Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian
dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.1 Di dunia
sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Jumlah kematian anak di dunia
akibat diare sebesar 17 %. Berdasarkan hasil Rikerdas 20072 diperoleh bahwa
diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak di Indonesia yaitu 42
%, dibandingkan pneumonia 24%, sementara untuk golongan usia 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
Pada tahun 1970-an, infeksi bakteri diperkirakan masih menjadi
penyebab diare pada anak terbanyak di Indonesia. Penelitian selanjutnya
memberikan bukti bahwa penyebab terbanyak diare akut adalah virus. Bahkan
pada penelitian tahun 2005-2006 di Rumah Sakit Tipe A di Yogyakarta
ditemukan hanya 5% diare yang disebabkan oleh bakteri.2
Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan,
hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Angka
kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap
tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare
sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini
adalah anak dibawah umur 5 tahun ( 40 juta kematian). Kelompok ini setiap
tahunnya mengalami lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita
(1-2%) akan jatuh dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60%
diantaranya dapat meninggal.3
Lebih dari 1,5 juta anak di bawah lima tahun meninggal tiap tahun akibat
diare akut. Jumlah ini dapat dikurangi secara drastis melalui terapi seperti
pencegahan dan penatalaksanaan dehidrasi dengan Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
dan penyediaan cairan yang didapatkan dari rumah, pemberian ASI, makanan

berkelanjutan, penggunaan antibiotik selektif dan suplementasi zinc selama 10-14


hari.4
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5-2 juta penderita
penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah
ini adalah sekitar 10 % dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh
penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil survey rumah tangga (LRKN) 1972
diantara 8 penyakit utama, ternyata persentase penyakit diare yang berobat sangat
tinggi, yaitu 72% dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh penyakit
yang memperoleh pengobatan.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi
yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari,
keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum
ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti bisaanya. Kadang-kadang pada seorang
anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair,
keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1
Diare akut dibagi menjadi dua macam:2
1. Diare cair akut
Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat
berupa buang air saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih
sering dari biasanya dalam 24 jam.
Pada 0-2 bulan frekuensi buang air besar anak yang minum ASI bisa
mencapai 8-10 kali sehari dengan tinja lunak, sering berbiji-biji dan
berbau asam. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut
tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara
akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
2. Disentri
Disentri adalah episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah
terlihat secara kasat mata. Darah yang hanya terlihat secara micros

kopis atau tinja berwarna hitam yang menandakan adanya darah pada
saluran cerna atas, bukan merupakan diare berdarah. Diare berdarah
sering disebut juga sebagai sindrom disentri. Sindrom disentri terdiri
dari kumpulan gejala, diare dengan darah dan lendir dalam feses dan
adanya tenesmus.2

2.2. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah
dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar
dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan
inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus,
perlekatan oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya inflammatori diare birsanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,6

Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
Golongan bakteri

Golongan virus

Golongan parasit

Aeromonas

Astrovirus

Balantidiom coli

Bacillus cereus

Calcivirus (Norovirus,

Blastocystis homonis

Sapovirus)
Canpilobacter jejuni

Enteric adenovirus

Crytosporidium
parvum

Clostridium

Corona virus

perfringens

Entamoeba
histolytica

Clostridium defficile

Rotavirus

Giardia lamblia

Eschercia coli

Norwalk virus

Isospora belli

Plesiomonas

Herpes simplek virus

shigeloides
Salmonella

Strongyloides
stercoralis

Cytomegalovirus

Trichuris trichiura

Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio
parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada angka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering


berdasarkan umur

Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire


pada anak antara lain:

Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak


Kesulitan makanan

Neoplasma

Defek anatomis

Neuroblastoma

Phaeochromocytoma

Sindroma Zollinger Ellison

Lain-lain:

Malrotasi

Infeksi non gastrointestinal

Penyakit Hirchsprung

Alergi susu sapi

Short Bowel Syndrome

Penyakit Crohn

Atrofi mikrovilli

Defisiensi imun

Stricture

Colitis ulserosa

Ganguan motilitas usus

Pellagra

Malabsorbsi

Keracunan makanan

Defesiensi disakaridase

Malabsorbsi

glukosa

dan

logam berat

Mushrooms

galaktosa

Cystic fibrosis

Cholestosis

Penyakit celiac

Endokrinopati

Thyrotoksikosis

Penyakit Addison

Sindroma Androgenital

2.3. Anatomi dan Fisiologi Gastro Intestinal


Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. Pada neonatus memeiliki
panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa.
Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga
enterosit. permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya
villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masingmasing regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih
lebar, dan lebih sedikit, meyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada
jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum. Densitas
terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut terdapat kripta
(Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan
epitel. terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight
junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan
melakukan kontrol terhadap aliran air dan solute paraseluler. Terdapat
berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu:1
1) Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mukus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi
sel goblet menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu,
membentuk barier fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel
permukaan. Mukus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan
duodenum
2) Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling
banyak terdapat di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel
penyerap villus, sel paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin
juga sel M. Sel kripta yang tidak berdiferensiasi ini mensistesis dan
mengekspresikan komponen sekretori pada membrane basolateral,
dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh
lamina propria sel plasma.

3) Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan
basofil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada
sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel panet belum diketahui,
diduga membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin
intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus.
4) Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin
terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan
kripta usus. Sel enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti
gastrin, sekretin, motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP,
GIP, neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin.
5) Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.
Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara:6
a) Transport aktif: Penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan
oleh enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap
1 molekul glukosa dan Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa
dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam
ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+
masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase
yang terdapat pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan
istilah pompa Na (sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke
dalam peredaran darah, tekanan osmotik meningkat dan memperbanyak
terjadinya penyerapan air.
b) Transport Pasif: Terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik.
Setelah Na+ masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na,
tekanan osmotik plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan
elektrolit secara pasif.

2.4. Mekanisme Pertahanan Tubuh


Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan
terjadinya diare karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh.
Usus adalah organ utama yang berfungsi sebagai front terdepan terhadap
invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk ke dalam lumen
usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika
bahan-bahan ini dapat menembus barieir mekanisme daya tahan tubuh dan
masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi
seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.3
1. Daya pertahanan tubuh nonimunologi3
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal),
dapat mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen
yang secara potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus
sudah

dihuni

oleh

bermacam-macam

mikroorganisme

yang

merupakan flora usus normal. Penggunaan antibiotika dalam jangka


panjang dapat mengganggu keseimbangan flora usus, menyebabkan
pertumbuhan yang berlebihan dari kuman-kuman non pathogen yang
mungkin juga telah resisten terhadap antibiotika.
Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena
adanya persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena
adanya kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan
kuman

yang

optimal

(pH

menurun,

daya

oksidasi

reduksi

menurun,dsb) atau karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap


kuman pathogen yang disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting
untuk

mencegah

Staphylococcus,

perlekatan

Lactobacilus

kuman-kuman
pada

mukosa

Streptococcus,
mulut

sehingga

pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan dengan sendirinya


mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung.

Mucin serupa terdapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel
epitel usus atau disekresi oleh usus secara kompetitif mencegah
melekatnya dan berkembangbiaknya mikroorganisme di epitel usus.
Selain itu mucin juga dapat mencegah penetrasi zat-zat toksik seperti
allergen, enterotoksin,dll.
c. pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai
penahan masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. gerak peristaltik
Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam usaha mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan
juga ikut mempercepat pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini
terlihat bila karna sesuatu sebab gerak peristaltis terganggu (operasi,
penyakit, kelainan bawaan dsb), sehingga menimbulkan stagnasi isi
usus.
e. filtrasi hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi
terhadap bahan-bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan
mencegah bahan-bahan yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi
sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan
kuman
- Natural antibody: menghambat perkembangan beberapa bakteri
pathogen, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal.
Natural antibody ini mungkin merupakan hasil dari reaksi cross
imunity terhadap antigen yang sama yang terdapat pula pada
beberapa mikroorganisme.

10

2. Pertahanan imunologik lokal3


Saluran pencernaan dilengkapi dengan sistem imunologik terhadap
penetrasi antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasma terdapat
dalam jumlah yang berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari
plaque peyeri di ileum dan apendiks maupun tersebar secara difus di
dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik lokal
ini tidak tergantung dari sistem imunologik sistemik. Reaksi ini terjadi
karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk
dalam pertahanan imunologik lokal adalah:
a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)
IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan
IgG dalam cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan
antibodi yang terdapat dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang
diikat oleh rantai polipeptida. Dimer IgA ini dibuat dalam sel plasma
yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan
diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori
komponen (SC). Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan
terhadap

pengerusakan

oleh

enzim

proteolitik

(tripsin

dan

kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaimana proses proteksi


dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang
menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus
halus dapat mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada
epitel usus sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Sejumlah
SIgA terdapat pula pada kolostrum. Hal ini sangat penting sebagai
proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada
plaque peyeri di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam
proteksi usus masih dalam taraf penelitian.

11

c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam
lumen usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG
bersama-sama dengan sel plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak
di usus dan merupakan proteksi temporer terhadap kerusakan usus
lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena suatu
sebab terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam proteksi
usus.

2.5. Faktor Resiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar
tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers,
fluid).1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air
oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan
dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut,
beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4
minggu terakhir dan faktor genetik. 1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan
kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan
aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri

12

tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat
bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling
tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan
pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin
berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung
virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
yang

asimtomatik

berperan

penting

dalam

penyebaran

banyak

eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi,


tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.1
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di
daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. Di daerah tropik (termasuk Indonesia) diare yang
disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus
meningkat pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemik dan pandemik dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan
dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, cholera yang
disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negaranegara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di
amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan

13

terakhir di afrika tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain
baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemik di Asia dan lebih
dari 11 negara mengalami wabah.1

2.6. Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,7
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable,
air akan mengalir kearah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil
cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen
oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sukrosa,
lactosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi kolon,
sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan
yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak
yang sama.1
2. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbsi natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare

14

sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat


rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.8
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. Beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium
(Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas
diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan
angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare,
maka perbedaan osmotik 290-2 (Na+ + K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai
kadar Na+ rendah (<50 mEq/L) dan beda osmotiknya bertambah besar (>160
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90
mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.5
Osmotik

Sekretorik

Volume tinja

<200 ml/hari

>200 ml/hari

Puasa

Diare berhenti

Diare berlanjut

Na+ tinja

<70 mEq/L

>70 mEq/L

Reduksi

(+)

(-)

pH tinja

<5

>6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin


bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab
diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP,
cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinase. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga
megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar.
Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.1
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas
jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas
mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat

15

mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan


transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Bisaanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lain seperti diare osmotik dan sekretorik.1
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
Penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral
patogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi Klorida yang akan
diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan
degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi
protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein
cytoskeleton.1,9

2.7. Manifestasi Klinik


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta
gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi

16

neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan


muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit
ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila
ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik
pathogen antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis,
osteomyelitis, meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic
tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa parestesia
(akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan
kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan
inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada
perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual
dan muntah adalah gejala yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti: enteric virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin,
giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada diare non inflamasi. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak
berat, watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang

17

terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian


khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.
Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian
timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir,
warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin
lama makin asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.9
Macam-macam organisme penyebab diare beserta gejala yang
menyertai:

Rotavirus

Salmonella

Campylobacter

1-7 hari

0-3 hari

2-4 hari

4-8 hari

2-7 hari

5-7 hari

Usia

< 2tahun

semua

Kontak

30 %

Demam

Jarang

ISPA

Masa

Yersinia

Shigella

EPEC

ETEC

EIEC

EHEC

0-2 hari

1-3 hari

1-8 hari

1-46 hari

2-5 hari

3-5 hari

3-6 hari

1-5 tahun

Semua

<6 tahun

<1thn

<1thn

Semua

Semua

Var

10%

<10%

50%

20%

Variasi

Jarang

50%

Sering

Jarang

Jarang

Variasi

Variasi

Sering

Sering

Kejang

Jarang

Sering

Jarang

Muntah

Variasi

Sering

30%

40%

Sering

Sering

Jarang

60%

Nyeri

Ringan

Sedang

Berat

Kramp

Berat

Berat

Tenesmus

Jarang

Sering

Sering

Sering

Sering

Diare

Air

Encer

Mukoid air

Hijau

Mukoid

Air

Air

Mukoid

Mukoid

Air

Air

Inkubasi
Lama
Diare

>38,5C

(tinggi)

Perut

Berlendir

air + bau
busuk

Darah

Jarang

Sering

25%

> 50%

Sering

Sering

Lendir

Selalu

Selalu

Sering

Selalu

Sering

Sering

2.8. Diagnosis
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan 3 hal berikut:2
1) Persistensinya

18

Menanyakan pada orang tua pasien, sudah berapa lama pasien menderita
diare. Apakah sudah lebih dari 7 hari atau belum, sehingga nantinya
dapat menentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau
persisten. Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan
penyulit ataupun komplikasi dari diare tersebut.
2) Etiologi
Diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya darah
yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat langsung
ditanyakan pada orang tua maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada
beberapa episode Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair dan menjadi
berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat, dan
menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri
pada rectum dan tenesmus.
Kematian karena disentri biasanya disebabkan oleh kerusakan yang berat
pada ileum dan kolon, komplikasi sepsis, infeksi sekunder (misalnya
pneumonia) dan gizi buruk.
3) Derajat dehidrasi
Melakukan anamnesis dengan teliti terutama tentang asupan per oral,
frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah yang
keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah
pasien mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya. Saat melakukan
anamnesis, amati keadaan umum dan aktivitas anak. Adanya demam
menunjukkan proses inflamasi dan dapat pula timbul karena adanya
dehidrasi. Berikut adalah cara dalam menentukan derajat dehidrasi :
Kategori
Dehidrasi berat

Tanda dan Gejala


Dua atau lebih tanda berikut :
Letargi atau penurunan kesadaran
Mata cowong
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit perut kembali dengan sangat lambat

19

( 2 detik)
Dehidrasi tak berat

Dua atau lebih tanda berikut :


Gelisah
Mata cowong
Kehausan atau sangat haus
Cubitan kulit perut kembali dengan lambat

Tanpa dehidrasi

Tidak ada tanda yang cukup untuk mengelompokkan


dalam dehidrasi berat atau tak berat

Catatan :
a) Beberapa anak atau ras tertentu, dalam keadaan normal mata anak dapat
tampak cowong, sehingga sangat penting menanyakan` pada orangtua
apakah mata anaknya lebih cowong dari biasanya, juga dengan melihat
mata orang tua pasien apakah bentuknya cowong.
b) Bayi dan anak dengan gizi buruk atau obesitas, cubitan kulit biasanya
tidak berguna. Tanda-tanda lain yang menunjukkan anak dengan gizi
buruk mengalami dehidrasi harus dicari.
Turgor kulit pada penderita marasmus lambat dikarenakan
sedikitnya lemak subkutan, matanya kadang-kadang tampak cowong. Pada
penderita kwashiorkor, turgor kulit sulit dinilai karena adanya edema.
Tanda-tanda klinis yang masih berguna dalam menentukan status hidrasi
pada pasien KEP yaitu: pasien sangat kehausan atau tidak (gejala dehidrasi
ringan-sedang), letargi, akral dingin pada ekstremitas, denyut nadi yang
lemah, berkurangnya produksi urin (gejala dehidrasi berat). Namun kadangkadang sangat sulit menentukan derajat dehidrasi pada anak dengan KEP
berat.10 Pemeriksaan darah yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan pH, cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan
gangguan keseimbangan asam-basa serta pemeriksaan kadar ureum untuk
mengetahui adanya gangguan faal ginjal.9
1. Anamnesis

20

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan
darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: bisa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan
dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan
yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa
berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau
derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif
dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.1
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan
darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran
kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada
diare akut:1

21

a. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa


darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
b. Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
c. Tinja:
1) Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah bisaanya
disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung
darah

atau

mucus

bisa

disebabkan

infeksi

bakteri

yang

menghasilkan sitotoksin bakteri enteroinvasif yang menyebabkan


peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli ,
T.trichiura. Apabila terdapat darah bisaanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat
pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja
tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna
hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam
empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan
bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam
tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja
seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja
yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan
adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan
kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas

22

lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam


tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek
yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di
usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung
bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat dianggap sebagai
malabsorbsi laktosa.7
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak
mengandung enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang
bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang
selanjutnya diserap di mukosa usus halus. Salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest
dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest
dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang
terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah
cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih
dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja
diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet
clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi
dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua
berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat
variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%).
Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari
disebut sebagai steatore.7
2) Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah
besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil

23

bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin
atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut
negatif.
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut
(++)
bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut
(+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut
(++++)
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
sudan III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak
agar dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali
dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian
berdasarkan 3 kriteria:7
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai
lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang
pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar.
Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja
dan emulsikan dalam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga
dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit
saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan
sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu
sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan
bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk
24

kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan


dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk
menentukan spesiesnya.

Uji hydrogen napas


Adalah pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan
kadar hydrogen dalam udara ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara
ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri terhadap substrat baik di
kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar
terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut seperti
laktosa atau fruktosa akan difermentasi oleh bakteri komensal
menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid),
beberapa molekul alcohol dan gas hydrogen. Gas hydrogen tersebut
dengan cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke
paru dan dikeluarkan lewat udara napas.7
Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial
overgrowth, yang didefinisikan sebagai terdapatnya koloni atau
spesies koloni lebih dari 106 unit per milliliter cairan usus halus
yang seharusnya relative steril. Sebelum pemeriksaan uji hydrogen
napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu diambil sampel
udara napas dengan cara meniup (pada bayi dengan menggunakan
sungkup) pada alat yang dapat menghitung kadar hydrogen napas
sebagai kadar awal hydrogen napas. Lalu diberikan larutan
2gr/kgBB dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara
napas seperti sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam.
Peningkatan kadar hydrogen napas >20ppm, atau 10-20 ppm
disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit perut) disebut
positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit
pertama yang berarti fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi,
di usus halus dan disimpulkan sebagai bacterial overgrowth.
Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam menandakan adanya laktosa

25

yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan


difermentasi oleh bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang
ditangkap oleh alat.7

2.9. Tatalaksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang
tua. Tujuan pengobatan:7
1. Mencegah dehidrasi.
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada.
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan
setelah diare.
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,
dengan memberikan suplemen zinc.
Terdapat lima lintas tatalaksana yaitu: rehidrasi, dukungan nutrisi,
suplementasi zinc, antibiotik selektif edukasi orang tua:2
1) Rehidrasi
Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah
dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah
sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa ke
petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat
yaitu dengan oralit. Komposisi cairan rehidrasi oral sangat penting untuk
memperoleh penyerapan yang optimal.
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO selama 3
dekade terakhir ini menggunakan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada
diare, karena kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan
penyerapan cairan di usus. CRO selain murah, mudah digunakan juga
aman. Sesuai dengan anjuran WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO
dengan formula baru yaitu komposisi Natrium 75 mmol/L, Kalium 20

26

mmol/L, Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L.


Total osmolaritas 245 mmol/L. Rehidrasi disesuaikan derajat dehidrasi
yang sudah ditentukan.
Di masyarakat, masih beredar oralit dengan formulasi lama yaitu
oralit yang mengandung Natrium sebanyak 90 mmol/L, Kalium 20
mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Klorida 80mmol/L, Glukosa 111mmol/L
dengan total osmolaritas 311mmol/L. Oralit ini kemudian dilarutkan
dalam 200ml air matang. Oralit dengan formulasi lama sebenarnya
digunakan untuk pengobatan kolera, sehingga apabila diberikan untuk
diare bukan kolera, maka akan berisiko terjadinya hipernatremia.
2) Dukungan nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisis yang hilang serta
mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Pada diare berdarah nafsu
makan akan berkurang. Adanya perbaikan, nafsu makan menandakan
fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare pada diare
cair akut maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan
frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas
sebaiknya mendapat makan seperti biasanya.
3) Suplementasi Zinc
Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor
lebih dari 90 jenis enzim. Saat ini zinc telah digunakan dalam
pengelolaan diare. Awal mula penggunaan zinc dalam pengelolaan diare
dilatarbelakangi oleh suatu fakta bahwa meskipun Garam Rehidrasi Oral
(Oral Rehydration Salts = ORS) dapat mengatasi dehidrasi, tidak mampu
menurunkan volume, frekuensi dan durasi diare. Untuk itulah diperlukan
suatu metode tambahan untuk menanggulangi hal tersebut. Diare dapat
menurunkan kadar Zinc dalam plasma bayi dan anak. Pada binatang
percobaan, defisiensi zinc menyebabkan gangguan absorpsi air dan
elektrolit. Uji klinik pertama penggunaan zinc sebagai terapi diare cair
akut pada tahun 1988 di India, menunjukkan bahwa zinc mampu

27

menurunkan durasi dan frekuensi pada anak, terutama anak dengan


penurunan kadar zinc yang berat.
Cara kerja zinc dalam menanggulangi diare masih banyak
diteliti. Beberapa efek zinc yaitu:11
Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim
SOD terdapat di hampir semua sel tubuh. Dalam setiap sel, ketika
terjadi transpor elektron untuk mensintesis ATP selalu timbul hasil
sampingan yaitu anion superoksida. Anion superoksida merupakan
radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur
dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakan, setiap sel
mengekspresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida
menjadi H2O2 akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman, yaitu
H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bisa pula diubah menjadi H2O
oleh enzim glutation peroksidase. Tentu saja SOD sangat berperan
dalam menjaga integritas epitel usus.
Secara langsung zinc berperan sebagai antioksidan. Zinc berperan
sebagai stabilisator intramolekuler, mencegah pembentukan ikatan
disulfide dan berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe).
Tembaga dan besi yang bebas dapat menimbulkan radikal bebas.
Zinc mampu menghambat Nitric Oxide (NO). Dalam keadaan
inflamasi, termasuk inflamasi usus, maka akan timbul lipopolisakarida
(LPS) dari bakteri dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan
IL-1 mampu menginduksi ekspresi gen enzim nitric-oxideisynthase-2
(NOS-2). NOS-2 selanjutnya mensintesis NO. Dalam sel-sel fagosit,
NO sangat berperan dalam menghancurkan kuman-kuman yang
ditelan oleh sel-sel fagosit itu. Namun dalam kondisi inflamsi, NO
juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat diinduksi oleh LPS
dan IL-1, NO yang berlebihan akan merusak berbagai macam struktur
pada jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang reaktif.
Dalam usus, NO berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang
dihasilkan akan berdifusi ke dalam epitel usus dan mengaktifkan

28

enzim guanilat siklase untuk menghasilkan cGMP. Selanjutnya cGMP


akan mengaktifkan protein kinase C(PKC) dan protein ini akan
mengaktifkan atau menonaktifkan berbagai macam enzim, protein
transport dan saluran ion, dengan hasil akhir berupa sekresi air dan
elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Dengan pemberian zinc,
diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak
terjadikerusakan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi.
Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam
modulasi sel T dan sel B. Dalam perkembangan sel T dan sel B,
terjadi pembelahan sel-sel limfosit. Zinc berperan dalam ekspresi
enzim timidin kinase. Enzim ini berperan dalam menginduksi limfosit
dalam siklus pembelahan sel, sehingga pembelahan sel-sel imun dapat
berlangsung. Selain itu zinc berperan sebagai kofaktor berbagai enzim
lain dalam transkripsi dan replikasi, dan berperan dalam factor
transkripsi yang dikenal sebagai zinc finger DNA binding protein.
Zinc berperan dalam aktivasi limfosit T, Karena zinc berperan sebagai
kofaktor dari protein-protein system transduksi sinyal dalam sel T.
Aktivasi sel T terjadi ketika sel T mengenali antigen
Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus. Zinc berperan
sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi dalam sel usus dapat
terjaga.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti
mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selam
2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis Zinc
untuk anak-anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari,
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah
sembuh.

29

Cara pemberian tablet Zinc :


Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau
oralit.
Untuk anak-anak yang lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.
4) Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali
dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Secara umum
tatalaksana pada disentri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai
dengan acuan tatalaksana diare akut. Hal khusus mengenai tatalaksana
disentri adalah pemberian antibiotika oral selama 5 hari yang masih
sensitif terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Obat pilihan
untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan
Kuinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak
adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang dan
peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan maka amati adanya
penyulit, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan berikan
antibiotic yang sensitive terhadap shigella berdasarkan area. Jika kedua
jenis antibiotika tersebut di atas tidak memberikan perbaikan maka amati
kembali adanya penyulit atau penyebab selain disentri. Pada pasien rawat
jalan dianjurkan pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim
5 mg/kgBB/hari per oral.
Penderita dipesankan untuk kontrol kembali jika tidak membaik
atau bertambah berat dan muncul tanda-tanda komplikasi yang mencakup
panas tinggi, kejang, penurunan kesadaran, tidak mau makan dan
menjadi lemah.
Temuan trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung
diagnosis amebiasis atau giardiasis. Untuk kasus amebiasis diberikan

30

Metronidazol 7,5 mg/kgBB 3 kali sehari sedangkan untuk kasus


giardiasis diberikan metronidazol 5 mg/kgBB sehari selama 5 hari.
Menilai ulang perjalanan penyakit, misalnya disentri yang
muncul setelah pemakaian antibiotik yang cukup lama mengarahkan
adanya kemungkinan infeksi Clostridium dificille. Hubungan pola diare
dengan pola pemberian makanan mengarahkan kita untuk berpikir
adanya kemungkinan intoleransi laktosa atau alergi protein susu sapi.
Disentri pada bayi muda tanpa gejala umum yang nyata dapat mengarah
pada infeksi Campylobacter jejuni. Pada bayi kurang dari 2 bulan perlu
dipikirkan penyebab bedah seperti invaginasi dan enterokolitis.
5) Edukasi orang tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali jika ada demam,
tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus,
diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah
malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan
terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan
komplikasi.
Penatalaksanaan diare dengan menilai derajat dehidrasi dan
sesuaikan dengan rencana pengobatan yang akan dilakukan.

Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen
saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh
bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
fenomena tersebut, bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk
pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus
maupun mikroorganiosme lain, maupun diare yang disebabkan oleh
penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan travellers diarrhea.

31

Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan lactobacillus aman


dan efektif untuk pengobatan diare akut pada infeksi anak, menurunkan
lamanya diare dan menurunkan frekuensi diare pada hari kedua pemberian.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan diare adalah:
perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrient, mencegah adhesi patogen,
modifikasi toksin dam efek immunomodulasi.13
Sediaan probiotik yang ada di pasaran terdiri dari lactic acid
bacteria (Lactobacilli dan Bifidobacteria). Keduanya telah dibuktikan
sebagai komponen penting dari mikroflora usus dan relatif aman. Bentuk
sediaannya dapat berupa sediaan murni bakteri probiotik, makanan yang
mengandung probiotik, maupun formula susu bayi yang ditambahkan
bakteri probiotik.
Sediaan murni bakteri probiotik : tersedia dalam bentuk tablet atau bubuk
kering (free-dried powder). Sediaan tablet yang mengandung kombinasi
Lactobacterium 90 mcg dan Glycobacterium 60 mcg diberikan antara 310 tablet dibagi dalam 3 kali pemberian, sedangkan tablet yang
mengandung Lactobacillus sporagen lebih dari 50 juta diberikan 3x1
tablet sehari untuk penderita bayi dan 3x 1-2 tablet sehari untuk penderita
anak. Adapun sediaan bubuk kering yang mengandung Lactobacillus GG
sebanyak 1010-11colony form unit (cfu) setiap dosis diberikan 2 kali sehari
selama 5 hari untuk tambahan pengobatan diare pada anak atau 3,7x10 10
cfu sekali sehari selama 1minggu.
Makanan yang mengandung probiotik : terdapat dalam bentuk fermentasi
susu yang berisi Lactobacillus GG 1010-11 cfu dalam 125 gram bahan
diberikan selam 5 hari untuk tujuan pengobatan diare.
Formulasi susu bayi yang ditambahkan bakteri probiotik. Namun amat
disayangkan

banyak

macam

formula

susu

seperti

ini

tidak

mencantumkan jumlah cfu per gram susu bubuk kering, melainkan hanya
menonjolkan manfaat untuk memelihara keseimbangan mikroflora usus
dan memelihara kesehatan

32

Penderita yang mengkonsumsi bakteri probiotik, dalam tinjanya


ditemukan bakteri tersebut selama masih mengkonsumsinya dan baru hilang
beberapa minggu setelah pemberiannya .

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.
Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam
kategori ini adalah:1,3
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau
bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai
kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada
bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan
rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi
diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada
anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang
dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat
eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada
dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja
pada anak dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.
obat-obat lain:

33

Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang
dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada
anak dengan diare, muntah bisaanya berhenti bila penderita telah
terehidrasi
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti
rencana terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:13

Rencana Terapi A
(Penderita Diare tanpa Dehidrasi)
Gunakan Cara ini untuk Mengajari Ibu :
Teruskan mengobati anak diare di rumah
Berikan terapi awal bila terkena diare

Menerangkan Empat Cara Terapi Diare di Rumah


1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
Dehidrasi
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air
matang, gunakan oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah
(Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan
makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada
makanan cair).
Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit
seperti di bawah.
Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri tablet Zinc


a. Dosis Zinc untuk anak-anak :
Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
34

Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari


b. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah
sembuh dari diare
c. Cara pemberian tablet zinc
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Tunjukkan cara penggunaan tablet Zinc kepada orang tua atau wali
anak dan meyakinkan bahwa tablet zinc harus diberikan selama 10
hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.
3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Teruskan ASI
b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan.
Untuk anak kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat,
dapat diberikan susu.
c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat:

Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,


sayur, daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak
sayur tiap porsi.

Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambah kalium.

Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk


makanan dengan baik.

Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali


sehari.

Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan


porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.

4. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut:
Buang air besar cair lebih sering
Muntah terus-menerus
Rasa haus yang nyata
35

Makan atau minum sedikit


Demam
Tinja berdarah
5. Anak harus diberi oralit di rumah apabila :
Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk
Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke
petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah
Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, maka diperlukan oralit
dengan formula baru. Ketentuan Pemberian Oralit Formula Baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang,
untuk persediaan 24 jam
Berikan larutan oralit pada anak setiap buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Untuk anak berumur kurang dari 2 tahun : berikan 50-100mL tiap
kali buang air besar
- Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 mL tiap
kali buang air besar
Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
sisa larutan itu harus dibuang
Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit :
Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah usia 2 tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua
Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih
lama (misalnya satu sendok tiap 2-3 menit)
Bila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau
kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan
oralit.

36

Rencana Terapi B
( Penderita Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang)

Pada dehidrasi ringan-sedang, cairan rehidrasi oral diberikan dengan


pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam.
Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Umur

Lebih dari 4 bulan

4-12 bulan

12 bulan-2 tahun

2-5 tahun

Berat Badan

< 6 kg

6- < 10 kg

10 - < 12 kg

12-19 kg

Dalam mL

200-400

400-700

700-900

900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.


Tunjukkan pada orang tua bagaiana cara memberikan rehidrasi oral
a. Berikan minum sedikit demi sedikit
b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi
oral pelan-pelan
c. Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta
Setelah 4 jam
a. Nilai ulang derajat dehidrasi anak
b. Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
c. Mulai beri makan anak di klinik
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
a. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di
rumah
b. Berikan oralit untuk rehidrasi selam 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana Terapi A
c. Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
- Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya
- Beri tablet Zinc
- Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
- Kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas kesehatan

37

Rencana Terapi C
(Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat)
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah Ya, teruskan ke
kanan, bila Tidak, teruskan ke bawah.
Apakah saudara dapat
menggunakan cairan
IV secepatnya?

Ya

Tidak

Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita


bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai.
Beri 100 ml/kg BB cairan Ringer Laktat (atau cairan
Normal Salin atau ringer asetat bila ringer laktat tidak
tersedia), sebagai berikut :
Umur
Pemberian pertama
Kemudian 70
30mL/kg BB
mL/kgBB
dalam
dalam
Bayi < 1tahun

1 jam

5 jam

Anak 1-5 tahun

30 menit

2 jam

Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak


teraba
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum
tercapai, percepat tetesan intravena
Juga berikan oralit (5mL/kgBB/jam)bila penderita bisa
minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak)
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita
menggunakan table penilaian. Kemudian pilihlah rencana
terapi yang sesuai (A,B, atau C) untuk melanjutkan terapi
Apakah ada terapi
Apakah
IV terdekat (dalam
30 menit) ?

Ya

Tidak

Apakah saudara
dapat menggunakan
pipa nasogastrik
untuk rehidrasi ?

Tidak

Segera rujuk anak


untuk rehidrasi
melalui nasogastrik
atau intravena

Ya

Kirim penderita untuk terapi intravena


Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan
cara memberikannya selama perjalanan
Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa
nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6
jam (total 120 mL/kgBB)
Nilailah penderita tiap 1-2 jam :
- Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan pelanpelan
- Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk
penderita untuk terapi intravena
Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana
terapi yang sesuai

38

Catatan :
- Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrsi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang
dengan member oralit.
- Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah
saudara maka pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang
tepat secara oral setelah anak sadar

2.10. Komplikasi
1.

Gangguan elektrolit
a. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma
yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema
otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara
terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat
dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8
jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan
periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan
gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah
pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat
mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB,
sampai diare berhenti.1
b. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia
(Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan

39

Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit


aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
c. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan
dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.1
d. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75
mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara
intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya:
(3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K
terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan
kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama
diare dan sesudah diare berhenti1
2.

Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus.
Pada umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan
invasi ke dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena
dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak
tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam

40

yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/


antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3
3.

Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak bisanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi
bila ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita
dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan
pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika
kejang.3

4.

Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis
respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat
(kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau
sitras dapat memperbaiki asidosis.

5.

Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak
kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala
berupa perut kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak
ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan
parenteral yang mengandung banyak K.3

6.

Kejang3
a. Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila
penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv,
dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika
koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian
glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
b. kejang demam
c. Hipernatremia dan hiponatremia
d. penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya
dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.

41

7.

Malbasorbsi dan intoleransi laktosa


Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan:3
a. Volume tinja bertambah.
b. Berat

badan

tidak

bertambah

atau

gejala/tanda

dehidrasi

memburuk.
c. Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar
laktosa dan menghidari efek bolus
b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian yogurt atau susu yang telah mengalami fermentasi
untuk mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri
usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau
ganti dengan susu kedelai.
8.

Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh
infeksi, atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit
dihentikan, berikan cairan intravena3

9.

Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan
dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena
pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikitsedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic
sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan
kesadaran.3

10. Akut kidney injury

42

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam
waktu 12 jam setelah hidrasi cukup.3

2.11. Prognosis
Bila kita penatalaksanaan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan menjadi diare persisten.7

2.12. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu
difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebisaaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

43

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan


dengan campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya
kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang
mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena
diare pada balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan
manifestasi diare. Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberian dengan
interval 4-6 minggu.

44

BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas
a. Nama

: An. EJ

b. Jenis Kelamin : Perempuan


c. Tanggal Lahir : 15 Juli 2012
d. Umur

: 11 bulan

e. Agama

: Islam

f. Suku/Bangsa : Bugis
g. Pekerjaan

: Belum bekerja

h. Alamat

: Jln. Komyos Sudarso Gang Saparaja Jalur V

i. Nama Ayah

: Tn. EH

j. Nama Ibu

: Ny. V

k. No. RM

: 793906

Masuk RS tanggal : 11 Juni 2012

Jam: 00.57

3.2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Buang air besar (BAB) cair

b. Riwayat penyakit sekarang


Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), orang sakit (os)
menderita BAB cair seperti bubur 2x sebanyak 4 sendok makan,
ditemukan ampas, namun tidak ditemukan lendir dan darah pada kotoran
BAB. Keluhan disertai demam. Os kemudian dibawa berobat ke bidan,
mendapat terapi obat oralit dan obat demam dan disarankan berobat ke
puskesmas lagi 3 hari kemudian apabila tidak ada perbaikan gejala. Sejak

45

1 hari SMRS keluhan BAB cair semakin berat. BAB cair 6x/hari sebanyak
gelas aqua dengan komposisi air yang semakin banyak, ditemukan
ampas namun tidak ditemukan lendir dan darah pada kotoran BAB. Tidak
pula ditemukan warna seperti cucian beras dan bau busuk pada BAB.
Keluhan disertai dengan demam dan muntah sebanyak 15 x, berisi
makanan atau minuman yang dimakan. Banyaknya muntah sesuai dengan
banyaknya makanan atau minuman yang dimakan. Keluhan seperti batuk
pilek, dan sesak nafas disangkal. Os menjadi makin lemas dan rewel. Os
juga menjadi sering kehausan.
Kemudian os dibawa ke RS. Sultan Syarif Abdurahman dan diberi
terapi oralit, paracetamol dan nistatin. Os disuruh pulang namun apabila
tidak ada perbaikan os disuruh ke RS Sultan Syarif Abdurahman lagi.
Setelah keadaan os semakin lemas, os dibawa ke RS Sultan Syarif
Abdurahman dan langsung dirujuk ke RS Dokter Soedarso.

c. Riwayat penyakit dahulu


Os pernah menderita penyakit BAB cair disertai demam pada saat umur 3
bulan, 5 bulan, dan 6 bulan namun tdak ada muntah, biasanya sembuh
setelah berobat ke puskesmas atau klinik bidan.

d. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

e. Riwayat sosial, ekonomi, kebiasaan


Os tinggal di rumah berukuran 6x6 M dengan toilet berada di luar rumah
namun dekat dengan rumah. Rumah berlantaikan semen dan papan yang
dilapisi karpet. Biasanya ibu os menyapu dan mengepel rumah 2x/hari. Os
sehari-hari biasanya bermain di lantai. Sumber air minum yang dipakai
adalah air hujan yang dimasak dan terkadang menggunakan air galon.
Untuk mencuci sayur dan lauk biasanya menggunankan air parit yang
kemudian dicuci ulang menggunakan air hujan. Sedangkan untuk mencuci

46

beras menggunakan air hujan. Mencuci piring menggunakan air parit yang
ditampung sedangkan untuk mandi menggunakan air parit yang dimasak
sampai mendidih dicampur dengan air parit yang tidak dimasak.

f. Riwayat kehamilan
- Riwayat Kehamilan

: P1 A1

- Perawatan antenatal

: tidak teratur

- Berat badan lahir

: 3000 gram

- Panjang badan

: 59 cm

- Kelainan bawaan

: tidak ada

g. Riwayat perkembangan
- Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
- Psikomotor
o Tengkurap

: 5 bulan

o Duduk

: 10 bulan

o Berdiri

: 11 bulan

- Poin KPSP bayi 9 bulan

: 10

h. Riwayat makanan
Umur

ASI / PASI

Buah/biscuit

Bubur susu

Nasi Tim

0 2 bulan

3 4 bulan

5 6 bulan

7 8 bulan

9 10 bulan

11 bulan

47

i. Riwayat imunisasi
- Hepatitis B

: 1 x (usia 1 hari)

- BCG

: 1 x (usia 2 bulan)

j. Riwayat anggota keluarga


DATA

AYAH

IBU

Umur sekarang

32

21

Perkawinan ke

Umur saat menikah

30

20

Islam

Islam

Bugis - Indonesia

Melayu Indonesia

SMP

SMP

Kuli bangunan

IRT

1.680.000

Baik

Baik

Penyakit

Kosanguitas

Agama
Suku bangsa
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Penghasilan perbulan
Keadaan kesehatan

3.3. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum: rewel dan lemah.
b. Tanda-tanda vital
1) Kesadaran : compos mentis
2) Nadi

: 164 x/menit

48

3) RR

: 48 x/menit

4) Suhu

: 38,5oC

c. Pemeriksaan perorgan:
1) Kulit

: turgor baik, sianosis (-), sikatrik pada dada kanan

dan lengan kiri


2) Kepala

: ubun-ubun besar cekung (+)

3) Mata

: mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

4) Tenggorokan

: arkus faring hiperemis (-)

5) Mulut

: bibir kering dan pecah-pecah (+)

6) Dada

: dada pada keadaan statis dan dinamis simetris

7) Paru

: Bunyi nafas dasar Vesikuler/Vesikuler

8) Jantung

: S1S2 (+), S3S4 (-)

9) Perut

: distensi abdomen (-), bising usus 6 kali permenit

10) Punggung

: dalam batas normal

11) Anus

: perianal tampak kemerahan

d. Panjang badan

: 67 cm

e. Berat badan

: 6,9 Kg

3.4. Pemeriksaan Penunjang


1) Darah rutin
a. WBC

: 10,6 K/uL

b. RBC

: 4,16 K/uL

c. HGB

: 9,2 g/dl

d. MCV

: 77,4 fl

e. MCH

: 22,1 pg

f. MCHC

: 28,6 g/dl

g. PLT

: 336 K/uL

2) Kimia darah
a. Natrium

: 4.0 mmol/l (3,3-5,4)

b. Kalium

: 8.8 mg/dl (8,6-10,3)

c. Klorida

: 91.8 mmol/l (98-106)

49

3) Feses
a. Makroskopis
- Warna

: kuning kehijauan

- Konsistensi

: cair

- Lendir

: (+)

- Darah

: (-)

- Nanah

: (-)

b. Mikroskopis
- Lekosit

: (+) 0-1

- Eritrosit

: (-)

- Amoeba

: (-)

- Telur cacing
o Ascaria

: (-)

o Ankylostoma

: (-)

o Trichuris

: (-)

- Lemak

: (+)

- Serat tumbuhan

: (+)

3.5. Diagnosis
a. Diagnosis utama
- Diare akut + vomitus frequent + febris H.IV
- Dehidrasi ringan sedang
- Gizi kurang
b. Diagnosis banding
- Diare akut ec infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan sedang
3.6. Tatalaksana
- RL 60 cc/ 1 jam. Selanjutnya 20 tpm micro
- Cedantron 3 x 0.7 mg iv
- Antrain 3x75 mg iv
- Cefotaxim 3x25 mg iv

50

3.7. Prognosis
a. Ad vitam

: dubia ad bonam

b. Ad fungtionam

: dubia ad bonam

c. Ad sanactionam

: dubia ad malam

3.8. Follow up
No.

Tanggal

1.

12.6.13
H.1

S
BAB cair (+)

Kes: CM

Diare akut

- RL 6 tpm

KU: Baik

+ dehidrasi

mikro

- Ampas (+)

N: 150 x/menit

ringan-

- Lendir (-)

RR: 24 x/menit

sedang

3x125 mg iv
- Antrain 60 mg

6x

- Cefotaxim

- Darah (-)

T ax: 36,9 C

dengan

Muntah (+) 1x

BB: 5,9 KG

perbaikan

iv

isi susu

Kulit: turgor (N)

H.V

paracetamol

Demam (+)

UUB cekung (-/-)

drop 3 x 0.6

Kembung (+)

Mata

ml

Rewel (+)

- Konj. Anemis

Sering haus

- Zink 2 ml
- Oralit 50-100

(-/-)
- Cekung (-/-)

2.

g/menit

Bibir : kering (+)

- Cek feses, Na,

Anus : merah (+)

K, darah rutin

13.6.13

BAB cair (-)

Kes : CM

Diare akut

H.II

Demam (<<)

KU: baik

+ dehidrasi

Muntah (-)

N: 144 x/menit

ringan-

Batuk (-)

RR: 30 x/menit

sedang

3x125 mg iv

Pilek (-)

T ax: 36,8oC

dengan

- Ondansetron

Rewel (<<)

BB: 6 KG

perbaikan

Sering haus (+)

Kulit: turgor (N)

H. VI

- RL 10 tpm
mikro
- Cefotaxim

3x0,6 mg iv
- Pct 3x0,6 mg

UUB: cekung (-)

- Zingkid 2 x

Mata

- Oralit 50-100

51

- Cekung (-/-)

mg

- Konj.Anemis
(-/-)
Bibir: kering (-/-)
Anus: merah (-)
3.

14.6.13
H.III

BAB cair (-)

Kes : CM

Diare akut

Demam (-)

KU: baik

+ dehidrasi

Muntah (-)

N: 128 x/menit

ringan-

Batuk (-)

RR: 32 x/menit

sedang

3x125 mg iv

Pilek (-)

T ax: 36,2oC

dengan

- Ondansetron

Rewel (-)

BB: 6,3 KG

perbaikan

Sering haus (-)

Kulit: turgor (N)

H.VII

- RL 10 tpm
mikro
- Cefotaxim

3x0,6 mg iv
- Pct 3x0,6 mg

UUB: cekung (-)

- Zingkid 2 x

Mata

- Oralit 50-100

- Cekung (-/-)

mg

- Konj.Anemis

- Cotrimoksazol

(-/-)

2x4 mg

Bibir: kering (-/-)


Anus: merah (-)
4.

15.6.13
H.IV

BAB cair (-)

Kes : CM

Diare akut

Demam (-)

KU: baik

+ dehidrasi

Muntah (-)

N: 96 x/menit

ringan-

Batuk (-)

RR: 24 x/menit

sedang

Pilek (-)

T ax: 36,2oC

dengan

Rewel (-)

BB: 6,3 KG

perbaikan

Sering haus (-)

Kulit: turgor (N)

H.VIII

BLPL

UUB: cekung (-)


Mata
- Cekung (-/-)
- Konj.Anemis

52

(-/-)
Bibir: kering (-/-)
Anus: merah (-)
5.

16.6.13
H.V

BAB cair (-)

Kes : CM

Diare akut

Demam (-)

KU: baik

+ dehidrasi

Muntah (-)

N: 96 x/menit

ringan-

Batuk (-)

RR: 24 x/menit

sedang

Pilek (-)

T ax: 36,2oC

dengan

Rewel (-)

BB: 6,3 KG

perbaikan

Sering haus (-)

Kulit: turgor (N)

BLPL

UUB: cekung (-)


Mata
- Cekung (-/-)
- Konj.Anemis
(-/-)
Bibir: kering (-/-)
Anus: merah (-)

53

BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang anak perempuan umur 11 bulan datang dengan keluhan sejak 4


hari SMRS mengalami BAB cair 2-6x/hari, pada BAB ditemukan ampas namun
tidak ditemukan lendir dan darah. Keluhan disertai demam. Sejak 1 hari SMRS
keluhan BAB cair semakin berat. Frekuensi BAB cair 6x/hari, komposisi air
semakin banyak, pada BAB ditemukan ampas namun tidak ditemukan lendir,
darah, warna seperti cucian beras dan bau busuk sebanyak gelas aqua.
Keluhan disertai demam dan muntah sebanyak 15 kali, berisi makanan atau
minuman yang dimakan dengan banyaknya muntah sesuai dengan banyaknya
makanan atau minuman yang dimakan. Keluhan tidak disertai batuk, pilek, dan
sesak nafas. Os menjadi lemas dan rewel. Os juga menjadi sering kehausan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan BB: 5,9 kg TB: 67 cm. KU : lemah dan
rewel, tanda-tanda vital dalam batas normal, status gizi kurang, ubun-ubun besar
cekung (+), mata cekung (-/-), turgor kulit kembali cepat, mukosa bibir kering (+)
dan pecah-pecah.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dapat
disimpulkan pada pasien ini terdapat masalah berupa adanya diare akut dengan
dehidrasi ringan sedang, disertai gizi kurang.
Pasien didiagnosis diare akut dengan dasar keluhan buang air besar dengan
konsistensi cair tidak seperti biasanya, dengan frekuensinya > 3 kali (6 kali) sehari
dan berlangsung kurang dari 14 hari. Secara epidemiologi, penyebab infeksi
utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
Penyebab diare pada kasus ini kemungkinan adalah rotavirus, karena sebagian
besar diare pada anak yaitu sekitar 60% disebabkan oleh rotavirus. Hal ini
diperkuat oleh temuan laboratorium feses yaitu pada makroskopis: darah (-),

54

nanah (-), dan pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan: lekosit (+) 0-1, eritrosit
(-), amoeba (-), telur cacing, ascaria (-), ankylostoma (-), trichuris (-)
Diagnosis dehidrasi ringan-sedang ditegakan berdasarkan keluhan berupa
anak menjadi lebih rewel dan sering haus. Selain itu pada pemeriksaan fisik
didapatkan anak semakin lemah, ubun-ubun besar cekung, dan mukosa bibir
tampak kering. Tampak normalnya turgor kulit pada pasien ini bisa saja
disebabkan karena pasien telah direhidrasi. Pasien dikatakan menderita dehidrasi
berat apabila didapatkan 2 dari 4 tanda berikut:

Letargi atau penurunan kesadaran

Mata cekung

Tidak bisa minum atau malas minum

Cubitan kulit perut kembali dengan sangat lambat ( 2 detik

Pasien dikatakan menderita dehidrasi ringan sedang apabila didapatkan 2 dari 4


tanda berikut:
1) Gelisah atau rewel
2) Mata cekung
3) Kehausan atau sangat haus
4) Cubitan kulit perut kembali dengan lambat
Sedangkan pada diare tanpa dehidrasi tidak ada tanda yang cukup untuk
mengelompokkan dalam dehidrasi berat atau tak berat.
Tatalaksana pasien anak dengan diare memiliki lima elemen penting antara
lain:
1) Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah
2) Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut
3) Teruskan pemberian ASI dan makanan
4) Antibiotik selektif
5) Edukasi.
Pasien diare akut dengan dehidrasi ringan sedang seharusnya diobati
dengan rencana terapi B. Rehidrasi oralit yang diberikan adalah 75 ml x BB = 75
x 5,9 kg = 442,5 ml. Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit. Jika anak muntah

55

tunggu sampai 10 menit kemudian kembali diberi diare lebih pelan yaitu tiap 2-3
menit selama 3 jam. Oralit diberikan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi
sebagai pengganti cairan dan elektrolit yang terbuang saat diare. Berdasarkan
penelitian dengan oralit osmolaritas rendah, penderita diare akan:
1) Mengurangi volume tinja hingga 25%
2) Mengurangi mual muntah hingga 30%
3) Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai
33%.
Pada pasien ini juga dilakukan rehidrasi melalui IV line. Hal ini
dikarenakan anak yang sering muntah sehingga ditakutkan terjadi diare dengan
dehidrasi berat. Selain itu anak ini disertai dengan keadaan kurang gizi. Cairan
intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (RL). Cairan yang diberikan
kemudian hanya bersifat maintenence. Pada anak ini pada saat rehidrasi cairan
yang diberikan adalah 60 cc/jam iv ringer laktat iv line. Dalam 3 jam cairan yang
masuk hanya 120 cc, sedangkan pada anak ini seharusnya cairan yag dibutuhkan
dalam 3 jam pertama adalah 442, 5 cc. Sedangkan untuk maintenancenya,
seharusnya jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan perhitungan holiday
segar. Pada anak ini jumlah cairan yang diberikan per 24 jam berdasarkan
perhitungan holiday segar adalah BB x 100 ml = 5,9 x 100 ml = 590 ml/24 jam
atau mendekati 25 ml/jam. Masukan cairan ini dapat berasal dari minuman,
makanan maupun melalui iv line. Pada anak ini cairan yang diberikan hanya 6
tpm mikro karena pada anak ini masih bisa diberikan cairan peroral.
Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut. Ada dua cara perhitung dosis
pemberian zink yaitu dengan menggunakan usia dan menggunakan berat badan.
Dengan perhitungan usia, umur < 6 bulan: tablet (10 mg) per hari; usia 6 bulan
ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari. Sedangkan dengan perhitungan berat badan
anak dengan berat badan < 10 Kg diberi dosis 10 mg/hari sedangkan berat badan
10 Kg diberi zink dengan dosis 20 mg/hari. Pada anak ini digunakan
perhitungan dosis dengan menggunakan berat badan karena anak ini termasuk
dengan anak gizi kurang. Pada anak ini zink yang diberikan dengan sediaan sirup
dengan dosis 1 sendok teh per hari. Zink merupakan mikronutrien penting untuk

56

kesehatan dan perkembangan anak. Zink hilang dalam jumlah banyak selama
diare. Penggantian zink yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan
anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan
bahwa pemberian zink selama episode diare, mengurangi lamanya dan tingkat
keparahan episode diare dan menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan
berikutnya. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zink,
segera setelah anak tidak muntah. Zink/Seng terbukti secara ilmiah terpercaya
dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja sehingga dapat
menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak. Seng/Zink elemental diberikan
selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare.
Adapun tatalaksana nutrisi pada anak ini adalah tatataksan sesuai
tatalaksana nutrisi balita umur 9-12 bulan yaitu:
1) Teruskan pemberian ASI
2) Berikan MP ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim atau bubur nasi
3) Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/wortel/sapi/kacang hijau
4) Setiap hari berikan makanan 3 x 11 sendok makan
Pemberian antibiotik sebenarnya tidak boleh dilakukan pada anak dengan
diare akut yang disebabkan oleh virus. Pada anak ini diberikan antibiotik
cefotaxim dikarenakan tingkat higienisitas ibu pasien yang masih rendah. Hal ini
dapat dilihat dari kebiasaan mencuci dan memasak ibu yang mengunakan air parit
yang biasa digunakan warga untuk kegiatan mandi, cuci, kakus, sehingga
ditakutkan bakteri bisa menjadi etiologi diare walaupun pada pemeriksaan feses
tidak ditemukan adanya bakteri maupun parasit. Paracetamol diberikan untuk
menurunkan panas jika terdapat demam saja.
Edukasi pada keluarga pasien sangat perlu dilakukan dengan tujuan agar
mengurangi keparahan diare dan mencegah berulangnya diare pada anak. Hal-hal
yang dapat dilakukan antara lain:
1) Memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih
besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat juga lebih besar.

57

2) Jangan menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar
dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Pencemaran dirumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
3) Mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak.
4) Membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja binatang juga dapat
menyebabkan infeksi pada manusia.

Anak ini juga menderita gizi kurang. Hal ini didapat dari perhitungan:
1. Berat badan menurut umur (BB/U) pada persentil -3 sampai dengan
persentil -2, sehingga masuk kategori gizi kurang.
2. Panjang badan menurut umur (PB/U) pada persentil -3 sampai dengan
persentil -2 sehingga masuk kategori pendek.
3. Panjang badan menurut berat badan (PB/BB) pada pada persentil -3 sampai
dengan persentil -2, sehingga masuk kategori gizi kurang.
4. Indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) pada persentil -3 sampai dengan
persentil -2, sehingga masuk kategori kurus.
Sehingga dapat disimpulkan anak ini dengan gizi kurang.
Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kebutuhan energi pada pasien ini
adalah 384x2 = 768 kkal/hari untuk mengejar kekurangan berat badan yang
dialaminya. Penentuan status gizi dan kebutuhan kalori adalah sebagai berikut:
50-60% kebutuhan kalori hendaknya dipenuhi oleh karbohidrat, sehingga
sebanyak 384-460,8 kkal/hari harus berasal dari karbohidrat. Kebutuhan kalori
ini dipenuhi dengan mengkonsumsi 96-115 gram karbohidrat dalam sehari.
Untuk anak ini kita ambil kebutuhan sebesar 460 kkal/hari atau 115 gram
karbohidrat/hari
15-25% kebutuhan kalori hendaknya dipenuhi dengan lemak, sehingga
sebanyak 115,2-192 kkal/hari harus berasal dari lemak. Kebutuhan kalori ini

58

dipenuhi dengan mengkonsumsi 12,5-21 gram lemak. Untuk anak ini kita
ambil kebutuhan sebesar 192 kkal/hari atau 21 gram lemak per hari.
Kalori yang berasal dari lemak dan karbohidrat telah terpenuhi. Jumlah total
kalori yang berasal dari keduanya adalah 652 kkal/hari. Maka sisa kebutuhan
energi dipenuhi dari protein. Pada anak ini maka kebutuhan protein adalah 116
kkal/hari. Yang dipenuhi dengan mengkonsumsi 29 gram protein/hari.

Prognosis anak ini adalah baik karena lima elemen penting dalam
tatalaksana diare telah diterapkan dalam penatalaksanaan anak ini. Tetapi
kemungkinan kekambuhan diare pada anak ini tetap ada apabila ibu anak ini tidak
menerapka pola hidup yang higienis. Pada hari ke 4 perawatan An.EJ sudah boleh
pulang karena sudah tidak ada BAB cair lagi, tidak ada muntah lagi, tidak ada
demam lagi, makan dan minum tidak ada masalah, dan tidak ada lagi tanda-tanda
dehidrasi. Tahap perkembangan An.EJ sudah sesuai dengan umurnya berdasarkan
KPSP namun An.EJ harus tetap melengkapi program imunisasinya.

59

BAB V
KESIMPULAN

An.EJ menderita diare akut disertai dehidrasi ringan sedang dan gizi
kurang. An.EJ diterapi menggunakan rencana terapi B WHO berupa lima elemen
terapi yaitu: rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah, zink diberikan
selama 10 hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik
selektif, dan edukasi. Setelah diare akut berhasil diatasi dilakukan tatalaksana
keadaan gizi kurang melalui pengaturan pola makan yang benar pada keadaan gizi
kurang berdasarkan berat badan, panjang badan, dan umur.

60

Anda mungkin juga menyukai