Anda di halaman 1dari 44

BAB II

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1

Pengertian Manajemen dan Manajemen Operasional


Pengertian manajemen operasional tidak lepas dari pengertian manajemen. Dengan

kata lain manajemen yang dimaksud disini adalah kegiatan atas usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasi kegiatan-kegiatan orang lain.
Dalam pengertian ini terdapat unsur penting yaitu adanya orang yang lebih daripada satu,
adanya tujuan yang ingin dicapai dan orang yang bertanggung jawab atas tercapainya
tujuan tersebut. Bila dilihat dari segi perusahaan, sukses atau tidaknya suatu perusahaan
dalam mencapai tujuannya, sangat tergantung pada pelaksanaan dan pengelolaan
manajemen perusahaan tersebut.
Adapun kegiatan operasi dan produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan
kegunaan atau daya guna dari suatu barang atau jasa, atau juga sering disebut sebagai
kegiatan masukan (input) menjadi keluaran (Output) yang tidak dapat dilakukan sendiri
tetapi dibutuhkan bantuan dan harus dilakukan bersama-sama dengan orang lain sehingga
dibutuhkanlah kegiatan manajemen. Kegiatan manajemen itu sendiri dibutuhkan untuk
mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang berupa sumber daya dan
bahan, agar dapat meningkatkan kegunaan dari barang atau jasa tersebut secara efektif
dan efisien dengan meningkatkan keterampilan atau skill yang dimiliki para manajernya.
Dengan adanya manajemen maka tingkat efisiensi dalam semua kegiatan manusia
atau organisasi akan lebih meningkat, karena manejemen selalu menginginkan yang lebih
baik. Untuk jelasnya kita lihat pendapat dari para ahli mengenai apa yang dimaksud dengan
manajemen, operasi dan produksi, juga apa yang dimaksud dengan manajemen
operasional.

2.1.1

Pengertian Manajemen
Menurut pendapat Assauri (2004, p12) : Manajemen adalah kegiatan atau usaha
yang

dilakukan

untuk

mencapai

tujuan

dengan

menggunakan

atau

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain.


Dengan demikian, manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lain.

2.1.2

Pengertian Operasi
Istilah operasi sering digunakan oleh suatu organisasi atau perusahaan yang

menghasilkan keluaran atau output, baik berupa barang atau jasa. Pengertian operasi secara
tersendiri berdasarkan pendapat seorang ahli adalah sebagai berikut.
Menurut pendapat Subagyo (2000, p1) : Operasi atau Operation adalah kegiatan
untuk merubah masukan (yang berupa faKtor-faktor produksi/operasi) menjadi
keluaran sehingga lebih bermanfaat dari bentuk aslinya.
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian operasi merupakan kegiatan yang mengubah bentuk dengan menciptakan atau
menambah manfaat suatu barang atau jasa yang akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan manusia sehingga nilai atau mAnfaatnya lebih tinggi dari bentuk aslinya.

2.1.3

Pengertian Manajemen Operasional


Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan produksi barang

dan jasa. Setiap hari kita dapat menjumpai barang atau jasa yang melimpah yang
ditawarkan oleh sejumlah perusahaan, dimana semuanya itu dihasilkan dibawah pengawasan
manajer operasi. Beberapa pengertian tentang manajemen operasi adalah sebagai berikut :

Menurut pendapat Barry Render dan Jay Heizer (2001,p2) : Operation Management

is the set of activities that creates goods and services by transforming inputs into
outputs.

Menurut pendapat chase-Jacobs-Aquilono (2004,p6) : Operation Management (OM)

is define as the design, operation, and improvement of the systems that create and
deliver the firms primary producs and service.
Jadi manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan membuat barang dan jasa
melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran atau pengelolaan sumber daya yang
berupa faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, modal untuk diubah menjadi
barang dan jasa yang lebih bermanfaat.

2.1.4

Pengertian Manajemen Persediaan


Menurut Pendapat Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto (2003,p4) :
Manajemen

Persediaan

(Inventory

Control)

atau

disebut

juga

Inventory

Management atau Pengendalian Tingkat Persediaan adalah kegiatan yang


berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan
kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat
terpenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan material dapat
ditekan secara optimal.

Menurut pendapat T. Hani Handoko (1997,p334) : Sistem Persediaan adalah


serangkaian dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan
tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan seberapa
besar pesanan yang harus dilakukan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen persediaan adalah kegiatan yang

berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan


material yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus

dijaga, kapan persediaan harus diisi dan seberapa besar pesanan yang harus dilakukan
sehingga disatu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak
investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal.

2.1.5

Pengertian Persediaan
Setiap peruasahaan, baik yang bergerak dibidang perdagangan maupun pabrik selalu

mengadakan persediaan. Persediaan (inventory) dapat memiliki barbagai fungsi penting yang
menambah fleksibelitas dari operasi suatu perusahaan dan dengan adanya persediaan dapat
mempermudah dan memperlancar jalannya proses produksi. Jika tidak adanya persediaan
maka perusahaan akan menghadapi berbagai masalah dimana proses produksi akan
terganggu ataupun akan terhenti yang selanjutnya tidak dapat memenuhi keinginan
pelanggan. Persediaan merupakan salah satu aset yang paling mahal dibanyak perusahaan,
mencerminkan sebanyak 40% dari total modal yang diinvestasikan. Manajer operasi telah
lama menyadari bahwa manajemen persediaan yang baik itu sangatlah penting, karna
melalui manajemen persediaan yang baik dapat mengurangi biaya produksi dan operasi.
Beberapa pengertian tentang persediaan (inventory) adalah sebagai berikut :

Menurut pendapat Chase Jacobs dan Aquilano (2004,p545) : Inventory is the

stock of any item or resource used in an organitation.

Menurut pendapat Zulfikarijah (2005,p4) : Persediaan adalah stock bahan


baku yang digunakan untuk memfasilitasi produksi atau memuaskan
permintaan konsumen. Jenis persediaan meliputi ; bahan baku, barang
dalam proses dan barang jadi.

Jadi persediaan (inventory) adalah persediaan berbagai jenis barang atau sumber
daya yang digunakan dalam suatu organisasi/perusahaan untuk memfasilitasi produksi atau
memuaskan permintaan konsumen.

10

Menurut pendapat Nasution Hakim (2003,p103)

dalam

sistem

manufaktur,

persediaan terdiri dari tiga bentuk sebagai berikut :


1. Bahan baku, yaitu merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk
jadi.
2. Barang setengah jadi, yaitu merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan
produk setengah jadi.
3. Barang jadi, yaitu merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan
kepada konsumen.

Proses
Barang
Setengah jadi

Bahan
Baku

Barang
jadi

Produksi
Sumber : Nasution Hakim (2003,p103)
Gambar 2.1 Proses Transformasi Produksi

2.1.6

Alasan Mengadakan Persediaan


Ada beberapa alasan mengapa perusahaan mengadakan persediaan. Menurut

pendapat Nahmias (2001, p193) :


1. Skala Operasi Ekonomis (Economies of Scale)
Dengan asumsi bahwa perusahaan memproduksi satu item yang sejenis maka bisa
jadi akan lebih akan ekonomis bila memproduksi jumlah item yang relatif besar
dalam setiap produksi yang berjalan dan menyimpannya untuk pemakaian di masa
yang akan datang. Dengan demikian perusahaan juga akan mencicil biaya set up
tetap pada jumlah unit yang besar.

11

2. Ketidakpastian (Uncertainties)
Ketidakpastian merupakan dorongan utama perusahaan menyimpan persediaan.
Terutama ketidakpastian permintaan eksternal. Ketidakpastian lain yang menjadi
alasan adalah ketidakpastian waktu tunggu (lead time), walaupun permintaan yang
akan datang dapat diprediksi secara akurat, tapi perusahaan perlu menyimpan stok
untuk menjamin kelancaran pergerakan produksi atau kelanjutan penjualan ketika
waktu tunggu penambahan tidak pasti. Selain itu ketidakpastian pasokan tenaga
kerja (labor supply), harga dari sumber-sumber bahan baku, dan biaya modal (cost

of capital) juga menjadi alsan perusahaan menyimpan modal.


3. Spekulasi (Speculation)
Jika nilai dari item atau sumber alam diperkirakan akan naik, maka akan lebih
ekonomis bila membeli dalam jumlah besar pada harga sekarang dan menyimpan
item untuk digunakan pada masa yang akan datang.
4. Transportasi (Transportation)
Persediaan pipa saluran (pipeline) ada karena waktu transportasi adalah positif.
Salah satu kekurangan memproduksi di lepas pantai adalah akan meningkatkan
waktu transportasi dan untuk mengatasi ini dengan menggunakan pipa saluran.
5. Kelancaran (Smooting)
Perubahan pada pola permintaan atas produk bisa dalam bentuk determinasi atau

random. Memproduksi atau menyimpan persediaan dalam mengantisipasi puncak


permintaan (peak demand) biasa membantu mengurangi penyebab gangguan dari
perubahan tingkat produksi.
6. Logistik (Logistics)
Beberapa kendala tertentu bisa ada dalam pembelian, produksi, atau distribusi dari
item yang memberikan kekuatan pada sistem untuk memelihara persediaan

12

(maintain inventory) pada salah satu kasus dimana itemnya harus dibeli dalam
jumlah yang kecil.
7. Biaya Pengendalian (Control Cost)
Dalam sistem ini banyak persediaan yang tidak diadakan dalam tingkatan
pengendalian yang sama. Biaya pengendalian bisa menjadi rendah bagi perusahaan
dalam jangka panjang untuk memelihara persediaan item yang tidak lebih mahal
daripada mengeluarkan waktu pekerjaan untuk menyimpan salinan detail untuk item
ini.
Pentingnya suatu persediaan bagi perusahaan adalah menanggulangi suatu
ketidakpastian atau berjaga-jaga untuk mencari kondisi yang aman bagi perusahaan,
memastikan apabila terjadi hal-hal di luar perkiraan perusahaan baik yang terjadi pada faktor
internal atau eksternal perusahaan sehingga proses produksi dapat terus berjalan secara
efektif.

2.1.7

Fungsi Persediaan
Persediaan timbul disebabkan oleh tidak singkronnya permintaan dengan penyediaan

dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan
permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan.

Menurut Zulian Yamit (2003,p6) terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi
perlunya persediaan, yaitu :
1. Faktor waktu, yaitu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi
sebelum barang jadi sampai kepada konsumen.
2. Faktor ketidakpastian waktu, yaitu ketidakpastian waktu dari supplier
menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat
proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen.

13

3. Faktor ketidakpastian penggunaan, yaitu faktor yang datang dari dalam


perusahaan yang disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan,
kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi
lainnya.
4. Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan
alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan
menentukan jumlah yang paling ekonomis.

Menurut Barry Render dan Jay Heizer (2001,p314), persediaan (inventory) dapat
memiliki berbagai fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu
perusahaan. Ada enam penggunaan persediaan, yaitu :
1. Untuk memberikan suatu stok barang-barang agar dapat memenuhi
permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen.
2. Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya, bila permintaan
produknya tinggi hanya pada musim panas, suatu perusahaan dapat
membentuk stock selama musim dingin, sehingga biaya kekurangan stok
dan kehabisan stok dapat dihindari. Demikian pula, bila pasokan suatu
perusahaan berfluktuasi, persediaan bahan baku ekstra mungkin diperlukan
untuk memasangkan proses produksinya.
3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah, karena pembelian
dalam jumlah besar dapat secara substansial menurunkan biaya produk.
4. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
5. Untuk menghindari dari kekurangan stok yang dapat tercadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, masalah mutu, atau pengiriman yang tidak tepat. stok
pengaman misalnya, barang di tangan ekstra, dapat mengurangi resiko
kehabisan stok.

14

6. Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan


menggunakan barang-dalam-proses dalam persediaannya. Hal ini karena
perlu

waktu

untuk

memproduksi

barang

dan

karena

sepanjang

berlangsungnya proses, terkumpul persediaan-persediaan.

2.1.8

Biaya-biaya Persediaan
Menurut Fredy Rangkuti (2004, p16-p18), ada 4 jenis biaya persediaan, yaitu :

1. Biaya penyimpanan (Holding cost atau Carrying cost), yaitu terdiri atas biaya-biaya
yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan
per-periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin
banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai
biaya penyimpanan adalah sebagai berikut :
a) Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan pendingin
ruangan dan sebagainya).
b) Biaya modal (Opportunity Cost of Capital), yaitu alternatif pendapatan atas
dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
c) Biaya keusangan.
d) Biaya perhitungan fisik.
e) Biaya asuransi persediaan.
f)

Biaya pajak persediaan.

g) Biaya pencurian, kerusakan, atau pencurian.


h) Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (Ordering Cost atau Procurement Cost), biayabiaya ini meliputi :

15

a) Pemprosesan pesanan dan biaya ekspedisi.


b) Upah.
c) Biaya telepon.
d) Pengeluaran surat menyurat.
e) Biaya pengepakan dan penimbangan.
f)

Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan.

g) Biaya pengiriman kegudang.


h) Biaya utang lancar dan sebagainya.
Pada umumnya, biaya pemesanan (diluar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak
naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi apabila semakin banyak
komponen yang dipesan setiap kali pesan. Jumlah pesanan per periode turun, maka
biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
3. Biaya penyiapan (Set-up Cost).
Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam
pabrik perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi
komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari :
a) Biaya mesin-mesin menganggur.
b) Biaya penyiapan tenaga kerja langsung.
c) Biaya penjadwalan.
d) Biaya ekspedisi dan lain sebagainya.
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (Shortage Cost)
Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (Shortage Cost) adalah biaya yang timbul
apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang
termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :

16

a) Kehilangan penjualan.
b) Kehilangan pelanggan.
c) Biaya pemesanan khusus.
d) Biaya ekspedisi.
e) Selisih harga.
f)

Terganggunya operasi.

g) Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.

2.2

Pengendalian Persediaan
Dalam suatu perusahaan, kelancaran seluruh kegiatan operasi harus didukung oleh

beberapa kegiatan penting. Pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan penting
dari urutan kegiatan-kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dalam seluruh operasi
produksi perusahaan sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu,
jumlah, kuantitas, dan biayanya. Pengendalian persediaan ini meliputi perencanaan
persediaan jadwal untuk pemesanan, pengaturan penyimpanan, dan lainnya. Pengendalian
persediaan ini juga penting bagi semua jenis perusahaan karena kegiatan ini dapat
membantu tercapainya suatu tingkat efesiensi penggunaan dalam persediaan.

2.2.1

Pengertian Pengendalian Persediaan


Menurut pendapat Assauri (2004,p176) : Pengawasan persediaan merupakan salah
satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang berurutan erat satu sama lain
dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah
direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kuantitas, maupun biayanya.

Menurut Fredy Rangkuti (2004,p25) : Pengawasan persediaan merupakan salah


satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan menerapkan metode
kuantitatif.

17

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah


suatu

aktivitas

untuk

menetapkan

besarnya

persediaan

dengan

memperhatikan

keseimbangan antara besarnya persediaan yang disimpan dengan biaya-biaya yang


ditimbulkannya.

2.2.2

Tujuan Pengendalian Persediaan


Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu

mempunyai

tujuan-tujuan

tertentu.

Menurut

pendapat

Assauri

(2004,p177)

tujuan

pengendalian persediaan secara terperinci dapat dinyatakan sebagai usaha untuk :


a) Menjaga

jangan

sampai

perusahaan

kehabisan

persediaan

sehingga

dapat

mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.


b) Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau
berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang ditimbulkan dari persediaan tidak terlalu
besar.
c) Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya
pemesanan menjadi besar.
Dari kegiatan diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan
adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan barang yang
tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya minimum untuk keuntungan atau
kepentingan perusahaan. Dengan kata lain pengendalian persediaan untuk menjamin
terdapatnya persediaan pada tingkat yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan
lancar dan biaya persediaan adalah minimum.

2.2.3

Model Persediaan
Perusahaan manufaktur dalam menjalankan usahanya membutuhkan persediaan

mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Manajemen persediaan ini

18

bertujuan unutuk membantu perusahaan dalam meningkatkan dan memberikan pelayanan


yang maksimal kepada konsumen. Pengadaaan stok barang-barang agar tidak terjadi
kekurangan atau kelebihan, karena jika terjadi kekurangan pelanggan akan merasa tidak
puas atas badan usaha tersebut. Sebaliknya jika terjadi kelebihan stok bisa menimbulkan
kerusakan terhadap barang-barang tersebut dan biaya yang dikeluarkan tidak seimbang
dengan hasil penjualan.
Disamping itu, harus diperhatikan juga segi-segi meminimalkan biayanya sebab
banyak biaya yang diperlukan dalam mengadakan stok barang tersebut. Di antara biaya
pembelian, biaya pengadaan atau pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kehilangan
penjual. Untuk itu maka diperlukan metode persediaan yang dapat mengantisipasi penentuan
diadakannya persediaan pada perusahaan tersebut.
Model persediaan pada manajemen persediaan menurut pendapat Fredy Rangkuti
(2004, p116) :
1. Prosedur Perolahan Bahan
Seluruh pembelian bahan dalam suatu perusahaan dilaksanakan oleh Departemen /
Divisi Pembelian. Untuk memperoleh laporan pertanggungjawaban yang lengkap
mengenai penggunaan seluruh bahan yang dibeli, diperlukan sistem yang sistematis.
Dengan

demikian,

pembelian,

pemakaian,

maupun

pemanfaatannya

dapat

dilaksanakan secara cepat dan optimal.


2. Penyimpanan dan Penggunaan Bahan
Setelah semua bahan diterima oleh bagian gudang disertai dengan salinan proposal
penerimaannya dari Departemen Penerimaan dan Pemeriksaan, barang- barang atau
bahan disimpan secara cermat yaitu :
-

Barang disimpan dalam berdasarkan nomor perkiraan bahan;

Frekuensi penggunaan bahan;

Sifat, ukuran, dan bentuk bahan tersebut

19

3. Penentuan Harga Pokok persediaan


Penentuan harga pokok persediaan sangat tergantung dari metode penilaian yang
dipakai, yaitu metode FIFO (First In, First Out), metode LIFO (Last In, First Out) atau
metode harga pokok rata-rata (Average Cost Method).
4. Pemilihan Metode Penerapan Harga Pokok Persediaan yang Sesuai
Sebelum menentukan pilihan terhadap metode penerapan harga pokok yang sesuai,
penting membandingan harga pokok rata-rata per unit untuk ketiga metode diatas.
5. Metode Harga Ecer untuk Penentuan Harga Pokok Persediaan
Metode ini pada umumnya digunakan oleh retailer atau perusahaan dagang eceran,
misalnya pasar swalayan, department store dan sebagainya.
6. Penilaian Persediaan Berdasarkan Metode Laba Kotor
Selain metode perkiraan persediaan yang telah disebutkan, jumlah persediaan juga
dinilai berdasarkan penaksiran laba kotor. Apabila persentase laba kotor diketahui,
nilai penjualan dalam suatu periode tertentu dapat dipecahkan dalam dua unsur,
yaitu :
a. Laba kotor
b. Harga pokok barang yang dijual
7. Material Requirement Planning (Perencanaan Kebutuhan Material)

Material Requiremen Planning (MRP) dapat mengatasi masalah-masalah kompleks


yang timbul dalam persediaan yang memproduksi banyak. Masalah ini antara lain
kebingungan, inefesiensi, pelayanan yang tidak memuaskan para konsumen. MRP
dapat menghasilkan banyak keuntungan, seperti mengurangi persediaan dan biaya
gabungannya (inventory hopding cost) karena biaya itu hanya sebesar materi dan
komponen yang dibutuhkan dan bahkan bila memungkinkan tidak ada biaya sama
sekali.

20

Jadwal Produksi Induk (Master production schedule-MPS)

2.3

Menurut Gasperz (2002, p141), Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule)
adalah satu set perencanaan yang menggambarkan beberapa jumlah yang akan dibuat untuk
setiap item akhir periode tertentu.
Menurut Herjanto (2004, p260), Jadwal Produksi Induk merupakan gambaran atas
periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana suplai /
penawaran, persediaan akhir, dan kuantitas yang dijanjikan tersedia (Available To Promise,
ATP). MPS mengendalikan MRP dan merupakan masukan utama dalam proses MRP.
Sedangkan menurut Heizer dan Render (2005, p162), Jadwal Produksi Induk dapat
dinyatakan dalam istilah sebagai berikut:

Pesanan pelanggan pada sebuah perusahaan dengan pusat kerja (membuat


berdasarkan pesanan make to order).

Modul pada sebuah perusahaan berulang (merakit sesuai persediaan assamble to

stock).

Sebuah barang jadi pada sebuah perusahaan berlanjut (membuat berdasarkan


persediaan make to stock).

2.3.1

Fungsi Jadwal Produksi Induk (Master production schedule-MPS)


Menurut Gasperz (2004, p142), Jadwal Produksi Induk pada dasarnya memiliki 4

fungsi utama, yaitu:


a) Menyediakan

atau

memberi

input

utama

kepada

sistem

perencanaan

kebutuahan material dan kapasitas.


b) Menjadwal pesanan-pesanan produksi dan pembeliaan (Production and Purchase

Orders) untuk item-item jadwal produksi induk.


c) Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhaan sumber daya dan kapasitas.

21

d) Memberikan basis untuk membuat janji tentang penyerahaan produk (Delivery

Promises) kepada pelanggan.

2.3.2

Masukan bagi Jadwal Produksi Induk (Master production schedule-MPS)


Menurut Gasperz (2002, p142), sebagai suatu aktivitas proses penjadwalan produksi

induk (Master production schedule MPS) membutuhkan 5 input utama yaitu:


1) Data Permintaan Total
Merupakan salah satu sumber data bagi proses jadwalan produksi induk. Data
permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-pesanan.
2) Status Inventory
Berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan
untuk penggunaan tertentu (Allocated Stock), pesanan-pesanan produksi dan
pembelian yang dikeluarkan (Released Production and Purchase Orders), dan

Firm Planned Orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak
inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3) Rencana Produksi
Memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya
untuk menetukan tingkat produksi, inventory, dan sumber daya lain dalam
produksi itu.
4) Data Perencanaan
Berkaitan dengan aturan-aturan tentang Lot Sizing yang harus digunakan,

Shrinkage Factor, stok pengaman (Safety Stock), dan waktu tunggu (Lead Time)
dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam dokumen induk dari item
(Item Master File).

22

5) Informasi dari RCCP (Rough Cut Capacity Planning)


Berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah
satu input bagi MPS.

2.3.3

Format Penyusunan Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule


MPS)
Bentuk umum dari MPS adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule MPS)
Description :
Lot Size

Lead Time :

Safety Stock :

On Hand

Demand Time Fences :

Planning Time Fences :


Periode (weak)

Forecast
Actual Order
Project Available Balance
Available To Promise
Master Schedule
Sumber: Production Planning and Inventory Control Berdasarkan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT

Menuju Manufacturing 21

Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut:


1) Lead Time
Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk memprediksi atau membeli suatu item.
2) On Hand
Adalah posisi inventory awal yang secara fisik tersedia dalam stok, yang merupakan
kuantitas dari item yang ada dalam stok.

23

3) Lot Size
Adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik / pemasok.
4) Safety Stock
Adalah stok tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventory
yang dijadikan sebagai stok

pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan

penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat, kebijaksanaan


manajemen berkaitan dengan stabilisasi dari sitem manufacturing semakin stabil
kebijaksanaan stok pengaman dapat diminimumkan.
5) Demand Time (DTF)
Adalah periode mendatang dari Jadwal Produksi Induk (Master Production ScheduleMPS) dimana, dalam periode ini perubahan-perubahan terdapat MPS tidak diizinkan
atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat
ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal.
6) Planning Time Fences (PTF)
Adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam hal ini, perubahan-perubahan
terdapat MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian jadwal yang akan
menimbulkan kerugian dalam biaya.
7) Time Periods For display
Adalah banyaknya periode waktu yang ditampilkan dalam format MPS
8) Sales Plan (Sales Forecast)
Merupakan rencana penjualan dan ramalan penjualan untuk item yang dijadwalkan.
9) Actual Orders
Merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti.
10) Projected Available Balances (PAB)
Merupakan proyeksi on-hand inventory dari waktu kewaktu selama horizon
perencanaan Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule MPS), yang

24

menunjukan status inventory

yang diproyeksikan pada akhir dari setiap periode

waktu dalam perencanaan Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule-MPS).


11) Available To Promise (ATP)
Merupakan informasi yang sangat berguna bagi departemen pemasaran untuk
mampu memberikan jawban-jawaban yang tepat terhadap pertanyaan pelanggaran
tentang Kapan anda dapat mengirimkan item yang telah dipesan itu? nilai ATP
memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk tertentu yang
dijadwalkan pada periode waktu itu bagian pemasaran dapat membuat janji yang
tepat pada pelanggan.
12) Master Schedule
Merupakan jadwal produksi yang diantisipasi (Anticipated Manufacturing Schedule)
untuk item tertentu.

2.4

Daftar Kebutuhan Bahan (Bill of Material- BOM)


Menurut Herjanto (2004, p260) Daftar Kebutuhan Bahan (Bill of material BOM)

adalah daftar dari produk dan komponen yang diperlukan untuk dirakit atau dicampur agar
menjadi produk akhir.
Sedangkan menurut Heizer dan Render (2005, p164) Daftar Kebutuhan Bahan (bill of

material BOM) adalah sebuah pembuatan daftar komponen, komposisi dan jumlah dari
setiap bagian yang diperlukan untuk membuat satu unit produk.

2.5

Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning - MRP)


Menurut Heizer dan Render (2005, p260) Perencanaan Kebutuhan Material (Material

Requirement Planning MRP) merupakan sebuah teknik permintaan terikat yang


menggunakan daftar kebutuhan bahan, persediaan, penerimaan yang diperkirakan dan
jadwal produksi induk untuk menentukan kebutuhan material.

25

Sedangkan menurut Herjanto (2004, p257) Perencanaan Kebutuhan Material


(Material Requirement Planning MRP) adalah suatu konsep dalam manajemen produksi
yang membahas cara tepat dalam merencanaan kebutuhaan barang dalam proses produksi,
sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan.

2.5.1

Tujuan Perencanaan Kebutuhaan Material (MRP)


Menurut Herjanto (2004,p258), secara umum sistem Perencanaan Kebutuhaan

Material dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

Meminimalkan Persediaan
Perencanaan

Kebutuhaan

(Material

Material

Requirement Planning MRP)

mengidentifikasikan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan


disesuikan dengan jadwal produksi induk (Master Production Schedule). Dengan
menggunakan metode ini, pengadaan (pembelian) atas komponen yang diperlukan
untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja
sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan.

Mengurangi Resiko karena Keterlambatan Produksi atau Pengiriman


Perencanaan

Kebutuhaan

(Material

Material

Requirement Planning MRP)

mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi
jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun
pengadaan atau pembeliaan komponen, sehingga memperkecil resiko tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana
produksi.

Komitmen yang Realistis


Dengan Perencanaan Kebutuhaan Material (Material Requirement Planning MRP),
jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga

26

komitmen dalam penggiriman barang dilakukan secara realistis. Hal ini mendorong
meningkatkan kepuasan dan kepercayaan konsumen.

Meningkatkan Efisiensi
Perencanaan Kebutuhaan Material (Material Requirement Planning MRP), juga
mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan
waktu pengiriman barang dapat direncanakan dengan baik sesuai dengan jadwal
produksi induk.

2.5.2

Kemampuan Sistem MRP


Menurut Nasution (2003, p129) ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari

sistem MRP, yaitu:


1) Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat
Maksudnya adalah menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus
diselesaikan atau kapan material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas
produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal produksi induk.
2) Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item
Dengan diketahuinya kebutuhan akan produksi jadi, MRP dapat menetukan secara
tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan
setiap item komponen.
3) Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan
Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatasan
pemesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat
sendiri.
4) Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang
sudah direncanakan

27

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada
waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan
rencana penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.
Jika penjadwalan masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, berarti
perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen, sehingga perlu
dilakukan pembatalan atas pesanan konsumen tersebut.

2.5.3

Masukan Bagi Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)


Menurut

Gasperz

(2002,

p178)

Perencanaan

Kebutuhan

Material

(Material

Requirement Planning MRP) membutuhkan lima sumber informasi utama yaitu:

Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule MPS)


Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule-MPS) Merupakan suatu
pernyataan definitive tentang produk akhir apa yang direncanakan perusahaan
untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan
dan bilamana produk itu akan diproduksi.

Daftar Kebutuhan Bahan (Bill of Material BOM)


Daftar Kebutuhan Bahan (Bill of Material BOM) merupakan daftar dari semua
material, parts, dan subassemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang
dibutuhkan

untuk

Perencanaan

memproduksi

Kebutuhan

satu

unit

(Material

Material

produk

atau

parent assembly.

Requirement Planning MRP)

menggunakan Daftar Kebutuhan Bahan (Bill of Material BOM) sebagai basis untuk
perhitungan banyaknya setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode
waktu.

Item Master
Item Master merupakan suatu komponen file yang berisi informasi status tentang
material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang menunjukan kuantitas on-

28

hand, kuantitas yang dialokasikan (Allocated Quantity), waktu tunggu yang


direncanakan (Planned Lead Time), ukuran lot (Lot Size), stok pengaman, criteria

Lot Sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting lainnya
yang berkaitan dengan suatu item.

Pesanan-pesanan (Orders)
Pesanan-pesanan (orders) akan memberitahukan tentang berapa banyak dari setiap
item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock-on-hand dimasa
mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis pesanan, yaitu shop orders or work

orders or manufacturing order berupa pesanan-pesanan yang akan dibuat atau


diproduksi di dalam pabrik, dan purchase orders

yang merupakan pesanan-

pesanan pembelian suatu item dari pemasok eksternal. Kita juga dapat
mengkategorikan pesanan-pesanan yang datang (incoming orders) apabila dari

shop

orders

atau

purchase

order

dalam

bentuk

yang

berbeda,

yang

memberitahukan apakah pesanan itu telah dikeluarkan (released orders) atau


apakah pesanan itu masih berupa rencana yang belum dikeluarkan (planned orders)

Kebutuhan-kebutuhan (Requirements)
Kebutuhan-kebutuhan (Requirements) akan memberitahukan tentang berapa
banyak dari masing-masing item itu dibutuhkan, sehingga akan mengurangi stock-

on-hand . Pada dasarnya terdapat dua jenis kebutuhan, yaitu:


1) Kebutuhan Internal yang biasanya digunakan dalam pabrik untuk membuat
produk lain.
2) Kebutuhan Eksternal yang akan dikirim ke luar pabrik berupa: pesanan
pelanggan (customers orders), service part dan sales forecast.
Suatu catatan kebutuhan biasanya berisi informasi tentang : nomor item yang
dibutuhkan, kuantitas yang telah dikeluarkan dari stock room, dan lain-lain.

29

2.5.4

Proses Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning -

MRP)
Menurut Herjanto (2004, p263) kebutuhan untuk setiap komponen yang diperlukan
dalam melaksanakan MPS dihitung dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
1) Netting,

yaitu

jumlah

kebutuhan

bersih

dari

kebutuhan

kasar

dengan

memperhitungkan jumlah barang yang akan diterima, jumlah persediaan yang ada,
dan jumlah persediaan yang akan dialokasikan.
2) Konversi dari kebutuhan bersih menjadi kuantitas-kuantitas pemesanan
3) Menempatkan suatu pelepasan pemesanan pada waktunya yang tepat dengan cara
menghitung mundur (backward scheduling) dari waktu yang dikehendaki dengan
memperhitungkan waktu tenggang, agar memenuhi pesanan komponen yang
bersangkutkan.
4) Menjabarkan rencana produksi produk akhir kebutuhan kasar untuk komponenkomponennya melalui daftar material.

2.6

Pengertian Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (Material Requirement

Planning (MRP))
Metode Material Requirement Planning (MRP) merupakan metode perencanaan
(planning) dan penjadwalan (scheduling) pesanan dan inventori untuk item-item permintaan
bebas (dependent demand), item-item yang termasuk dalam dependent demand adalah
bahan baku (raw materiali), bagian dari produk (parts), sub perakitan (subassemblies), dan
perakitan (assemblies).
Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat,
untuk penempatan yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Berikut ini akan dikemukakan
terlebih dahulu beberapa pengertian MRP :

30

Menurut pendapat Fredy Rangkuti (2004, p144) : Material Requirement Planning


(MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk
produksi yang memerlukan tahapan proses / fase.

Menurut pendapat Gaspersz (2004, p177) : Perencanaan Kebutuhan Material


(Material Requirement Palanning) adalah metode penjadwalan untuk perencanaan
pembelian pesanan (purchased planned orders) dan perencanaan pesanan
(manufactured planned orders). Planned manufactured order kemudian diajukan
untuk analisis lanjutan berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan
menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas.

Menurut pendapat Sheikh (2002, p88) : MRP is a sample set of calculation that show

create good and services maintain valid schedules that show what items are required
and they are need.

Menurut pendapat Tampubolon (2004, p213) : Perencanaan kebutuhan bahan baku


(MRP) merupakan komputerisasi sistem persediaan seluruh bahan yang dibutuhkan
dalam proses konversi suatu perusahaan, baik usaha manufaktur ataupun
perusahaan jasa.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa MRP merupakan

suatu perencanaan produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke barang
mentah (komponen) yang dibutuhkan yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu
tenggang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masingmasing komponen suatu produk yang akan dibuat.

2.6.1

Tujuan dan Manfaat MRP


Menurut pendapat Tampubolon (2004,p214) tujuan dari sistem MRP adalah :

1. Membatasi jumlah kebutuhan bahan atau komponen sehingga sesuai dengan


kebutuhan produk yang akan dihasilkan.

31

2. Mengurangi

hambatan

proses

produksi

dengan

mencegah

keterlambatan

penyampaian (delivery) produk kepada pelanggan.


3. Meningkatkan efesiensi operasional perusahaan.
Manfaat MRP menurut pendapat Barry Render dan Jay Heizer (2001,p362) :
1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.
2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik.
4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar.
5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.

Master
Production
Schedule

Product
Structure
File

Work
Order

Material
Requirement
Planning

Item
Master
File

Purchase
Order

Rescheduling
Notices

Sumber : Russell Taylor (2003,p552)

Gambar 2.2 Material Requirement Planning


Proses kerja MRP banyak dipengaruhi oleh berbagai hal guna mendukung sistem
MRP yang terintegrasi dan untuk tujuan yang berguna bagi kelancaran proses produksi

32

khususnya dalam efisiensi biaya produksi. Untuk itu dalam pengelolaan data sistem MRP
pada pembuatan suatu produk dibutuhkanlah data-data yang mendukung dan menunjang
sistem ini untuk dapat diperhitungkan secara akurat, untuk itu data-data yang diperoleh
haruslah data aktual yang berkaitan seputar jadwal produksi induk (Master Production

schedule), daftar kebutuhan bahan (BOM), item master, data pesanan-pesanan, dan data
kebutuhan. Setelah semua data itu terkumpul kemudian data tersebut di olah pada sistem
MRP dengan melihat perencanaan kapasitas produksi yang tepat, kemudian output berupa
informasi (report) dari laporan itu berguna sebagai laporan normal yang digunakan untuk
persediaan dan kontrol produksi ataupun perencanaan proses kerja dari MRP dimasa
mendatang.

2.6.2

Komponen MRP
Menurut pendapat Chase, et al (2004,p588) MRP mempunyai tiga input informasi

yang diperlukan, yaitu :


1. Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule (MPS))
MPS adalah perencanaan dalam suatu fase yang menentukan berapa banyak
dan kapan perusahaan merancanakan, membuat tiap akhir produk akhir. MPS dibuat
dengan membagi rencana produksi total dalam bermacam-macam produk akhir yang
akan dibuat, dimana hasil ramalan tersebut dipakai untuk membuat rencana yang
lebih terperinci atau rencana jangka pendek. MPS merupakan proses alokasi untuk
membuat sebuah produk yang diinginkan dengan memperlihatkan kapasitas yang
dimiliki.
2. Stuktur Produk (Bill of Material (BOM))
BOM merupakan daftar komponen yang diperlukan untuk membuat atau
merakit satu unit produk jadi. Bom file berisi penjelasan yang lengkap atas produk,
tidak hanya mencantumkan data mengenai bahan baku dan komponen tetapi juga

33

mencantumkan mengenai urutan-urutan produksi. BOM juga Sering juga disebut


sebagai struktur pohon produk (product structure tree) karena menunjukan
bagaimana sebuah produk itu dibentuk oleh komponen-komponen. Struktur produk
ini menunujukan berapa banyak setiap komponen dan bagian produk yang akan
diperlukan, urutan perakitan bila struktur produk dimasukkan kedalam master BOM,
yang memperinci semua nama komponen, nomor identitas, nomor gambar, dan
sumber bahan baik yang dibuat dalam perusahaan ataupun yang dibeli dari pihak
luar. Permintaan daftar komponen ini akan dirakit, sehingga master BOM juga
merupakan suatu bentuk pemrosesan.
Adapun contoh BOM dari Buku Prinsip-Prinsip Manajemen Operasional,
karangan Barry Render dan Jay Heizer (2001, p359) adalah sebagai berikut :
Contoh 1
Permintaan Fun Lawn untuk produk A adalah 50 unit. Setiap unit A memerlukan 2
unit B dan 3 unit C. Setiap unit B memrlukan 2 unit D dan 3 unit E. Lebih jauh lagi,
setiap Unit C memrlukan satu unit E dan 2 unit F. dan setiap unit F memrlukan satu
unit G dan 2 unit D. Maka, permintaan untuk unit B, C, D, E, F dan G sangat
dependen terhadap permintaan Untuk A. dengan informasi ini, kita dapat membuat
struktur produk untuk produk persediaan yang terkait.

34

Tingkat

Struktur produk untuk produk A

B(2)

C(3)

E(3)

E(1)

D(2)

F(2)

G(1)

D(2)

Struktur ini mempunyai empat tingkatan : 0, 1, 2 dan 3. Ada empat induk,


yaitu : A, B, C, dan F. Dibawah setiap produk induk ini paling tidak ada satu tingkat
yang lebih rendah. Produk B, C, D, E, F, dan G merupakan komponen/anak karena
setiap produk itu di atasnya terdapat paling tidak satu tingkat yang lebih tinggi. Pada
struktur ini, B, C, dan F merupakan induk sekaligus komponen. Angka didalam
kurung mengisyaratkan jumlah unit dari produk tertentu itu yang diperlukan untuk
membuat produk yang tepat berada diatasnya. Oleh karena itu, B2 berarti bahwa
diperlukan 2 unit B untuk setiap unit A, dan F2 berarti bahwa diperlukan 2 unit F
untuk setiap unit C.
Sekali

kita

telah

mengembangkan

struktur

produknya,

kita

dapat

menentukan jumlah unit dari setiap produk yang diperlukan untuk memenuhi
permintaan sebagaimana diperlukan di bawah ini :

35

KomponenB2XjumlahA=(2)(50)=100
KomponenC3XjumlahA=(3)(50)=150
KomponenD2XjumlahB+2XjumlahF=(2)(100)+(2)(300)=800
KomponenE3XjumlahB+1XjumlahC=(3)(100)+(1)(150)=450
KomponenF2XjumlahC=(2)(150)=300
KomponenG1XjumlahF=(1)(300)=300
Maka, untuk 50 unit A, kita memerlukan 100 unit B, 150 unit C, 800 unit D,
450 unit E, 300 unit F, dan 300 unit G.
3. Catatan Daftar Persediaan (Infentory Records File)
Catatan daftar persediaan merupakan catatan tentang persediaan komponen
yang ada digudang dan sudah dipesan tapi belum diterima. Catatan ini digunakan
bila diperlukan dalam produksi. Isi catatan ini adalah nomor identifikasi, kuantitas
yang tersedia, tingkat stok pengaman (safety stock), kuantitas yang telah
direncanakan untuk dan waktu tunggu pengadaan (procurement leadtime) untuk
tiap item. Catatan ini harus selalu baru dengan cara melakukan pencatatan atas
transaksi-transaksi yang terjadi seperti penerimaan, pengeluaran, produk gagal, dan
pemesanan, untuk adanya kekeliruan dalam perencanaan.

36

2.6.3

Proses MRP
Format perencanaan kebutuhan material :

Tabel 2.2
Tabel Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning MRP)

Sumber : Production planning and Inventory Control Berdasarkan Sistem Terintegrasi MRP II dan Jit
Menuju Manufacturing 21

Menurut pendapat Gaspersz (2004,p180) mekanisme proses MRP adalah sebagai


berikut :
1. Waktu Tunggu (Lead Time)
Waktu tunggu (lead time) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP
menyarankan suatu pesanan samapi item yang dipesan itu siap untuk digunakan.
2. Persediaan yang Ada (On Hand)
Persediaan yang ada (On Hand) merupakan persediaan yang ada yang menunjukan
kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam gudang (stockroom).
3. Ukuran Lot (Lot Size)
Ukuran lot merupakan kuantitas pesanan (Order Quantity) dari item yang memberi
informasi kepada MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan serta teknik
ukuran lot (Lot Sizing) apa yang akan dipakai.

37

4. Stok Pengaman (Safety Stock)


Stok pengaman merupakan stok yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk
mengatasi fluktuasi dalam permintaan dan/atau penawaran.
5. Horison Perencanaan (Horizon Planning)
Horizon perencanaan merupakan banyaknya waktu ke depan yang terdapat dalam
perencanaan.
6. Kebutuhan Kotor (Gross Requirement)
Kebutuhan kotor merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang
terantisipasi (Anticipated Requirement) untuk setiap priode waktu bagian (parts)
tertentu dapat mempunyai kebutuhan kotor yang meliputi permintaan bebas
(independent demand) dan permintaan tak bebas (dependent demand).
7. Perhitungan Persediaan yang Ada (Projected On Hand)
Perhitungan persediaan yang ada ini dapat dihitung berdasarkan formula : Projected
On Hand = On Hand pada awal periode + Rencana Masukan (Schedule Receipts)
Permintaan Kotor (Gross Requirement)
8. Perhitungan Ketersediaan Bahan (Project Available)
Perhitungan ketersediaan bahan merupakan kuantitas yang diharapkan ada dalam
persediaan pada akhir periode, dan tersedianya untuk penggunaan dalam periode
selanjutnya. Project Available dihitung berdasarkan formula :

Project Available = On Hand pada awal periode (Project Available pada periode
sebelumnya) + Schedule Receipt periode sekarang + Planned Order Receipts periode
sekarang Gross Requirement periode sekarang.
9. Kebutuhan Bersih (Net Requirement)
Kebutuhan bersih merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk periode
ini, sehingga perlu diambil tindakan ke dalam perhitungan rencana penerimaan

38

pesanan (planned order receipt) agar menutupi kekurangan pada periode ini. Net
Requirement dapat dihitung dengan formula :

Net Requirement = Gross Requierement + Alokasi (Alocation) + Safety Stock


Schedule Receipts Project Available pada akhir periode lalu.
10. Perencanaan Penerimaan Pesanan (Planned Order Receipt)
Perencanaan penerimaan pesanan merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali
(pesanan manufakturing atau pesanan pembeli) yang telah direncanakan oleh MRP
untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan bersih (Net

Requirement).
11. Rencana Keluarnya Pesanan (Planned Order Release)
Rencana keluarnya pesanan merupakan kuantitas planned order yang ditempatkan
atau dikeluarkan pada periode tertentu, agar item yang dipesan itu akan tersedia
pada saat dibutuhkan.

2.6.4

Output MRP
Menurut pendapat Davis, Heineke (2005, p250) dari proses MRP dihasilkan dua

output MRP yaitu Primary Report dan Secondary Report.


1. Laporan Primer (Primary Report)
Laporan primer adalah hal utama atau laporan normal yang digunakan untuk
persediaan dan control produksi, yang termasuk laporan ini adalah :
a. (Planed order), rencana pemesanan untuk masa yang akan datang
b. (Order realeas notice), pesanan yang dikeluarkan, yang menunjukan kapan
harus dilaksanakan perencanaan pemesanan (planned order).
c.

(Changes in due dates), perubahan pada rencana pemesanan, penjadwalan


ulang (dikarenakan keadaan cuaca atau lalu lintas).

39

d. (Concellations or suspension), pembatalan pesanan terbuka dikarenakan adanya


pembatalan dari jadwal induk (MPS).
e. (Inventory status data), data keadaan persediaan.
2. Laporan Sekunder (Secondary Report)
Laporan sekunder adalah laporan tambahan dimana MRP dapat memilih
program-programnya :
a. (Planning report), laporan perencanaan digunakan untuk meramalkan dan
menetapkan kebutuhan persediaan di masa yang akan datang.
b. (Performance

report),

laporan

pengendalian

yang

menentukan

waktu

pelaksanaan yang digunakan untuk mengevakuasi sistem operasi antara


lamanya waktu menunggu komponen bahan baku (lead time) dengan jumlah
yang telah dipakai serta biayanya.
c.

(Exception report), laporan penolakan memberikan informasi tentang adanya


kesalahan keterlambatan pesanan, bahkan sisa dan komponen yang tidak ada,
serta pengecualian untuk syarat-syarat pembelian.

2.7

Sistem Lot Sizing Pada MRP

Lot Sizing adalah kuantitas yang dikeluarkan pada rencana penerimaan order dan
pengeluaran order pada jadwal MRP. Untuk barang-barang yang diproduksi sendiri ukuran lot
adalah kuantitas produksi, untuk barang-barang yang dibeli lot sizing merupakan kuantitas
yang dipesan dari supplier. Sebagian besar lot sizing berurusan dengan bagaimana
menyeimbangkan antara set up cost/ordering cost atau holding cost yang berhubungan
dengan kebutuhan bersih yang dihitung dari proses perencanaan MRP.
Menurut pendapat Chase, et al (2004,p604) ada empat yaitu :
1. Lot Per Lot (Lot for Lot (L4L))
2. Jumlah Pesanan Ekonomis (Economic Order Quantity (EOQ))

40

3. Biaya Total Terkecil (Least Total Cost (LTC))


4. Biaya Unit Terkecil (Least Unit Cost (LUC))
Contoh penggunaan teknik lot sizing tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Diketahui tabel kebutuhan bersih dalam delapan minggu adalah sebagai berikut :
Biaya per unit

$10.00

Biaya pemesanan

$47.00

Biaya persediaan per minggu 5%


Kebutuhan bersih :

2.7.1

50

60

70

60

95

75

60

55

Lot Per Lot (Lot-For-Lot)


Adapun yang dapat dilakukan oleh teknik ini adalah :

Menetapkan rencana pemesanan dengan tepat terhadap kebutuhan bersih.

Menghasilkan dengan tepat apa yang dibutuhkan setiap minggunya tanpa ada
kelebihan yang dibawa kepriode berikutnya.

Meminimalisasi biaya persediaan.

Menghindari biaya pengadaan atas keterbatasan kapasita


Table dibawah ini menunjukan perhitungan Lot-For-Lot terhadap masalah Lot sizing

diatas :

41

Table 2.3 Lot-For-Lot

Weeks

Net
Requirement

Production
Quantity

Ending
Inventory

Holding
Cost

Setup
Cost

Total
cost

1
2
3
4
5
6
7
8

50
60
70
60
95
75
60
55

50
60
70
60
95
75
60
55

0
0
0
0
0
0
0
0

$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00

$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00

$47.00
$94.00
$141.00
$188.00
$235.00
$282.00
$329.00
$376.00

Sumber : Chase, et al (2004,p604)

2.7.2

Jumlah Pesanan Ekonomis (Economic Order Quantity)


Dalam EOQ harus terdapat permintaan yang tetap dan juga harus terdapat safety

stock model EOQ menggunakan perkiraan permintaan total tahunan, biaya pengadaan, biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan dalam setahun. EOQ tidak dirancang untuk sistem yang
terputus-putus seperti MRP. Teknik lot sizing digunakan dalam MRP yang diasumsikan bahwa
kebutuhan bahan baku telah tersedia di awal produksi. Biaya penyimpanan dicatat pada saat

ending inventory periode tersebut, tidak pada average inventory seperti pada kasus model
EOQ. EOQ berasumsi bahwa bahan baku terus digunakan selama periode berlangsung,
besarnya lot dalam EOQ model tidak selalu menunjukan keseluruhan periode produksi.
Menggunakan data sama dengan contoh Lot for lot, EOQ dihitung dengan cara sebagai
berikut :

Permintaan tahunan berdasarkan per delapan minggu :

525
8

52

3412,5

42

Biaya penyimpanan tahunan :

0,5%

$10

52

$2.60

Biaya persiapan : S = $47

Jadi :

2 3412,5 47
$2,60

351

Table berikut menunjukan jadwal MRP menggunakan EOQ 351 unit :

Tabel 2.4 Economic Order Quantity


(1)
Weeks
1
2
3
4
5
6
7
8

(2)
Net
Requirement
50
60
70
60
95
75
60
55

(3)
Produktion
Quantity
351
0
0
0
0
351
0
0

(4)
Ending
Inventory
301
241
171
111
16
292
232
177

(5)
Holding
Cost
$15,25
$12,05
$8,55
$5,55
$0,80
$14,60
$11,60
$8,85

(6)
Setup
Cost
$47.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$47.00
$0.00
$0.00

(7)
Total
cost
$62,05
$74,10
$82,65
$88,20
$89,00
$150,60
$62,20
$171,05

Sumber : Chase, et al (2004,p605)

2.7.3

Total Biaya Terkecil (Least Total Cost)


Metode ini merupakan teknik lot sizing yang menghitung jumlah pemesanan dengan

membandingkan antara set up cost dan carrying cost untuk lot sizing yang bervariasi dan
memilih sebuah lot yang memberikan atau mempunyai set up cost dan carrying cost yang
hampir sama.

43

Pada bagian berikut menunjukan hasil biaya terkecil dari lot sizes. Adapun prosedur
untuk menghitung Least Total Cost Lot Sizes adalah dengan membandingkan biaya
pemesanan (ordering cost) dengan biaya penyimpanan (holding cost) untuk berbagai
minggu. Pemilihan yang tepat adalah lot sizing dimana biaya pemesanan (ordering cost) dan
biaya penyimpanan (holding cost) adalah kira-kira sama.
Tabel berikut menunjukan perhitungan Least Total Cost for an MRP Schedule.

Tabel 2.5 Least Total Cost

weeks

Quantity
Ordered

Carrying
Cost

Order
Cost

Total
Cost

1
1-2
1-3
1-4
1-5

50
110
180
240
335

$0.00
$3.00
$10.00
$19.00
$38.00

$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00

$47.00
$50.00
$57.00
$66.00
$85.00

1-6
1-7
1-8
6
6-7

410
470
525
75
135

$58.75
$74.75
$94.00
$0.00
$3.00

$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00

6-8

190

$8,50

$47.00

1st order
Least Total
Cost

$103.75
$121.75
$141.00
$47.00
$50.00

2nd order
Least Total
Cost

Weeks

Net
Requirement

Produktion
Quantity

Ending
Inventory

Holding
Cost

Setup
Cost

Total
cost

1
2
3
4
5
6
7
8

50
60
70
60
95
75
60
55

50
60
70
60
95
75
60
55

0
0
0
0
0
0
0
0

$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00

$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00

$47.00
$94.00
$141.00
$188.00
$235.00
$282.00
$329.00
$376.00

Sumber : Chase, et al (2004,p606)

$55.50

44

2.7.4

Biaya Unit Terkecil (Least Unit Cost)

least Unit Cost merupakan teknik yang menambah biaya set up dan penyimpanan
untuk setiap lot dan dibagi dengan jumlah unit setiap lot, dan mengambil sebuah lot dengan

unit cost yang paling kecil. Table berikut menunjukan perhitungan menggunkan Least Unit
Cost run size for an MRP schedule.
Tabel 2.6 Least Unit Cost
weeks

Quantity
Ordered

Carrying
Cost

Order
Cost

Total
Cost

Unit
Cost

1
1-2
1-3
1-4
1-5
1-6

50
110
180
240
335
410

$0.00
$3.00
$10.00
$19.00
$38.00
$58.75

$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00
$47.00

$47.00
$50.00
$57.00
$66.00
$85.00
$103.75

$0,9400
$0,4545
$0,3167
$0,2750
$0,2537
$0,2530

1-7
1-8
7

470
525
60

$74.75
$94.00
$0.00

$47.00
$47.00
$47.00

$121.75
$141.00
$47.00

$0,2590
$0,2686
$0,7833

7-8

115

$2.75

$47.00

$50.00

$0,4326

1st order
Least Unit
Cost
2nd order
Least Unit
Cost

Weeks

Net
Requirement

Production
Quantity

Ending
Inventory

Holding
Cost

Setup
Cost

Total
cost

1
2
3
4
5
6
7
8

50
60
70
60
95
75
60
55

410
0
0
0
0
0
115
0

360
300
230
170
75
0
55
0

$18.00
$15.00
$11.50
$8.50
$3.75
0
$2.75
$0.00

$47.00
$0.00
$0.00
$0.00
$0.00
0
$47.00
$0.00

$65.00
$80.00
$91.00
$100.00
$103.75
$103.75
$153.00
$153.50

Sumber : Chase, et al (2004,p607)

Dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP) dalam


perhitungan pengendalian persediaan, maka didapat data sebagai berikut:

45

Dari

Metode Lot For Lot

$ 376.00

Metode EconomicOrder Quantity

$ 171.05

Metode Least Total Cost

$ 140.50

Metode Least Unit Cost

$ 153.50

perhitungan

diatas,

Least

Total

Cost

adalah

metode

yang

dapat

meminimalisasikan biaya persediaan sampai $ 140.50 sehingga didapatkannya nilai tersebut,


terbukti salah satu metode dalam MRP ini dapat berperan dalam pengefisienan biaya
produksi.
Penggunaan MRP dapat menurunkan biaya pengadaan bahan baku pada setiap
tahunnya. Dengan demikian, dilakukannya penghematan biaya pengadaan bahan baku
persediaan pengefisienan biaya produksi, maka persediaan dapat dikendalikan secara baik
oleh perusahaan. Kebijakan perencanaan persediaan yang optimal akan terwujud akibat dari
pengendalian persediaan bahan baku perusahaan yang diproses secara tepat dengan MRP itu
sendiri. Dengan kata lain, bahwa jika biaya produksi efisien maka hal tersebut dapat
mengendalikan persediaan perusahaan.

2.8

Teknik Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing)


Menurut Herjanto (2004,p271) terdapat beberapa teknik penentuan ukuran Lot,

yang terdiri dari:


1. Lot For Lot (LFL)
Metode Lot For Lot (LFL) atau metode persediaan minimal berdasarkan pada ide
menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah
persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dapat dilakukan dalam
jumlah berapa saja, pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan

46

(Lot For Lot) menghasilkan tidak hanya persediaan. Biaya yang timbul hanya berupa
biaya pemesanan. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang,
mengakibatkan terhetinya produksi, jika persediaan itu berupa bahan baku, atau
tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa bahan jadi.
Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang-barang yang tidak
tahan lama, metode ini merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik.

2. Economic Order Quantity (EOQ)


Apabila menggunakan pendekatan EOQ, ukuran lotnya sebagai berikut

Dengan
D = Jumlah kebutuhan barang
S = Biaya pemesanan
H = Biaya penyimpanan

3. Period Order Quantity (POQ)


Metode ini sering disebut juga dengan metode uniform order cyle, merupakan
pengembangan dari metode EOQ untuk permintaan yang tidak seragam dalam
beberapa periode. Rata-rata permintaan digunakan dalam metode EOQ untuk
mendapatkan rata-rata jumlah barang setiap kali pemesanan. Angka ini selanjutnya
dibagi dengan rata-rata jumlah permintaan per periode dan hasilnya dibulatkan ke
dalam angka integar. Angka terakhir menentukan jumlah periode waktu yang

47

dicakup dalam setiap kali pemesanan. Perhitungan diatas dapat diselasaikan dengan
rumus, sebagai berikut:

Dengan
D = Rata-rata kebutuhan

4. Metode Part Periode Balancing (PPB)


Metode ini merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot
untuk suatu kebutuhan materi yang tidak seragam menjadi lot-lot yang dapat
memperkecil total biaya persediaan. Meskipun tidak menjamin diperolehnya biaya
total yang minimum, metode ini memberikan pemecahan yang cukap baik. Metode
ini mirip dengan model EOQ yang berusaha membuat biaya penyimpanan sama
dengan biaya pemesanan. Namun, berberapa dengan model EOQ, metode ini
dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap pesanan, yang
dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama. Ukuran Lot dicari
dengan menggunakan pendekatan periode bagian yang ekonomis (economic
part period, EPP), yaitu dengan membagi biaya pesanan (biaya set-up) dengan
biaya penyimpanan perunit per periode.

48

2.9

Kerangka Pemikiran
Penjelasan Kerangka Pemikiran:
Untuk menyusun sistem Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement

Planning, MRP) pada PT. Gapura Citra Indonesia dibutuhkan sejumlah data atau daftar
kebutuhan bahan, persediaan, penerimaan yang diperkirakan, dan jadwal produksi induk
untuk menentukan kebutuhan material. Data-data tersebut dibutuhkan karena MRP
merupakan sebuah teknik permintaan terkait, yang menggunakan sejumlah data sebagai
masukan, terutama Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule MPS), dimana
jadwal produksi merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan,
termaksud peramalan, backlog, rencana suplai/ penawaran, persediaan akhir, dan kuantitas
yang dijanjikan tersedia (available to promise, ATP). Untuk menyusun Jadwal Produksi Induk
(Master Production Schedule MPS) PT. Gapura Citra Indonesia memerlukan sejumlah data
yang harus diolah terlebih duhulu, seperti data pemesanan dari konsumen dan data
persediaan akhir bahan baku. Dari data pemesanan (customer order) sejumlah produk
mainan, yang kemudian bagian PPIC pada perusahaan mencari tahu daftar kebutuhan bahan
baku (Bill Of Material BOM produk tersebut dengan melihat daftar komponen, komposisi,
dan jumlah dari setiap bagian yang diperlukan untuk membuat satu unit produksi. Setelah
itu, bagian PPIC mengecek bagian Store Keeping untuk mengetahui jumlah bahan baku
utama yang telah tersedia atau jumlah persediaan bahan baku akhir (bahan baku utama sisa
produksi sebelumnya). Bila kedua hal tersebut diketahui dengan jelas, barulah penghitungan
menggunakan metode MRP Lot For Lot. Setelah diketahui hasil penghitungan menggunakan
metode MRP Lot For Lot, barulah hasilnya dibandingan dengan sistem yang berjalan di
perusahaan. Bila hasil penghitungan MRP Lot For Lot lebih minimal dibandingkan dengan
sistem yang berjalan, maka selanjutnya dilakukan penerapan sistem MRP pada PT. Gapura
Citra Indonesia.

49

Customer Order

Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule MPS)

Catatan keluar masuk Bahan Baku

Catatan
Struktur Produk

Bill Of Material

(BOM)

Planning Production Inventory


Control (PPIC)

Material Requirement Planning


(MRP) Lot For Lot

Sistem yang Berjalan


Di Perusahaan

Analisis Perbandingan hasil antara metode berjalan dengan


metode MRP Lot For Lot

Penerapan MRP Lot For Lot Pada


PT. Gapura Citra Indonesia
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Store Keeping

Anda mungkin juga menyukai