Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan kualitas
sumber daya manusia. Balita merupakan kelompok rawan gizi. Di usia ini
pertumbuhan otak anak masih berlangsung cepat. Kurangnya pengetahuan
tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan menerapkan
informasi dalam kehidupan sehari-hari, hal ini merupakan salah satu
penyebab terjadi gangguan gizi (Sayogo, 1999). Masalah gizi pada
hakikatnya

adalah

masalah

kesehatan

masyarakat

namun

penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan


pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah
multifaktor

oleh

karena

itu

pendekatan

penanggulangannya

harus

melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi di Indonesia dan di


negara berkembang masih didominasi oleh masalah kurang energi protein
(KEP), masalah anemia besi, masalah gangguan akibat kekurangan yodium
(GAKY), masalah kurang vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama
di kota-kota besar yang perlu ditanggulangi. Disamping masalah tersebut
diduga ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zink yang sampai
saat ini belum terungkapkan karena adanya keterbatasan iptek gizi. Secara
umum masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi dari pada
negara ASEAN lainnya (Supariasa, dkk, 2002).

Berdasarkan data Depkes RI (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar


5 juta anak (27,5%) kurang gizi. Tiga koma lima juta anak (19,2%) dalam
tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999)
mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4
kelompok adalah: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (2029%), sangat tinggi (30%). Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan
sehari-hari (Arifin, 2007). Hasil analisis data (Susenas, 2000) terhadap status
gizi balita di Indonesia dengan menggunakan metode z-score baku WHONCHS, ditemukan gizi baik 72,02%, KEP ringan/sedang 17,13% dan KEP
berat 7,53%. Metode z-score baku WHO-NCHS, ditemukan gizi baik
78,24%, KEP ringan/sedang 12,84% dan KEP berat 4,73%. Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur, indikator dari status gizi balita dapat diukur dari berat
badan, tinggi badan dengan kriteria kurus dan sangat kurus dan indikator
berat badan/umur dengan kriteria kurang dan buruk. Dari total 504.900
balita NTT tersebut, status gizi baik sebanyak 461.189 (91,34%) dan balita
kurang gizi 43.713 (8,66%) yang gizi kurang dikategorikan lagi atas gizi
kurang 38.393, gizi buruk tanpa gejala klinis 5.254 dan gizi buruk dengan
gejala klinis 66 balita (Stefanus, 2009). Walaupun di NTT terjadi penurunan,
angka ini masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata provinsi lainnya di
Indonesia. Berdasarkan data yang didapat dari Puskesmas Bakunase jumlah
balita di tahun 2010 sebanyak 741 dan pada bulan Desember yang
mengalami gizi baik sebanyak 245 (81,3%) balita, gizi kurang sebanyak 38

(12,6%) balita dan gizi buruk (BB 60% WHO NCHS = BB/U) sebanyak 18
(5,9%) balita.
Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa anak balita
yang mengalami kegagalan pertumbuhan dan berat badan tetap atau turun
dalam penimbangan bulan berikutnya sering disebabkan oleh kekurangan
gizi atau sakit. Hal ini terjadi oleh karena kekurangan makanan di tingkat
rumah tangga dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan ibu
yang kurang sehingga asupan makanan yang diberikan kepada balita juga
kurang. Krisis ekonomi yang sedang berlangsung misalnya kemiskinan,
kurang pendidikan, kurang keterampilan merupakan faktor penyebab
terjadinya gizi kurang. Dari ketiga faktor itu dapat mempengaruhi gizi balita
dikarenakan persediaan makanan terbatas, perawatan anak dan kurangnya
pelayanan kesehatan sehingga asupan makanan yang diberikan kurang dan
timbul penyakit infeksi yang menimbulkan balita gizi kurang (Persagi,
1999).
Dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas dapat membuat strategi
penanggulangan gizi

buruk dan memperhatikan fungsi puskesmas dan

budaya setempat sehingga tokoh-tokoh adat mempunyai pemikiran bahwa


masalah gizi buruk merupakan program pokok mereka. Untuk peningkatan
kinerja program gizi, puskesmas melakukan strategi menggalang kerja sama
lintas sektor dan bekerja sama (mitra) dengan masyarakat beserta pihak
dunia usaha yang ada dalam memobilisasi sumberdaya guna meningkatkan
kesadaran masyarakat

untuk melakukan

pemantauan,

pertumbuhan,

perkembangan balita dan dapat memanfaatkan posyandu setiap bulan.


Puskesmas perlu melakukan kegiatan simulasi penanggulangan gizi buruk di
posyandu dalam satu kenagarian atau di suatu wilayah kerja puskesmas.
Momentum

semacam

itu

dapat

memberi

kesempatan

masyarakat

berpartisipasi dan menggugah keterlibatan mereka dalam program


kesehatan. Promotif program gizi dilakukan secara khusus yang sesuai
dengan kondisi budaya setempat masyarakat sehingga mudah penerapannya
bagi masyarakat (Depkes RI, 2007).
Dari data di atas menggambarkan bahwa begitu besarnya akibat yang
terjadi kurang gizi yang dialami masa bayi/balita maka peneliti ingin
mengetahui survey tingkat pengetahuan ibu terhadap balita status gizi
kurang di wilayah kerja Puskesmas Bakunase?
1.2 Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada permasalahan di atas, rumusan masalah
penelitian yakni: Bagaimana Pengetahuan Ibu Tentang Balita Status Gizi
Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Bakunase?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang balita status gizi kurang
di wilayah kerja Puskesmas Bakunase.

1.3.2 Tujuan khusus


Untuk mengidentifikasi:

a. Tingkat pengetahuan ibu tentang balita status gizi kurang di wilayah


kerja Puskesmas Bakunase.
b. Balita Status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Bakunase.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1

1.4.2

Manfaat teoritis
Bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan membantu para
ibu untuk mengetahui status gizi balita dan bagaimana perawatannya.
Manfaat praktis
1. Bagi responden: bermanfaat untuk membantu para ibu mengetahui
tentang status gizi balita.
2. Bagi institusi pendidik:

bermanfaat

untuk

menambah

literatur

perpustakaan tentang bagaimana pengetahuan ibu terhadap balita status


gizi kurang.
3. Bagi peneliti: bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan atau
wawasan serta berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
4. Bagi tenaga kesehatan: sebagai tambahan memberikan informasi dan
wawasan mengenai pentingnya status gizi balita.
5. Bagi bidan: sebagai bahan tambahan dalam memberikan penyuluhan
atau

konseling tentang status gizi balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1

Konsep Pengetahuan
Wahit, dkk (2007) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil
mengingat suatu hal termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah
dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah
orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu.
Wahit, dkk menegaskan bahwa perilaku yang disadari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh
pengetahuan sebab perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau aturan
yang mengharuskan untuk berbuat.
Wahit, dkk (2007), membagi pengetahuan yang tercakup dalam
domain kongitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui yang dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara luas.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
6
telah di pelajari pada situasi atau kondisi nyata.
4. Analisis (Analysis)

Analiasis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau


suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis, menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Menurut Wahit, dkk (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain
terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis
besar ada 4 kategori perubahan pertama perubahan ukuran, kedua

perubahan proporsi, ketiga hilangnya ciri-ciri lama, keempat timbulnya


ciri-ciri baru.
4. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni
suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam.
5. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang
baik seseorang akan berusaha untuk melupakan namun jika pengalaman
terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi
kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam
kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah
mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab


pertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan itu dapat berkembang
menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.Mempunyai objek kajian
2.Metode pendekatan
3.Disusun secara sistematis
4.Bersifat universal atau mendapat pengakuan secara umum
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang
isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).
2.2 Konsep Dasar Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi didefinisikan sebagai interpretasi data atau
informasi yang diperoleh tentang diet, keadaan biokimia klinis dan
antropometri. Penilaian status gizi dapat pula diartikan sebagai pengumpulan
informasi. Analisis dan membuat interpretasi berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan (Sayogo, 1999).
Status gizi didefinisikan sebagai hasil keseimbangan antara konsumsi
zat-zat gizi dengan expenditure dari organisme yang bila diolah dalam
keadaan seimbang maka individu dapat dikatakan dalam keadaan gizi normal
(Sayogo, 1999).

10

Pada prinsipnya penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian


pada periode kehidupan lain. Pemeriksaan yang perlu lebih diperhatikan tentu
saja bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian dengan kejadian penyakit
tertentu. Kurang kalori protein misalkan, lazim menyakiti anak. Oleh karena
itu, pemeriksaan terhadap tanda dan gejala ke arah sana termasuk pula
kelainan lain yang menyertainya perlu dipertajam (Arisman, 2004).
Menurut Supariasa (2001), penilaian status gizi secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu: Antropometri, Klinis, Biokimia dan
Biofisik.

a.

Metode Antropometri adalah:


Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak Otot dan

b.

jumlah air dalam tubuh.


Metode Klinis
Metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat dari
jaringan epitel (suprvicial epithelial tissues) seperti kulit rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey

11

klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah
satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda
(sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
c.
Metode Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah,
urine,tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode
ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik
maka penentuan kimia dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
d. Metode dietik
Salah satu langkah awal untuk mengidentifikasi masalah gizi baik
karena kekurangan zat gizi primer maupun kekurangan gizi secara
sekunder. Pada kondisi difesmensi gizi sekunder walaupun asupan
makanan cukup namun terjadi beberapa faktor seperti gangguan
pencernaan, absorbsi dan transportasi maupun gangguan penggunaan dan
eksresi nutrien. Biasanya karena penggunaan obat tertentu. Metode dietary
intake yang lazim digunakan meliputi recall makanan yang dimakan 24
jam sebelum wawancara dilakukan food record yaitu mencatat makanan
dalam waktu tertentu. Jumlah diperkirakan dalam ukuran rumah tangga

12

dietary history, food frequency dan penimbangan makanan (Gibson, 1990,


Supriasa, 2001)
2.3 Konsep Dasar Status Gizi Balita
1.

Pengertian
Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, 2001). Contoh: gondok endemik merupakan keadaan tidak

2.

seimbangnya pemasukan pengeluaran yodium dalam tubuh.


Klasifikasi status gizi
Klasifikasi status gizi harus ada hitungan baku yang antropometri
yang sering digunakan adalah WHO-NCHS. Direkorat Gizi Masyarakat
Depkes, 1999 menggunakan buku rujukan dalam pemantauan status gizi
dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas
b. Gizi baik untuk WellNaurished
c. Gizi kurang untuk under weigth yang mencakup mild dan moderate
PCM (protein, calori, malnutrition)
d. Gizi buruk untuk Severe PCM, termasuk marasmus, marasmik

3.

kwasiorkor dan kwasiorkor.


Jenis-jenis pertumbuhan
Pada dasarnya dapat dibagi dua yaitu: pertumbuhan yang bersifat
linier dan pertumbuhan massa jaringan. Dari sudut pandang antropometri
kedua

jenis

pertumbuhan

ini

mempunyai

arti

yang

berbeda.

Pertumbuhan linier menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada


saat lampau dan pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status
gizi yang dihubungkan pada saat sekarang atau pada saat pengukuran
(Supariasa, 2001).

13

4.

Faktor-faktor penyebab terjadinya gizi kurang

Gizi Kurang

Asupan Makanan

Persediaan
makanan di
rumah

Penyakit Infeksi

Perawatan
anak dan
ibu hamil

Pelayanan
Kesehatan

Kemiskinan,
Kurang pendidikan,
Kurang
keterampilan
Gambar 2.1 Penyebab
terjadinya
gizi kurang (Persagi, 1999)

Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan sebagai berikut:


a.
Konsumsi zat gizi yang kurang
Ketidakseimbangan konsumen zat gizi dalam makanan yang
dibutuhkan balita dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti:
Krisis ekonomi
1) Sosial ekonomi yang
rendah
langsung
2) Nafsu makan anak kurang
3) Pengetahuan makanan yang salah
4) Pengetahuan orang tua salah
5) Kebiasaan makan yang salah
6) Pemukiman yang padat dan kumuh
b.
Faktor sosial budaya
Pendapat masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat
berpengaruh terhadap pemenuhan bahan makanan. Salah satu

14

pengaruh yang dominan terhadap pola konsumsi makanan yaitu


pantangan atau tabu. Pantangan atau tabu yang dimaksud seperti
jenis-jenis makanan yang tidak boleh dimakan oleh kelompok umur
tertentu. Pada dasarnya pantangan atau tabu yang mengenai makanan
dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu:
1. Pantangan mengkonsumsi suatu jenis makanan berdasarkan
agama atau kepercayaan.
2. Pantangan yang diturunkan dari nenek moyang sejak zaman
dahulu.
Selain faktor pantangan atau tabu, ada kebiasaan dalam
keluarga

yang

lebih

mengistimewakan

ayah,

yakni

ayah

diprioritaskan mendapatkan jumlah dan jenis yang mengandung zatzat gizi sedangkan anak tersisihkan dan memperoleh bagian yang
sedikit dan mungkin tidak memenuhi kebutuhan badan anak yang
c.

sedang bertumbuh.
Faktor infeksi
Penyakit infeksi dan investasi cacing dapat menghambat absorpsi
sari-sari makanan.

2.4 Kerangka Konsep

15

Umur
Pendidikan
Sosial ekonomi

Pola
Asuh

Balita Status Gizi


Kurang

Tingkat
Pengetahuan Ibu

Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

16

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey
deskriptif

yaitu

menguraikan

penelitian

suatu

diarahkan

fenomena

yang

untuk
terjadi

mendeskripsikan
di

dalam

atau

masyarakat

(Notoatmodjo, 2010).
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini metode
survey yaitu

suatu cara penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap

sekumpulan obyek yang biasanya cukup banyak dalam waktu tertentu.


3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Bakunase karena lokasinya
mudah dijangkau dan mudah mendapat responden. Penelitian dilakukan
pada bulan Mei 2011.
3.4 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang datang
di Puskesmas Bakunase dengan jumlah 50 orang pada bulan juni 2011.

3.5 Sampel, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel


18

17

1. Sampel
Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ibu yang datang di Puskesmas Bakunase dengan kriteria
inklusi bersedia diteliti, berada di tempat penelitian dan mau menjadi
responden.
2. Besar Sampel
Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus menurut
Setiadi (2007). Maka salah satu rumus yang dipakai adalah:
n=

N
1 N (d 2 )

n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
d : tingkat signifikansi (p)
50
1 50 (0,05 2 )
50
= 1 50 (0,0025)

50

= 1 0,125
50

= 1,125
= 44,4
Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki peneliti
sehingga tidak memungkinkan untuk mengambil jumlah besar sampel
yang dihitung. Oleh karena itu peneliti mengambil sampel dalam
penelitian ini sebanyak 20 orang.
3. Cara Pengambilan Sampel
Cara Pengambilan sampel
menggunakan purpossive sampling.
3.6 Variabel Penelitian

dalam

penelitian

ini

dengan

18

Adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan


merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara
empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007). Dalam variabel ini
menggunakan variabel tunggal yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang balita
status gizi kurang.
3.7 Definisi Operasional
Adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana cara
menentukan variabel dan mengukur suatu variabel sehingga definisi
operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu
peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007).
Tabel 2.1. Definisi Operasional Variabel
No
1.

Variabel
Tingkat
Pengetahuan
Ibu

Definisi Operasional
Pemahaman Ibu
mengenai status Gizi
Kurang protein,
kalori dan malnutrisi

Skala
Ordinal

Skor
Baik : 80 -100%
Cukup: 60-70%
Kurang : 60%

3.8 Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data


Data yang diperoleh dengan membagikan kuesioner yang diisi oleh
responden dan melakukan wawancara serta observasi. Alat yang digunakan
yaitu kuesioner kepada responden untuk diisi langsung dan dikumpulkan
kembali
3.9 Rencana Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data

19

Langkah-langkah pengolahan data pada umumnya melalui langkahlangkah sebagai berikut:


a. Editing (Penyuntingan)
Editing yaitu memeriksa data yang diperoleh untuk menghindari
hitungan yang salah, kemudian memeriksa identitas.
b. Coding
Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan.
c.
Transfering
Yaitu memudahkan jawaban ke dalam media tertentu misalnya
master tabel atau kartu kode.
d.
Tabulating
Adalah membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau
yang diinginkan oleh peneliti.
2. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dari kuesioner dan lembar kuesioner
terdiri dari lembar observasi yang sudah diisi kemudian diolah dengan
tahap sebagai berikut:
1. Data primer: Tingkat pengetahuan ibu, status gizi balita.
2. Data yang di peroleh dari pengelola Puskesmas Bakunase
Data di interpretasikan dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
Jumlah pertanyaan 20 dan setiap pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban
yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah. Tingkat pengetahuan dapat
dikategorikan

dengan 80-100% (baik), 60-70% (cukup), 60%

(kurang). Analisa data menggunakan rumus (Arikunto, 2006).


N=

Jumlah skor yang diperoleh


Jumlah skor maksimum

3.10 Etika Penelitian

x 100 %

20

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti akan


meminta izin kepada Ketua jurusan kebidanan Stikes Citra Husada Mandiri
Kupang dan kepala Puskesmas Bakunase serta menunjukkan surat izin
sebelum memulai penelitian. Selanjutnya peneliti mengadakan pendekatan
dengan calon responden dan melakukan penelitian dan menandatangani
persetujuan menjadi responden. Nama responden tidak dicantumkan dalam
lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi yang akan dikumpulkan
dari subjek peneliti dijamin oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Dapartemen Kesehatan RI. 1999. Direkorat Gizi Masyarakat. Jakarta
Dapatemen Kesehatan RI. 2007. Upaya Peningkatan Status Gizi Masyarakat,
Masalah Gizi Di Indonesia. Jakarta
Gibson, RS. 1990. Principies Of Nutritional Assessment, Oxford Unifersity Press,
Oxford, New York. Tokyo
Notoatmojo. 2007 . Promosi Kesehatan dan Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta
Notoatmojo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Pesagi. 1999. Visi dan Misi Gizi dalam Mencapai Indonesia Sehat Tahun 2010.
Jakarta
Sayogo. 1994. Beberapa Aspek Penting Dalam penilaian Status Gizi. Jakarta
Seaneo tromped. 2001. Pedoman Untuk Survey di Masyarakat. Jakarta
Stefanus. 2000. http://www.suarapembaruan.com/Saturday, 08 August 2009
Supariasa, I.D.N, Bakri, B, Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran
Supradi, dkk. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: Graha Ilmu

24

Anda mungkin juga menyukai