineral mineral


yang berbentuk identik, seperti kuarsa pada batu ini yang relatif granular, dan
mika yang pipih. Karena faktor tekanan lebih dominan ( Metamorfisme
Regional ), diperkirakan batuan ini awalnya terburialkan, sehingga karena
pembebanan dan naiknya suhu seiring dalamnya kedalaman, maka terjadi
rekristalisasi, tempat yang umumnya terdapat banyak supply sedimen dan
mengalami tekanan cukup kuat adalah pada zona Fore arc basin, atau Back
arc basin bahkan Volcanic Arc, dengan akumulasi sedimen karena berbentuk
cekungan. Mineral penyusunnya berupa mika dan kuarsa, dan juga
strukturnya yang foliasi, dapat mengindikasikan batuan ini berasal dari
batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung, dan kuarsa atau silikaan,
yang diperkirakan adalah batulempung, batupasir kaya kuarsa, rijang, bahkan
Schist yang kemudian mengalami rekristalisasi. Proses pembentukan seperti
ini tergolong cukup lama, karena untuk membentuk kristal granular
berukuran cukup besar, dan batuan asalnya sudah tidak terlihat atau
sepenuhnya mengalami rekristalisasi. Berdasarkan proses tersebut, dan
dominasi mineral kuarsa dan mikanya, maka batuan ini tergolong memiliki
fasies Granulite.

Gambar 4.1 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur dan


komposisi, batuan peraga 203 ini memiliki nama Gneiss ( W.T Huang, 1962 )

4.2 Peraga 207


Batu peraga ini memiliki warna hitam, dengan bintik-bintik bergaris
kecoklatan, memiliki struktur Foliasi sangat halus, sehingga tergolong Slaty
Cleavage, sebab terlihat adanya penjajaran mineral mineralnya. Batu ini
belum mengalami rekristalisasi sepenuhnya, karena masih terlihat adanya
batuan asal berukuran sekitar lempung, sehingga ketahanannya tergolong
Relict, ukuran butirnya dapat dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong
Fanerit, dengan bentuk kristal yang dibatasi oleh mineral yang dapat dilihat
secara tegas, namun terdapat mineral yang bidang batasnya tidak jelas,
sehingga tergolong subhedral, dengan bentuk mineral yang diperkirakan
tabular, sehingga tergolong Lepidoblastik
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral Mika, dengan sifat fisik :
Hitam, kilap susu tanah, dan kekerasan sekitar 2,5 skala Mohs, dengan
persentase sebesar 85%. Selain itu juga terdapat mineral yang tidak dapat
dideskripsi yang memilii sifat fisik : cokelat, kilap tanah logam, dengan
persentase sekitar 15%
Batuan ini bila dilihat melalui struktur yang foliasi dan tekstur
teksturnya, merupakan batuan metamorf yang agen utama pembentukannya
adalah tekanan ( Metamorfisme Regional ), dimana tekanan menyebabkan
penjajaran mineral mineral yang berbentuk identik, seperti mineral mika
pada batu ini yang relatif pipih. Karena faktor tekanan lebih dominan,
diperkirakan batuan ini awalnya terburialkan, sehingga karena pembebanan
dan naiknya suhu seiring dalamnya kedalaman, maka terjadi rekristalisasi,
tempat yang umumnya terdapat banyak supply sedimen dan mengalami
tekanan cukup kuat namun dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
kemungkinan adalah pada zona Back arc basin, dengan akumulasi sedimen
karena berbentuk cekungan. Mineral penyusunnya berupa mika dan juga

strukturnya yang foliasi, dapat mengindikasikan batuan ini berasal dari


batuan

sedimen

yang

kaya

akan

mineral

lempung,

maka

dapat

diinterpretasikan protolith batuan ini adalah batulempung, yang kemudian


mengalami rekristalisasi sebagian. Proses pembentukan seperti ini tergolong
cukup singkat, karena masih tergolong metamorfisme tingkat rendah,
dibuktikan dengan masih adanya batuan asal yang belum mengalami
rekristalisasi. Berdasarkan proses tersebut, dan dominasi mineral kuarsa dan
mikanya, maka batuan ini tergolong memiliki fasies Zeolite.

Gambar 4.2 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur dan


komposisi, batuan peraga 207 ini memiliki nama Slate ( W.T Huang, 1962 )

4.3 Peraga P -1
Batu peraga ini memiliki warna hitam, dengan beberapa bagian
berwarna putih, memiliki struktur Foliasi sebab terlihat adanya penjajaran
mineral mineral. Batu ini sepenuhnya tersusun oleh kristal mineral tanpa
terlihat batuan asalnya, sehingga ketahanannya tergolong kristaloblastik,
ukuran butirnya dapat dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong Fanerit,
dengan bentuk kristal yang dibatasi oleh mineral yang dapat dilihat secara
tegas, namun terdapat mineral yang bidang batasnya tidak jelas, sehingga
tergolong subhedral, dengan bentuk mineral yang tidak teratur, namun
berbentuk granular, dan banyak terdapat mineral berbentuk kristal anhedral,
sehingga tergolong Granoblastik.
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral Mika, dengan sifat fisik :
Hitam, kilap susu tanah, dan kekerasan sekitar 2,5 skala Mohs, dengan
persentase sebesar 60%. Mineral Klorit yang memiliki sifat fisik : Kehijauan,
kilap susu tanah, kekerasan 3 Skala Mohs, dan tidak berserabut dengan
persentase 30%. Selain itu juga terdapat mineral kuarsa yang memilii sifat
fisik : putih keruh, kilap susu sampai mutiara, dan kekerasan 7 skala Mohs,
persentase kuarsa yang ada sekitar 10%.
Batuan ini bila dilihat melalui struktur yang foliasi dan tekstur
teksturnya, merupakan batuan metamorf yang agen utama pembentukannya
adalah tekanan ( Metamorfisme Regional ), dimana tekanan menyebabkan
penjajaran mineral mineral yang berbentuk identik, seperti kuarsa pada batu
ini yang relatif granular, dan mika yang pipih. Karena faktor tekanan lebih
dominan, diperkirakan batuan ini awalnya terburialkan, sehingga karena
pembebanan dan naiknya suhu seiring dalamnya kedalaman, maka terjadi
rekristalisasi, tempat yang umumnya terdapat banyak supply sedimen dan
mengalami tekanan cukup kuat adalah pada zona Fore arc basin, atau Back
arc basin bahkan Volcanic Arc, dengan akumulasi sedimen karena berbentuk
cekungan. Mineral penyusunnya berupa mika dan kuarsa, serta klorit yang
tergolong mineral silikaan, namun memiliki komposisi lain seperti Mg, Besi,
dan aluminium, dan strukturnya yang foliasi, dapat mengindikasikan batuan

ini berasal dari batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung, dan kuarsa
atau silikaan, dan beberapa mineral basa, yang diperkirakan adalah
batulempung, batupasir yang memiliki kandungan besi dan kuarsa, bahkan
rijang, atau Schist yang mengalami metamorfisme lanjutan yang kemudian
mengalami rekristalisasi. Proses pembentukan seperti ini tergolong cukup
lama, karena untuk membentuk kristal granular berukuran cukup besar dan
batuan asalnya sudah tidak terlihat atau sepenuhnya mengalami rekristalisasi.
Berdasarkan proses tersebut, dan dominasi mineral kuarsa dan mikanya,
maka batuan ini tergolong memiliki fasies Granulite.

Gambar 4.3 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur dan


komposisi, batuan peraga P-1 ini memiliki nama Gneiss ( W.T Huang, 1962 )

4.4 Peraga 15
Batu peraga ini memiliki warna hitam kehijauan, memiliki struktur Non
Foliasi sebab tidak terlihat adanya penjajaran mineral mineral, dengan
mineral berupa mineral equigranular dan terlihat mozaic, sehingga tergolong
Hornfelsic. Batu ini sepenuhnya tersusun oleh kristal mineral tanpa terlihat
batuan asalnya, sehingga ketahanannya tergolong kristaloblastik, ukuran
butirnya dapat dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong Fanerit, dengan
bentuk kristal yang tidak terlihat dengan jelas dan tegas, namun masih ada
beberapa kristal yang batasnya terlihat, sehingga tergolong subhedral, dengan
bentuk mineral yang tidak teratur, dan terlihat berserabut meruncing (
prismatik ) maka bentuk mineralnya tergolong Nematoblastik
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral Serpentine sebesar 100%,
mineral ini memiliki sifat fisik warnanya kehijauan, kelihatan berserabut,
kekerasan 3 -5 Skala Mohs.
Batuan ini diperkirakan terbentuk oleh proses yang didominasi oleh suhu
( Metamorfisme Kontak ), komposisinya yang 100% serpentine dapat
terbentuk ketika air laut masuk melalui celah lempeng, dan masuk hingga ke
mantel bagian atas bumi. Karena mineral serpentina itu sendiri berasal dari
metamorfisme olivin dan piroksen, Sehingga batuan asalnya diperkirakan
adalah batuan yang bersifat ultra basa, seperti batuan beku Peridotit atau
Limburgit. Dengan Proses pembentukan selain yang sudah dijelaskan adalah
mengalami metamorfismenya batuan tersebut karena naiknya suhu, namun
belum membuat batuan tersebut melebur, dengan suhu pembentukan yang
tergolong tinggi pada olivin dan piroksen, maka batuan ini pun membutuhkan
waktu yang sangat-sangat lama untuk terbentuk, namun beberapa penelitian
menyebutkan inilah fase awal pembentukan material di muka bumi. Dengan
komposisi penyusun yang ultra basa, dan ada kemungkinan terbentuknya
akibat kontak air dengan mantel bumi bagian atas, tempat terbentuknya
batuan ini besar

kemungkinan berada di zona MOR. Facies batuan ini

diperkirakan dari mineral dan prosesnya, adalah Facies Hornflens.

Gambar 4.4 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur, dan


khususnya komposisi, batuan peraga 15 ini memiliki nama Serpentinite (
Mineral penyusun).

4.5 Peraga 210


Batu peraga ini memiliki warna hitam, dengan beberapa bagian
berwarna putih, memiliki struktur Foliasi sebab terlihat adanya penjajaran
mineral mineral. Batu ini sepenuhnya tersusun oleh kristal mineral tanpa
terlihat batuan asalnya, sehingga ketahanannya tergolong kristaloblastik,
ukuran butirnya dapat dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong Fanerit,
dengan bentuk kristal yang dibatasi oleh mineral yang dapat dilihat secara
tegas, namun terdapat mineral yang bidang batasnya tidak jelas, sehingga
tergolong subhedral, dengan bentuk mineral yang lebih teratur dan granular,
sehingga tergolong Granuloblastik.
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral Mika, dengan sifat fisik :
Hitam, kilap susu tanah, dan kekerasan sekitar 2,5 skala Mohs, dengan
persentase sebesar 80%. Selain itu juga terdapat mineral kuarsa yang memilii
sifat fisik : putih keruh, kilap susu sampai mutiara, dan kekerasan 7 skala
Mohs, persentase kuarsa yang ada sekitar 20%.
Batuan ini bila dilihat melalui struktur yang foliasi dan tekstur
teksturnya, merupakan batuan metamorf yang agen utama pembentukannya
adalah tekanan ( Metamorfisme Regional ), dimana tekanan menyebabkan
penjajaran mineral mineral yang berbentuk identik, seperti kuarsa pada batu
ini yang relatif granular, dan mika yang pipih. Karena faktor tekanan lebih
dominan, diperkirakan batuan ini awalnya terburialkan, sehingga karena
pembebanan dan naiknya suhu seiring dalamnya kedalaman, maka terjadi
rekristalisasi, tempat yang umumnya terdapat banyak supply sedimen dan
mengalami tekanan cukup kuat adalah pada zona Fore arc basin, atau Back
arc basin bahkan Volcanic Arc, dengan akumulasi sedimen karena berbentuk
cekungan. Mineral penyusunnya berupa mika dan kuarsa, dan strukturnya
yang foliasi, dapat mengindikasikan batuan ini berasal dari batuan sedimen
yang kaya akan mineral lempung, dan kuarsa atau silikaan, yang diperkirakan
adalah batulempung, batupasir yang memiliki kandungan kuarsa, rijang, atau
bahkan Slate yang kemudian mengalami rekristalisasi lebih lanjut. Proses
pembentukan seperti ini tergolong tidak terlalu lama, dengan tekanan dan

suhu yang juga tergolong menengah, dan tidak terlalu tinggi, karena batuan
ini memiliki kristal - kristal granular dan batuan asalnya sudah tidak terlihat
atau sepenuhnya mengalami rekristalisasi. Berdasarkan proses tersebut, dan
dominasi mineral kuarsa dan mikanya, maka batuan ini tergolong memiliki
fasies Greenschist.

Gambar 4.5 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur dan


komposisi, batuan peraga 210 ini memiliki nama Schist ( W.T Huang, 1962 )

4.6 Peraga 217


Batu peraga 217 ini memiliki warna putih keruh, dengan beberapa
bagian berwarna merah tua dan hitam kehijauan, memiliki struktur Non
Foliasi sebab tidak terlihat adanya penjajaran mineral mineral, dan
mineralnya berupa mineral equigranular sehingga tergolong Hornfelsic. Batu
ini sepenuhnya tersusun oleh kristal mineral tanpa terlihat batuan asalnya,
sehingga ketahanannya tergolong kristaloblastik, ukuran butirnya dapat
dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong Fanerit, dengan bentuk kristal
yang tidak terlihat dengan jelas dan tegas, namun masih ada beberapa kristal
yang batasnya terlihat, sehingga tergolong subhedral, dengan bentuk mineral
yang tidak teratur, namun bentuknya granular dan equidimensional, dan
batasnya pada beberapa bagian tergolong anhedral, sehingga tergolong
Granoblastik
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral kalsit dengan sifat fisik :
putih keruh, kilap susu, kekerasan 2,5 3 dengan persentase sekitar 70%,
adanya mineral mika berwarna kehitaman, kilap susu lemak, kekerasan 2,5
dengan persentase 10%, mineral klorit dengan sifat fisik : berwarna
kehijauan, kilap tanah susu, kekerasan 3, dengan persentase 5%, serta
mineral unidentified dengan warna merah tua, kilap tanah logam, dengan
persentase 15%.
Batuan ini berdasarkan deskripsi secara megaskopis, diperkirakan batuan
yang terbentuk dipengaruhi oleh suhu dan tekanan, dimana faktor suhu lebih
dominan Karena suhu yang tinggi maka diperkirakan metamorfisme yang
bekerja adalah jenis metmorfisme kontak, dengan lokasi terbentuk sekitar
zona intrusi, seperti dike, atau sill, proses metamorfisme ini tidak
membutuhkan waktu yang lama, karena mineralnya berupa kalsit mudah
mengalami rekristalisasi, batuan ini tersusun atas mineral mika, kalsit, klorit
dan suatu mineral unidentified berwarna kemerahan, sehingga batuan ini
diperkirakan memiliki batuan asal yang relatif berbeda, namun bercampur
dalam

suatu

wujud

batupasir.

Dominannya

mineral

kalsit,

dapat

mengindikasikan protolithnya adalah batugamping, namun batugamping

tersebut juga memiliki kandungan silika dan Fe, serta Mg, yang kemudian
mengalami rekristalisasi akibat termetamorfisme. Dilihat dari mineral dan
proses pembentukannya, diperkirakan batuan ini terbentuk pada fasies
Hornfels.

Gambar 4.6 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur dan


komposisi, batuan peraga 217 ini memiliki nama Marble ( W.T Huang, 1962)

4.7 Peraga 201


Batu peraga 201 ini memiliki warna kehijauan, dengan beberapa bagian
berwarna putih, memiliki struktur Foliasi sebab terlihat adanya penjajaran
mineral mineral. Batu ini sepenuhnya tersusun oleh kristal mineral tanpa
terlihat batuan asalnya, sehingga ketahanannya tergolong kristaloblastik,
ukuran butirnya dapat dilihat secara megaskopis, sehingga tergolong Fanerit,
dengan bentuk kristal yang dibatasi oleh mineral yang dapat dilihat secara
tegas, namun terdapat mineral yang bidang batasnya tidak jelas, sehingga
tergolong subhedral, dengan bentuk mineral yang lebih teratur dan granular,
sehingga tergolong Granuloblastik.
Batuan ini memiliki komposisi berupa mineral Klorit yang memiliki
sifat fisik : Kehijauan, kilap susu tanah, kekerasan 3 Skala Mohs, dan tidak
berserabut dengan persentase 65%. Selain itu juga terdapat mineral kuarsa
yang memilii sifat fisik : putih keruh, kilap susu sampai mutiara, dan
kekerasan 7 skala Mohs, persentase kuarsa yang ada sekitar 35%.
Batuan ini bila dilihat melalui struktur yang foliasi dan tekstur
teksturnya, merupakan batuan metamorf yang agen utama pembentukannya
adalah tekanan ( Metamorfisme Regional ), dimana tekanan menyebabkan
penjajaran mineral mineral yang berbentuk identik, seperti kuarsa pada batu
ini yang relatif granular, dan klorit yang cenderung pipih mendekati granular.
Karena faktor tekanan lebih dominan, diperkirakan batuan ini awalnya
terburialkan, sehingga karena pembebanan dan naiknya suhu seiring
dalamnya kedalaman, maka terjadi rekristalisasi, tempat yang umumnya
terdapat banyak supply sedimen dan mengalami tekanan cukup kuat adalah
pada zona Fore arc basin, atau Back arc basin bahkan Volcanic Arc, dengan
akumulasi sedimen karena berbentuk cekungan. Mineral penyusunnya berupa
klorit yang merupakan mineral silikaan, namun memiliki kandungan Fe dan
Mg, dan mineral kuarsa, dan strukturnya yang foliasi, dapat mengindikasikan
batuan ini berasal dari batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung, dan
kuarsa, atau silikaan, yang diperkirakan adalah batulempung, batupasir yang
memiliki kandungan kuarsa, atau besi, atau bahkan batuan metamorf Slate

yang kemudian mengalami rekristalisasi lebih lanjut. Proses pembentukan


seperti ini tergolong tidak terlalu lama, dengan tekanan dan suhu yang juga
tergolong menengah, dan tidak terlalu tinggi, karena batuan ini memiliki
kristal - kristal granular dan batuan asalnya sudah tidak terlihat atau
sepenuhnya mengalami rekristalisasi. Berdasarkan proses tersebut, dan
dominasi mineral kuarsa dan mikanya, maka batuan ini tergolong memiliki
fasies Greenschist.

Gambar 4.7 Fase Metamorfisme

Berdasarkan deskripsi yang dilakukan terhadap struktur, tekstur dan


komposisi, batuan peraga 201 ini memiliki nama Schist ( W.T Huang, 1962 )

Anda mungkin juga menyukai