Anda di halaman 1dari 37

Prinsip perencanaan frekuensi

TV Siaran di Indonesia
Rapat Koordinasi Nasional KPI
Hotel Preanger, Bandung, 2 Desember 2004

Denny Setiawan
Direktorat Kelembagaan Internasional
Ditjen Postel-Dephub

Latar belakang

Sejarah

1970-1997: Dua regulator teknis


Ditjen RTF-Deppen/RRI: frekuensi RRI, TVRI
Ditjen Postel: frekuensi Radio Swasta, TV swasta
1998 2001: Deppen bubar, izin di Ditjen Postel
2001 2003: Banyak regulator pemberi izin
Pemda diberi wewenang memberi izin frekuensi untuk TV
Siaran lokal.
Ditjen Postel memberi izin frekuensi seperti biasa
UU No.32 / 2002 Penyiaran

Pembentukan KPI, wewenang izin siaran ke KPI

2004: Transisi KPI, menunggu Peraturan Pemerintah


2

Kronologis Perizinan TV

TVRI : sejak tahun 1960-an


TV swasta terbatas dengan dekoder

TV swasta terbatas tanpa dekoder (free-to-air)

Izin TV nasional untuk RCTI -> 1993, Kepdirjen RTF


Izin TV nasional untuk SCTV -> 1993, Kepdirjen RTF
Izin TV nasional untuk ANTEVE, INDOSIAR, TPI -> 1994

UU No.24 tahun 1997, penyelenggara TV hanya TV nasional


Kebijakan penambahan 5 programa TV swasta nasional terbatas (Ibu Kota provinsi) ->
Kepmen Penerangan 348 Tahun 1998
UU No.22 Tahun 1999 dan PP No.25 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

RCTI wilayah Jakarta -> tahun 1990, Kepdirjen RTF


SCTV wilayah Surabaya -> tahun 1990, Kepdirjen RTF

Kebijakan 2 programa TVRI dan 5 programa TV swasta nasional -> Kepmen Penerangan
No.04A tahun 1993

RCTI wilayah Jakarta -> tahun 1987, Kep. Direktur TVRI


SCTV wilayah Surabaya -> tahun 1989, Kepdirjen RTF

Keruwetan pemberian Izin TV Siaran lokal dan Radio Siaran lokal

UU Penyiaran No.32 tahun 2002 disahkan akhir tahun 2002

Permasalahan

Undang-undang penyiaran No.32 tahun 2002:

Membuka peluang TV lokal


Melarang penyelenggaraan TV swasta nasional kecuali berjaringan dengan
televisi lokal.
Mengizinkan didirikannya lembaga penyiaran komunitas

Dengan berkembangnya jumlah penyelenggara siaran televisi di


Indonesia, maka yang menjadi masalah penting adalah pengaturan
penggunaan frekuensi saluran.
Jika semua penyelenggara siaran yang sudah ada dan yang akan
didirikan harus ditampung dalam setiap daerah layanan yang sama
yang berada di setiap ibukota propinsi atau kabupaten, penataan
saluran menjadi sulit, karena penggunaannya tetap harus
mempertimbangkan beberapa persyaratan teknis yang ada untuk
menghindari terjadinya interferensi.
Teknologi TV Digital dapat memiliki beberapa kelebihan dalam kualitas
dan jumlah program. Kanal untuk TV Digital perlu disiapkan.
4

Perencanaan Frekuensi TV
Siaran di Indonesia

Perencanaan ini adalah membuat suatu pedoman penataan dan penggunaan


saluran televisi bagi setiap penyelenggara siaran televisi di Indonesia, agar
penggunaan saluran dapat dilakukan secara efisien dan benar, sehingga akan
diperoleh hasil penerimaan siaran yang baik sesuai standard di dalam daerah
jangkauan masing-masing, tanpa adanya gangguan interferensi dari pemancar
atau sumber frekuensi lain yang dapat mengganggu kenyamanan publik
menonton televisi.
Aturan dan ketentuan yang dipakai dalam perencanaan ini telah
mempertimbangkan berbagai aspek teknis yang berpengaruh pada penerimaan
siaran televisi antara lain sifat propagasi gelombang radio, kondisi geografis
wilayah, standard penerimaan kuat medan yang baik, interferensi dan protection
ratio.
Dukungan pengalaman lapangan juga sangat membantu untuk memperoleh
hasil perencanaan yang optimal bisa dicapai, tanpa dipengaruhi faktor lain di
luar pertimbangan teknis.
Wilayah layanan atau jangkauan siaran dari sebuah stasiun pemancar televisi
pada kenyataanya tidak mungkiin dibatasi hanya pada batas wilayah
administratif pemerintahan, karena sifat perambatan gelombang
elektromagnetik, sehingga kemungkinan dapat melewati batas daerah
kabupaten, bahkan batas daerah provinsi.
5

Perencanaan Frekuensi TV Siaran


di Indonesia

Distribusi kanal frekuensi untuk satu daerah, akan sangat tergantung


dengan daerah lain yang bersebelahan (kurang lebih s/d radius 250 km)
Kondisi eksisting pengguna TV Siaran (2 programa TVRI dan 5 programa
TV swasta nasional dan 5 programa TV swasta nasional terbatas)
sebetulnya melebihi kapasitas

Pita VHF, hampir semua kanal frekuensi digunakan TVRI mencakup sekitar
80% wilayah Indonesia
Pita UHF, master plan frekuensi awal (th.90-an) adalah 7 kanal frekuensi di
setiap wilayah di Indonesia. Akibat kebijakan Deppen th.1998 (5 TV swasta
nasional baru), terpaksa dijatahkan 11 kanal frekuensi untuk Ibu Kota
Provinsi (jatah daerah bersebelahan dengan IKP dikurangi)

Dasar perencanaan distribusi frekuensi TV siaran adalah kondisi eksisting


pemancar TV siaran, cakupan wilayah layanan yang seluas-luasnya (dapat
meliputi beberapa wilayah kabupaten/kodya, bahkan bisa meliputi beberapa
provinsi), potensi ekonomi serta jumlah pemirsa.
Untuk daerah yang bersebelahan dengan negara lain (terutama sebagian
besar provinsi di Sumatera, Kalimantan), perlu dikoordinasikan frekuensi
secara bilateral dengan negara tetangga tsb (Malaysia, Singapura, dsb)
6

Prinsip perencanaan frekuensi TV

Distribusi kanal tergantung parameter teknis, luas wilayah siaran


(termasuk daya pancar, tinggi antena, lokasi, dsb), protection ratio,
spasi frekuensi serta arah gain antena
Untuk menghitung: jarak minimum antara dua pemancar. Besarnya
bervariasi tergantung parameter teknis.
Dalam planning, memakai asumsi di darat, dan datar. Untuk kondisi
seperti pegunungan, bukit, laut, dsb, ada faktor koreksi, membutuhkan
perhitungan tambahan, juga pengukuran
Sangat dianjurkan dalam wilayah layanan yang sama, tower pada lokasi
yang sama, karena pemirsa menggunakan antena penerima yang
diarahkan. Bila tower tidak sama, maka pemirsa terpaksa membeli dua
antena, atau siaran penerimaannya tidak optimal.

Sejarah perencanaan frekuensi TV UHF

Thn 1990-an: TVRI dan Ditjen RTF bekerjasama dengan JICA expert
telah membuat plan frekuensi nasional untuk 7 kanal dengan wilayah
siaran nasional
Thn 1998 Menpen saat itu meminta dibuka 5 penyelenggara TV baru.
Terpaksa untuk mengakomodasinya, planning diubah tambal sulam.
Kondisi eksisting:

Dalam wilayah layanan yang sama, lokasi tower berbeda-beda.


Lokasi pemancar TVRI dan pemancar TV swasta, banyak yang tidak sama.
Sehingga daerah wilayah layanannya tumpang tindih.
Sejumlah TV lokal diberikan izin oleh Pemda, frekuensinya tidak terencana
dengan baik

Thn. 2003 - KM.76 rencana induk TV-UHF: master plan Ditjen RTF
tahun 1990-an dan modifikasi untuk mengakomodasi penambahan TV
di kota-kota besar.

Standar TV

Standar sistem TV berwarna analog: NTSC


(Amerika), PAL (Eropa), SECAM (Jepang)
Standar TV di Indonesia: VHF: PAL-B, UHF: PAL-G
Standar sistem suara stereoa di Indonesia: NICAM
Standar sistem TV digital di dunia: DVB-T (Eropa),
ISDB-T (Jepang), ATSC (Amerika)
Saat ini Indonesia secara de jure belum
menentukan standar TV Digital. Tetapi secara defacto untuk TV Kabel dan TV Satelit digital
menggunakan DVB.
9

Kanal frekuensi TV
Pita
Frekuensi

Batas
Frekuensi
(MHz)

Bandwidth
Saluran
(MHz)

Nomor
Saluran

Jumlah
Saluran

VHF Band I

54 68

2 dan 3

VHF Band III

174 230

4 s/d 11

UHF Band IV & V

478 806

22 s/d 62

41

Di suatu wilayah layanan, tidak semua kanal bisa digunakan.


Terdapat sejumlah pembatasan-pembatasan penetapan kanal, antara lain:
Co-channel interference (n)
Adjacent-channel interference (n-1 atau n+1)
Image channel interference (n+5 untuk VHF, n+9 untuk UHF)
Frekuensi harmonik
10

Pembatasan kanal
Adjacent Channel (kanal tetangga)

Band

Saluran yang digunakan

Saluran yang dihindari

4 dan 6

n+1 dan n-1

21

22

22

21 dan 23

n+1 dan n-1

III

IVdan V

Batasan frekuensi harmonik

Band

Saluran yag
digunakan

Saluran yang dihindari

VHF

4 dan 5

5, 7, dan 8

27

30 dan 32

33 dan 35

35 dan 37

38 dan 40

41 dan 43

10

43 dan 45

11

46 dan 48

tidak ada

VHF thd UHF

UHF

11

Pengelompokkan kanal TV UHF


di Indonesia
Channel
Group
A
D
B
E
C
F

Ch. UHF

Ch. UHF

Ch. UHF

Ch. UHF

Ch. UHF

Ch. UHF

Ch. UHF

22
23
36
37
50
51

24
25
38
39
52
53

26
27
40
41
54
55

28
29
42
43
56
57

30
31
44
45
58
59

32
33
46
47
60
61

34
35
48
39
62
63

12

Protection Ratio

Protection Ratio adalah nilai minimum perbandingan yang harus


diperoleh antara sinyal yang diinginkan dengan sinyal yang tidak
diinginkan (pengganggu) di suatu daerah layanan, sehingga di
lokasi tersebut dapat diperoleh penerimaan sinyal televisi dengan
kualitas yang baik.
Co-channel protection ratio TV Analog
Nominal Offset
(Line Frequency)

Non Precision Offset


T

(dB)

(dB)

45

52

-4 / 12

30

-8 / 12

30

Frequency Offset

Precision Offset
T

Frequency Offset

(dB)

(dB)

40

-26.000 Hz

22

22

-26.025 Hz

40

-52.000 Hz

22

27

-52.050 Hz

Adjacent channel protection ratio TV Analog


Adjacent Channel

Protection Ratio

Lower Adjacent Channel

-9 dB

Upper Adjacent Channel

-12 dB

13

Nilai field strength


minimum dan maksimum

Batas jangkauan suatu pemancar televisi ditentukan oleh nilai


minimal penerimaan kuat medan (field strength) sinyal gambar.
Sesuai rekomendasi ITU-R BT.417, besarnya kuat medan dalam
(dBV/m) terlihat pada tabel berikut.

Band I

Band III

Band IV

Band V

48

55

65

70

Nilai field strength tersebut diperhitungkan untuk titik jangkauan


terjauh dari lokasi pemancar.

Maksimum field strength yang diperbolehkan dalam suatu service area


adalah > 110 dBV/m yang diterima oleh lebih dari 1 % populasi dalam
service area tersebut, atau > 120 dBV/m yang diterima oleh lebih dari
0,1 % populasi dalam service area tersebut atau tidak lebih dari 100
orang.
14

Penempatan lokasi pemancar

Letak lokasi pemancar dan ERP yang diusulkan sebaiknya


direncanakan sedemikian rupa sehingga akan dicapai kuat medan
maksimum sebagaimana yang dipersyaratkan, dan tidak menimbulkan
gangguan interferensi di daerah layanan lain. Sebagai catatan layanan
penyiaran televisi dengan daya yang tinggi dapat menyebabkan
interferensi yang serius pada layanan komunikasi, meskipun layanan
televisi telah memenuhi semua persyaratan teknis seperti radiasi di luar
band, dan telah dipisahkan dengan baik dari layanan lain.
Di dalam suatu daerah layanan, sebaiknya pemancar televisi baru
berada co-located dengan pemancar televisi dan radio FM-VHF yang
ada, dan juga sebaiknya dapat menggunakan fasilitas (menara, antena)
secara bersama terutama jika layanan yang akan diberikan berada
pada daerah yang sama.
Apabila beberapa stasiun pemancar berada dalam satu lokasi tetapi
tidak menggunakan fasilitas antena dan menara secara bersama, maka
jarak orientasi dan tingginya harus dibuat sedemikian rupa untuk
mencegah terjadinya refleksi dan re-radiasi.
15

Prinsip perencanaan frekuensi


TV UHF

Kanal UHF: Ch. 22-62 (41 kanal)


Dalam satu wilayah layanan yang sama, untuk TV analog:

Tidak bisa adjacent channel (kanal sebelahnya)


Hindari selisih kanal 9, image-channel interference
Kombinasi kanal genap dan kanal ganjil saja

Jumlah maksimum teoritis dalam satu wilayah layanan terisolasi adalah 41:2 =
20 s/d 21 kanal. Tetapi tidak bisa semuanya digunakan, karena diperlukan untuk
mengakomodasi daerah layanan sekitarnya, serta juga untuk jatah gap filler.
Gap filler pemancar daya pancar kecil untuk menutup blank spot karena ada
halangan (gunung, gedung tinggi, dsb).
Di ibu kota propinsi, sepanjang memungkinkan, jumlah maksimum, dengan
mempertimbangkan 7 kanal untuk jatah daerah sekitar lokasi tersebut, adalah
maksimum menjadi 14 kanal. (mengambil jatah daerah yg bersebelahan)
Dari 14 kanal, perlu dipertimbangkan 2 kanal untuk jatah TV digital.
Catatan: Ch.22-25, di beberapa daerah digunakan penyelenggara selular
analog NMT-470 (Mobisel). Perlu dikaji seksama agar tidak interferensi. Hal ini
dapat mengurangi jumlah kanal yang dapat digunakan.

16

Dasar perhitungan #1

Planning : Rekomendasi ITU-R BT.417


Fieldstrength minimum :

Protection Ratio (dB)

Band IV : 65 dBV/m
Band V : 70 dBV/m
Steady
Co-channel
: 52
Co-channel offset +4/-4 : 40
Lower Adjacent
:
1
Upper Adjacent
:
-2
Image Channel (N+9) :
9

Tropo
45
30
-9
-12
-1

Prediksi propagasi : Rekomendasi ITU-R P.370 yang


diperbaharui dengan P.1546
17

Dasar perhitungan #2

Asumsi :
Tinggi antena penerima pengukuran : 10 m
Tinggi efektif antena pemancar: EHAAT=100m
Keandalan penerimaan sinyal :

50 % location
50 % time

Terrain : Darat, datar


Pengelompokkan kelas pemancar
Low Power, ERP daya sistem pemancar di bawah 1 kW
Medium Power, ERP daya sistem pemancar di atas 1 kW s/d 50
kW
High Power, ERP daya sistem pemancar di atas 50 kW

18

PENGUKURAN EHAAT

TINGGI RATA-RATA
PERMUKAAN TANAH

TINGGI ANTENA

EHAAT

EHAAT : EFFEKTIF HIGH ABOVE AVERAGE TERRAIN


(TINGGI EFEKTIF YANG DIUKUR DARI RATA-RATA PERMUKAAN TANAH)

15 km
19

PERHITUNGAN ERP
ERP (dBkW)
(kW)

GAIN ANT (dB)

(kW) = 10 ^ (dBkW/10)

ERP = Ptx Lfeed + Gantena

TRANSMITTER

LOSS FEEDER (dB)


dBkW = 10 Log (kW)

POWER TX (kW)
(dBkW)

20

Jarak aman minimum

Pemancar yang berada di lokasi A dapat menjangkau wilayah


disekitarnya dengan jarak radius R1 yang dapat menerima field
strength pada ujung R1 = 74 dBuv/m ; jarak radius R2 dengan field
strength pada ujung R2 = 65 dBuv/m ; jarak radius R3 yang dengan
field strength pada ujung R3 = 13 dBuv/m;

R2
R1

R3

Tx A

21

Jarak minimum co-channel pada


perencanaan kanal TV

Jarak aman minimum untuk penggunaan frekuensi co-channel harus memenuhi


co-channel protection ratio sebesar 52 dB. Jarak tersebut sama dengan jarak
R2 dan pemancar A yang dapat menerima 65 dBuv/m (R2A) ditambah jarak R3
dari pemancar B yang dapat menerima 13 dBuv/m (R3B) = R2A + R3B.

R2

R3

R2

R1

Tx B

Tx A

22

Jarak minimum co-channel pada


perencanaan kanal TV
N

ERP

Pemancar A

Pemancar

Pemancar B

R1A

+ R1A

+ Jarak

R1B

R2B

Aman

R2A

R3A

R2B

R3B

Low

Low

15 km

100 km

15 km

100 km

115 km

115 km

115 km

Low

Med

15 km

100 km

30 km

200 km

215 km

130 km

215 km

Low

High

15 km

100 km

60 km

500 km

515 km

160 km

515 km

Med

Med

30 km

200 km

30 km

200 km

230 km

230 km

230 km

Med

High

30 km

200 km

60 km

500 km

530 km

260 km

530 km

High

High

60 km

500 km

60 km

500 km

560 km

560 km

560 km

23

Jarak minimum adjacent-channel pada


perencanaan kanal TV

Jarak aman minimum untuk penggunaan frekuensi adjacent-channel harus


memenuhi adjacent-channel protection ratio sebesar -9 dB. Jarak tersebut
sama dengan jarak R2 dan pemancar A yang dapat menerima 65 dBuv/m
(R2A) ditambah jarak R1 dari pemancar B yang dapat menerima 74 dBuv/m
(R1B) = R2A + R1B.

R2

R2

R3

R1

Tx B

Tx A

24

Jarak minimum adjacent-channel pada


perencanaan kanal TV
N

ERP

Pemancar A

Pemancar

Pemancar B

R1A

+ R1A

+ Jarak

R1B

R2B

Aman

R1A

R2A

R1B

R2B

Low

Low

8 km

15 km

8 km

15 km

23 km

23 km

23 km

Low

Med

8 km

15 km

20 km

30 km

38 km

35 km

38 km

Low

High

8 km

15 km

45 km

60 km

56 km

60 km

60 km

Med

Med

20 km

30 km

20 km

30 km

50 km

50 km

50 km

Med

High

20 km

30 km

45 km

60 km

80 km

75 km

80 km

High

High

45 km

60 km

45 km

60 km

105 km

105 km

105 km

25

PERENCANAAN SALURAN FREKUENSI (1/2)

41 saluran
frekuensi

PEMBATASAN PE
NETAPAN SALU
RAN FREK

PERENCANAAN
SCR NAS

PERENCANAAN
SALURAN LINIER

Mencegah gangguan interferensi : Kondisi geografis wil Ind :


-co channel interference (n)

-Negara kepulauan

-adjacent channel interference


(n+1/n-1)

-Dibatasi pegunungan

-image channel interference (n+9)


-frekuensi harmonisa

-Pemisahan wil :
Utara-Selatan (P. Jawa)
Barat-Timur (Sumatra,Sul)
26

PERENCANAAN SALURAN FREKUENSI (2/2)

PERENCANAAN
SALURAN LINIER

PERTIMBANGAN
KONDISI NYATA

GRUP
SALURAN
PETA
DAERAH
LAYANAN

PETA
ALOKASI
SAL FREK
TV UHF

-Penyelenggara TV Eksisting
-Survey Propagasi Gelombang
Frek radio Jangkauan daerah
layanan
-Kriteria teknis jangkauan layanan
(standar kuat medan
penerimaan,referensi penerimaan,
rasio proteksi saluran)
27

SKEMA JANGKAUAN

Grup Saluran Frek


DAYA KELUARAN
ANTENA (ERP)

PEMANCAR

Batas Max Kuat Medan

Titik terluar daerah


layanan (test point)

28

GRUP SALURAN FREKUENSI

Pengelompokan dasar dalam 6 grup


(A,B,C,D,E,F) untuk kebutuhan 7 saluran di
tiap wilayah
Untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 7
saluran per wilayah dapat mengambil jatah
saluran dari wilayah tetangga konsekuensi
logis jika tidak dapat dilakukan pengulangan
sal frekuensi yang sama, akan mengurangi
jatah sal frekuensi di wilayah tetangga tsb

29

Prosedur penetapan kanal


frekuensi

Sesuai pola dasar (7 kanal utama) Group kanal

Ditentukan wilayah layanan sesuai dengan Master Plan TV UHF.


Dipilih lokasi pemancar yang sesuai
Dihitung ERP pemancar yang tidak menyebabkan melebihi batasan yang ditentukan.

Di luar pola dasar (7 kanal utama)

Penambahan kanal untuk pemancar berdaya pancar besar

Dalam keadaan yang memaksa di satu wilayah siaran dapat ditambah saluran baru di
luar 7 (tujuh) saluran yang telah direncanakan.
Dengan digunakannya saluran yang direncanakan untuk wilayah lain mengakibatkan
berkurangnya jumlah saluran, atau bahkan tidak ada lagi saluran yang bisa digunakan di
wilayah tersebut. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa jumlah stasiun pemancar baru
yang bisa dibangun di daerah tersebut akan berkurang dari 7 saluran yang disediakan,
sehingga mungkin perlu dilakukan seleksi atau pertimbangan lain yang lebih luas bagi
penyelenggara siaran yang mengajukan usulan baru.

Penambahan kanal untuk gap filler dan TV komunitas (low power)

Stasiun penyiaran gap filler dan TV komunitas tidak selalu ada disetiap wilayah,
melainkan hanya ada di wilayah tertentu, yaitu wilayah dimana komunitas tersebut
tinggal.
Dengan demikian kebutuhan frekuensi saluran untuk mengatasi blank spot (gap filler)
dan penyiaran komunitas memiliki kesamaan, yaitu untuk service area yang tidak luas,
dan tidak harus ada di seluruh wilayah nasional. Karena itu proses penetapan frekuensi
saluran TV untuk keperluan blank spot (gap filler) dan penyiaran TV komunitas dilakukan
diluar Pola Dasar.

30

PETA AREA LAYANAN TV SIARAN UHF JABOTABEK DAN


JABAR

31

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JABOTABEK


DAN JABAR
Cilegon
Group F
55,59,61

Jabotabek
Group D, E,, & F
23,27,29,31,37,39,4
1,43,45,47,49,
51,53,57

Pandeglang
Group C
50,52,54,56
,58,60,62

Sukabumi
Group A
22,24,26,28
,30,32,34

Malingping
Group A
22,24,26,28
,30,32,34
Pelbhan Ratu
Group D
25,33,35

Purwakarta
Group F
55,59,61
Cirebon,Indramayu
,Kuningan
Group B
36,38,40,
42,44,46,48
Bandung,Pad,Cim
ahi,Cianjur
Group B & C
36,38,40,42,44,46
,48,50,52,54,56,5
8,60,62

KET :
Bold : Kanal Tambahan u/ menjadi
11 kanal
Kanal UHF 22-62 = 41 kanal
Grup A : 22,24,26,28,30,32,34
Grup B : 36,38,40,42,44,46,48
Grup C : 50,52,54,56,58,60,62
Grup D : 23,35,37,39,31,33,35
Grup E : 37,39,41,43,45,47,49
Grup F : 51,53,55,57,59,61

Cianjur Selatan
Group E
37,39,41,43,45,
47,49

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

Garut,Tasik,Ciamis
Group A
22,24,26,28,30,32,3
4

32

PETA AREA LAYANAN TV SIARAN UHF JATENG DAN


JOGYAKARTA

33

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JATENG


& JOGYAKARTA
Jepara
Group F
51,53,55,57
,61
Brebes,Tegal,Pmala
ng,Pekalongan
Group F
51,53,57,59,61

Purwokerto,Bymas,
Prbalingga,Kbmen,
Cilacap
Group E
37,39,41,43,45,47,4
9

Semarang,Kendal,U
ngaran,Demak,Kudu
s
Group D & E
23,25,27,29,31,33,3
5
Magelang,Salat
37,39,41,43,45,47,4
iga,Temanggun
9
g
Group C
50,52,54,56,58,
Purworejo
60,62
Group F
51,53,55,57,
59,61

Blora,Cepu
Group C
50,52,54,56,58,
60,62

Solo,Klaten,Kanyar,
Jogyakarta,Solo,Sleman,Wte
Wgiri,Blali
s
B
Group A &Group
B
44,46,48
22,24,26,28,30,32,34,36,38,
40,42,44,46,48

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
34

CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JATIM


Pamekasan,
Sumenep
Group B
36,38,40,42,44,46,48
Surabaya,Lamongan,
Gresik,Mojokto,Pas
uruan,Bangkalan
Group A&C
22,24,26,28,30,32,3
4
50,52,54,56,58,60,6
2
Malang
Kediri,Pare,Ktsono,
Group B
Jomb,Blitar,Tagung
36,38,40,42
Group F
,44,46,48
51,53,55,57,61

Tuban,Bojonegor
o
Group E
37,39,41,43,45,47
,49
Madiun,Ngaw
iMgtan,Progo
Group B
36,38,40,42,4
4,46,48

Pacitan
Group D
23,25,27,29,31
33,35

Trenggalek
Group C
50.52,54,56,58,
60,62

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

Jember
Group C
50,52,54,56,5
8,60

Situbondo
Group E
37,39,41,43,4
5,47,49

Banyuwangi
Group B
36,38,40,42,4
4,46,48

35

Usulan Kebijakan Perizinan Frekuensi


TV Siaran dari sisi teknis

Kemungkinan kanal frekuensi TV sangat terbatas (dibandingkan FM). Untuk band UHF
maksimal 12 s/d 13 kanal TV analog, 1 kanal TV digital untuk wilayah layanan ibu kota
provinsi. Dan 7 kanal TV analog untuk wilayah lainnya.
Mengingat jatah frekuensi di berbagai daerah sangat terbatas, perlu dilakukan seleksi.
Peminat frekuensi tsb termasuk penyelenggara TV Swasta Nasional, TVRI dan calon TV
lokal.
Untuk TV komunitas dan gap filler harus dikaji secara hati-hati
Pada proses perizinan frekuensi TV perlu dibentuk suatu tim seleksi yang melibatkan
unsur-unsur terkait seperti KPI, Ditjen Postel-Dephub, Menteri Negara Komunikasi dan
Informatika, serta Pemerintah Daerah.
Tim seleksi dalam penentuan pemenang seleksi izin frekuensi pengembangan TV swasta
nasional dan/atau TVRI, dapat mencantumkan persyaratan yang spesifik berdasarkan
kebutuhan daerah, misalnya:

Kewajiban menyiarkan sebagian waktu tayang untuk programa daerah, budaya, pembangunan, dsb
Kewajiban memiliki studio di daerah, untuk memungkinkan penyiaran programa daerah, dsb

Untuk pembangunan TV Siaran baru, tim seleksi dapat mengarahkan lokasi menara
pemancar di tempat yang berdekatan, atau lebih baik lagi kalau bisa beberapa pemancar
TV (dan juga FM) pada 1 menara.

Menghemat biaya investasi, memudahkan tata ruang/tata kota


Masyarakat hanya perlu mengarahkan 1 antena ke arah yang sama
WIlayah layanan tidak akan tumpang tindih, sehingga konsisten dengan perencanaan frekuensi
36

37

Anda mungkin juga menyukai