Pendahuluan
Tifoid merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yakni bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Organisme yang berasal dari genus Salmonella
adalah agen penyebab bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang sampai
dengan demam tifoid yang berat disertai bakteremia. Oleh Ewing Salmonella diklasifikasikan
dalam 3 spesies yaitu : 1. Salmonella choleraesuis, 2. Salmonella typhi, 3. Salmonella
enteritidis, dan kuman dengan tipe antigenic yang lain dimasukkan ke dalam serotip dari
Salmonella paratyphi enteritidis bukan sebagai spesies baru lainnya. Misalnya, Salmonella
paratyphi A sekarang diklasifikasikan sebagai Salmonella enteritidis biosero-tip paratyphi A.
Kuman akan mati pada suhu 56oC juga pada keadaan kering. Dalam air bisa tahan selama 4
minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu,tahan terhadap zat
warna hijau brilian dan senyawa Natrium tetrationat, dan Natrium deoksiholat. Senyawasenyawa ini menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-senyawa tersebut
dapat digunakan dalam media untuk isolasi kuman Salmonella dari tinja. Salmonella
choleraesuis dipakai sebagai control kuman terhadap preparat fenol.
Spesies Salmonella typhi dan Salmonella choleraesuis masing-masing terdiri dari 1 serotip,
sedangkan Salmonella enteritidis terdiri dari 1400 serotip.
Penyakit ini dapat pula disebabkan oleh S. enteritidis serotip paratyphi B yang disebut
demam paratifoid. Tifoid berasal dari bahasa Yunani yang berarti smoke, karena terjadi
penguapan panas tubuh serta gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi.
Port d entre S. typhi adalah usus. Seseorang bisa menjadi sakit bila menelan organism ini ;
sebanyak 50% orang dewasa menjadi sakit bila menelan sebanyak 10
kuman. Dosis
Isi
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).
a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan dll.
b. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas,
kuantitas, latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor
apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan,
intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik
yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah
ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):
sebelumnya.
e. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah
kesehatan pada anggota keluarga.
f. Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat
tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).2
Pemeriksaan Fisik
-
Tanda vital: Suhu (oral, rektal, axila), nadi, respirasi, tekanan darah (mencakup lengan
kanan, lengan kiri, berbaring, duduk, berdiri), tingkat kesadaran.
Apatis : kurang memberikan respon terhadap sekelilingnya atau bersifat acuh tak acuh
terhadap sekelilingnya.
Somnolen : keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi
bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
Sopor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna
dan tidak dapat membrikan jawaban verbal yang baik.
Coma : tidak sadar, dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun juga.1,2
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Rutin
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfopenia,
terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung
jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara
penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif
menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.2
Uji Serologi
3
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan
mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi
antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang
diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
Kultur Feses
Kultur dapat dilakukan untuk isolasi Salmonella typhi dan khususnya bermanfaat untuk
diagnosis carrier tifoid. Isolasi Salmonella typhi dari feses adalah sugestif demam tifoid.
UJi widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antobodi terhadap kuman s.thypi. pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antibody yang disebut agglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :
Agglutinin O (dari tubuh kuman), agglutinin H (flagella kuman), dan c agglutinin Vi ( simpai
kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selam
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul O, kemudian diikuti aglutinin H. pada
orang yang telah sembuh agglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan, sedang agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu; 1) pengobatan dini dengan
antibiotic, 2) gangguan pembentukan antibody, dan pemberian kortikosteroid, 3) waktu
pengambilan darah, 4) daerah endemic atau non endemic, 5) riwayat vaksinasi. 6) reaksi
anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibaat
infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi,7) factor teknik pemeriksaan laboratorium,
akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic.
Uji Tubex
Uji ini mendeteksi antibodi anti- S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partiktel latex yang berwarna dengan
lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel latex.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen:
reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan
antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9.
Berbagai penelitian menunujukkan uji ini memliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik (7580% dan75-90%).2
Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
Diagnosis Banding
DBD (Demam Berdarah Dengue)
Diagnosis Banding
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus
plasmodium dari famili plasmodidale. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit
dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi
pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100
plasmodium yang menginfeksi binatang.
Manifestasi klinis
Manifestasi malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria.
Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium.
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali.
Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan ,
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.3
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan
tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks
polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan
terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman ini tumbuh dalam suasana
aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering. Di
dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang
mengandung garam empedu.1
Patogenesis
Masuknya kuman salmonella thypi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos,masuk
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oelh
sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam
makrofag. Dan selanjutnya di bawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama)
6
yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama hati
dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit
dan kemudian
berkembakbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi
darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan desertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif
maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
sistemik seperti demam,malaise,mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular,
gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (s.thypi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembangbhingga
ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel
di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.2
Gejala Klinis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias terapi yang tepat dan
meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini penting unutk
membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan pemeriksaan
tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
masa tunas demam tifoid berlansung anara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang
khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksi,mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epiktasis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat deman
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gejala semakin jelas berupa demam, bradikardia relative (peningkatan suhu 10
7
C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput ( kotor di
tengah, tepid an ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
ganguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.
semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium, somnelon,
stupor, koma dan psikosis. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan
diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran.
Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi
tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang
dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika
keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia
urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti
dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah
terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari
nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada
minggu ketiga.
Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.2
Epidemiologi
Survei Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000
penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan
1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% .
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedang di daerah
urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan
berhubungan erat dengan persediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan.
9
Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1.08% dari seluruh kematian di
Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen
Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas
tinggi.2
Terapi dan Pencegahan
Medikamentosa
1. Antibiotik
Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam
tifoid. Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,
sampai 7 hari bebas demam.
tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan
terasa nyeri. Dengan kloramfenikol, demam pada demam tifoid dapat turun rata 5
hari.
Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan
kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang
daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid
dapat turun rata-rata 5-6 hari.
Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol
kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg
trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata
turun d setelah 5-6 hari.
Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam,efektivitas ampisilin
dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.Indikasi mutlak
penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia.Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas
demam.Dengan Amoksisilin dan Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.
Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi
ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid
tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian
belum diketahui dengan pasti.
Furazolidon.
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
10
3. Antipiretik
bersih yang kurang memuaskan. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
minuman dan makanan yang bersih dan bebas dari lalat yang dapat menularkan demam
tifoid.5
Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
~ Perdarahan usus
~ Perforasi usus
~ Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
~ Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
septik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis
~ Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik
~ Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis
~ Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis
~ Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis
~ Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis
~ Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.2
Prognosis
Prognosis demam tifoid baik jika tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan.2
Kesimpulan
Tifoid merupakan suatu penyakit dengan gejala demam yang terjadi sepanjang hari,
meningkat pada sore dan malam hari terjadi selama 1 minggu. Gejala disertai nyeri kepala,
pusing, mual, muntah, dan gangguan traktus digestivus lainnya. Demam tifoid disebabkan
oleh S.typhi atau S. paratyphi yang menginfeksi traktus digestivus manusia melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi kuman
12
Daftar Pustaka
1. Mikrobiologi kedokteran. Staf pengajar FKUI. Binarupa aksara. 2000. Jakarta.168-173.
2. Sudoyono A.W, Setiohadi B., Alwi I., Simardibrata M., dan Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing;2010.h.1865-2842.
3. Departemen parasitologi fakultas kedokteran universitas indonesia. Parasitologi
kedokteran edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h.189-203
4. Farmakologi dan terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007.
Jakarta.h.694-704
5. Demam
tifoid.Edisi
2002.
Diunduh
dari
http://www.penyakittifoid.com/Pemeriksaan%20Penunjang.htm 09-agustus-2013
13