Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERSIAPAN PRA ANESTESI


Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan
kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):1
a. ASA I

: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,

biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.


b. ASA II

: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai

akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.


c. ASA III

: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian

terbatas. Angka mortalitas 38%.


d. ASA IV

: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak

selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
e. ASA V

: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak

ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.
Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .1

B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain :1
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

4. Memberikan analgesia, misal pethidin


5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin

C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat analgetik
lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian
tubuh diblokir untuk sementara.Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,
sedang penderita tetap sadar.
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra
L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat lebih cenderung
berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian
bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini memberi relaksasi yang baik,
tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain
misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 23 jam.
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit jantung,
kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah lumbal bawah dan
segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus / Th X di
sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk thoraks
bawah, lumbal dan sakral.

d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah thoraks
segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan berkaitan
keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat anestesi
lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal pungsi,
tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi. Asisten harus
membantu memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan kiri akan
memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan
steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal no. 22 lebih
halus no. 23, 25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap
bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah
dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang
terakhir ditembus adalah duramater subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan
larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka
dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi hipotensi
diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000 ml NaCl atau
hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.

3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :

a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih kuat dan
bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk anestesi daerah luas
(larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya
terhadap otot tergantung terhadap kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar 8296%.Melalui N-dealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX).
Ekskresinya melalui kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan
sisanya metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam. Untuk kehamilan, sama
dengan mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml.
Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-1,008.
Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut isobarik sedangkan
yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang sering digunakan
adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan
dekstrosa.
Anestesi Lokal

Berat Jenis

Sifat

Dosis

0,5% dalam air

1,005

Isobarik

5-20 mg (1-4 mL)

0,5% dalam dekstrosa 8,25%

1, 027

Hiperbarik

5-15 mg (1-3mL)

Bupivakain (decain)

b. Fentanyl
Fentanil adalah obat dengan masa kerja pendek namun mula kerja cepat, sekitar 2
menit. Efek fentanyl dapat mengakibatkan amnesia, hipnosis dan analgesi yang
memuaskan. Curah jantung semenit menurun dan resistensi pembuluh darah sistemik
meningkat pada permulaan yang akan kembali normal bila anestesi diteruskan.
Apneu dapat terjadi karena depresi SSP, namun dapat diatasi dengan mengontrol
dan memimpin pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul mual muntah dan menggigil
pasca bedah, juga dapat timbul gejala ekstrapiramidal.
c. Ondansentron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat menekan mual
dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron mempercepat
pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit

saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansentron dieliminasi


dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi
dengan glukonida atau sulfat dalam hati. Ondansentron digunakan pada kondisi mual
muntah karena kemoterapi, radioterapi ataupun pasc operasi. Efek sampingnya berupa
nyeri kepala, obstipasi, rasa panas di muka dan perut bagian atas, jarang sekali gangguan
ekstrapiramidal dan reaksi hipersensitivitas. Dosis untuk pengobatan atau pencegahan
mual muntah pre/pasca operasi yaitu 4-8 mg/IM sebagai dosis tunggal atau IV perlahanlahan.
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien dengan
perut penuh
5) Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai
T-2
c. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas


d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total

D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan
komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan,
luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg
BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :

Ringan

= 4 ml / kgBB/jam

Sedang

= 6 ml / kgBB/jam

Berat

= 8 ml / kgBB/jam

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 %


EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang
hilang.Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian
plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:10


a. Air : 30 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
Kebutuhan kalori rata rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh faktor trauma
atau stress :11

E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasca operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU.Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan
skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan pembedahan. Untuk regional anestesi
digunakan skor Bromage.

BROMAGE SCORING SYSTEM

Kriteria

Skor

Gerakan penuh dari tungkai

Tak mampu ekstensi tungkai

Tak mampu fleksi lutut

Tak mampu fleksi pergelangan


kaki

Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.

F. ANESTESI OBSTETRI
Semua pasien yang masuk dalam obstetri sangat besar kemungkinan membutuhkan
anestesi yang baik yang direncanakan atau emergensi, oleh karena itu seorang ahli anestesi
seharusnya menyadari riwayat penyakit sekarang dan dahulu yang berhubungan dengan
pasien obstetri.Pasien yang membutuhkan pelayanan anestesi untuk persalinan atau SC
seharusnya mendapat evaluasi pre anestesi yang detail.Semua wanita dalam persalinan harus
dijaga nutrisi per oral dan diberi cairan IV biasanya menggunakan cairan RL dalam dextrosa
untuk mencegah dehidrasi. Berbagai macam indikasi untuk sectio caesaria antara lain:
1. Kehamilan beresiko tinggi pada maternal dan fetal:
a. Peningkatan resiko ruptur uteri:
1) Riwayat kelahiran dengan seksio caesaria
2) Riwayat miomektomi ekstensif atau rekonstruksi uterin
a. Peningkatan resiko perdarahan maternal
1) Sentral atau parsial plasenta previa.
2) Solutio plasenta
3) Riwayat rekonstruksi vagina
2. Distokia
a. Hubungan Fetopelvik yang abnormal
1) Disproporsi kepala panggul.
2) Presentasi fetal yang abnormal : letal transvers atau obliq, presbo.
b. Aktivitas disfungsional uterin.
3. Keadaan-keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.
a. Fetal distress
b. Prolaps umbilikus
c. Perdarahan maternal
d. Amnionitis
e. Herpes genital dengan disertai ruptur membran
f. Kematian impending maternal.4

G. SCTP-EMERGENCY

Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada dahulu berhubung
dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesia
yang lebih baik.
Pembedahan yang dewasa ini paling banyak dilakukan ialah seksio sesaria
transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan
ini adalah : perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya peritonitis tidak besar, luka
dapat sembuh lebih sempurna.9

H. PRE EKLAMPSIA BERAT


Pre-eklampsia umumnya didefinisikan sebagai hipertensi akut (tekanan darah 140/
90 mm Hg) dan proteinuria ( 300 mg dalam 24 jam) pada atau setelah kehamilan 20
minggu.Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut :
kehamilan multifetal dan hidrops fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial
kronis dan diabetes mellitus dan penyakit ginjal.
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
1. Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau
riwayatkeluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya
preeklampsia.
2. Primigravida,

karena

pada

primigravida

pembentukan

antibodi

penghambat

(blockingantibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya


preeclampsia.
3. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama
dankehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
4. Kegemukan
5. Kehamilan

ganda.

Preeklampsia

lebih

sering

terjadi

pada

wanita

yang

mempuyaibayikembar atau lebih.


6. Riwayat

penyakit

tertentu.

Wanita

yang

mempunyai

riwayat

penyakit

tertentusebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi

hipertensikronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik


arthritis ataulupus.
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Banyak teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut

penyakit

teori;

namun

belum

ada

yang

memberikan

jawaban

yang

memuaskan.Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori


iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan
dengan penyakit ini.2
Penanganan pada preeklampsia

berat adalah dengan

pemberian

obat

antikejang

MgSO4 4gram (40% dalam 10cc) selama 15 menit secara IM agar menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serabut saraf dengan menghambat transmisi
neuromuscular. Pada transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga
pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, dan menyebankan
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion
magnesium. Dan dilakukan terminasi kehamilan, karena pada kasus ini umur kehamilan
pasien sudah 37 minggu

I. BELUM DALAM PERSALINAN


Ditegakkan melalui:
Anamnesis:

Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan

Air kawah keluar (-)

Pemeriksaan fisik:

His (-)

Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul6

Anda mungkin juga menyukai