Anda di halaman 1dari 4

Hanifati Alifa R/115110801111001

Jawanisasi di Indonesia:
Masa kini dan Masa lalu

Ketika batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan kebudayaan dan diakui
oleh seluruh bangsa Indonesia, pun dianggap sebagai Jawanisasi karena sejatinya batik
merupakan artifak budaya milik suku Jawa. Lain halnya di masa Orde Baru, kala itu
pemerintahan Indonesia dipimpin oleh presiden Soeharto. Indonesia pada masa itu beberapa
program pembangunan yang dicanangkan oleh presiden soeharto meliputi politik, ekonomi, dan
sosial budya. Beberpa diantaranya adalah transmigrasi, dan bahkan swasembada pangan (beras)
sebagai potret pertanian yang maju. Keseluruhan bentuk program pembangunan Negara beserta
kepemimpinan politik tersebut disinyalir merupakan proses Jawanisasi Indonesia. lalu, apa
sebenarnya makna Jawanisasi itu sendiri? Dan apa sajakah perubahan sosial yaang diakibatkan
streotipe penjawaan tersebut? Untuk itulah sebelum kita memulai pembahasan mengenai proses
Jawanisasi Indonesia, marilah kita pahami definisi Jawanisasi itu sendiri terlebih dahulu.
Jawanisasi tampaknya memiliki makna ganda.
Jawanisasi secara sederhana diartikan sebagai penyebaran penduduk pedesaan Jawa yang
padat ke bagian kepulauan yang tidak begitu padat penduduknya, pulau-pulau seberang, pulau di
luar Jawa. Selain itu, ada makna lain dari pengertian Jawanisasi yang berarti pemaksaan
penggunaan pola pemikiran dan perilaku Jawa seluruh Indonesia, baik secara sadar maupun
tidak sebagai pula bentuk imperialisme kebudayaan1.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi masyarakat suku Jawa mendominasi sebagian
besar penduduk di Indonesia. Jawa adalah kelompok etnik terbesar di Asia Tenggara. Etnik ini
berjumlah kurng lebih empat puluh persen dari dua ratus juta penduduk Indonesia2.
1 Niels Mulder,2001, Ruang batin masyarakat Indonesia. Yogyakarta: LKiS. Hal.5152.
2 ibid

Secara lebih mendalam, dan rinci akan kita telusuri beberapa sektor pembangunan
Indonesia yang dianggap sebagai proses Jawanisasi. Apabila kita menelisik sejarah Indonesia di
masa Orde Baru ketika pemerintahan Soeharto, kita mendengar beliau sebagai bapak
Pembangunan. Pada masa tersebut dikenal ada beberapa aspek pembangunan lima tahun (Pelita)
yang cukup terkenang bagi Indonesia. Adanya dua sistem pertanian yang penting di Indonesia,
yakni sistem sawah dan ladang. Pada karakteristik itulah, lahan pulau Jawa 70 persen ditanami
dan tanah pertaniannnya mendapat irigasi, sedangkan di luar pulau Jawa didominasi oleh sistem
ladang (Geertz, 1983). Setelah melewati masa 25 tahun pertama, 1963-1993, ada prestasi penting
telah tercapai terutama di sektor pertanian, Indonesia berhail mencapai swasembada beras (1984)
dan melepaskan diri dari Negara pengimpor beras di tahun tujuh puluhan di dunia 3. Untuk
mencapai tujuan tersebut pemerintahan Soeharto

mengandalkan perluasan lahan budidaya

dengan transmigrai dan intensifikasi produksi. Sumber minyak terutama juga ditujukan untuk
modernisasi produk beras4. Padahal jika kita lihat kondisi geografis Indonesia, juga kaya akan
sumberdaya alam sekaligus tatacara bertanam yang beragam.
Program revolusi hijau suatu upaya meningkatkan prokduktivitas padi melalui pupuk
kimia, pestisida, irigasi dan teknologi pascapanen dengan sentralisasi di desa. Program revoulsi
hijau ini telah mengakibatkan terjadinya terkonsentrasi penguasaan tanah pada segelintir orang
kaya yang bertuankan negara di satu ppihak dan semakin banyaknya petani yang tak bertanah di
pihak lain5. Bertuankan Negara disini berarti bahwa segala kepemimpinan dari yang terkecil
seperti di wilayah desa akan berpusat pada pemerintahan. Sehingga untuk mensukseskan
program tersebut pada masa itu lahir sebuah undang-undang desa sebagai jalan penyeragaman
sistem pemerintahan di wilayah terkecil yakni di desa di seluruh bagian Indonesia. Sebagaimana
kita ketahui sejatinya di setiap kepualaun tentu memiliki lokalitas sistem pemerintahan sendiri.
3 Emil Salim, kembali ke jalan lurus: Esai-esai 1966-199. AlvaBet 2002
4 Patrice Levang, Ayo Ke Tanah Sabrang.
5 Hart,Gillian. Power,Labor,and Livelihood of Change in Rural Java, Berkeley University of
California Press: 1986 dalam S.M.P Tjondronegoro, Gunawan Wiradi. Dua abad penguasaan
tanah: pola penguasaan tanah pertanian di Jawa dari masa ke masa. Yayasan Obor
Indonesia.

sebagai misal Nagari di Sumatera, Gampong di Aceh, Desa Pakraman di Bali dan lain
sebagainya. Dalam pandangan kebudayaan, kesemuanya tersebut merupakan relativitas budaya.
Kondisi mayoritas penduduk Indonesia yang lebih banyak mendiami pulau Jawa, hingga
menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, menyebabkan suku Jawa mendominasi. Akan tetapi
anggapan Jawanisasi atau Jawanisme sebagai bentuk proses pemaksaan suatu budaya pada
budaya lain di Indonesia perlu ditinjau dari segi postif dan negatif. Proses Jawanisasi tersebut
memang gencar di masa Orde Baru pada pemerintahan presiden Soeharto. Presiden kedua
Negara Indonesia tersebut memang terlahir sebagai seorang Jawa, tepatnya di Jogjakarta. Ia
bahkan menghabiskan masa kecil dalam kehidupan pertanian dan desa. Tentu sebagai orang
Jawa, secara naluri ia telah menginternalisasi nilai-nilai, etika (unggah-ungguh) dan falsafah
hidup sesuai dengan budayanya, yakni Jawa. Bentuk nilai-nilai tersebut terbawa pada
kepemimpinannya, hingga di era Soeharto muncul tuduhan proyek pembangunan masa itu
merupakan bentuk Jawanisasi. Politik dan kekuasaan nya pun juga dianggap sangat otoriter di
segala bidang. Apabila dikaitkan dengan konteks masa kini, bayang-bayang akan jawanisasi
tersebut masih membekas hingga saat ini. Cobalah kita lihat pembangunan infrastruktur modern
di Indonesia saat ini yang masih terkonsentrasi di Jawa, sedangkan di luar Jawa, katakanlah di
Papua orang asing datang mengambil kekayaan alam atas kebijakan yang dibuat orang-orang di
Jawa. Pusat pemerintahan berada di Jawa, para pejabatnya baik yang pejabat korup atau baik
pun bersuku Jawa. Kondisi alam dan pertanian sebagai warisan di masa lalu pada gilirannya
menyebabkan kerusakan ekologis, kesenjangan hingga perubahan fungsi akibat sebuah
kebijakan. Menurut saya budaya yang mempersatukan masyarakat kedalam satu kesatuan bangsa
bernama Indonesia tidaklah terjadi karena suku Jawa saja. Setiap suku tentulah mengandung
nilai kearifan lokal, nilai-nilai dan makna-makna yang baik dan bijak dan bukan unggul atau
menguasai budaya lain.
Daftar Referensi
Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.
Levang, Patrice. 2003. Ayo Ke Tanah Sabrang. Transmigrasi di Indonesia. Jakarta Kepustakaan
Populer Gramedia.
Mulder, Niels. 2001, Ruang batin masyarakat Indonesia. Yogyakarta: LKiS.

Salim, Emil. 2002. Kembali ke jalan lurus: Esai-esai 1966-199. AlvaBet

Anda mungkin juga menyukai