Anda di halaman 1dari 13

Demam Tifoid

Meilan Tahir Refra


10-2010-026
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
E-mail: meylan_tahir@yahoo.com

Pendahuluan
Tifoid merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yakni bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Organisme yang berasal dari genus Salmonella
adalah agen penyebab bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang sampai
dengan demam tifoid yang berat disertai bakteremia. Oleh Ewing Salmonella diklasifikasikan
dalam 3 spesies yaitu : 1. Salmonella choleraesuis, 2. Salmonella typhi, 3. Salmonella
enteritidis, dan kuman dengan tipe antigenic yang lain dimasukkan ke dalam serotip dari
Salmonella paratyphi enteritidis bukan sebagai spesies baru lainnya. Misalnya, Salmonella
paratyphi A sekarang diklasifikasikan sebagai Salmonella enteritidis biosero-tip paratyphi A.
Kuman akan mati pada suhu 56oC juga pada keadaan kering. Dalam air bisa tahan selama 4
minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu,tahan terhadap zat
warna hijau brilian dan senyawa Natrium tetrationat, dan Natrium deoksiholat. Senyawasenyawa ini menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-senyawa tersebut
dapat digunakan dalam media untuk isolasi kuman Salmonella dari tinja. Salmonella
choleraesuis dipakai sebagai control kuman terhadap preparat fenol.
Spesies Salmonella typhi dan Salmonella choleraesuis masing-masing terdiri dari 1 serotip,
sedangkan Salmonella enteritidis terdiri dari 1400 serotip.
Penyakit ini dapat pula disebabkan oleh S. enteritidis serotip paratyphi B yang disebut
demam paratifoid. Tifoid berasal dari bahasa Yunani yang berarti smoke, karena terjadi
penguapan panas tubuh serta gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi.
Port d entre S. typhi adalah usus. Seseorang bisa menjadi sakit bila menelan organism ini ;
sebanyak 50% orang dewasa menjadi sakit bila menelan sebanyak 10

kuman. Dosis

dibawah 105 tidak menimbulkan penyakit.1

Isi
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).
a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan dll.
b. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas,
kuantitas, latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor
apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan,
intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik
yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah
ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Pernahkah pasien mengalami demam tifoid

sebelumnya.
e. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah
kesehatan pada anggota keluarga.
f. Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat
tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).2

Pemeriksaan Fisik
-

Tanda vital: Suhu (oral, rektal, axila), nadi, respirasi, tekanan darah (mencakup lengan
kanan, lengan kiri, berbaring, duduk, berdiri), tingkat kesadaran.

Pemeriksaan abdomen: (Inspeksi,palpasi,perkusi)nyeri tekan pada epigastrium.


Tingkat kesadaran pasien ada 5:

Compos Mentis : Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap


lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.

Apatis : kurang memberikan respon terhadap sekelilingnya atau bersifat acuh tak acuh
terhadap sekelilingnya.

Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauanmotorik dan siklus tidur bangun


yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.

Somnolen : keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi
bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.

Sopor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna
dan tidak dapat membrikan jawaban verbal yang baik.

Semi koma: penurunan ranagsangan yang tidak memberikan respon terhadap


rangsangan verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks pupil dan
kornea masih baik.

Coma : tidak sadar, dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun juga.1,2

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Rutin

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfopenia,
terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung
jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara
penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif
menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.2

Uji Serologi
3

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan
mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi
antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang
diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
Kultur Feses
Kultur dapat dilakukan untuk isolasi Salmonella typhi dan khususnya bermanfaat untuk
diagnosis carrier tifoid. Isolasi Salmonella typhi dari feses adalah sugestif demam tifoid.
UJi widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antobodi terhadap kuman s.thypi. pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antibody yang disebut agglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :
Agglutinin O (dari tubuh kuman), agglutinin H (flagella kuman), dan c agglutinin Vi ( simpai
kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selam
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul O, kemudian diikuti aglutinin H. pada
orang yang telah sembuh agglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan, sedang agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu; 1) pengobatan dini dengan
antibiotic, 2) gangguan pembentukan antibody, dan pemberian kortikosteroid, 3) waktu
pengambilan darah, 4) daerah endemic atau non endemic, 5) riwayat vaksinasi. 6) reaksi
anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibaat
infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi,7) factor teknik pemeriksaan laboratorium,
akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic.
Uji Tubex

Uji ini mendeteksi antibodi anti- S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partiktel latex yang berwarna dengan
lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel latex.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen:

tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas

reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungidengan antigen


S.typhi O9.

reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan
antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9.

Berbagai penelitian menunujukkan uji ini memliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik (7580% dan75-90%).2
Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
Diagnosis Banding
DBD (Demam Berdarah Dengue)

Diagnosis Banding

Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF)


Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Etiologi
DBD diesebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam virus flavivirus family dari
flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Dalam
laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kucing,
anjing, dan primata. Penelitian pada arthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi
pada nyamuk Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.
Manifestasi klinik
Pada DBD mempunyai keluhan demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diabetes haemorragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (penumpukan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh.1,3
Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus
plasmodium dari famili plasmodidale. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit
dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi
pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100
plasmodium yang menginfeksi binatang.
Manifestasi klinis
Manifestasi malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria.
Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium.
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali.
Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan ,
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.3
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan
tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks
polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan
terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman ini tumbuh dalam suasana
aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering. Di
dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang
mengandung garam empedu.1
Patogenesis
Masuknya kuman salmonella thypi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos,masuk
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oelh
sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam
makrofag. Dan selanjutnya di bawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama)
6

yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama hati
dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit

dan kemudian

berkembakbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi
darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan desertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif
maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
sistemik seperti demam,malaise,mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular,
gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (s.thypi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembangbhingga
ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel
di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.2
Gejala Klinis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias terapi yang tepat dan
meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini penting unutk
membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan pemeriksaan
tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
masa tunas demam tifoid berlansung anara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang
khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksi,mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epiktasis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat deman
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gejala semakin jelas berupa demam, bradikardia relative (peningkatan suhu 10
7

C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput ( kotor di
tengah, tepid an ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
ganguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.

Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas)


Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan.
Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut.
Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan
penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39c
hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih
berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat
dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke
dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa
saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari
ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros
(roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama
pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm,
berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah,
kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat
dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.
Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu,
pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu
badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan
relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu,
saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia
8

semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium, somnelon,
stupor, koma dan psikosis. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan
diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran.
Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi
tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang
dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika
keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia
urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti
dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah
terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari
nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada
minggu ketiga.
Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.2
Epidemiologi
Survei Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000
penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan
1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% .
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedang di daerah
urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan
berhubungan erat dengan persediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan.
9

Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1.08% dari seluruh kematian di
Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen
Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas
tinggi.2
Terapi dan Pencegahan
Medikamentosa
1. Antibiotik
Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam
tifoid. Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,
sampai 7 hari bebas demam.

Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler

tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan
terasa nyeri. Dengan kloramfenikol, demam pada demam tifoid dapat turun rata 5
hari.
Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan
kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang
daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid
dapat turun rata-rata 5-6 hari.
Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol
kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg
trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata
turun d setelah 5-6 hari.
Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam,efektivitas ampisilin
dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.Indikasi mutlak
penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia.Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas
demam.Dengan Amoksisilin dan Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.
Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi
ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid
tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian
belum diketahui dengan pasti.
Furazolidon.
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
10

3. Antipiretik

Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil


Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester 3 kehamilan, karena dapat
mengakibatkan partus, prematur, kematian pasien intrauterine dan sindrom gray pada
neonatus demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.
Namun pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan.
Selain itu kotrimoksazol dan fluorokuinolon dapat diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adalah penisilin (Ampisilin, Amoksilin) dan
Sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat tersebut.4
Non Medikamentosa
Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
Diet dan terpai penunjang (simptomatis dan Suportif)
pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian
makanan padat didni, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan
aman.
Langkah-langkah pencegahan
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A dan
B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari
merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus
penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral
diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan
100 persen. Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman S. typhi dibandingkan wanita
karena aktivitas di luar rumah lebih banyak. Semua kelompok umur dapat tertular penyakit
tifoid, tetapi yang banyak adalah golongan umur dewasa tua. Angka kejadian demam tifoid
tidak dipengaruhi musim, tetapi pada daerah-daerah yang terjadi endemik demam tifoid,
angka kejadian meningkat pada bulan-bulan tertentu. Di Indonesia, angka kejadian demam
tifoid meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan. Hal ini banyak
dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat pada musim tersebut dan penyediaan air
11

bersih yang kurang memuaskan. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
minuman dan makanan yang bersih dan bebas dari lalat yang dapat menularkan demam
tifoid.5
Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
~ Perdarahan usus
~ Perforasi usus
~ Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
~ Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
septik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis
~ Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik
~ Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis
~ Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis
~ Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis
~ Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis
~ Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.2
Prognosis
Prognosis demam tifoid baik jika tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan.2
Kesimpulan
Tifoid merupakan suatu penyakit dengan gejala demam yang terjadi sepanjang hari,
meningkat pada sore dan malam hari terjadi selama 1 minggu. Gejala disertai nyeri kepala,
pusing, mual, muntah, dan gangguan traktus digestivus lainnya. Demam tifoid disebabkan
oleh S.typhi atau S. paratyphi yang menginfeksi traktus digestivus manusia melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi kuman

12

Daftar Pustaka
1. Mikrobiologi kedokteran. Staf pengajar FKUI. Binarupa aksara. 2000. Jakarta.168-173.
2. Sudoyono A.W, Setiohadi B., Alwi I., Simardibrata M., dan Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing;2010.h.1865-2842.
3. Departemen parasitologi fakultas kedokteran universitas indonesia. Parasitologi
kedokteran edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h.189-203
4. Farmakologi dan terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007.
Jakarta.h.694-704
5. Demam

tifoid.Edisi

2002.

Diunduh

dari

http://www.penyakittifoid.com/Pemeriksaan%20Penunjang.htm 09-agustus-2013

13

Anda mungkin juga menyukai