DEFINISI
Menurut PPDGJ III, Retardasi Mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan
atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Berdasarkan American Association on Mental Retardation, definisi Retardasi mental
merujuk kepada keterbatasan substansial pada fungsi. Ditandai dengan secara signifikan fungsi
intelektual dibawah rata-rata, muncul bersamaan dengan keterbatasan pada dua atau lebih area
keterampilan adaptif: komunikasi, merawat-diri, hidup dirumah, kemampuan sosial, penggunaan
komunikasi, kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, waktu luang, dan kerja.
KLASIFIKASI
PPDGJ III mengklasifikasikan Retardasi Mental, sebagai berikut.
keuntungan
dari
perhatian
individual
yang
dipusatkan
untuk
ETIOLOGI
Faktor-faktor yang berpotensi sebagai penyebab Retardasi Mental, antara lain:
1. Non-organik
Faktor sosiokultural
Penelantaran anak
2. Organik
a. Faktor prakonsepsi
b. Faktor pranatal
disfungi plasenta
toksemia gravidarum
disfungsi palsenta
ibu malnutrisi
c. Faktor perinatal
Sangat prematur
Asfiksia neonatorum
Meningitas
Kelainan metabolik
d. Faktor postnatal
CVA
Anoksia
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang
tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin
dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan
evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya
gangguan psikiatrik disamping retardasi mental.
Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus
dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat
kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku
adaptif dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti harus ada penurunan tingkat
kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat
ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah
dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan
ekspresi wajah tampak tumpul.
Kriteria Diagnosis Menurut DSM-IV
A. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata: IQ kira-kira 70 atau kurang
pada tes IQ yang dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya
fungsi intelektual yang jelas di bawah rata-rata).
B. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang (yaitu
efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut menurut usianya
dalam kelompok kulturnya) pada sekurangnya dua bidang keterampilan berikut:
komunikasi, merawat diri, di rumah, keterampilan social/intrapersonal, menggunakan
sarana masyarakat, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademik fungsional,
pekerjaan, liburan, kesehatan, dan keamanan).
C. Onset sebelum 18 tahun.
Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat gangguan
intelektual:
Retardasi mental ringan; tingkat IQ 50-55 sampai kira-kira 70
Retardasi mental sedang; tingkat IQ 35-40 sampai 50-55
Retardasi mental berat; tingkat IQ 20-25 sampai 35-40
Retardasi mental sangat berat; tingkat IQ di bawah 20 atau 25
Retardasi mental keparahan tidak ditentukan; jika terdapat kecurigaan kuat adanya
retardasi mental tetapi intelejensi pasien tidak dapat diukur dengan tes intelejensi
yang baku.
Anamnesis
Dinilai kemampuan verbal pasien, termasuk penerimaan dan ekspresi bahasa dengan
mengamati komunikasi antara pasien dengan keluarga yang membawa ke dokter serta
menanyakan riwayat kemampuan berkomunikasi kepada keluarga.
Kontrol pasien di atas pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis distraktibilitas dan
distorsi dalam persepsi dan memori yang dapat dievaluasi.
Penggunaan bahasa, uji realitas, dan kemampuan untuk generalisasi dari pengalaman
harus dicatat.
Sifat dan kematangan defenses pasien terutama dibesar-besarkan atau merusak diri
menghindari penggunaan, represi, penyangkalan, introjeksi, dan isolation harus diamati.
Frustrasi, toleransi, dan dorongan "terutama untuk motor, agresif, dan drives seksual"
harus dikaji. Juga penting adalah citra diri dan perannya dalam pengembangan
kepercayaan diri, serta penilaian terhadap kegigihan, ketekunan, rasa ingin tahu, dan
kemauan untuk mengeksplorasi tidak diketahui.
Pemeriksaan Fisik
Lingkar kepala harus diukur. Konfigurasi dan ukuran kepala dapat menunujukkan
berbagai kondisi, seperti microcephaly, hydrocephalus, dan Downs Syndrome.
Wajah pasien dapat menunjukkan beberapa tanda retardasi mental yang dapat
mengarahkan ke diagnosis, seperti hypertelorisme, batang hidung gepeng, tulang alis
menonjol, lipatan-lipatan epicanthal, kornea keruh, perubahan-perubahan pada retina,
ukuran telinga dapat kecil atau lebih besar, lidah menonjol, gangguan pada pertumbuhan
gigi.
Warna dan tekstur kulit dan rambut, ukuran kelenjar thyroid, dan ukuran pasien dan area
thoraks dan ekstremitas harus diperiksa.
Dermatoglyphics dapat membantu diagnosis, karena pola sidik jari dan lekukan lipatan
pada tangan sering ditemukan pada penyandang retardasi. Pola sidik jari abnormal terjadi
pada gangguan kromosom dan anak-anak yang terinfeksi rubella prenatal.
Diukur juga tonus otot, pada umumnya, penyandang retardasi mental mengalami
hypotonia.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Neurologi
Menilai adanya gangguan sensoris, serta gangguan visual (dari kebutaan terhadap
gangguan konsep spasial, pengakuan desain, dan konsep citra tubuh).
Gangguan neurologi: gangguan kejang terjadi pada sekitar 10 persen dari semua
orang yang mengalami retardasi mental dan sekitar sepertiga dari mereka mengalami
keterbelakangan yang parah. Banyak anak-anak sangat terbelakang, namun, tidak
memiliki kelainan neurologis, sebaliknya, sekitar 25 persen dari semua anak dengan
cerebral palsy memiliki kecerdasan normal.
Gangguan di area motorik dapat menyebabkan kelainan otot (kelenturan atau
hypotonia), refleks (hyperreflexia), dan gerakan spontan (choreoathetosis). Kurang
cacat itu terungkap dalam kecanggungan dan koordinasi yang buruk. Bayi dengan
prognosis paling buruk adalah mereka yang memperlihatkan sikap tidak aktif,
hypotonia umum, dan respon berlebihan terhadap rangsangan. Pada anak-anak yang
lebih tua, hiperaktif, perhatian yang kurang, distractibility, dan toleransi frustrasi
rendah sering kali menunjukkan tanda-tanda kerusakan otak.
Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan X-ray tengkorak biasanya dilakukan secara bertahap, tapi pemeriksaan
iluminasi
hanya berarti
seperti
craniosynostosis,
Pencegahan Primer
Pencegahan primer terutama bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
kondisi yang mengarah pada gangguan perkembangan yang terkait dengan retardasi
mental.
Tindakan tersebut meliputi pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
umum dan kesadaran akan retardasi mental, upaya terus-menerus dari para
profesional kesehatan untuk menjamin dan meningkatkan kebijakan kesehatan
masyarakat; perundang-undangan untuk memberikan perawatan kesehatan yang
optimal bagi ibu dan anak; dan eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan
kerusakan SSP.
Konseling keluarga dan genetika membantu mengurangi kejadian retardasi mental
dalam sebuah keluarga dengan riwayat kelainan genetik retardasi mental.
Untuk anak-anak dan ibu dari status sosial-ekonomi rendah, perawatan medis yang
tepat sebelum melahirkan dan setelah melahirkan dan berbagai program pelengkap
dan bantuan pelayanan sosial dapat membantu mengurangi komplikasi medis dan
psikososial.
TATALAKSANA
Terapi Farmakologis
Pendekatan farmakologis untuk gejala perilaku dan psikologis pada pasien
retardasi mental sama seperti terapi pada pasien yang tidak mengalami retardasi mental.
pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi. Terapi psikodinamika telah
digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik yang
menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
Edukasi
Edukasi Kepada Anak
Pendidikan bagi anak-anak yang mengalami retardasi mental harus mencakup
program pelatihan komprehensif yang mencakup pendidikan keterampilan adaptif,
keterampilan sosial, dan latihan kejuruan. Pndidikan utama harus berfokus pada
komunikasi dan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi dalam kelompok
sering menjadi format yang berhasil di mana anak-anak retardasi mental bisa belajar dan
berlatih mempraktikkan situasi kehidupan nyata dan menerima umpan balik yang
mendukung.
Edukasi Kepada Keluarga
Salah satu hal yang paling penting yang dapat ditangani dokter adalah mendidik
keluarga pasien retardasi mental tentang cara-cara untuk meningkatkan kompetensi dan
harga diri dengan tetap menjaga harapan yang nyata bagi pasien. Orang tua dapat
mengambil manfaat dari konseling yang terus menerus atau terapi keluarga dan harus
diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan mereka, seperti perasaan
bersalah, putus asa, kesedihan, penolakan berulang, dan kemarahan tentang gangguan
anak mereka dan masa depan. Psikiater harus siap untuk memberikan orang tua semua
informasi kesehatan dasar dan saat ini tentang penyebab, pengobatan, dan bidang yang
berhubungan lainnya (misalnya, pelatihan khusus dan koreksi atas cacat indrawi).
PROGNOSIS
Pada kebanyakan kasus retardasi mental, tingkat intelektual yang rendah tidak dapat
diperbaiki. Namun gangguan adaptasi dapat dikurangi dalam lingkungan yang mendukung.
Secara umum, orang dengan retardasi mental ringan dan sedang memiliki fleksibilitas dalam
beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.