DASAR TEORI
II.1.
Pemotretan udara dengan tujuan tertentu dapat direncanakan, yaitu desain jalur terbang
pemotretan. Proses pengambilan jalur terbang biasanya diambil jarak yang terpanjang untuk
melakukan perekaman, hal ini untuk memperoleh kestabilan pesawat di saat pemotretan.
= luas liputan
= basis atau jarak antara stasiun pemotretan sebuah pasangan foto stereo.
PE
GB
* 100
G
PE
.................................................
(2.1)
= luas liputan
= jarak antara jalur terbang yang berurutan atau jalur-jalur terbang yang
berhimpitan
PS
PS
................................................
.(2.2)
3. Luas Liputan
Setelah memilih skala foto rata-rata dan dimensi format kamera, daerah permukaan
lahan yang terliput dapat langsung dihitung dengan persaman berikut;
G df / Sr
....................................................(2.3)
Dimana:
Sr
= skala rata-rata
Df
= dimensi foto
4. Tinggi Terbang
Berbicara tentang tinggi terbang sangat erat kaitan dengan skala. Untuk itu, setelah
memilih panjang fokus kamera dan skala foto rata-rata yang dikehendaki, tinggi
terbang rata-rata di atas permukaan tanah dapat ditetapkan secara otomatis sesuai
dengan persaman skala;
sr
f
H hr
H ( s r * f ) hr
..(2.4)
Dimana:
H
= tinggi terbang
hr
sr
= skala rata-rata
W (100 PS )% * G
...(2.5)
Dimana:
W
PS
= luas liputan
B (100 PE )% * G
(2.6)
B
PE
= luas liputan
p
11
(100 PE )% * G
(1 safety factor)
.(2.)
Dimana :
P
= panjang daerah
pf
= panjang sisi bingkai foto
G
= luas liputan
6
l
1
(100 PS )% G
(1 safety factor)
ns
...(2.)
Dimana :
l
= lebar daerah
pf
= panjang sisi bingkai foto
G
= luas liputan
II.2
tanah adalah proses penandaan lokasi yang berkoordinat berupa sejumlah titik yang
diperlukan untuk kegiatan mengkoreksi data dan memperbaiki keseluruhan citra yang
7
akhirnya disebut sebagai proses rektifikasi. Tingkat akurasi GCP sangat tergantung pada jenis
GPS yang digunakan dan jumlah sampel GCP terhadap lokasi dan waktu pengambilan.
Lokasi ideal saat pengambilan GCP adalah perempatan jalan, sudut jalan,
perpotongan jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna menyolok, persimpangan rel
dengan jalan dan benda/ monumen/ bangunan yang mudah diidentifikasi atau dikenal. Perlu
dihindari pohon, bangunan, dan tiang listrik selain sulit diidentifikasi, karena kesamaannya
yang tinggi.
Dapat didefinisikan sebagai sebuah titik pada permukaan bumi dari lokasi yang
dikenal (yaitu tetap dalam suatu sistem koordinat yang ditetapkan) yang digunakan untuk
geo-referensi sumber data gambar, seperti gambar penginderaan jauh atau scan peta. Dasar
untuk titik kontrol tanah dan titik cek adalah bahwa mereka harus memiliki kualitas yang tiga
kali lebih baik dari spesifikasi, yaitu 0.8 m RMSE untuk 2,5 juta RMSE spesifikasi. Titik
kontrol tanah (GCP) berfungsi sebagai titik titik sekutu antara sistem koordinat foto dengan
sistem koordinat peta, sedangkan titik ikat merupakan titik sekutu antara foto yang saling
bertampalan. GCP diadakan dengan 2 cara,yaitu secara pre-marking atau post-marking. Premarking adalah mengadakan titik target sebelum pemotretan udara dilaksanakan, sedangkan
post-marking adalah mengidentifikasi obyek yang terdapat pada foto udara baru kemudian
ditentukan koordinat petanya. Untuk TP selalu diadakan dengan cara post-marking, yaitu
mengidentifikasi obyek yang sama yang terpotret pada daerah bertampalan. GCP umumnya
diusahakan menyebar di pinggir foto, sedangkan titik ikat dibuat sebanyak 6 buah per model
dengan distribusi mengikuti aturan Gruber.
Nilai koordinat UTM diperoleh dari pengecekan di peta, penentuan titik ikat
dilakukan secara manual, yaitu dengan cara identifikasi visual obyek-obyek yang tampak
jelas pada daerah pertampalan antar foto.teknik ini menghasilkan akurasi yang cukup baik,
terutama jika di bantu dengan fasilitas zooming dan penampilan secara tiga dimensi. Tetapi
teknik ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama, apabila jika jumlah foto
yang akan diproses cukup banyak. Ada teknik lain yang dapat dipergunakan untuk
mengidentifikasi TP secara otomatis, yaitu dengan menggunakan cara korelasi silang. Pada
prakteknya, teknik ini dapat mengidentifikasi obyek yang tidak terletak di daerah
pertampalan, sehingga masih perlu dilakukan manual editing untuk menjamin ketepatannya.
(Harintaka,dkk. 2006)
kontrol tanah yang digunakan untuk rektifikasi, akan semakin banyak kontrol hitungan yang
digunakan, sehingga semakin teliti hasil rektifikasi.
III.3. Mosaik Foto
Mosaik foto ialah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar
foto. Ini dimaksudkan untuk menggambarkan daerah penelitian secara utuh. Mosaik dapat
memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang lokasi yang diamati. (Hanafah, 2012)
kesalahan
oleh
kemiringan
sumbu
kamera
(tilt)
dan
rationing
(menyeragamkan skala di seluruh bagian foto) sehingga semua foto telah mempunyai skala
yang sama. Mosaik terkontrol memenuhi spesifikasi tertentu tentang ketelitian peta.
Mosaik tidak terkontrol adalah mosaik yang dibuat dari foto yang belum direktifikasi
serta belum diseragamkan skalanya. Mosaik semi terkontrol adalah mosaik yang disusun
dengan menggunakan foto udara yang mempunyai beberapa titik kontrol, tetapi foto tersebut
tidak terektifkasi dan dapat mempunyai skala yang tidak seragam.
Dari ketiga jenis mosaik tersebut. Mosaik terkontrol dan semi terkontrol memiliki
kesamaan, yaitu memerlukan ketersediaan titik kontrol. Keharusan untuk tersedianya titik
kontrol tersebut mempunyai konsekuensi waktu pemrosesan yang lama, yaitu saat identifikasi
titik kontrol pada setiap foto dan biaya yang relatif untuk penyediaan atau pengadaan titik
kontrol setiap foto.
10
Menurut Nurdinansa (2013), mosaik foto udara secara manual dilakukan dengan
mengurutkan nomor seri foto udara dan disusun secara manual dengan mengandalkan
kemampuan visual mata secara berurutan serta menumpang tindihkan kenampakan yang
sama pada foto-foto yang bertampalan (overlap). Menyusun mozaik secara manual ini
dilakukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum wilayah yang dikaji. Dalam
penyusunan foto udara ini setiap foto udara yang disusun maupun ditumpang tindih memiliki
skala foto yang sama, nomor seri yang berurutan dan merupakan daerah pertampalan.
12
Dalam hal yang demikian akan diperoleh minimal empat titik-titik yang telah
diketahui pada tiap-tiap foto. Setelah menggambarkan koordinat-koordinat dari titiktitik ini pada lembar yang terpisah pada skala yang dibutuhkan untuk mosaik terakhir,
gambar negatif semula dapat ditegakkan. Ini berarti bahwa dengan pemakaian alat
mekanik optik, yang disebut rectified (alat penegak), gambar-gambar dari titik yang
diketahui diberikan tanda pada gambar negatif, dapat dibuat berhimpit dengan titik
pada lembaran yang terdahulu. Dengan menggantikan lembaran tersebut dengan
emulsi foto pada bahan yang tidak menyusut, akan diperoleh sebuah gambar positif
yang merupakan proyeksi vertikal yang murni dari permukaan dengan skala mosaik.
Dengan cara ini pengaruh perbedaan skala antara gambar-gambar negatif dan
pengaruh ujung (tip) dan kemirinagn dari sumbu optik dari kamera fotografik dapat
dihilangkan dnagn positif-positif yang diluruskan ini terbentuklah mosaik tadi. Pada
lembaran dasar koordinat-koordinat yang sama dipetakan, yang mana digunakan
untuk prosedur pelurusan.
Hasilnya ialah bahwa masing-masing foto udara terbentuk tepat dalam
posisinya. Pada foto mosaik yang demikian suatu sistem koordinat grid benar-benar
memenuhi syarat. Dalam hal ini kita memperoleh peta foto (photo map). Grid pada
peta foto ini dengan sendirinya merupakan grid yang sama digunakan untuk
memetakan titik-titik kontrol. Jelas bahwa dengan sistem yang demikian sekalipun,
tidak ada mosaik terkontrol yang baik dengan keserasian yang baik pula antara
gambar-gambarnya, yang dapat dibuat dari foto-foto udara dari permukaan yang
bergunung-gunung atau berbukit-bukit. Perbaikan kecil dapat diperoleh dengan
memakai bagian tengah saja daripada tiap-tiap gambar, dimana untuk permukaan
datar penegakan (pelurusan) hanya dapat diterima untuk foto udara kedua.
Untuk mosaik-mosaik yang terkontrol penuh, menyederhanakan penegakan
(rektifikasi) dalam hal mana mengalami penyusutan untuk mempersamakan skala dari
semua foto udara. Untuk permukaan yang berbukit atau bergunung-gunung, satu-satu
metode yang diterima untuk mosaik-mosaik yang tepat yang memenuhi spesifikasi
peta-peta normal pada saat ini adalah pemakaina arthophotoscope yang kompleks itu,
yang mengaruhi pergeseran relief dan kemiringan. Suatu mosaik yang terdiri dari
beberapa orhtophoto dengan memakai grid membentuk sebuah peta (ortho) foto.
(Sugiarti, 2012)
II.5.
13
Digital Surface Model (DSM) adalah sebuah model permukaan pantulan gelombang
pertama yang memuat fitur-fitur elevasi terrain alami sebagai tambahan dari fitur- fitur
vegetasi alami dan buatan, seperti bangunan.Atau secara sederhana, DSM (Digital Surface
Model) dapat diartikan sebagai data ketinggian permukaan objek yang ada di muka bumi
seperti pepohonan dan bangunan. (Aronoff, 1991)
FU stereo
Citra satelit stereo
Data pengukuran lapangan: GPS, Theodolith, EDM, Total Station, Echosounder
Peta Topografi
Linier array image
Data hasil DTM atau DEM
Pengukuran langsung di lapangan
yang tambahan secara berkala. Selain informasi rentang intensitas juga dicatat. Posisi
pesawat diperkirakan dengan GPS dan sikap dari pistol laser dengan INS. Dengan
informasi orientasi gema dapat diberikan koordinat dunia nyata dan mereka
mengkonversi langsung ke geocoded / informasi titik dirujuk. Setiap kesalahan
dalam hasil orientasi dalam kesalahan lokasi untuk poin (misalnya 1999b Baltsavias
p.207-212)
2. Photogrammetric akuisisi data
Elemen sentral dari fotogrametri yang membuatnya berbeda dari ALS adalah: data
yang diperoleh dengan bingkai pasif (hanya bingkai sensor atau kamera udara dan
foto udara metrik diperlakukan sini seterusnya) sensor; transformasi geometris
ditentukan oleh proyeksi pusat dan geometri perspektif; orientasi dalam dari kamera
udara metrik biasanya mapan (bundel stabil sinar) dan gambar kualitas geometrik
dan radiometrik yang tinggi; objek yang terdeteksi pada gambar-gambar ini biasanya
lebih kecil daripada dalam kasus ALS; koordinat 3D diperoleh tidak langsung; dan
teori kesalahan pengukuran 3D - mapan untuk fotogrametri. Metode fotogrametri
analitis dan digital telah menyebabkan peningkatan tingkat otomatisasi fotogrametri.
i) Otomatis fitur pengukuran (titik) fotogrametri, ii) solusi otomatis masalah
korespondensi stereo (pencocokan gambar) dan iii) akurasi data capture seperti
stereoskopis adalah masalah utama dalam DSM, sehingga secara otomatis pembuatan
DSM menggunakan data fotogrametri.
II.6.
Layout Peta
Menurut Yunirwan (2013), layout peta ialah menyusun penempatan-penempatan dari
pada peta judul, legenda, skala, sumber data, penerbit , macam-macam proyeksi dan lainlainnya. Semua informasi yang diletakkan pada peta harus diatur secara tepat di atas lembar
peta sehingga dapat menjamin optimal dalam mudahnya dibaca dan kelihatan ekonomis.
Dengan memperhatikan beberapa unsur di dalamnya antara lain :
1. Judul Peta
Judul peta merupakan merupakan komponen yang sangat penting, karena
sebelum memperhatikan isi peta pasti judul yang terlebih dahulu dibacanya. Judul
peta hendaknya memuat informasi yang sesuai dengan isi peta. Selain itu, judul peta
jangan sampai menimbulkan penafsiran ganda pada peta.
15
2. Skala Peta
Peta merupakan kenampakan permukaan bumi yang digambarkan pada bidang
datar yang jauh lebih kecil dari kenyataannya. Perbandingan antara ukuran/besarnya
kenampakan yang digambar dalam peta dengan kenampakan aslinya disebut skala
peta. Skala peta adalah perbandingan antara jarak yang memisahkan kedua titik di
peta dengan jarak sebenarnya antara dua titik yang sama di permukaan bumi. Atau
skala adalah perbandingan jarak antara dua titik sembarang di peta dengan jarak
sebenarnya di permukaan bumi, dengan satuan ukuran yang sama. Skala ini sangat
erat kaitannya dengan data yang disajikan.
Dengan singkatnya dapat dinyatakan:
Angka perbandingan yang dinyatakan harus menggunakan satuan ukuran yang sama,
misalnya cm, yard, inci, dan sebagainya. Jarak yang dimaksud di peta adalah jarak
horizontal yaitu jarak yang diproyeksikan dari hasil pengukuran di lapangan. Bila
ingin menyajikan data yang rinci, maka digunakan skala besar, misalnya 1 : 5000.
Sebaliknya, apabila ingin ditunjukkan hubungan kenampakan secara keseluruhan,
digunakan skala kecil, misalnya skala 1 : 1.000.000.
Contoh:
Skala 1 : 500.000 artinya 1 bagian di peta sama dengan 500.000 jarak yang
sebenarnya, apabila dipakai satuan cm maka artinya 1 cm jarak di peta sama dengan
500.000 cm (5 km) jarak sebenarnya di permukaan bumi.
3. Simbol Peta
Pada peta, ada simbol-simbol, gunanya agar informasi yang disampaikan tidak
membingungkan. Simbol-simbol dalam peta harus memenuhi syarat, sehingga dapat
menginformasikan hal-hal yang digambarkan dengan tepat.
Syarat-syarat peta adalah sebagai berikut:
a. Sederhana
b. Mudah Dimengerti
c. Bersifat Umum
Macam-macam simbol peta:
1) Macam-macam simbol peta berdasarkan bentuknya. Bentuk-bentuk simbol yang
digunakan pada peta berbeda-beda tergantung dari jenis petanya.
a) Simbol titik, digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional, seperti
simbol kota, pertambangan, titik triangulasi (titik tertinggi) tempat dari
permukaan laut dan sebagainya.
b) Simbol garis, digunakan untuk menyajikan data geografis misalnya sungai,
batas wilayah, jalan, dan sebagainya.
16
yang
Legenda pada peta menerangkan arti dari simbol-simbol yang terdapat pada
peta. Legenda itu harus dipahami oleh pembaca peta, agar tujuan pembuatan peta itu
mencapai sasaran. Legenda biasanya diletakkan di pojok kiri bawah peta. Selain itu
legenda peta dapat juga diletakkan pada bagian lain peta, sepanjang tidak
mengganggu kenampakan peta secara keseluruhan.
6. Sumber dan Tahun Pembuatan Peta
Sumber memberi kepastian kepada pembaca peta, bahwa data dan informasi
yang disajikan dalam peta tersebut benar-benar absah (dipercaya/akurat). Selain
sumber, bisa juga memperhatikan tahun pembuatannya. Pembaca peta dapat
mengetahui bahwa peta itu masih cocok atau tidak untuk digunakan pada masa
sekarang atau sudah kadaluarsa karena sudah terlalu lama.
7. Lattering
Para ahli kartografer membuat kesepakatan untuk membuat tulisan (lattering)
pada peta sebagai berikut :
a) Nama geografis ditulis dengan bahasa dan istilah yang digunakan penduduk
setempat.
b) Nama jalan yang ditulis harus sesuai dengan arah jalan tersebut.
c) Nama kota ditulis dengan empat cara, yaitu :
- Di bawah simbol kota
- Di atas simbol peta
- Di sebelah kiri simbol peta
- Di sebelah kanan simbol peta
8. Proyeksi Peta
Proyeksi peta adalah suatu sistem ayng memberikan antara posisi titik-titik di
Bumi dan di peta. Permasalahan utama dalam proyeksi peta adalah penyajian bidang
lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Bidang lengkung tidak dapat
dibentangkan menjadi bidang datar tanpa mengalami perubahan (distorsi). Cara
penggambaran dari bidang lengkung bentk bidang datar dilakukan dengan
menggunakan rumus matematika. Secara umum, proyeksi peta dapat digolongkan
berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan instrinsik.
a) Pertimbangan Ekstrinsik
1) Bidang Proyeksi
Ditinjau dari macam bidang proyeksi yang digunakan, sistem proyeksi peta dapat
dibedakan menjadi:
a) sistem proyeksi azimuthal (azimuthal zenithal projection);
b) sistem proyeksi kerucut (conical projection);
c) sistem proyeksi silinder (mercator projection)
2) Persinggungan
Ditinjau dari persinggungannya, proyeksi peta dapat dibedakan menjadi:
18
19
3) Inset yang berfungsi untuk menyambung wilayah pada peta utama.Inset ini memiliki
skala sama besar dengan peta utama dan juga merupakan peta utama yang disambung. Fungsi
menyambung ini bertujuan untuk :
a) Menggambarkan wilayah pada peta utama yang terpotong karena keterbatasan pada media
kertas/halaman.
b) Menggambar wilayah yang terpencar
10. Garis Tepi Peta (Border)
Garis tepi merupakan garis pembatas peta yang mengelilingi peta,berguna untuk membantu
saat menggambar pulau, kota, ataupun wilayah yang dimaksud tepat ditengah-tengahnya
20