Anda di halaman 1dari 36

Presentasi Kasus Forensik Klinik

Grup D
Matsudaira A, Narpati SS, Nugraha ES, Pangestu JJ, Ruslie JR

Modul Praktik Klinik Ilmu Kedokteran Forensik


Maret 2014

Outline
Ilustrasi Kasus dan Visum
Pembahasan
Aspek Traumatologi
UU Perkawinan & Menikah Siri
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Penganiayaan

Kesimpulan

ILUSTRASI KASUS

Identitas

Inisial
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Agama
Pekerjaan
Kewarganegaraan
Alamat

: DAA
: Perempuan
: 21 Oktober 1977
: Islam
: Pengajar Bimbel
: Indonesia
: Jln. Kampung Melayu Barat 21

Rincian Visum

Pemeriksa
: dr. Boge Priyo Nugroho
Tempat
: Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Tanggal
: 25 Maret 2014
Waktu
: Pk 10.30 WIB
No Reg Forensik : B/51/VER/III/2014
No Reg RSCM : 392-62-76

Anamnesis
Sekitar 12 jam sebelum pemeriksaan (24 Maret 2014, pk 20.00 WIB),
korban mengatakan bahwa pelaku menekan luka yang terdapat pada
pelipis kanan korban dengan jari jempol. Luka tersebut didapatkan
korban 4 hari sebelumnya (21 Maret 2014, pk 12.00 WIB) akibat
benturan gigi pelaku. Korban mengatakan bahwa ketika itu pelaku
hendak menggigit wajahnya, namun dia mengelak dan gigi pelaku
membentur pelipisnya. Selain itu, korban juga mengaku kepalanya
bagian kanan terbentur dinding ketika melawan.
Menurut pengakuan korban, pelaku sudah melakukan kekerasan
sebanyak lima kali. Namun, korban tidak mengingat dengan pasti
kapan kejadian lainnya.
Pelaku merupakan suami kedua korban yang dinikahi secara siri pada
tahun 2006. Suami pertama meninggalkan korban pada tahun 2002
tanpa diceraikan.
Saat ini pasien tidak merasakan sakit kepala atau keluhan lainnya.
Pasien hanya merasa nyeri pada luka tersebut.

Status Generalis

Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Nadi
Frekuensi Napas
Suhu Tubuh

: tampak sakit ringan


: GCS 15 (E4V5M6)
: 127/96 mmHg
: 93x/menit
: 18x/menit
: 36,7C

Status Lokalis
Pada pelipis kanan, 5.5 cm dari GPD, 4 cm di
atas alis, terdapat memar berwarna kuning
kecokelatan berukuran 2.5 cm x 2.5 cm,
disertai nyeri pada penekanan.
Pada kepala sisi kanan, 6 cm dari GP, 11 cm di
atas liang telinga terdapat daerah yang nyeri
pada penekanan, berukuran 3 cm x 5 cm.

Kesimpulan Visum
Pada korban perempuan berusia 36 tahun,
ditemukan memar yang mulai menyembuh
pada dahi yang diakibatkan kekerasan tumpul.
Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit
atau halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.

PEMBAHASAN

ASPEK TRAUMATOLOGI

Tugas Dokter dalam Aspek Traumatologi


Menentukan identitas korban
Menentukan jenis luka
Menentukan jenis kekerasan yang
menyebabkan luka
Menentukan kualifikasi luka
Menentukan umur luka

Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta: Sagung Seto, 2011.

Identitas Korban
Pasien dikenali sebagai DAA berdasarkan KTP
ketika mendaftar di meja registrasi.
Penampilan pasien tampak sesuai umur.
Pastikan bahwa pasien adalah pasien.

Jenis Luka dan Kekerasan


Tergolong sebagai memar karena tampak
sebagai perubahan warna tanpa disertai
diskontinuitas jaringan kulit.
Merupakan akibat kekerasan fisik (kekerasan
tumpul).
Suatu perdarahan dalam jaringan bawah
kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena,
yang disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul.
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Traumatologi forensik. In: Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997.

Kualifikasi Luka
Tergolong dalam luka akibat penganiayaan
ringan.
Sesuai KUHP Pasal 352: penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan.

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Visum et repertum. In: Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997.

Umur Luka
Pada pelipis kanan, 5.5 cm dari GPD, 4 cm di
atas alis, terdapat memar berwarna kuning
kecokelatan berukuran 2.5 cm x 2.5 cm,
disertai nyeri pada penekanan.
Hitam pada hari ke-4 sampai 5, kuning pada
hari ke-7 sampai 10.
Luka korban berukuran kecil sehingga
penyembuhan lebih cepat.
Sesuai dengan pengakuan korban.
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Visum et repertum. In: Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997.

UU PERKAWINAN & MENIKAH SIRI

UU Perkawinan
Menurut Pasal 1 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Kemudian, dalam Pasal 2 disebutkan bahwa
perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu. Selanjutnya, setiap perkawinan itu
harus dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku

Menikah Siri
Menikah siri adalah suatu perkawinan yang
dilakukan tanpa catatan dan laporan resmi di
Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini
menyebabkan pemerintah (modin desa,
penghulu dan pegawai KUA Kemenag) tidak tahu
atas berlangsungnya perkawinan tersebut.
Dilakukan oleh Wali dan dihadiri oleh minimal 2
(dua) orang saksi.
Menikah siri hukumnya sah secara agama
walaupun belum resmi secara negara.

Menikah Siri
Pernikahan yang dilakukan secara siri tanpa
diketahui oleh pihak wali sah perempuan,
maka pernikahan seperti ini tidak sah secara
Agama dan Negara.
Secara hukum positif, nikah siri
adalah ilegal karena tidak tercatat dalam
catatan resmi pemerintah.

Hubungannya dengan Kasus


Korban pada kasus ini termasuk pada kasus
PENGANIYAYAAN karena:
Meskipun Bab 1 Pasal 2 ayat 1 mengatakan
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya.
Tetapi Ayat 2 pada Pasal ini pun juga mengatakan
bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku

Menikah siri tidak tercatat pada laporan


pemerintah Tidak sah Bukan KDRT
melainkan penganiayaan.

KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Menurut UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT),
definisi KDRT adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaraan rumah
tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan yang
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Savitry O. Kekerasan dalam rumah tangga In: Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam
proses penyidikan. Jakarta: Sagung Seto, 2011.

Lingkup Rumah Tangga


Suami, istri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan
sebagaimana dimaksud huruf (a) karena hubungan darah,
perkawinan (mertua, menantu, ipar, besan), persusuan,
pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah
tangga, dan/atau
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut (dalam jangka
waktu selama berada dalam rumah tangga yang
bersangkutan)
TIDAK DISEBUTKAN SUAMI/ISTRI SIRI

PENGANIAYAAN

Penganiayaan
KUHP tidak menjelaskan apa yang dimaksud
dengan penganiayaan, tetapi jurisprudensi
Hoge Raad tanggal 25 Juni 1894 mengjelaskan
bahwa menganiaya adalah dengan sengaja
menimbulkan sakit atau luka.

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Visum et repertum. In: Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997. Hlm. 12

Kualifikasi Luka Pada Visum et


Repertum
1. Luka ringan/luka derajat I
Luka tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi
pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1.
2. Luka sedang/luka derajat II
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal
351 ayat 1 atau 353 ayat 1.
3. Luka berat/luka derajat III
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90

Pasal 90 KUHP
Yang dikatakan luka berat pada tubuh yaitu:
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau
2. Yang menimbulkan bahaya maut
3. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian
4. Kehilangan salah satu pancaindera
5. Mendapat cacat berat
6. Menderita sakit lumpuh
7. Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
8. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Pasal 351 KUHP


(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak
dipidana.

Pasal 352 KUHP


1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan
356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

Pasal 353 KUHP


(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka
berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian
yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun

Pasal 356 KUHP


Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353,
354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap
ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau
anaknya;
2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang
pejabat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah;
3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan
bahan yang herbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum.

Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan korban didapatkan memar
merupakan tanda dari adanya kekerasan benda tumpul
Dari anamnesis pelaku dengan sengaja melakukan
tindak kekerasan untuk menimbulkan sakit atau luka
penganiayaan
Pelaku bukan pasangan nikah resmi korban (suami siri)
tidak dapat dimasukkan ke dalam lingkup KDRT pasal
penganiayaan
Penganiayaan yang terjadi memar pelipis kiri dan nyeri
pada daerah kepala sakit kepala, muntah, pingsan
disangkal tidak ada gangguan fungsi alat tubuh
aktivitas dan pekerjaan tidak terganggu PENGANIAYAAN
RINGAN
Penganiayaan Ringan Pasal 352 KUHP penjara paling
lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah

Perencanaan
Pemeriksaan kondisi korban (anamnesis +
pemeriksaan fisik) dan pembuatan Visum et
Repertum sudah dilakukan
Konsultasi dengan bagian Psikiatri untuk
konseling dan penanganan kejiwaan korban
(jika diperlukan)
Terapi simptomatis pada pasien
menghilangkan nyeri, mengurangi memar

TERIMA KASIH

Referensi
Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu
kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta:
Sagung Seto, 2011.
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA,
Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga.

Anda mungkin juga menyukai