Anda di halaman 1dari 3

Swastika Dilarang di Eropa

Kekejaman rezim Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler merupakan luka peradaban
yang masih membekas dalam sejarah perang-damai manusia. Di banyak tempat simbolsimbol yang diindentikkan dengan Nazi masih dibenci. Salah satu lambang yang sangat
identik dengan Nazi adalah hakenkreuz atau salib yang berkait atau lebih sering dikenal
dengan nama swastika. Pemakaian simbol swastika oleh Nazi menyebabkan pasca perang
dunia kedua, penempatan lambang swastika di arena publik dilarang di beberapa daerah di
Eropa. Jerman dan Austria menetapkan bahwa penempatan hakenkreuz atau swastika di
tempat-tempat publik (kecuali untuk alasan ilmiah) merupakan tindakan ilegal. Hungarian
Criminal Code pasal 269 juga menetapkan pelarangan atas tindakan yang menampilkan
simbol totaliter termasuk swastika di ruang publik. Penggunaan swastika hanya
diperbolehkan jika terkait dengan alasan pendidikan, kesenian, ataupun jurnalistik. Di
Lithuania tampilan publik dari simbol Nazi, termasuk swastika merupakan pelanggaran
administratif dengan hukuman denda 500-1.000 litas Lithuania. Sementara itu di Polandia
tampilan publik dari simbol Nazi termasuk swastika merupakan tindak pidana yang diancam
hukuman hingga delapan tahun penjara.
Pada tahun 2005 terjadi sebuah insiden yang memicu wacana pelarangan simbol
swastika di seluruh Eropa. Pada Saat itu foto Pangeran Harry dari Inggris yang menggunakan
sebuah emblem di lengannya dengan lambang hakenkreuz atau swastika Nazi dalam sebuah
pesta kostum menjadi headline diberbagai koran dan majalah seluruh dunia. Foto itu
membuat panas hati para politisi konservatif di Jerman dan mengusulkan pelarangan swastika
di seluruh eropa pada EUs Justice and home affairs commissioner.
Hakenkreuz bukanlah Swastika.
Wacana pelarangan swastika di seluruh Eropa menjadi kontroversial. Hal ini
disebabkan karena swastika merupakan sebuah simbol yang tidak bisa dilepaskan dari
peradaban Budha, Jainisme, beberapa peradaban lain dan khususnya peradaban Hindu.
Dalam tradisi Hindu swastika telah digunakan beribu-ribu tahun sebelum Nazi ada. Swastika
menjadi bagian integral dan tak terpisahkan dari praktek keagamaan umat Hindu diseluruh
dunia tak terkecuali umat Hindu di Eropa. Sehingga pelarangan swastika di Eropa di
khawatirkan akan berdampak pada kurang lebih 2,030,904 umat Hindu yang tersebar di
seluruh Eropa. Kekejaman Nazi memang merupakan luka sejarah atas kemanusiaan, namun
pelarangan swastika yang dianggap sebagai
salah satu simbol Nazi juga bukanlah
keputusan yang bijak. Secara penampilan
hakenkreuz sepintas memang mirip dengan
swastika. Namun hakenkreuz tidak sama
persis dengan swastika yang digunakan dalam
b. Hakenkreuz
simbol-simbol Hindu. Hakenkruez merupakan a. Swastika Hindu
simbol Swastika yang sinistrovere: miring Nazi
ke kiri sekitar 45 derajat.

Hakenkreuz sebagai simbol Nazi memunculkan stigma negatif. Hakenkreuz


diidentikkan dengan kekerasan, holocaust, genosida terhadap jutaan etnis Yahudi, kekejaman,
dan kebengisan rezim yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Alasan Hitler menggunakan simbol
swastika pada saat itu adalah karena swastika di artikan sebagai simbol bangsa Arya, yang
mengindikasikan kemurnian dan superioritas bangsa Arya. Ia mempercayai bahwa ras Arya
yang menginvasi India adalah bangsa kulit putih, bangsa Jerman. Selain itu swastika
dianggap memiliki nilai magis tersendiri yang menarik perhatian Adolf Hitler. Namun
sebaliknya Swastika secara etimologis memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Bahkan
makna yang bagaikan bumi dan langit. Jika hakenkreuz bermakna negatif, selama ratusan
bahkan ribuan tahun sebelum terlahirnya Nazi, swastika merupakan lambang yang memiliki
makna positif, keseimbangan dan keindahan di berbagai peradaban manusia di dunia.
Secara etimologis kata Swastika berasal dari bahasa sansekerta, suyang artinya
baik, sejahtera, bahagia, kemujuran, asti berasal dari akar kata as yang memiliki arti ada
(to be atau being). Akhiran ka berfungsi untuk mengubah kata sifat menjadi kata benda.
Sehingga, kata Su+Asti+Ka (Swastika) berarti dalam keadaan selamat. Dalam agama
Hindu swastika melambangkan peredaran alam semesta yang dijiwai oleh aksara suci OM.
Seperti yang disebutkan dalam Brihadaranyaka Upanisad, Vak Vai Brahman yang artinya
ucapan sakti (OM) itu adalah Brahman (asal segala-galanya). KV Gajendragadkar dalam
Neo-upanishadic Philosophy mengatakan Ia adalah lambang dari kekuatan mencipta,
memelihara, dan melebur dunia. Seluruh alam semesta bergerak karena OM dan akhirnya
kembali pada OM. Swastika dikatakan mewakili Matahari atau Dewa Wisnu. Dalam Purana
swastika telah digambarkan sebagai 'Sudarshana Chakra' atau roda Wisnu yang juga
melambangkan perubahan konstan di alam semesta.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa semenjak
rezim Nazi seringkali swastika di identikkan dengan
hakenkreuz Nazi. Hal ini berimplikasi pada pemberian
stigma negatif terhadap simbol swastika. Padahal
swastika bukanlah hakenkreuz. Swastika bukanlah milik
Nazi. Swastika sudah banyak digunakan dalam
peradaban manusia masa lampau. Simbol swastika
ditemukan hampir di seluruh dunia. Kebudayaan
Yunani, Jepang, Yahudi, Lapland, Tibet, Aztec, Kristen,
Ceylonese, Maltese, Hindu, China, Jainisme, Hopi, Bali,
Islam dan Triscal. Bahkan peninggalan arkeologi pada zaman perunggu yang ditemukan
beberapa negara di Eropa menunjukkan bentuk-bentuk swastika.
Pelarangan simbol swastika hanya karena stigma negative dari hakenkreuz Nazi
bukanlah kebijakan yang tepat. Justru hal yang lebih perlu dilakukan oleh Dewan Uni Eropa
adalah usaha-usaha untuk mengembalikan citra swastika di mata masyarakat Eropa.
Memberikan edukasi pada masyarakat di Eropa bahwa Swastika bukanlah hakenkreuz Nazi.
Swastika tidak berarti kekejaman, kekerasan, atau bahkan genosida.

Ni Nyoman Ayu Nikki Avalokitesvari


Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Udayana, Bendahara PC
KMHDI Badung, Anggota Gerakan Kepemimpinan Hindu Muda Yowana Nayaka Dharma

Anda mungkin juga menyukai