Bab 2
Bab 2
LANDASAN TEORI
2.1. Seven Tools
Menurut Vincent Gasperz seven tools adalah alat-alat yang dapat digunakan untuk
peningkatan pengendalian kualitas, yaitu :
Diagram 2.1 : Diagram Tebar dari Dua Variabel x dan y yang Berkorelasi positif
2. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan (korelasi)
negatif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan
dengan nilai-nilai yang kecil dari variabel y serta nilai-nilai yang kecil dari
variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari variabel y.
Diagram 2.2: Diagram Tebar dari Dua Variabel x dan y yang Berkorelasi Negatif
3. Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan (tidak
berkorelasi), dimana tidak ada kecenderungan bagi nilai-nilai tertentu dari
variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai tertentu dari variabel y.
Diagram 2.3: Diagram Tebar dari Dua Variabel x dan y yang Berkemungkinan Tidak
Berkorelasi
2.1.3. Histogram
Histogram merupakan salah satu alat berupa grafik balok yang dibentuk dari
distribusi frekuensi untuk menggambarkan penyebaran/distribusi data yang ada.
Histogram dapat memperkirakan kemampuan proses dan jika diinginkan analisis
hubungan dengan nilai spesifikasi (USL dan LSL) serta nilai target nominal.
Dengan demikian histogram dapat digunakan sebagai suatu alat untuk
mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses dan membantu
manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus pada usaha
perbaikan terus-menerus.
Langkah-langkah membuat histogram :
1. Mengumpulkan data pengukuran.
2. Tentukan besarnya range ( R ).
R = Xmaks Xmin = nilai terbesar nilai terkecil.
dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses tersebut, sehingga
variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum.
Pada dasarnya peta kontrol dipergunakan untuk :
9
Suatu proses yang hanya mempunyai variasi penyebab umum yang mempengaruhi
output atau outcomes merupakan proses yang stabil, karena penyebab sistem yang
mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab
umum dapat diperkirakan dalam batas-batas pengendalikan yang ditetapkan secara
stastikal. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi dalam proses maka akan
menyebabkan proses itu menjadi tidak stabil.
kontrol
digunakan
untuk
mengukur
proporsi
ketidaksesuaian
cacat
inspeksi
p(1 p)
n
6 sigma
CL = p
CL = p
UCL = p +
3Sp
UCL = p + 6Sp
LCL = p
3Sp
LCL = p 6Sp
e. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) dan lakukan pengamatan
apakah data tersebut berada dalam pengendalian statistikal.
f. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian
statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terus-menerus. Tetapi
apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam
pengendalian statistical, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terusmenerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak
berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu
sebelum menggunakan peta itu untuk pengendalian terus-menerus.
menunjukkan bahwa beberapa elemen bergantung pada yang lain dan pada saat yang
lama yang lain bergantung padanya. Elemen-element dalam setiap tingkat digunakan
sebagai sifat bersama untuk membandingkan elemen yang berada setingkat
dibawahnya.
AHP dikembangkan pada musim semi 1970 untuk menghadapi masalah
perencanaan militer untuk menghadapi berbagai kemungkinan (contingency
planning) Amerika Serikat. AHP kemudian diaplikasikan dalam pengembangan
rencana transportasi untuk Sudan. Segera sesudah itu, aplikasi AHP meluas ke
pemerintah dan perushaan baik di Amerika Serikat maupun diluar negeri. Proses ini
diikuti dengan negosiasi strategi dan trade off. Penggunaanya sering dapat
memberikan pelajaran dan tambahan pengetahuan untuk mengendalikan suasana
secara efektif.
mendefinisikan
suatu
masalah
kompleks
dan
mengembangkan
pertimbangan sehat, AHP harus dicoba, diulang-ulang sepanjang waktu. Kita sulit
mengharapkan pemecahan yang segera atas persoalan rumit yang telah kita pikirkan
begitu lama. Untuk itu AHP cukup luwes untuk memungkinkan revisi. Para
pengambil keputusan dapat memperbanyak elemen-elemen suatu persoalan hierarki
dan mengubah beberapa pertimbangan mereka. Mereka dapat pula memeriksa
kepekaan hasil terhadap aneka macam perubahan yang dapat diantisipasi. Setiap
pengulangan AHP adalah seperti membuat hipotesis dan mengujinya, penghalusan
hipotesis secara bengangsur-angsur menambah pemahaman terhadap sistem.
Satu segi lain dari AHP adalah bahwa proses ini memberi suatu kerangka bagi
partisipasi kelompok dalam mengambil keputusan atau pemecahan persoalan. Telah
kita lihat bahwa gagasan dan pertimbangan dapat dipertanyakan dan diperkuat atau
diperlemah oleh bukti yang dikeluarkan orang lain. Cara menangani realitas yang tak
terstruktur adalah melalui partisipasi, tawar menawar, dan kompromi. Memang,
konseptualisasi setiap persoalan dengan AHP menuntut orang untuk menganggap
gagasan, pertimbangan, serta fakta yang diterima oleh orang lain sebagai aspek
esensial dari masalah itu. Partisipasi kelompok dapat berkontribusi pada validitas
hasil keseluruhan, meski barangkali tidak memudahkan pelaksanaan, kalau
pandangan saling berbeda jauh. Jadi, orang dapat memasukkan ke dalam proses itu
setiap informasi yang diperoleh baik secara ilmiah maupun secara intuitif.
Proses ini dapat diterapkan pada banyak persoalan nyata dan terutama berguna
untuk pengalokasian sumber daya, perencanaan, analisis pengaruh kebijakan dan
penyelesaian konflik. Para ilmuwan sosial dan fisika, insinyur, pembuat kebijakan
dan bahkan orang awan dapat memakai metode ini tanpa campur tangan para pakar .
Orang yang mempunyai persoalan biasanya juga yang paling banyak tahu tentang
persoalan tersebut. Sekarang ini AHP digunakan secara luas dalam perencanaan
perusahaan, pemilihan portfolio, dan analisis manfaat/biaya oleh berbagai instansi
pemerintah unttuk tujuan pengalokasian sumber daya. Dan sekarang digunakan lebih
luas lagi pada skala internasional untuk merencanakan prasarana dalam Negara
berkembang dan untuk mengevaluasi sumber daya alam bagi penanam modal.
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang
yang akan memberikan jawaban perlu mengerti menyeluruh tentang elemen-elemen
yang dibandingkan dan relevansinya terhadap criteria atau tujuan yang dipelajari.
Dalam menyusun skala kepentingan ini, diguanakan patokan sebagai berikut :
Tabel 2.3: Skala Dasar
Skala
Arti
2, 4, 6, 8
Dalam penilaian kepentingan relatife dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya
jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan j, maka elemen j harus sama
dengan 1/3 kali pentingnya dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua
elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen
yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan
diperoleh pairwise comparison matrix berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang
diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1) / 2 karena matriksnya
reciprocal dan elemen diagonal sama dengan 1.
Synthesis of Priority
Dari setiap parwise comparison matrix kemudian dicari eigenvectornya untuk
mendapatkan local priority. Karena pairwise comparison matrix terdapat pada setiap
tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara
local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki.
Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa
dinamakan priority setting.
Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang
serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya,
anggur dan kelereng dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika bulat
merupakan kriterianya, tetapi tak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Arti kedua
adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada
kriteria tertentu. Contohnya, jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5x lebih
manis dibandingkan gula dan gula 2x lebih manis dibandingkan sirup, maka
seharusnya madu dinilai 10x lebih manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai 4x
manisnya dibanding sirup, maka penilaian tak konsisten dan proses harus diulang jika
ingin memperoleh penilaian yang lebih tepat.
2.2.4. Penentuan Metode AHP
Untuk
lebih
jelasnya
akan
dijelaskan
langkah-langkah
AHP dalam
memecahkan masalah dan menghasilkan suatu keputusan. Langkah awal mulai dari
mendefinisikan masalah hingga perhitungan pengolahan data menggunakan matriks.
Menentukan alternatif apa saja yang menjadi pilihan terbaik. Misal : alternatif
1, alternatif 2, alternatif 3.
4. Penentuan Hierarki
Menyusun hierarki dari criteria, subkriteria, dan alternative yang didapat. Contoh :
5. Langkah Penilaian
Untuk mengisi Pairwise comparison matrix tersebut, digunakan nilai dalam skala
1-9 yang ditetapkan bagi pertimbangan dalam membandingkan masing-masing
elemen yang sejenis. (Untuk mengetahui skala lihat table 2.6)
Penilaian dilakukan oleh decision maker, maka setelah mengisi lembar penilaian
digunakan rumus rata-rata geometrik atau secara brainstorming.
Keterangan :
Jika untuk aktivasi i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j,
maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i.
pairwise
comparison matrix.
7. Langkah Prioritas
Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu pairwise
comparison matrix, yaitu maksudnya elemen-elemen dibandingkan berpasangan
terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Contoh :
Tabel 2.4: Contoh Pairwise Comparison Matrix
Dari contoh diatas, sintesis ini menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau
preferensi untuk ALT1, ALT2, ALT3 tersebut masing-masing 0,14; 0,29; dan
0,57.
10. Prioritas
Untuk memeriksa konsistensi hitung Mulyono mengusulkan untuk menggunakan
Consistency Index ( CI = (max- n/ n-1). Ini adalah index yang dapat mengukur
berapa banyak konsistensi matrix yang dibandingkan berbeda dengan konsistensi
yang sempurna. AHP mengukur konsistensi secara umum dengan menggunakan
Consistency Ratio (CR). Consistency Ratio ini didapatkan dengan membagi
Consistency Index dengan random index (RI). Berikut adalah table Random
Consistency index (RI).
Apabila consistency ratio sama dengan ataupun kurang dari 0,1 dapat diterima,
jika tidak proses penilaian harus diulangi.
11. Langkah Iterasi
Ulangi langkah mulai dari langkah ke-4 sampai langkah ke-8 untuk semua matriks
dari setiap level hierarki.
12. Langkah Penentuan Prioritas Final
Kalikan setiap vector priority pada level yang paling bawah dengan kriteria pada
level yang lebih tinggi dan begitu seterusnya, kemudian tambahkan hasilnya
untuk mendapatkan Overall Priority.
setiap
penyebab
yang
tidak
dapat
dikendalikan
kita
seharusnya
mampu