Anda di halaman 1dari 29

Heat Treatment

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi ini yang penuh dengan pembangunan di sektor industri serta
bidang-bidang lainnya, tentunya pembangunan itu membutuhkan suatu bahan logam yang
cukup baik , entah itu sifat fisik maupun mekanisnya.
Namun sifat fisik maupun mekanik dari logam tidaklah dengan mudah ditemukan .
Oleh karena itu, perlu diberikan terlebih dahulu suatu perlakuan khusus, sehingga dapat
menghasilkan suatu logam yang sesuai dengan yang diinginkan .
Perlakuan yang diberikan pada logam antara lain adalah perlakuan panas atau
Heatreatment, yang merupakan suatu proses perlakuan terhadap logam yang diinginkan
dengan cara memberikan pemanasan dan kemudian dilakukan pendinginan dengan media
pendingin tertentu, sehingga sifat fisiknya dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Logam yang baik dan sesuai adalah baja yang merupakan logam paduan FE dan C. pada
kadar karbon tertentu atau paduan lain yang sesuai. Baja banyak digunakan sebagai bahan
konstruksi dan sebagai perkakas.

I.2. Tujuan dan Manfaat Pengujian Heattreatment


A. Tujuan Pengujian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menjelaskan Tujuan Heat Treatmen.


Menjelaskan prosedur proses heat Tretmen.
Menjelaskan bahan dan peralatan yang digunakan.
Menjelaskan jenis-jenis proses heat Treatmen.
Menjelaskan hubungan antara diagram fasa Fe-C dengan proses heat
treatment
menjelaskan hubungan antara media pendingin, laju pendinginan,
diagram TTTdengan proses heat treatmen.
Mampu melakukan dengan baik proses heat treatmen.

B. Manfaat Pengujian
a.

Bagi Praktikan
Mengetahui langkah pengujian perlakuaan panas, untuk
mendapatkan sifat logam yang diinginkan.
Mengetahui media pendingin yang tepat untk memperoleh
kekerasan.
Memudahkan uintuk mengetahui proses mana yang sesuai
digunakan untuk suatu produk pengujian.
Mengetahui kecepatan pendinginan yang ditentukan (pengaruh
sifat pendinginan media).

HT 1

Heat Treatment

b.

Bagi Industri
Dengan perlakuan panas dapat diketahui sifat-sifat logam untuk
diterapkan pada bidang industri tertentu, terutama padad pemilihan
bahan dan produknya.
Mengetahui nilai ekonomis, keamanan dan kualitas bahan suatu
produk.

HT 2

Heat Treatment

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Landasan Teori
A. Pengertian Heat Treatment
Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur
logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik terance ( tungku ) pada temperature
rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin
seperti udara, air, air faram, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan
pendinginan yang berbeda-beda.
Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur
mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan
mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya
pemanasan atau pendinginan degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan
memperlihatkan perubahan strukturnya.
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan aatu pendinginan
dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu.
Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperature sangat
menetukan.
B. Proses-proses Heat Treatment
Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu sebagai
berikut:
1. Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam
sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini
maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut
dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita
inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Ini mencegah proses suhu rendah, seperti
transformasi fase, dari terjadi hanya menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi ini
menguntungkan kedua termodinamika dan kinetis diakses, dapat mengurangi kristalinitas dan
dengan demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan dan plastik (dihasilkan
melalui polimerisasi).
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi
ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam
austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan membentuk fase sementit, oleh karena itu
terjadi fase mertensit, ini berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada keadaan
karbon.

HT 3

Heat Treatment

Surface hardening dengan penambahan zat dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
a. Karburasi
Karburasi adalah cara pengerasan agar baja yang memiliki kadar karbon rendah
menjadikeras pada lapisan luar atau memiliki kadar karbon tinggi pada lapisan luarnya.
Biasanya suhu pada proses karburasi adalah 1700o F. Setelah proses pendinginan maka pada
permukaan

baja

dapat

dilihat

dengan

mikroskop

bahwa

terdapat

bagian-bagian

hypereutektoid, zona yang terdiri dari perlit dengan jaringan sementit yang putih, diikuti zona
eutektoid, hanya terdiri dari perlit, dan terakhir adalah zone hypoeutektoid, yang terdiri dari
perlit dan ferrit, dimana jumlah ferrit meningkat hingga pusat dicapai
b. Nitriding
Proses nitriding adalah proses pengerasan permukaan pada atmosphere yang
mengandung campuran gas ammonia dan dissociated ammonia. Efektivitas dari proses ini
tergantung pada formasi nitride dalam baja oleh reaksi nitrogen dengan unsur material.
c. Boronizing
Boronizing adalah salah satu metode surface hardening baru. Ada dua macam tehnik
boronizing, yaitu dengan boronizing padat dan gas. Untuk boronizing padat, komponen
ditempatkan di dalam kotak tahan panas dan dicampur dengan butiran atau pasta boron
karbida atau senyawa boron lain dengan tambahan katalis pada suhu 900-1000C.
d. Carbonitriding
Carbonitriding adalah kombinasi antara gas carburizing dan nitriding. Carbonitriding,
sianida kering atau nikarbing adalah suatu proses pengerasan permukaan di mana baja
dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan
nitrogen..
e. Chromizing
Chromizing berbeda dari proses pengerasan yang lain, chromium carbide berdifusi ke
dalam logam mengubah permukaan logam menjadi stainless steel. g. Siliconizing

HT 4

Heat Treatment

Siliconizing adalah proses pengerasan permukaan dimana silikon berdifusi pada


permukaan dasar logam. Silikon ini menghasilkan tebal lapisan antara 0,005-0,1 inci.
Pemanasan dilakukan dalam cairan yang mengandung campuran silikon karbida dan gas
chlorine hingga suhunya mencapai 1700-1850

2. Anneling
Proses anneling atau melunakkan baja adalah proses pemanasan baja di atas
temperature kritis selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature merata disusul
dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature bagian luar dan
dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media
pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
1.
Melunakkan material logam
2.
Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3.
Memperbaiki butir-butir logam.

3. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit
yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil
pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip
dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi
atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak.
Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.

4. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di bawah
temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai
merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika kekerasan
turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan
meningkat. Meskipun proses ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini
berbeda dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak,
mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.
Tempering dibagi dalam:
a.Tempering pada suhu rendah(150-300C).
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan tegangan kerut dan kerapuhan dari
baja. Proses ini digunakan untuk alat alat kerja yang tidak mengalami beban yang berat,
seperti misalnya alat alat potong mata bor yang dipakai untuk kaca dan lain lain.

HT 5

Heat Treatment

b. Tempering pada suhu menengah(300-500C)


Tujuannya menambah keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang. Proses
ini digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat seperti palu, pahat, pegas
pegas
c. Tempering pada suhu tinggi(500-650C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang beasar dan sekaligus kekerasan
menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan lainlain

Faktor- faktor yang mempengaruhi laju pendinginan media pendingin


1.

Densitas
Semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat proses
pendinginan oleh media pendingin tersebut.
2.

Viskositas
Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju pendinginan semakin
lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid terhadap perubahan bentuk
di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau penolakan terhadap
penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat
dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekanfluid. Air memiliki viskositas rendah,
sedangkan minyak sayur memiliki viskositas tinggi.

Pengaruh Viskositas dan Density berdasarkan media pendingin:


a.
Air garam
Air memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan kurang, sehingga laju
pendinginan cepat dan massa jenisnya lebih besar dibandingkan dengan media pendingin
lainnya seperti air,solar,oli,udara, sehingga kecepatan media pndingin besar dan makin cepat
laju pendinginannya.
b.
Air
Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air garam, kekentalannya rendah
sama dengan air garam. Laju pendinginannya lebih lambat dari air garam.
c.
Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan dengan air dan massa jenisnya
lebih rendah dibandingkan air sehingga laju pendinginannya lebih lambat.
d.
Oli
Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan dengan media
pendingin lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju pendinginannya lambat.
Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki massa jeni sehingga laju
pendinginannya sangat lambat.

HT 6

Heat Treatment

Besi cor yang berada pada suhu outektoid yaitu pada suhu 1148 C rata-rata
mengandung 2,5% - 4% kadar karbon yang kaya besi mengandung 2,1% berat atau 9% atom.
Atom-atom karbon ini larut secara intertisi dalam besi KPS.
Baja yang mengandung 1,2% karbon dapat mempunyai fasa tunggal pada proses
penempaan atau proses pengerjaan panas lainnya yaitu sekitar 1100C 1250C pada daerah
yang kaya besi 99% Fe dan 1% C diagram Fe-Fe3C berada dengan diagram
lainnya.Perbedaan ini karena besi adalah paimorf pada daerah 700C 900C. Daerah karbon
0% - 1%. Pada diagram ini struktur mikro baja dapat diatur.
3. Koefisien Perpindahan panas
Semakin tinggi koefisien perpindahan panas yang terjadi, maka panas yang mengalir
dari benda kerja akan semakin besar pula, sehingga kecepatan pendinginan lebih besar.

4. Perubahan Suhu
Semakin kecil suhu media pendingin (udara, air, oli, garam, dll) maka kecepatan
pendinginan semakin cepat karena panas pada specimen akan lebih cepat mengalir ke suhu
media pendingin yang lebih kecil.

4. Fasa yang terbentuk :


Ferit
Ferit merupakan larutan padat interstisi dari atom-atom karbon pada besi murni. Kelarutan
maksimum karbon dalam ferit adalah 0.025% pada temperatur 723 celcius. Pada temperatur
kamar kelarutan karbon sekitar 0.008% karbon. Ferit mempunyai struktur sel BCC (body
centered cubic). Ferit mempunyai sifat lunak dan ulet, kekuatan tariknya kurang dari 310
Mpa. Dalam gambar, fasa ferir dinotasikan dengan .

HT 7

Heat Treatment

Austenit
Austenit merupakan larutan padat interstisi atom karbon dalam besi yang mempunyai
struktur sel FCC(fase centered cubic). Austenit stabil di atas temperatur 723 celcius.
Dalam gambar, fase austenit dinotasikan dengan .

Besi Delta
Besi delta merupakan fasa yang mempunyai struktur sel BCC(body centered cubic),
berada diantara temperatur 1400-1535 celcius. Atom karbon dapat larut sampai 0.1%.

Sementit
Sementit merupakan senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi. Terkeras
diantara fasa-fasa yang mungkin terjadi pada baja, tapi sangat rapuh. Sementit biasa
disebut besi karboda yang memiliki rumus kimia Fe3C. Hal ini tidak berarti bahwa
karbida besi membentuk molekul-molekul Fe3C. Akan tetapi kisi kristal sementit
mengandung atom besi dan karbon dalam perbandingan 3:1. Tiga atom besi dan satu
atom karbon. Sementit mempunyai sel satuan ortorombik dengan 12 atom besi dan
empat atom karbon per satu selnya.

Perlit
Perlit merupakan campuran khusus terdiri dari dua fasa dan terbentuk sewaktu
austenite dengan komposisi eutectoid bertransformasi menjadi ferit dan karbida besi
secara bersamaan. Struktur dasar perlit adalah struktur lamellar yang tersusun dari
lapisan ferit dan sementit. Perlit hanya terjadi di bawah temperatur 723 celcius. Perlit
mempunyai sifat diantara ferit dan sementit, yaitu kuat dan cukup keras. Kandungan
karbon dalam perlit untuk paduan besi karbon adalah 0.8%.
HT 8

Heat Treatment

5. BLACKENING
Blackening atau penghitaman bertujuan untuk memperindah permukaan benda /
logam sehingga mempunyai nilai jual yang lebih dari segi ekonominya dan mencegah atau
memperlambat laju korosi bada baja,biasanya blacken dilakukan hampir sama dengan cara
flame hardening, hanya saya baja dipanaskan sampai 550C dan dicelupkan (quenching)
dengan media berupa oli,lakukan berulang-ulang untuk mencapai hasil yang maksimal,
minimal pengulangan sebanyak tiga kali.
HARDENING
Dalam praktik minggu ini, kita akan mengukur kekerasan material sebelum dan
sesudah diberi perlakuan panas, sebearnya apasih kekerasan itu?
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari
suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang
dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis.
Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan
gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal
artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya
kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).

HT 9

Heat Treatment

Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua


pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu
untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.
Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :
1.

Brinnel (HB / BHN)


Pengujian
bertujuan

kekerasan
untuk

dengan

menentukan

metode
kekerasan

Brinnel
suatu

material dalam bentuk daya tahan material terhadap


bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja)
biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.

2.

Rockwell (HR / RHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan
metode Rockwell dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1
benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load
F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1)
pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3
ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang
terlihat pada Gambar 4.

HT 10

Heat Treatment

Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis


material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rockwell Hardness Scales

Scale

Indentor

Diamond cone

F0

F1

(kgf) (kgf) (kgf)


10

50

60

Jenis Material Uji

100 Exremely hard materials, tugsen carbides,


dll

1/16" steel ball 10

90

100

130 Medium hard materials, low dan medium


carbon steels, kuningan, perunggu, dll

Diamond cone

10

140

150

100 Hardened steels, hardened and tempered


alloys

3.

Diamond cone

10

90

100

100 Annealed kuningan dan tembaga

1/8" steel ball

10

90

100

130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll

1/16" steel ball 10

50

60

130 Alumunium sheet

1/16" steel ball 10

140

150

130 Cast iron, alumunium alloys

1/8" steel ball

10

50

60

130 Plastik dan soft metals seperti timah

1/8" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

50

60

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

90

100

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

50

60

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

90

100

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

Vickers (HV / VHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Vickers
bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam
yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang
cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk

HT 11

Heat Treatment

piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil
dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F)
dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang
dikalikan dengan sin (136/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan
metode vikers yaitu :
4.

Micro Hardness (knoop hardness)

Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan pengujian
yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya
digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.

HT 12

Heat Treatment

II.2. Hasil Pengujian


Diadakan pada :
Hari / Tanggal
Pukul

: Senin Jumat , 23 Juni 2014 - 27 Juni 2014


: 07.00 15.00 (Senin-Kamis)
07.00 11.00 (Jumat )
Tempat Praktik
: Ruang Lab. Heat treatmen dan Ruang Lab. Fabrikasi Logam
(Polman Bandung )
Dosen dan Insturktur : Bpk. Umen dan Bpk. Ayi
Praktikan
: 1. Ali Abdullah F.
2. Andika Prio P.
3. Atfan Hidayah M.
4. Bernike Febriana S.
II.2.1. Pengujian Material Sebelum Proses Hardening
Hari / Tanggal
: Senin , 23 Juni 2014
Pukul
: 08.00-09.00
Mesin/Alat
: Alat uji kekerasan Rockwel
A. Ali Abdullah F. (Benda 3)
Nama Bahan Uji
: EMS 45
Ukuran Bahan
: 62.6 x 20 x 12.72
Jenis Hardness : HRB
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

89.1
88.7
84.0
88.4
87.2
87.48

B. Andika Prio F. (Benda 1)


Nama Bahan Uji
: Amutit
Ukuran Bahan
: 82.5 x 20.42 x 20.2
Jenis Hardness : HRB
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

85.3
89.3
88.4
91.1
90.9
89.00

HT 13

Heat Treatment

C. Atfan Hidaya M. (Benda 2)


Nama Bahan Uji
: EMS 45
Ukuran Bahan
: 62.66 x 20 x 12
Jenis Hardness : HRB
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

80.2
89.7
89.8
90.2
90.5
88.08

D. Bernike Febriana S. (Benda 4)


Nama Bahan Uji
: Amutit
Ukuran Bahan
: 51.52 x 22.32 x 20.2
Jenis Hardness : HRB
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

78.9
90.1
89.7
89.7
90.4
87.76

HT 14

Heat Treatment

Lampiran Grafik
A. Alli Abdullah F.

EMS 45 (b.3)

88

EMS 45 (b.3)
84

80
1

B. Andika Prio

Amutit (b.1)
92
91
90
89
Amutit (b.1)

88
87
86
85
1

HT 15

Heat Treatment

C. Atfan Hidayah M.

EMS45 (b.2)
95

90

85
EMS45 (b.2)
80

75

70
1

D. Bernike Febriana S.

Amutit (b.4)
90

85

Amutit (b.4)

80

75

70
1

HT 16

Heat Treatment

II.2.2. Pengujian Material Setelah Proses Hardening


Hari / Tanggal
Pukul
Mesin/Alat

: Senin , 23 Juni 2014


: 09.15 10.00
: Flame Hardening
Alat uji kekerasan Rockwel

A. Ali Abdullah F. (Benda 3)


Nama Bahan Uji
: EMS 45
Ukuran Bahan
: 62.6 x 20 x 12.72
Jenis Hardness : HRC
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

55.6
57.0
52.4
55.3
57.4
55.54

Ket
.

=1
=2
=3
=4
=5

E. Andika Prio F. (Benda 1)


Nama Bahan Uji
: Amutit
Ukuran Bahan
: 82.5 x 20.42 x 20.2
Jenis Hardness : HRC
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

63.3
63.6
63.5
62.7
62.8
63.18

Ket
.

=1

=4

=2

=5

=3
HT 17

Heat Treatment

F. Atfan Hidaya M. (Benda 2)


Nama Bahan Uji
: EMS 45
Ukuran Bahan
: 62.66 x 20 x 12
Jenis Hardness : HRC
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

59.2
61.4
59.2
58.0
60.1
59.58

Ket
.

=1
=2
=3
=4
=5

G. Bernike Febriana S. (Benda 4)


Nama Bahan Uji
: Amutit
Ukuran Bahan
: 51.52 x 22.32 x 20.2
Jenis Hardness : HRC
No.

Hasil Pengujian

1.
2.
3.
4.
5.
Ratarata

62.7
63.3
62.8
62.3
62.6
62.74

=1
=2
=3
=4
=5

HT 18

Heat Treatment

II.2.3. Proses Tempering


Hari / Tanggal
Pukul
Mesin/Alat

: Selasa , 24 Juni 2014


: 07.00 - 11.00
: Mesin Flame

Tahapan Tempering
a. Ikatkan kawat pada bahan material yang akan diuji
b. Siapkan api pada flame hardening
c. Panaskan bahan material yang diuji , namun memanaskannya hanya sebentar
(dengan perbandiingan api dan udara 1:2)
d. Lakukan cara ini secara bertahap ,hingga mencapai warna dan suhu yang
diinginkan

A. EMS 45
No. Nama Benda
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Benda 2
Benda 2
Benda 2
Benda 2
Benda 2
Benda 3
Benda 3
Benda 3
Benda 3

B. Amutit Retak
No. Nama Benda
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Benda 1
Benda 1
Benda 1
Benda 1
Benda 2
Benda 2
Benda 2
Benda 2

Suhu (oC)

HRC

240
280
300
320
400
280
300
360
400

53.28
51.24
50.96
50.38
45.00
51.28
50.72
47.64
43.96

Suhu (oC)

HRC

240
300
320
400
280
300
320
400

58.68
58.16
57.62
54.38
58.82
58.42
57.86
53.36

HT 19

Heat Treatment

C. Amutit Tak Retak

No. Nama Benda

Suhu (oC)

HRC

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

280
300
320
400
280
300
360
400

58.7
55.94
54.98
51.52
58.01
56.32
52.56
50.94

Benda 5
Benda 5
Benda 5
Benda 5
Benda 6
Benda 6
Benda 6
Benda 6

Berikut Perubahan Warna yang disebabkan dari proses Tempering

HT 20

Heat Treatment

Berikut hasil tempering

2400C

3600C

3000C

4000C

HT 21

Heat Treatment

Amutit (b.1)
60

58

56
Amutit (b.1)
54

52

50
240

300

320

400

Amutit (b.2)
60

58

56
Amutit (b.2)
54

52

50
280

300

320

400

HT 22

Heat Treatment

EMS 45 (b.2)
60
58
56
54
52
50

EMS 45 (b.3)

48
46
44
42
40
280

300

360

400

EMS 45 (b.3)
60
58
56

Axis Title

54
52
50

EMS 45 (b.3)

48
46
44
42
40
240

280

300

320

400

HT 23

Heat Treatment

II.2.4. Pengujian Mikroskopik


Hari / Tanggal
Pukul
Mesin/Alat

a.
b.
c.
d.
e.
f.

: Kamis , 26 Juni 2014


: 12.40 - 15.00
: Alat penguji Mikroskopik

Tahapan
Pemotongan benda uji dengan panjang + 5mm
Lakukan pengampelasan dari 800-1200
Kemudian penghalusan dengan seruk karborundum
Lalu pengkorosian pada benda uji
Barulah lakukan pengecekan dengan mikroskopik
Ambil kesimpulan
Berikut Alat Pengukur yang digunakan

Berikut Hasil Pengujian

HT 24

Heat Treatment

II.2.5. Proses Anneling


Hari / Tanggal
Pukul
Mesin/Alat

: Jumat , 27 Juni 2014


: 07.15 09.15
: Flame Hardening

Tahapan
a. Ikatkan kawat pada benda uji
b. Siapkan api pada flame dan atur perbandingan gas dan oksigen
c. Panaskan benda yang akan diuji
d. Tunggu + 10 menit
e. Kemudian turunkan suhu untuk membantu proses pendinginan
f. Lakukan penurunan suhu secara bertahap
g. Kemudian dinginkan pada flame yang sebelumnya api telah dimatikan

Tujuannya adalah:
1. Menghilangkan ketidak homogenan struktur
2. Memperhalus ukuran butiran
3. Menghilangkan tegangan sisa
4. Menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas
Sebagai contoh pada besi cor, annealing mengakibatkan meningkatnya keuletan dan
kadang-kadang

pelunakan

(berkurangnya

kekerasan)

dipersamakan

dengan

keuletan.Anealling dapat dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan perlakuan suhu,


fase transformasi dan berdasarkan tempat perlakuannya. Berdasarkan perlakuan suhunya
annealing dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, full annealing, partial annealing, dan
subcritial annealing. Untuk full annealing, baja dipanaskan di atas suhu kritis (A3)
maksimum dan kemudian didinginkan secara lambat. Untuk partial annealing, baja
dipanaskan diantara suhu kritis maksimum (A3 or Acm) dan suhu kritis minimum (A1).
Sedangkan pada subcritial annealing, baja dipanaskan di bawah suhu kritis (A1).
Kadar karbon dari baja yang disepuh minimal 0,2 %, apabila kadar karbonnya kurang dari 0,2
% penyepuhan tidak ada gunanya, sebab tidak terbentuk martensit dan terlalu sedikit karbida
besi sehingga baja tetap lunak. (kabrida : Sementit adalah senyawa besi dengan karbon )

Berbagai macam kadar zat arang (C) terkandung dalam besi/baja saat proses penyepuhan
1. Untuk baja dengan kadar 0,8% C suhu 750o C
HT 25

Heat Treatment

2. Untuk baja dengan kadar 0,7% C suhu 800o C


3. Untuk baja dengan kadar 0,5% C suhu 900o C

II.2.6. Proses Blackening


Hari / Tanggal
Pukul
Mesin/Alat
Bahan Quenching

: Jumat, 27 Juni 2014


: 09.15 10.45
: FlameHardening
: Oli

Tahapan
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Ikatkan kawat pada benda uji


Siapkan api pada flame dan atur perbandingan gas dan oksigen
Panaskan benda yang akan diuji
Tunggu hingga 5500C (warna benda menjadi ungu )
Kemudian celupkan ke oli
Lakukan hal ini + 3 kali , agar warna hitam (blackening) terlihat jelas
Berikut hasil Blackening

HT 26

Heat Treatment

BAB III
MASALAH DAN SOLUSI

No. Masalah

Penyebab(Analisa)

Solusi

1.

Adanya retakan pada


benda uji ,setelah di
hardening dan
diquenching.

Ketahui terlebih dahulu bahan


benda uji yang akan
diquenching ,dan kenali juga
bahan quenching yang tepat
untuk bahan material tersebut.

2.

Saat tempering ,
perubahan warna sangat
sulit sekali dicapai.

3.

Saat proses anneling , sulit


sekali membedakan
perubahan warna yang
terjadi pada benda uji saat
berada di flame.

Salah menentukan bahan


quenching , sehingga
menyebabkan atom C
yang ada didalam
struktur terjepit oleh
atom Fe dan
menyebabkan atom C
menjadi labil, awalnya
terjadi kerusakan
struktur,namun lama
kelamaan terjadi
kerusakan fisik.
Perbandingan anatara
pemanasan dan
pendinginan tidak
seimbang , sehingga
memungkinkan
perubahan warna yang
tidak terlalu terlihat.
Kurangnya pengetahuan
untuk membedakan
perubahan warna yang
terjadi.

Lakukan perhitungan
perbandingan benda uji di
dalam flame (api) dengan di
udara secara disiplin, agar
mendapatkan hasil yang
maksimal.
Pelajari kembali, perubahan
warna yang terjadi pada saat
benda diuji.

HT 27

Heat Treatment

BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisa data, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
a. Heat treatment adalah proses pendinginan dan pemanasan yang terkontrol terhadap logam,
yang disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya.
b. Tujuan dari heat treament antara lain :
1. Untuk mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
2. Mempermudah proses machining.
3. Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material, dimana dalam hal ini
merupakan fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam material.
5. Meningkatkan kekerasan dan tegangan tarik.
c. Pendinginan yang cepat akan meningkatkan kekerasan sedangkan pendinginan lambat
kekerasannya kurang optimal.
d. Proses-proses dalam Heat treatment pada suatu material antara lain :
1. Untuk memperbaiki sifat kekerasan material ( hardening ) :
1) Surface Hardening(pengerasan permukaan)
1. Dengan penambahan zat
a. Karburasi
b. Nitriding
c. Karbonitriding
d. Sianiding
e. Chromizing
f. Siliconizing
g. Boronizing
2) Quenching
Untuk memperbaiki sifat keuletan material ( softening ) :
a. Anneling
b. Normalizing
c. Tempering
e. Dari data hasil percobaan didapat nilai kekerasan :

HT 28

Heat Treatment

IV.2. Saran
1. Waktu dan temperatur setiap material supaya diperhatikan selama proses Heat Treatment.
2. Pada saat proses pendinginan setelah heat treatment, supaya diperhatikan temperatur setiap
perlakuan pada material tersebut.
3. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil sesuai dengan standar.
4. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda saat proses
pengamplasan.
5. Praktikan seharusnya sungguhsungguh dalam pelaksanaan praktikum, teliti dalam
pengamatan dan cermat dalam pengukuran maupun perhitungan
6. Praktikan harus jeli dan teliti serta harus mengingat spesimen yang sedang diamati
sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tertukarnya spesime

HT 29

Anda mungkin juga menyukai