Anda di halaman 1dari 9

Bercocok tanam

Alat-alat yang dihasilkan Manusia Purba pada Masa Bercocok


Tanam
Peralatan pada masa bercocok tanam masuk pada zaman mesolithikum (zaman batu
pertengahan) dan neolithikum (zaman batu muda). Namun demikian alat-alat yang dihasilkan
pada masa berburu dan mengumpulkan makanan atau zaman palaeolithikum tidak
ditinggalkan. Alat-alat itu masih dipertahankan dan dikembangkan, seperti alat-alat dari batu
sudah tidak kasar lagi tapi sudah lebih halus karena ada proses pengasahan. Berikut ini alatalat atau benda-benda yang dihasilkan pada masa bercocok tanam.
1)
Kjokkenmoddinger Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa bercocok tanam, manusia purba
sudah tinggal menetap. Salah satu bukti adanya sisa-sisa tempat tinggal itu ialah
kjokkenmoddinger (sampah-sampah dapur). Istilah ini berasal dari bahasa Denmark (kjokken
= dapur, modding = sampah). Penemuan kjokkenmoddinger yang ada di pesisir pantai
Sumatera Timur menunjukkan telah adanya penduduk yang menetap di pesisir pantai. Hidup
mereka mengandalkan dari siput dan kerang. Siput-siput dan kerang-kerang itu dimakan dan
kulitnya dibuang di suatu tempat. Selama bertahun-tahun, ratusan tahun, atau ribuan tahun,
bertumpuklah kulit siput dan kerang itu menyerupai bukit. Bukit kerang inilah yang disebut
kjokkenmoddinger.
Di tempat kjokkenmoddinger ditemukan juga alat-alat lainnya, seperti pebble (kapak
genggam yang sudah halus), batu-batu penggiling beserta landasannya, alat-alat dari tulang
belulang, dan pecahan-pecahan tengkorak.
2)
Abris Sous Rosche Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous rosche, yaitu tempat
berupa gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang. Peralatan yang
ditemukan berupa ujung panah, flakes, batu-batu penggiling, dan kapak-kapak yang sudah
diasah. Alat-alat itu terbuat dari batu. Ditemukan juga alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di Ponorogo, Bojonegoro, dan
Lamoncong (Sulawesi Selatan).
3)
Gerabah
Manusia
Purba
pada
Masa
Bercocok
Tanam
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah makanan.
Hal ini dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai tempat meyimpan makanan.
Gerabah merupakan suatu alat yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam
perkembangan berikut, gerabah tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi
semakin beragam, bahkan menjadi barang yang memiliki nilai seni. Cara pembuatan gerabah
mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk yang
kompleks. Dalam bentuk yang sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda. Bahan
yang digunakan berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan menggunakan
tangan. Teknik pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan roda, agar dapat
memperoleh bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah. Dalam perkembangan ini,
pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai dihias dengan pola hias dan warna.
Hiasan yang ada di antaranya hiasan anyaman. Untuk membuat hiasan yang demikian yaitu
dengan cara menempelkan agak keras selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang
masih basah sebelum gerabah dijemur. Kemudian gerabah dijemur sampai kering dan
dibakar. Berdasarkan bukti ini, para ahli menyimpulkan bahwa pada masa ini manusia sudah
mengenal bercocok tanam dan orang mulai dapat menenun.

4)
Kapak
persegi
Manusia
Purba
pada
Masa
Bercocok
Tanam
Pemberian nama kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini yaitu batu yang
garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah bidang segi panjang atau ada juga yang
berbentuk trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung
atau pacul untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah. Tarah
berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat tangkai yang diikatkan.
Orang yang pertama memberikan nama Kapak Persegi yaitu von Heine Geldern.
Daerah-daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api dan chalcedon merupakan bahan
yang dipakai untuk membuat kapak persegi. Kapak persegi kemungkinan sudah menjadi
barang yang diperjualbelikan. Alat ini dibuat oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat
kemudian di bawa keluar daerah untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih sangat
sederhana, yaitu sistem barter. Adanya sistem barter tersebut, kapak persegi banyak
ditemukan di tempat-tempat yang tidak banyak ada bahan bakunya, yaitu batu api.
5)
Kapak
lonjong
Manusia
Purba
pada
Masa
Bercocok
Tanam
Pemberian nama kapak lonjong berdasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu garis
penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk
kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di
ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran
yang besar disebut dengan walzeinbeil dan kleinbel untuk ukuran kecil. Kapak lonjong masuk
ke dalam kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan di Papua
(Irian). Kapak ini ditemukan pula di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong ditemukan pula di negara lain, seperti Walzeinbeil di
temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan kapak lonjong dapat
memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu dari timur mulai dari daratan Asia ke
Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa, terus ke timur. Penemuan-penemuan di Formosa dan
Filipina memperkuat pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran meluas sampai ke Melanesia.
6)
Perhiasan
Manusia
Purba
pada
Masa
Bercocok
Tanam
Hiasan sudah dikenal oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan dibuat dengan
bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti hiasan kulit kerang dari
sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang terbuat dari yang dibuat dari tanah liat seperti
gerabah, dan ada pula yang terbuat dari batu. seperti gelang, kalung, dan beliun
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan dengan cara, pertama batu dipukul-pukul sampai
menjadi bentuk gepeng. Setelah itu kedua sisi yang rata dicekungkan dengan cara dipukulpukul pula, kedua cekungan itu bertemu menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian
digosok-gosok dan diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang tersebut dari
dalam halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul, cara lain untuk membuat
lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan gurdi. Batu yang bulat gepeng itu
digurdi dari kedua belah sisi dengan sebuah gurdi dari bambu. Setelah diberi air dan pasir,
bambu ini dengan seutas tali dan sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai
berlubang.
7)
Pakaian
Manusia
Purba
pada
Masa
Bercocok
Tanam
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan
mereka telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan untuk pakaian berasal dari kulit kayu.
Daerah tempat ditemukan bukti adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan
beberapa tempat lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit kayu.
Kulit kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang akan dibuat.

c. Konsep kepercayaan dan bangunan megalit Manusia Purba pada Masa Bercocok
Tanam
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa manusia pada zaman berburu dan mengumpulkan
makanan sudah mengenal kepercayaan. Kepercayaan manusia ini mengalami perkembangan.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan kepercayaan baru sebatas adanya
penguburan. Kepercayaan ini kemudian berkembang pada masa bercocok tanam dan
perundagian. Bukti peninggalan kepercayaan pada masa bercocok tanam yaitu ditemukannya
bangunan-bangunan batu besar yang berfungsi untuk penyembahan. Zaman penemuan batubatu besar ini disebut dengan zaman megalithikum. Bangunan-bangunan batu yang
dihasilkan pada zaman megalithikum antara lain sebagai berikut.
1) Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang dibuat untuk menghormati roh nenek moyang.
Daerah-daerah tempat ditemukannya menhir di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Bali.
2) Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti palung atau lesung,
tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu sehingga diperkirakan kehadiran
sarkofagus sezaman dengan zaman megalithikum (zaman batu besar). Adanya sarkofagus ini
menandakan kepercayaan pada waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur dalam
peti mayat. Di daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3) Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu itu ialah
Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang berbentuk meja. Meja ini berkaki yang
menyerupai menhir. Dolmen berfungsi sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada
roh nenek moyang. Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di
dalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang meninggal, di
dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang dan gigi binatang, dan alat-alat
dari besi.
4) Kuburbatu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya sebagai peti
mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan batu, sedangkan dolmen dan
sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak
ditemukan.
5) Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama seperti dolmen dan
sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di Sulawesi Tengah dan Utara banyak
ditemukan waruga.
6) Pundenberundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden berundakundak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan yang berupa batu tersusun secara
bertingkat-tingkat. Di tempat punden berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah
ditemukannya punden berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug (Banten Selatan) dan
Ciamis (Jawa Barat).
7) Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia. Tempat
ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan.

perundagian

Alat-alat yang Dihasilkan pada Masa Perundagian di Indonesia Bagian Timur


Masa perundagian berlangsung antara 3500 sampai 10000 tahun yang lalu.
(Sedyawati, 1993:27). Dalam masa perundagian ini, teknologi berkembang dengan pesat. Di
pihak lain, terjadi peningkatan usaha perdagangan yang mengalami kemajuan. Teknologi
pelayaran juga menentukan perkembangan teknologi secara umum. Hal tersebut berpengaruh
pula pada sistem sosial yang telah mengklasifikasikan dari dalam segmen-segmen sosialekonomi karena pola-polanya telah terbentuk. Pada masa ini merupakan awal dari kemajuan,
karena di zaman perundagian ini sudah mulai mengenal teknik peleburan, percampuran,
penempaan, dan pencetakan jenis-jenis logam seperti tembaga, perunggu, dan besi.
Benda-benda perunggu
Jenis benda perunggu yang dikenal di Indonesia ialah nekara, kapak, bejana, boneka
atau patung, perhiasan, dan senjata. Namun yang menarikperhatian adalah nekara. Bendabenda lain sebenarnya telah mendapatkan perhatian sejak abad ke-19, misalnya kapak
corong, cincin, mata tombak, kapak upacara (candrasa). Dari penyelidikan dalam zaman
perundagian pula orang-orang telah pandai membuat dan menuang kaca. Hanya saja
tekniknya masih sederhana kadang masih tercampur pasir.
Laporan pertama tentang nekara perunggu dibuat oleh G.E. Rumphius sekitar tahun 1704 dari
Pejeng (Bali). Selenjutnya E.C Barchewitz juga melaporkan tentang nekara yang ditemukan
di pulau Luang (Nusa Tenggara Timur), yang dimuat dalam sebuah karangan pada tahun
1930 yang berjudul: Ost-Indianische Reise Beschrei- bung. Setelah itu perhatian terhadap
benda tersebut terhenti selama 135 tahun. Pada awal abad ke-20 (1902), terbitlah karangan
terkenal dari F. Heger yang mengadakan klasifikasi morfologis seluruh nekara perunggu di
Asia Tenggara.
Dasar-dasar klasifikasi yang dibuat oleh Heger sampai sekarang masih dijadikan
patokan klasifikasi nekara perunggu di Indonesia yang dilakukan oleh van Hoevell, F. D. E.
Schmelz, W.O.J. Nieuwenkamp dan G.A.W. Foy dan H. Parmentier. Parmentier berusaha
menentukan usia nekara perunggu berdasarkan corak hiasan pada benda tersebut. Usaha
tersebut cukup berharga meskipun penelitian yang sistematis berupa ekskavasi arkeologis
belum dilakukan. Benda-benda lain sebenarnya telah mendapat perhatian sejak abad ke-19,
misalnya kapak-kapak corong, cincin, mata-tombak, kapak-kapak upacara (antara lain
candrasa) dalam berbagai bentuk. Tahun 1875 (temuan dari Pulau Roti) dan temuan dari
sekitar Danau Sentani (Irian) yang dikunjungi oleh A.Wichman pada tahun 1903. Temuantemuan tersebut diatas pada umumnya merupakan temuan lepas, yaitu ditemukan secara tidak
sengaja atau sebagai barang-barang pembelian yang sukar ditemui asal-usulnya. (Soejono
dkk.2010: 244-245)
Nekara
Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian
tengahnya dan sisi atasnya tertutup ,jadi dapatlah di kira-kira disamakan dengan dandang
ditelungkupkan. Di antara nekara-nekara yang ditemukan di negeri kita hanya beberapa
sejarah yang utuh. Bahkan yang banyak merupakan pecahan-pecahan belaka. Nekara yang
paling tua perhiasannya berupa gambar-gambar orang,penari, dan prajurit, gambar binatang

seperti kuda dan gajah, gambar perahu, dan sebagainya. Yang banyak digunakan sebagai
perhiasan adalah kedok atau gambar muka orang yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.
Tempatnya pada perut nekara. Bidang atas nekara disekitar gambar binatang diberi perhiasan
simpai yang diisi dengan perhiasan ularan (slangvorming, motief), sedang tepinya diberi
perhiasan tangga.
Nekara dari Pejeng
Nekara ini sangat besar, tinggi 1,98 m yang lebih besar jika bandingkan dengan
lebarnya. Bidang pukul yang bergaris tengah 1,60m menjorong 25cm ke luar dari bagian
bahu yang melurus ke bawah dan melengkung ke dalam di bagian pinggang yang berbentuk
silinder. Bagian kaki berbentuk genta yang melebar di bagian bawah.
Hiasan-hiasan pada nekara dari Pejeng dapat di terangkan sebagai berikut:
a) Bagian atas yang terdiri dari 2 bagian : bidang pukul dan bagian bahu.
(1) Bidang pukul: Di tengah terdapat pola bintang bersudut-8. Di sela-sela sudut bintang
dihiasi dengan pola hias bulu burung merak, sedangkan bintang dihiasi dengan garis-garis
patah. Satu pita lebar mengelilingi bintang dihiasi dengan jalur-jalur berombak yang
membentuk lingkaran-lingkaran atau pilin-pilin dengan pusat yang menonjol. Di atas bidang
pukul ini tidak didapatkan patung katak sebagai umumnya kita kenal pada tipe-tipe nekara
lain.
(2) Bagian bahu: Bagian ini dapat dibagi dalam 4 ruang horizontal yang berturut-turut dari
atas ke bawah memperlihatkan: bidang berisi pola hias susunan gigir, bidang tanpa hiasan,
bidang berisi pola tumpal tersusun dalam pita-pita horizontal; diantara pola tumpal itu
terdapat sederet pilin yang dipotong oleh garis pendek (pola huruf f), dan akhirnya yang
seluruhnya berjumlah 4 atau 8 buah. Topeng digambarkan dengan mata yang lebar dan bulat,
hidung mnyerupai kerucut memanjang dan telinga yang panjang dengan anting-anting dari
mata-uang. Di bawah pola topeng ini terdapat pita dengan pola tumpal. Pegangan dihiasi
dengan pola jaring yang diukir dengan cara karawang. (Soejono dkk.1975:225)
b) Bagian tengah (pinggang). Bagian ini terbagi dalam 2 ruang:
(1) Bidang-bidang persegi yang tidak dihias dibatasi dengan bidang vertical berisi pola
tumpal bertolak-belakang dan pola huruf F.
(2) Bidang yang berisi pola tumpal dalam susunan pita-pita horizontal diselingi oleh pita
berisi pola huruf F.
c) Bagian bawah (kaki). Sebagian besar dari kaki yang berbentuk genta ini tidak dihias,
kecuali pada bagian dibawah sekali terdapat hiasan pita-pita pola tumpal diselingi oleh pita
huruf F.
Nekara dari Peguyangan (Bali Selatan)
Terdiri dari fragmen bidang pukul dengan hiasan pola bintang bersudut 8 ditengah dan
4 ruang yang mengelilingi bintang dengan hiasan sebagai berikut:
Ruang pertama berisi pola garis patah; Ruang ke dua berisi pola jalur berombak yang mirip
dengan hiasan serupa pada nekara dari Pejeng; Ruang ke tiga berisi pola garis patah; Ruang
ke empat tidak dihias.
Nekara dari Bebitra (Bali Selatan)

terdiri dari bidang pukul. Bidang pukul dihias dengan pola bintang bersudut 8
ditengah dan diselah-selah sudut bintang dihiasi dengan pola burung merak. Di sekekiling
bintang terbagi dalam 4 ruang dengan hiasan sebagai berikut:
Ruang pertama berisi pola garis patah; Ruang ke dua berisi pola jalur berombak seperti yang
terdapat di nekara Pajeng; Ruang ke tiga berisi pola garis patah;
Ruang ke empat tidak dihias.(Soejono dkk.2010: 247-249)
Kapak Perunggu
Benda perunggu lainnya yang tergolong penting adalah kapak perunggu. Keterangan
pertama tentang kapak perunggu diterbitkan oleh Rumphius pada awal abad ke-18. Sejak
pertengahan abad ke-19 mulai dilakukan pengumpulan dan pencatatan asal usulnya oleh
Koninklijk Bataviaasch Genootschap. Kemudian penelitian ditingkatkan ke arah tipologi dan
uraian distribusi, konsep religius mulai diterapkan berdasarkan bentuk dan pola-pola
hasilnya.
Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kapak corong dan
kapak upacara. Kemudian Heekeren mengklasifikasikan kapak ini menjadi kapak corong,
kapak upacara dan tembilang atau tajak. Pembagian ini diperluas lagi oleh Soejono yang
membagi kapak perunggu menjadi 8 tipe pokok yaitu:
1) Tipe I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis puncak
(pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung.
2) Tipe II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang membelah seperti
ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung ada yang dalam dan ada yang
dangkal.
3) Tipe III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek dan lebar.
Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2 x 5,8 x 1,7 cm dan terkecil
5,4 x 3,6 x 1,3 cm.
4) Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus
kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 cm.
5) Tipe V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah lebar dan
menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis terbesar berukuran 16,5 x
15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5 cm.
6) Tipe VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian bahu
melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x 7,2 x 0,6 cm.
7) Tipe VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak tipis
dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang terbesar 133,7 cm dan
terkecil 37 cm.
8) Tipe VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal tangkai
cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran. (Soejono dkk. 2010: 258-260)
Patung Perunggu
Seni patung rupanya mengalami kemajuan, beberapa buah patung diantaranya arcaarca orang yang sikapnya aneh dan satu arca berbentuk kerbau. Ada pula yang berbentuk
cincin yang sangat kecil yang diperkirakan sebagai alat penukaran (uang). Patung-patung
yang ditemukan di Indonesia memiliki bentuk seperti orang atau binatang. Patung yang
berbentuk orang antara lain berupa penari yang bergaya dinamis. Patung perempuan sedang
menenun sambil menyusui anaknya ditemukan di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa
Tenggara Timur, tetapi sudah dijual ke luar negeri.
Senjata dan benda-benda perunggu

1). Belati ditemukan di Bajawa (Flores). Belati dari Prajekan bermata besi
sedangkan gagangnya dibuat dari perunggu. Belati dari Flores merupakan
sebuah belati yang seluruh gagang dan matanya dituang dari perunggu.
2). Mata pancing ditemukan di Gilimanuk (Bali)
3). Penutup lengan ditemukan di Tamanbali (Bali).
4). Kelintingan (bel) kecil dari perunggu berbentuk kerucut dengan celah di
sisinya, dan sebuah alat penjabut janggut yang sederhana berbentuk huruf U.
keduanya ditemukan di Sarkofagus (Bali). (Soejono dkk, 2010: 263-264).
Gerabah
Dalam masa perundagian, pembuatan gerabah telah mencapai tingkat yang lebih maju
dari masa sebelumnya, Daerah penemuannya kaya akan ragamnya, Tampak sekali peranan
dan fungsinya dalam masyarakat akan alat-alat gerabah yang tidak dapat dengan mudah
digantikan oleh yang dibuat dengan logam (perunggu atau besi), Bukti-bukti yang ditemukan
dalan ekskavasi-ekskavasi arkeologi memberikan petunjuk bahwa alat-alat dan benda-benda
dibuat dari logam hanya mengeser kedudukan alat-alat batu.
Gerabah sering ditemukan di tempat-tempat yang menghasilkan benda-banda
perunggu dapat diangap memiliki nilai praktis di dalam masyarakat. Ditinjau daricorak
gerabahnya yang sudah jelas menunjukan tingkat yang lebih maju, gerabah Melolo dapat
digolongkan sebagai kompleks gerabah yang berkembang pada masa perundagian. Gerabah
dari masa perundagian mendapat pengaruh dari Barat, misalnya dapat diambil dari kompleks
gerabah Buni, kompleks gerabah Gilimanuk, dan kompleks gerabah Kalumpang.
(Soejono dkk, 2010:382)
Benda-benda Besi
Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda-benda besi terbatas penemuannya.
Jenis-jenis benda besi dapat digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata.
Sebagian temuan berupa fragmen-fragmen yang sukar ditentukan macam bendanya dan
sebagian lagi memperlihatkan bentuk-bentuk yang belum jelas fungsinya. Benda-benda besi
yang banyak ditemukan berupa:
a) Mata pisau dalam berbagai ukuran
b) Mata sabit
c) Mata tombak
d) Mata tembilang
e) Mata alat penyiang rumput (Soejono dkk. 2010: 266)
Cara Pembuatan Alat-alat Masa Perundagian di Indonesia Bagian Timur
Teknik Pembuatan Gerabah
Dalam proses pembuatan benda gerabah diperlukan pengetahuan teknologi yang
sangat kompleks berkaitan dengan pengetahuan tentang proses pengolahan bahan dan
rancang bentuk berbagai jenis wadah wadahan, dan kadang diperlukan pula pengetahuan
mengenai teknik seni hias yang sering diterapkan dalam teknik pembuatan benda-benda
gerabah. (Iskandar, 2009:21)
Dalam pembuatan gerabah ada dua tradisi yang mempengaruhi yaitu tradisi Sahuynh-Kalanay dan tradisi Bau-Malayu, sama-sama memiliki tekniktatap dan batu. Hanya

pada tradisi Sa-huynh-Kalanay tatap itu dibalut dengan tali(digulung dengan tali) sehingga
hiasan yang dihasilkan oleh tatap itu berupa pola tali, sedangkan pada tradisi Bau-Malayu,
tatap diukir dengan pola-pola hias.(Soejono dkk. 2010:269-270)
Pembuatan Benda-Benda Logam
Pada masa perundagian telah dikenal bahan untuk membuat barabg berupa logam
(Waluyo dkk. 2009:33).Perunggu adalah benda yang mahal karena biji tembaga jarang
ditemukan di Timur dan timah pasti jarang sekali (Berg. 1958: 35). Logam perunggu adalah
merupakan logam campuran (alloy) yang diperoleh dari peleburan tembaga(cuprum, Cu)
dengan timah, baik timah putih (stanum, Sn) ataupun timah hitam (Pumblum, Pb) Proses
peleburan ini harus dilakukan pada tungku dengan suhu di atas 10800 C karena tembaga baru
akan melebur pada suhu 10830 C, walaupun timah sudah sudah melebur pada suhu 2320C.
(Iskandar. 2009:22).
Dalam teknologi logam dikenal ada dua jenis teknik pembuatan, yaitu dengan teknik
tempa dan teknik cetak. Teknik cetak mengenal dua macam cara, yaitu teknik cetakan
setangkup (bivalve mould) dan teknik cetak lilin(a cire perdue) .Teknik setangkup
menggunakan 2 cetakan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang dibagian atas dan
dari lubang tersebut dituangkanlah logam perunggu yang sudah mencair ke dalam cetakan.
Setelah perunggunya dingin maka cetakan bias dibuka dan proses pembuatan ini selesai.
Proses setangkup ini dapat menggunakan cetakan yang sama berkali-kali. Teknik
cetak lilin menggunakan bentuk benda yang akan dicetak yang terbuat dari lilin, kemudian
bentuk lilin tersebut dibungkus dengan tanah liat yang lunak. Pada bagian atas dan bawah
diberi lubang. Kemudian setelah cetakan siap. Dituangkan perunggu cair melalui atas lubang
dan lilin akan keluar dari lubang bagian bawah. Setelah dingin cetakan dipecah dan hasilnya
sudah data diambil. Namun cetakan ini hanya digunakan 1 kali selama pembuatan. (Soejono
dkk.2010:256)
Fungsi Alat-alat yang Dihasilkan Pada Masa Perundagian di Indonesia

Bagian Timur.

Fungsi Nekara
Nekara digunakan sebagai alat upacara dan dipergunakan sebagai genderang perang,
genderang penjenasahan, untuk memanggil hujan dan sebagainya (Soekadjo. 1958: 24).
Adapun fungsi yang lain adalah sebagai mas kawin, sehingga nekara tersebut akan berpindah
tangan dari keluarga satu ke keluarga yang lain dan keluarga tersebut tidak selalu tinggal di
Pulau Alor. Pada saat itulah awalnya timbul nekara-nekara baru. Di kabupaten Flores timur
yaitu di pulau Andonara, Solor, dan Lembata, nekara di simpan di para-para yang terletak di
bawah atap rumah. Nekara tersebut hanya diturunkan pada waktu tertentu. Nekara dianggap
sebagai tempat tinggal roh nenek moyang, sehingga harus dihormati dan disimpan di tempat
rahasia.
Di Bali ditemukan nekara yang tingginya mencapai 1.86 meter dan diameter
bidangnya 1.60 meter (Boedhihartono.2009:30). Di Pulau Bali, nekara diletakkan di pura
desa, kedudukan nekara di Bali disejajarkan dengan dewa dan mendapat sebutan Batara
walaupun dalam tingkatan yang berbeda. Nekara hanya boleh diturunkan pada saat upacaraupacara tertentu. Penemuan dua tipe nekara yaitu tipe Heger dan tipe Penjeng pada waktu
yang bersamaan yaitu dalam peninggalan di Lamongan dan Kendal menunjukkan bahwa
kedua tipe tersebut pernah digunakan pada waktu yang bersamaan.
Tetapi sangat disayangkan bahwa temuan-temuan tersebut merupakan hasil
penggalian oleh penduduk, dan ketika instasi yang berwenang mendapat laporan menggenai

hal tersebut setelah waktu yang lama sulit untuk menentukan kepastian penanggalannya.
(Soejono dkk,2010:357-359)
Fungsi kapak corong
Kapak corong disebut juga kapak sepatu karena bentuk corongnya dipakai untuk
tempat tangkai kayu yang bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Jenis kapak corong
bermacam macam, ada yang kecil, besar dan memkai hiasan, ada yang pendek lebar, ada
yang bulat, dan ada yang panjang satu sisinya. Kapak corong yang panjang satu sisinya
disebut candrasa. Tidak semua kapak tersebut digunakan sebagai perkakas, tetapi ada juga
yang digunakan sebagai tanda kebasaran dan alat upacara saja.
Fungsi benda besi
Benda besi yang ditemukan kebanyakan berfungsi sebagai alat rumah tangga yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan senjata sebagai alat berburu, menangkap ikan,
dan mempertahankan diri.
Fungsi Gerabah
Gerabah tidak dapat digantikan oleh benda benda perunggu, artinya fungsi gerabah masih
murni yakni sebagai alat rumah tangga seperti menampung air, menyimpan makanan , dan
memasak makanan. Bahkan digunakan dalam upacara- upacara keagamaan tempayan
digunakan sebagai tempayan kubur (Soejono dkk. 2010:267).

Anda mungkin juga menyukai