Anda di halaman 1dari 7

PENANGANAN AWAL TRAUMA SERVIKAL

Cedera pada kolumna vertebralis, dengan atau tanpa defisit


neurologis, harus selalu dicurigai pada pasien dengan trauma multipel.
Setiap cedera di atas klavikula harus dicurigai adanya suatu cedera
servikal. Kira-kira 15% pasien yang mengalami cedera tersebut
mengalami cedera servikal. Sebanyak 55% cedera spinal terjadi pada
daerah servikal, 15% daerah torakal, 15% pada thoracolumbar
junction, dan 15% pada lumbosakral. Pada pasien dengan cedera
kepala sebanyak 5% mengalami cedera spinal, dan 25% cedera spinal
disertai cedera kepala.
Di Amerika Serikat terjadi sekitar 10.000 kasus cedera spinal
baru dimana 80% merupakan pasien pria. Penyebab tersering pada
orang tua lebih dari 75 tahun adalah terjatuh (60%) sedangkan
penyebab tersering pada pasien muda adalah kecelakan lalu lintas
(45%), 20% akibat terjatuh, 15% cedera akibat olah raga, 15% akibat
tindakan kekerasan, dan berbagai penyebab lain.
Cedera pada medulla spinalis servikalis umumnya mengenai
bagian yang sangat sensitive yaitu substansia grisea yang dimulai
dengan distensi venula dan diapedesis sel darah. Beberapa jam
kamudian
perdarahan
yang
terjadi
berkembang
menjadi
sirkumferensial sehingga terjadi daerah infark pada substansia grisea,
bahkan kadang terjadi ekstensi ke beberapa segmen. Baru kemudian,
tergantung besarnya gaya cedera, iskemi meluas secara sentrifugal
pada substansia alba. Edema pada substansia alba diikuti dengan
kromatolisis dan disrupsi yang akhirnya menjadi parut neuroglia yang
padat. Tenggang waktu proses ini dapat dipercepat bergantung pada
besarnya gaya cedera dan juga berhubungan dengan pelepasan bahan
toksik.
Cedera servikal juga dapat terjadi tanpa disertai defisit
neurologis, cedera tulang maupun ligamen. Dalam hal ini harus
dilakukan penilaian terhadap adanya instabilitas sehingga ditentukan
perlu atau tidaknya intervensi bedah.
Cedera pada daerah serviko-oksipital jarang ditemui karena
umumnya berakibat fatal. Cedera pada servikal bagian atas (C1-C2)
jarang disertai dengan defisit neurologis sehingga penilaian stabilitas
menentukan perlu-tidaknya intervensi bedah. Sedangkan pada servikal
bagian bawah (C3-C7) tindakan yang dilakukan tergantung pada
derajat rusaknya korpus vertebra, struktur tulang posterior dan cedera
ligamen yang terjadi. Fraktur kompresi sederhana karena gaya aksial
dapat diatasi dengan orthosis servikal kaku dan berakhir dengan
penyembuhan yang baik. Bila terjadi kompresi yang lebih hebat akan
mengakibatkan protrusi fragmen tulang ke dalam kanalis spinalis
sehingga memerlukan traksi skeletal untuk reduksi, bahkan mungkin
perlu eksisi anterior dan arthrodesis untuk mendapatkan stabilitas.

Cedera servikal lain adalah akibat gaya fleksi sehingga terjadi


robekan kompleks ligamen posterior dari Holdsworth yaitu kapsul,
faset, ligamentum flavum dan ligamentum suprasinatus. Hal ini sering
disertai dengan subluksasi atau dislokasi vertebra. Hal ini sering
mengakibatkan terjadinya late instability yang sering tidak disadari
karena kerusakan struktur ligamen tidak akan sembuh seperti normal.
Late instability akan berakibat instabilitas kronis dan berakhir dengan
deformitas struktural bahkan paralysis. Pada keadaan tertentu dimana
terdapat kompresi anterior disertai dengan robekan ligamen posterior
maka diperlukan stabilisasi anterior dan posterior
EVALUASI PENDERITA
Penanganan awal dari cedera servikal adalah evaluasi yang
menyeluruh dari penderita. Sesuai dengan protokol yang dipopulerkan
oleh ATLS maka dilakukan pemeriksaan primer untuk menyingkirkan
masalah pada A(Airway), B(Breathing), C(Circulation). Selanjutnya
dilakukan evaluasi terhadap D(Disability), serta melakukan E(Exposure)
pada seluruh tubuh. Pemeriksaan neurologis harus dilakukan dan
diperiksa ulang setiap 15-20 menit untuk mendeteksi adanya
perubahan. Pemeriksaan motorik secara sederhana dapat dilakukan
dengan memeriksa:
C4 (pernafasan spontan dan mengangkat bahu)
C5 (deltoid dan bisep brachii)
C6 (ekstensi pergelangan tangan-ECRL & ECRB)
C7 (triseps dan fleksi pergelangan tangan)
C8 (fleksi jari-jari tangan)
T1 (otot-otot intrinsik tangan)
L2 (flexi hip iliopsoas)
L3 (knee extensors-quadriceps)
L4 (ankle dorsiflexor-tibialis anterior)
L5 (extensor hallucis longus)
S1 (ankle plantarflexor-gastrocnemius & soleus)
Sedangkan pemeriksaan sensorik secara singkat dapat dilakukan
dengan pemeriksaan :
C5 (area pada deltoid)
C6 (jempol)
C7 (jari tengah)
C8 (jari kelingking)
T1 (sisi medial lengan bawah)
T4 (puting susu)
T8 (xiphisternum)
T10 (umbilikus)

T12 (simfisis)
L4 (medial tungkai bawah)
L5 (sela jari 1-2)
S1 (sisi lateral kaki)
S3 (tuberositas ischii)
S4-5 (perianal)

Pemeirksaan radiologis diperlukan untuk menyingkirkan fraktur


dan atau dislokasi cervical. Pemeriksaan harus dilakukan dengan
terpasang rigid cervical collar. View yang dibutuhkan adalah :
AP
untuk melihat alignment processus spinosus, massa
lateral, openmouth view untuk C1-2
Lateral
Proyeksi ini harus selalu dilakukan lebih dahulu dan
bila tidak didapatkan kelainan baru dilanjutkan
dengan yang lain. Harus terlihat interval C7-T1
kalau perlu dilakukan traksi lengan bawah atau
swimmers view. Ketebalan jaringan lunak C2-3
dewasa adalah antara 4-5 mm, pada C5-7 sampai
dengan
20mm.
Hilangnya
lordosis
dapat
merupakan tanda yang penting.4 Vertebral
alignment dinilai dengan kriteria White&Panjabi
seperti pada tabel dibawah. Apabila skor lebih dari
lima maka dikatakan bahwa cedera tersebut
bersifat tidak stabil.
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8

DESCRIPTION
Disruption of anterior elements with greater than
25% loss of height
Disruption of posterior elements
Sagittal plane translation greater than 3.5mm or
20% of anteroposterior diameter of vertebral body
Intervertebral sagittal rotation greater than 11
degrees
Intervertebral distance of greater than 1.7mm on a
stretch test
Evidence of cord damage
Evidence of root damage
Acute intervertebral disc space narrowing

VAL
UE
2
2
2
2
2
2
1
1

Anticipated abnormally large stress

Diameter kanalis spinalis dinilai dimana bila: 17 mm


(normal), <14 mm (stenosis), dan rasio kanal korpus
<0.8 menyatakan adanya stenosis kongenital atau
developmental stenosis
Bandingkan
tinggi dari masing-masing diskus
intervertebralis
Foto oblik
Untuk melihat foramina intervertebralis dan
pedikel. Jarang diperlukan karena seringkali harus
melakukan rotasi.
Tomogram baik untuk melihat fraktur odontoid. CT scan dapat
memperlihatkan disrupsi kolum tengah, fraktur elemen posterior,
herniasi diskus, penyempitan kanal
Myelogram dilakukan bila terdapat defisit neurologis yang tidak dapat
diterangkan. Merupakan pemeriksaan yang sudah tidak pernah
dilakukan karena adanya MRI. MRI dapat menggambarkan prognosis
karena dapat membedakan antara edema dan perdarahan pada
medulla spinalis. Juga dapat memperlihatkan cedera jaringan lunak
dengan baik seperti herniasi diskus, hematoma, atau cedera ligamen.
Pada kasus yang lanjut dapat memperlihatkan syringomyelia.
PENANGANAN AWAL
Prinsip penanganan pada fraktur servikal dan dislokasi adalah:
1. Imobilisasi
2. Stabilisasi medis
3. Spinal alignment
4. Dekompresi
5. Stabilisasi
6. Rehabilitasi
I.Imobilisasi
Dimulai dari tempat kejadian sampai ruang gawat darurat.
Maksud imobilisasi adalah mempertahankan leher dalam posisi netral
dan mencegah kolumna servikalis dari gerakan rotasi, flexi, dan
ekstensi berlebihan untuk menghindarkan cedera lebih jauh pada
medula spinalis.
a. Pertahankan posisi berbaring di atas long spine board
b. Pasang cervical collar
c. Pasang plaster lebar pada dahi dan lekatkan pada sisi
kanan dan kiri usungan atau tempat tidur atau gunakan
bantal pasir

d. Dalam memindahkan penderita gunakan teknik log-roll


atau the four-men lift atau dengan scoop stretcher
(Robinsons orthopaedic stretcher)
e. Setelah imobilisasi adekuat baru dilakukan tindakan
pemeriksaan fisik dan radiologis.
II.Stabilisasi medis
Dilakukan terutama pada penderita dengan tetraparesis atau
tetraplegia. Lakukan normalisasi tanda vital terutama pada lesi yang
mengenai C4 dengan :
Mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat.
Lakukan monitor produksi urin dan analisis gas darah
Syok neurogenik diakibatkan hilangnya tonus simpatis
pada perifer yang mengakibatkan meningkatnya kapasitas
pembuluh darah, stasis vena pada ekstremnitas bawah
yang mengakibatkan hipotensi dan hipotermi. Pasang NGT
bila perlu untuk dekompresi lambung dan sebagai jalan
untuk
memberikan antasida.
Pasang kateter untuk monitor urin dan mengurangi
tekanan pada buli yang hipotonus
Pemberian metilprednisolon diberikan untuk stabilisasi
membran saraf untuk mengurangi edema medulla spinalis.
Stabilisasi terjadi dengan menghambat peroksidasi dan
lisis pada daerah yang cedera. Pemberian dilakukan bila
didapatkan cedera yang berusia kurang dari 8 jam.
Pemberian dilakukan dengan cara Bracken yaitu bolus
30mg/kgBB diikuti dengan infus 5.4mg/kgBB/jam untuk 23
jam berikutnya. Metilprednisolon idak diberikan pada
penderita dengan riwayat gangguan pencernaan bagian
atas dan harus diperhatikan komplikasi perdarahan saluran
cerna, supresi imunologis, infeksi.

III. Spinal alignment


1. Pada fraktur servikal yang tidak stabil (C3-7) sebaiknya dilakukan
traksi skeletal untuk mendapatkan tarikan aksial yang adekuat.
Traksi dapat dilakukan dengan cara :
Crutchfield tong
Gardner tong, dapat dipasang dengan cara :
i. Letak pin adalah 1cm di atas puncak daun telinga
dan kalau perlu daerah tersebut dicukur secukupnya,
pemberian antiseptik dan anestesi lokal. Ujung pin
ditempelkan ke kulit kepala, incisi sedikit di kulit
tersebut dan secara bersamaan kedua pin

dikencangkan, dan kemudian tali dipasang untuk


memasang beban.
ii. Diberikan beban 3-10 kg dengan foto lateral untuk
memastikan alignment
2. Pada dislokasi servikal (C3-7) dilakukan reposisi tertutup untuk
mengurangi tekanan pada medulla spinalis
Dilakukan sesegera mungkin dengan Gardner tong
Pasien dalam keadaan sadar, dilakukan dengan cara
seperti di atas.
Beban inisial adalah 5 kg kemudian ditambah 3-5 kg setiap
10-15 menit sampai reduksi tercapai.
Setiap kali penambahan beban dilakukan pemeriksaan
neurologis dan foto lateral servikal untuk memastikan faset
terlepas dan bila hal ini tercapai biasanya terjadi reduksi
spontan
Bila reduksi tercapai pertahankan traksi dengan beban 57.5 kg.
IV. Dekompresi
Bila setelah tindakan alignment tercapai dan dengan pencitraan
khusus (CT, MRI, mielografi) dibuktikan adanya kompresi ke dalam
kanalis spinalis oleh fragmen tulang, diskus, atau korpus alienum maka
dilakukan tindakan dekompresi bedah yang tergantung letak
penekanan. Sedangkan bila tindakan spinal alignment gagal maka
perlu dilakukan reduksi terbuka untuk dekompresi
a. Dekompresi anterior:
Discectomy
Corpectomy
b. Dekompresi posterior:
Laminectomy
Laminoplasty ekspansif
V. Stabilisasi
Teknik stabilisasi disesuaikan dengan patologi segmen vertebra
servikal yang terkena. Stabilisasi dilakukan dengan instrumentasi dan
dipertahankan hingga penyembuhan tulang.
VI. Rehabilitasi
Sebaiknya dimulai sejak pasien mulai dirawat untuk optimalisasi fungsi
neurologis yang tersisa. Rehabilitasi berkaitan dengan masalah antara
lain :
Pernafasan
Perawatan kulit, terutama daerah tonjolan tulang

Pemeliharaan lingkup gerak sendi


Bladder training
Bowel training
Dll.

Anda mungkin juga menyukai