Anda di halaman 1dari 3

Studi Kasus

Koran Kalid Omar Vs Prajurit X dari Para Batalyon 3 Belgia


Keadaan Umum

Somalia adalah sebuah negara di Afrika timur yang berbatasan dengan


Kenya, Ethiopia dan Djibouti.

Setelah jatuhnya pemerintahan Presiden Siad Barre pada tahun 1991, terjadi
perang sipil di Somalia antara faksi pendukung Presiden Interim Ali Mahdi
Mohamed dan faksi pendukung Jendral Farah Aidid.

Perang ini mengakibatkan sekitar 1 juta menjadi pengungsi dan 5 juta orang
terancam kelaparan dan penyakit.

Kondisi Somalia pada saat itu adalah adanya chaos politis, hancurnya situasi
keamanan, bandit dan penjarahan merajalela, dan jutaan orang menghadapi
bencana kelaparan.

Bantuan kemanusiaan dari organisasi-organisasi PBB, ICRC dan LSM lain


sering kali tidak berhasil disalurkan karena kondisi keamanan yang sangat
tidak kondusif. Selain itu, sering juga terjadi penjarahan bantuan
kemanusiaan ataupun pemerasan terhadap organisasi kemanusiaan yang
dilakukan oleh para warlords (penguasa perang).

Menghadapi situasi tersebut, PBB memutuskan untuk mengirimkan


pasukannya di bawah misi UNOSOM I (United Nations Operation in Somalia)
dari bulan April 1992 Maret 1993. Misi ini berubah menjadi UNOSOM II
(Maret 1993 Juli 1994)

UNOSOM II menjalankan misi penegakan perdamaian (peace enforcement)


berdasarkan Bab VII Piagam PBB.

Pada bulan Maret 1993 Februari 1994, kekuatan UNOSOM II adalah sekitar
28'000 personil militer dan polisi dari 34 negara.

Keadaan Khusus

Pada tanggal 21 Agustus 1993, pasukan Belgia bertugas menjaga check-point


di daerah Kismayo.

Pos militer di checkpoint tersebut dikelilingi tembok; terdapat beberapa pos


jaga di sekitar tembok dan mereka meletakan pagar kawat berduri di depan
pos-pos tersebut.

Pada malam tanggal 20-21 Agustus 1993, prajurit X sedang melakukan jaga
malam di pos 3 dengan perintah untuk mencegah siapapun memasuki
wilayah aman atau melewati pagar kawat berduri.

Sekitar pukul 3 dini hari, prajurit X melihat sebuah bayangan yang ia


identifikasi sebagai seorang anak.

Prajurit X lalu menjalankan instruksi (SOP) yang diberikan kepadanya.

Pada saat yang sama, prajurit Y yang berjaga di Pos 4 dan memiliki teropong
malam juga melakukan reaksi yang sama dengan prajurit X, yaitu
memberikan peringatan verbal dalam bahasa Inggris dan Somalia,
melepaskan tembakan peringatan ke tanah sebanyak dua kali sekitar 50 cm
dari anak tersebut dan ia tetap tidak mundur. Kemudian, prajurit melanjutkan
dengan tembakan yang diarahkan ke kaki.

Setelah itu diketahui bahwa bayangan tersebut adalah seorang anak


perempuan berusia 12 tahun bernama Ayan Ahmed Farah.

Tembakan tersebut meninggalkan bekas luka di kaki bagian atas.

Pertanyaan
1. Apakah pasukan Belgia yang bertugas pada saat itu merupakan kombatan
menurut HHI?
2. Apakah prajurit X telah melakukan kejahatan perang dalam insiden tersebut?
Jelaskan

3. Apakah ketentuan hukum yang berlaku akan berbeda apabila diketahui


kemudian bahwa anak tersebut adalah salah satu prajurit anak (child
soldier)?

Anda mungkin juga menyukai