Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk

yang akan meningkat dewasa ini

menuntut ketersediaan bahan pangan dan protein yang semakin besar pula.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut seharusnya diikuti pula oleh
peningkatan produksi dibidang pertanian dimana didalamnya termasuk sub
sektor perikanan. Produksi perikanan selama ini mengandalkan pada hasil
penangkapan ikan dari laut, perairan umum, dan budidaya air payau
(tambak). Perlu pula hendaknya ditingkatkan melalui usaha budidaya air
tawar, baik secara monokultur maupun tumpang sari dengan komoditas
lainnya seperti ikan dengan ayam/itik, maupun ikan dengan padi (mina
padi).
Mina padi telah diterapkan oleh petani dibeberapa daerah sentra produksi
padi, khususnya di Sulawesi Selatan, namun demikian produksi ikan ratarata pada mina padi masih rendah dan masih dapat ditingkatkan dengan
teknologi yang tepat.
Dengan semakin meningkatnya jumlah petani yang berusaha sistem mina
padi, maka semakin berkembang pula luas areal sawah yang digunakan
untuk usaha tersebut. Karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh petani pada usaha tani


sistem mina padi, serta sejauh mana tingkat kelayakan terhadap penerimaan
total usaha tani sistem mina padi.
1.2TUJUAN
Untuk mengetahui besar keuntungan petani pada usaha tani pada sistem
mina padi, serta sejauh mana tingkat kelayakan pada usaha mina padi di
Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.
Diharapkan dari pemeliharaan ini akan dapat memberikan gambaran
kepada petani mengenai besarnya sumbangan pendapatan dari produksi ikan
pada usaha tani sistem mina padi serta sebagai bahn informasi dalam
mengembangkan usaha sistem mina padi di Kecamatan Tanralili Kabupaten
Maros.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Bentuk Usaha Mina Padi
Purnomo (1985) mengemukakan bahwa pemeliharaan ian bersama padi
di sawah disebut perikanan mina padi. Usaha perikanan mina padi dapat
terlesenggara jika persawahan mendapatkan air secara terus menerus.
Sedangkan menurut Handojo (1989) bahwa sistem pengairan yang baik

untuk mina padi atau mina padi itik adalah apabila air tersedia pada petakan
sawah minimal lebih dari 5 bulan.
Handojo (1991), mengemukakan bahwa bentuk pemeliharaan ikan
meliputi antara lain pembenihan,pendederan, maupun pembesaran ikan
konsumsi baik yang dilaksanakan sebagai penyelang palawija ikan ataupun
secara tumpangsari (mina padi). Selanjutnya diatakan pula bahwa
pemeliharaan ikan di sawah selain memanfaatkan lahan secara efektif juga
merupakan tambahan pendapatan bagi petani tersebut.
Akibat potensi lahan yang semakin terbatas, maka salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas lahan adalah melalui paduan berbagai
komoditas dalam suatu usahatani terpadu misalnya ternak,palawija, sayuran
serta perikanan. Pemeliharaan ikan campuran selain mengefesienkan
pemanfaatan juga dapat meningkatkan produksi ikan per luas areal bila
dipelihara dengan kombinasi optimum (Machyuddin, 1989).
Pengambilan keputusan seorang petani dihadapkan berbagai prinsip
usahatani. Prinsip-prinsip tersebut yang perlu diketahui petani dalam
mengelola usahataninya adalah : penentuan perkembangan harga, kombinasi
beberapa cabang usahatani, penentuan cara berproduksi, pembelian sarana

yang diperlukan pemasaran hasil usahatani dan pembiayaan serta


pengelolaan modal usaha (Soeharjo dan Patong, 1986).
Upaya yang telah dilakukan dalam pembangunan pertanian meliputi
intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Sehubungan
dengan peningkatan produksi melalui diversifikasi dapat dicapai dengan
memanfaatkan tanah, tenaga kerja, air dan peralatan serta sarana produksi
lainnya seefesien mungkin (Hernanto, 1983).
Untuk melakukan kombinasi cabang usaha yang baik, langkah-langkah
yang harus diperhatikan petani adalah mengetahui semua jenis tanaman dan
hewan yang cocok diusahakan dalam usahataninya, menentukan tanaman
atau hewan yang dapat memberikan keuntungan yang tertinggi, mengetahui
sifat hubungan antara masing-masing tanaman dan hewan itu terhadap
lainnya (Soeharjo dan Patong, 1986).
Soekartawi, dkk (1984), menyatakan bahwa secara keseluruhan tujuan
petani berusaha adalah untuk menggunakan seefesien mungkin sumberdaya
yang dimiliki (lahan, air, tenaga kerja, alat-alat pertanian, modal serta
kemauan). Prinsip tersebut sebagian besar berhubungan dengan masalah
alokasi sumberdaya kepada cabang usaha atau efektivitas yang akan
memaksimumkan pendapatan bersih usahatani.

Hal yang sama dikemukakan oleh Handojo (1991), bahwa usahatani


terpadu pada prinsipnya merupakan salah satu upaya memanfaatkan
sumberdaya berupa lahan, air, tenaga kerja,dan modal serta sarana produksi
lainnya yang dimiliki petani secara optimal melalui proses transpormasi
aneka usaha pertanian, sehingga menimbulkan dampak pada tingkat
pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi.
Handojo (1989), mengemukakan bahwa agar usahatani mina padi
berhasil dengan baik, maka pemeliharaan ikan harus disesuaikan
dengansistem pengairan yang ada serta varietas padi yang ditanam.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa keberhasilan usahatani mina padi-itik
ditentukan adanya keserasian dalam hal : tinggi genangan air optimal
didalam petakan sawah untuk ikan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman
padi, lama pemeliharaan ikan dan keterkaitannya dengan saat drainase
terutama pada saat pemupukan susulan, penggunaan pestisida untuk tanaman
padi tidak mengganggu ikan, areal yang digunakan untuk parit secara nyata
tidak menyebabkan turunnya produksi padi secara drastis dan frekuensi
kunjungan petani ke sawahnya.
Keuntungan yang diperoleh petani apabila sistem usaha mina padi dan
ikan dikembangkan secar tertip menurut Handojo (1991), adalah

pemanfaatan sawah lebih optimal, frekuensi kunjungan petani ke sawahnya


makin meningkat, efesiensi pemanfaatan unsur hara tanah sebagai akibat
pemupukan secara tidak langsung oleh kotoran sisa-sisa kotoran ikan,
terputusnya rantai siklus hama.
Handojo (1991), menyatakan

bahwa

salah

satu

cara

untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah adalah melalui


pemupukan. Dengan pemupukan tidak saja menyebabkan bertambahnya
unsur hara dalam tanah, akan tetapi sedikit banyak kondisi tanahpun akan
berubah. Secara umum pupuk digolongkan kedalam pupuk organik atau
pupuk alami dan pupuk anorganik atau pupuk buatan.
Adanya perbedaan kesuburan tanah, iklim, jenis tanaman, serta cara
bercocok tanam akan menyebabkan pula perbedaan jumlah unsur hara pupuk
yang diperlukan. Demikan hasilnya, dengan kondisi air dan tingkat oper
tumbuhan tanaman ikut pula menentukan jumlah kebutuhan unsur hara dan
waktu serta cara pemupukan. Karena itu agar pemupukan dapat dilakukan
secara efesien, maka petani perlu mengetahui waktu dan cara pemupukan,
jenis dan dosis pupuk, respon tanaman terhadap pupuk, peranan unsur hara
dan kebutuhan terhadap unsur hara dan kebutuhan terhadap unsur hara
tersebut (Handojo, 1991).

2.2Biaya dan Pendapatan


Prinsip analis biaya sangat penting untuk diketahui para petani, karena
mereka hanya dapat menguasai pengaturan biaya produksi dalam
usahataninya, tanpa mampu mengatur harga dan memberikan nilai pada
komodtas yang dijual. Harga berbagai komoditas pertanian lebih banyak
ditentukan oleh beberapa faktor dluar usahataninya, termasuk faktor politik
dan keadaan diluar negeri. Karena itu apabila keadaan tidak berubah, maka
petani harus mengurangi biaya persatuan komoditas yang dihasilkan bila
mereka ingin meningkatkan pendapatan usahataninya ( Sukartawi, 1984).
Wattanutcharya dan Panayotou dalm Hadikoesworo (1986),
mengklafikasikan biaya menjadi tiga unsur yaitu biaya Variabel adalah
pengeluaran yang benar-benar dibayarkan menurut banyaknya ikan yang
diproduksi seperti benih gelondongan, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja
upahan. Biaya tetap (Fixed Cost), yaitu biaya yang tidak tergantung pada
usaha seperti biaya penyusutan kolam dan fasilitas. Biaya oppotunitas untuk
masukan-masukan yang dimiliki sendiri, seperti tenaga kerja keluarga,
penggunaan tanah, serta suku bunga dari modal yang tidak bergerak.

Soekartawi (1984), menyatakan bahwa selisih antara pendapatan kotor


dengan pengeluaran total disebut pendapatan bersih (Net Farm Income).
Pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran besarnya imbalan yang
diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi yang diinvestasikan
dalam usahataninya. Selanjutnya dikatakan bahwa pemisahan jenis
pengeluaran pada masing-masing cabang usaha tani tidak mungkin
dilakukan akibat adanya biaya bersama (Joint Cost) dalam produksi,
sehingga pengeluaran total usahataninya hanya dapat dipisahkan antara
biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Untuk mendapatkan pendapatan bersih yang maksimum, para petani
harus mengetahui tititk-titik optimum ekonomis, dimana kombinasi rata-rata
masukan telah efesien. Untuk itu diperlukan adanya keterangan mengenai
daya produksi serts masukan-masukan yang mereka gunakan (Chong dalam
Hadikoesworo, 1986).
Hernanto (1993), menyatakan bahwa salah satu cara menghitung nilai
penyusutan alat dan bangunan yang mempunyai daya tahan kurang dari 5
tahun adalah dengan menggunakan metode garis lurus (stringht line
method), dengan asumsi bahwa benda yang digunakan dalam usahataninya
akan menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Sedangkan benda-

benda yang tidak tahan lama seperti bibit, upuk, dan obat-obatan tetap dinilai
menurut harga belinya.
Sedangkan penilaian terhadap upah yang diterima oleh setiap tenaga
kerja, maka umumnya tenaga kerja dibawah umur dan wanita akan
menerima upah yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja pria.
Karena itu penilaian terhadap upah tersebut perlu distandarisasi menjadi
Hari Kerja Orang (HOK) atau Hari Kerja Setara Pria (HKSP), dimana satu
HKSP sama dengan besarnya upah yang diterima tenaga kerja yang
bersangkutan dibagi besarnya upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja pria
dewasa (Soekartawi, 1994).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1Letak Geografis dan Topografi
Kecamatan Tanralili terletak kurang lebih 72 km dari ibu kota propinsi
Sulawesi Selatan, atau sekitar 10 km dari ibu kota Kabupaten Maros.
Secara umum daerah ini merupakan daerah daratan dengan rata-rata
ketinggian antara 5 75 meter dari permukaan laut. Selain itu sebagian

wilayah merupakan hamparan sawah disepanjang hulu sungai Maros dan


alur saluran air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makssar, yang
merupakan sumber irigasi bagi persawahan di kecamatan Tanralili dan
daerah-daerah disekitarnya.
Wilayah Kecamatan Tanralili memiliki luas sekitar 32 kilometer persegi
yang terdiri dari 8 kelurahan/desa, yang untuk selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 1. Sedangkan batas-batas wilayah adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bantimurung
Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Tompobulu
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mandai
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota makassar
Tabel 1. Persentase Luas Wilayah dan Jarak Masing-masing Kelurahan/Desa
dari Kantor Kecamatan Tanralili,2002.
N

Kelurahan/Desa

Luas Wilayah

Persentase

1.

Kurusumange

8,14

11,24

2.

Purna Karya

4,63

6,39

3.

Leko Pancing

9,93

13,71

4.

Toddolimae

32,76

45,24

5.

Sudirman

4,72

6,52

6.

Damaii

6,11

8,44

7.

Allaere

2,12

2,93

8.

Borong

4,00

5,53

Jumlah

72,41

100,00

3.2Curah Hujan dan Iklim


Keadaan iklim dan curah hujan di Kecamatan Tanralili dapat diketahui
dari angka curah hujan yang diperoleh dari Kantor Metereologi Kabupaten
Maros. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Schmidt dan fergusson
dalam Handojo (1989) bahwa bulan lembab, bulan basah dan bulan kering
didasar pada ketentuan sebagai berikut :
a. Bulan kering bila curah hujan kurang dari 60 mm
b. Bulan lembab bila curah hujan antara 60 100 mm
c. Bulan basah bila curah hujan lebih dari 100 mm
Ketersediaan air pada suatu daerah ditentukan oleh type iklim yang
mempengaruhinya. Sedangkan pembagian iklim berdasarkan jumlah ratarata curah hujan tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah rata-rata bulan kering
Q=

X 100 %
Jumlah rata-rata bulan basah
2

X 100 % = 29 %
7

Dari nilai Q sebesar 29 % tersebut diatas, ini berarti bahwa daerah


Kecamatan Tanralili termasuk dalam type iklim B, dimana kisaran nilai Q
antara 14,30 33,30 %. Dengan kondisi demikian, maka usaha tani yang
cocok menurut Handojo (1989) adalah usaha tani mina padi yang dilanjutkan
dengan ian sebagai penyelang.
3.3Penggunaan Tanah
Jenis penggunaan tanah di Kecamatan Tanralili pada masing-masing
Desa/Kelurahan, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Jenis penggunaan tanah pada masing-masing Kelurahan/Desa di


Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros, 2002.
N

Kelurahan / Desa

Sawah
(Ha)

1.

Kurusumange

343,30

95,30

290,40

2.

Purna Karya

126,10

154,00

7.000,00

3.

Leko Pancing

362,80

156,40

196,40

4.

Toddolimae

136,80

29,30

2.800,00

5.

Sudirman

50,00

103,90

25,00

6.

Damaii

413,00

32,00

7.

Allaere

130,00

40,00

8.

Borong

175,00
1.736,30

Total (Ha)
Sumber : Kantor stastik Kec. Tanralili, 2002

Pekarangan
(Ha)

38,50
649,40

Lain-lain
(Ha)

40,00
117,00
10.548,80

Jenis penggunaan tanah pada tabel 2 tersebut, terlihat bahwa lahan sawah
mencakup 13,40 % dari total luas wilayah. Persawahan tersebut tersebar di
semua Kelurahan/Desa yang ada di Kecamatan Tanralili.
Luas lahan sawah secara keseluruhan di Kecamatan Tanralili adalah
seluas 1.736,30 Ha, selain persawahan, lahan lainnya yang tidak terdefenisi
adalah seluas 10.548,80 Ha atau sekitar 82 % dari luas wilayah adalah
merupakan hutan, tanah kering yang kurang produktif serta termasuk
prasarana umum lainnya dan prasarana sosial yang ada di Kecamatan
Tanralili Kabupaten Maros.
3.4Keadaan Penduduk
Penyerangan Penduduk di Kecamatan Tanralili hampir terpusat pada
masing-masing
kecamatan

Kelurahan/Desa.

Tanralili

adalah

Rata-rata
sebesar

kepadatan

3.676

penduduk

jiwa/km2,

di

sedangkan

Kelurahan/desa lainya kepadatan penduduknya hampir sama.


Jumlah penduduk di Kecamatan Tanralili keseluruhannya adalah 20.281
jiwa, yang terdiri dari atas laki-laki 10.683 jiwa dan wanita 9.598 jiwa. Dari
jumlah penduduk tersebut berdasarkan perbandingan jenis kelamin, maka
index ratio adalah :
SR
= Jumlah penduduk pria : Wanita x 100 %
= (10.683 : 9.598) x 100 %
= 111 %

Index tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap 100 jiwa penduduk wanita
terdapat 111 jiwa penduduk laki-laki.
Distribusi penduduk menurut jenis

kelamin

pada

masing-masing

kelurahan/desa di Kecamatan Tanralili, dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.


Tabel 3 : Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan
Tanralili Kabupaten Maros, 2012
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kelurahan/Des
a
Kurusumange
Purna Karya
Leko Pancing
Toddolimae
Sudirman
Damaii
Allaere
Borong

Jumlah (Jiwa)

Laki-laki

Wanita

Total

1.269
694
1.710
1.258
2.486
1.618
928
720

1.288
710
1.749
896
1.448
1.751
1.008
748

2.557
1.404
3.459
2.154
3.934
3.369
1.936
1.468

10.683

9.598

20.281

Sumber : Kantor statistik Kec. Tanralili 2012


Jumlah angkatan kerja yang ada di Kecamatan Tanralili menurut catatan
statistik tahun 2001 adalah sebanyak 6.720 jiwa termasuk wanita dalam
berbagai usaha. Berdasarkan jumlah angkatan kerja tersebut dengan jumlah
penduduk secara keseluruhan, maka index ratio ketergantungan penduduk
non produktif adalah 301 jiwa.dengan kata lain bahwa dalam 1 jiwa

angkatan kerja tersebut terdapat 3,01 jiwa atau setara dengan 3 jiwa
penduduk non produktif.
Untuk lebih jelasnya distribusi penduduk menurut mata pencaharian di
Kecamatan Tanralili dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Distribusi Penduduk menurut Matapencaharian di Kecamatan
Tanralili Kabupaten Maros, 2012
No

Matapencaharian

Jumlah

Prosentase

(jiwa)

(%)

4.646

69,30

486

7,20

1.353

20,10

24

0,40

72

1,00

140

2,10

1. Petani
2. Pedagang
3. Pegawai
4. Negeri/ABRI/Swasta
5. Peternak
6. Tukan dan Jasa
lain-lain
Jumlah
6.720
Sumber : Monografi Kecamatan Tanralili, 2012

100,00

Dari jumlah angkatan kerja tersebut di atas, 69,30% atau sebesar 4.646 jiwa
memiliki mata pencaharian sebagai petani, kemudian disusul pegawai
negeri, ABRI, Swasta sebesar 20,10 % atau 1.353 jiwa. Besarnya prosentase
ini disebabkan di Kecamatan Tanralili ada Batalyon Kostrad, dari Jumlah
tersebut ada yang belum memiliki pekerjaan tetap sebesar 2,10 % atau 140
jiwa.
3.5Keadaan Pertanian

Keadaan umum produksi pertanian secara garis besarnya digolongkan


kedalam sub sektor tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Produksi
pertanian rata-rata perluas lahan pertahun di Kecamatan Tanralili, untuk
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Keadaan Umum Produksi Pertanian di kecamatan Tanralili
Kabupaten Maros, 2012
Produksi rata-

Luas Lahan

rata/ton/ha

(Ha)

Padi
Jagung
Ubi Kayu
Sayur-sayuran

4,10

1.736,30

0,22

1.211,60

3,70

1.101,50

Produksi Perikanan :

0,89

215,00

Ikan Mas
Ikan Lele

4,51

Produksi Peternakan :

6,11

No Jenis Produksi Pertanian


1.

Produksi Tanaman Pangan :

2.

3.

Sapi
Kerbau
Kambing
Unggas :
- Ayam Ras
- Ayam buras
- Itik

379 ekor
215 ekor
327 ekor
8.115 ekor
21.525 ekor

5.610 ekor
Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Maros, 2012
3.6Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasana yang tersedia di Kecamatan Tanralili hampir semua
memadai, penyebabnya bukan hanya karena mobilitas penduduknya yang

cukup tinggi, akan tetapi juga daerah ini merupakan perantara dari
kecamatan lain. Keadaan sarana dan prasarana tersebut dapat dilihat pada
tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Keadaan Sarana Dan Prasarana Di Kecamatan Tanralili Kabupaten
Maros, 2012
No
1.

Sarana dan Prasarana


Jalan dan Jembatan :
Jalan Kabupaten
Jalan Desa
Jembatan
Pengairan dan pompanisasi :
Sungai Besar dan Kecil
Pompanisasi

Jumlah dan Satuan


21,10 km
26,60 km
5,00 buah
3 buah
4 buah
1 buah
1 buah
4 buah

Sarana Perekonomian :
Pasar Umum
Perbankan
Koperasi/KUD
Sumber : Monografi Kecamatan Tanralili, 2012

3.7Potensi Pertanian
Lahan-lahan yang memiliki potensi untuk pengembangan produksi
perianan di Kecamatan Tanralili terdiri atas sawah-sawah irigasi, sawah tanah
hujan, kolam-kolam dan peranan umum lainnya. Luas lahan tersebut mencakup

185,4 Ha disepanjang alur saluran air PDAM dan sekitarnya, namun yang telah
diusahakan sepenuhnya baru mencapai 25,3 % dari potensi lahan tersebut.
Lahan yang potensi untuk pengembangan produksi perikanan pada
masing-masing kelurahan/desa di Kecamatan tanralili dapat dilihat pada tabel 7
berikut ini.
Tabel 7. Potensi Lahan Pengembangan Perikanan di Kecamatan Tanralili
Kabupaten Maros, 2012
No

Kelurahan/Desa

1.
2.
3.
4.
5.

Kurusumange
Purna Karya
Leko Pancing
Toddolimae
Sudirman

Sawah

Kolam

Sungai

Total

(Ha)
10
15
55
12
14

(Ha)
5
11
32
20
15

(Ha)
0,2
0,6
1,4
0,1
0,1

(Ha)
15,2
26,6
88,4
32,1
29,1

2,4

185,4

Total (Ha)
116
82
Sumber : Sub Dinas Perikanan Kabupaten Maros, 2012

Dari tabel 7 tersebut di atas, terlihat bahwa dari 8 kelurahan/desa yang


terdapat di Kalimantan Tanralili, hanya ada 5 kelurahan/desa yang berpotensi
untuk pengembangan perikanan. Berdasarkan keadaan usaha budidaya

perikanan yang dapat dikembangkan dalam wilayah Kecamatan Tanralili


tersebut dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Keadaan Usaha Budidaya Ikan di Kecamatan tanralili Kabupaten
Maros, 2012
No Jenis Usaha
1. Biudidaya Ikan dikolam

Areal
7,9

Produksi (Ton/Ha)
281

2.

38,5

200

Mina Padi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Responden

Kemampuan petani untuk menerima setiap inovasi teknologi baru, serta


mengambil keputusan dalam pengelolaan usahataninya sangat dipengaruhi
oleh pola pikir dari berbagai faktor yang ada pada petani itu sendiri. Faktorfaktor yang menyangkut keadaan petani yang secara psikologi juga
berpengaruh terhadap pola pikir petani tersebut adalah : umur, tingkat
pendidikan, luas lahan penggarapan, serta status petani terhadap lahan yang
dikelolahnya.
Secara umum secara umum seorang petani berpengaruh terhadap cara
atau pola pikir dan kemauan fisiknya untuk bekerja. Umumnya petani yang
relatif mash muda dan sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih besar
dalam bekerja dibandingkan dengan petani yang telah berusia lanjut.
Demikian halnya dari segi inofasi teknologi baru, petani yang lebih muda
tersebut

biasanya

menerapkannya

lebih

demi

cepat

menerima

keberhasilan

hal-hal

usahanya.

yang

baru

dan

Seangkan

dari

segi

pengalaman, petani yang lebih tua umumnya telah lebih mapan dalam
berusaha,
sehingga dalam pengambilan keputusan untuk usaha taninya dilakukan
secara hati-hati, terutama dalam adopsi inovasi baru yang belum
diketahuinya secara pasti.

Prosentase jumlah petani responden berdasafrkan tingkat umur di


Kecamatan Tanralili, dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini.
Tabel1 10. Presentase jumlah petani Responden berdasarkan Tingkat Umur di
Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.
Tingkatan Umur
Responden
Di bawah umur 40
11
41 - 54 tahun
7
55 tahun ke atas
3
Total
21
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012
No
1.
2.
3.

Persentase (%)
52,40
33,30
14,30
100,00

Berdasarkan penyebaran tingkat umur pada tabel 10 tersebut di atas,


terlihat bahwa jumlah petani yang berumur di bawah 40 tahun sebanyak 11
orang atau sebesar 52,4%. Hal produktif presentasenya lebih besar dari pada
jumlah petani responden yang cukup produktif presentasenya lebih besar
dari pada jumlah petani responden yang telah berusia lanjut, walaupun
mereka masih produktif untuk bekerja sebagai petani dalam mengelolah
usaha taninya.
Selain umur, tingkat pendidikan juga sering dikaitkan dengan pola fikir
seorang petani. Dalam usaha tani sebenarnya sulit untuk mengukur
hubungan sesungguhnya antara tingkat pendidikan formal dengan pola
pengelolaan dan cara berfikir petani. Namun demikian tak ada cara atau

kriteria lain yang dapat dijadikan ukuran tertentu terhadap tingkap


kemampuan dan keterampilan petani, selain pengalaman usaha taninya yang
dapat diperbandingkan dengan usaha tani lainnya.
Untuk lebih jelasnya presentase jumlah responden berdasarkan tingkat
pendidikan di Kecamatan Tanralili dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Presentase Jumlah Petani Responden pada tingkat Pendidikian di
Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.
No
1.
2

Tingkat pendidian

Responden

Presentase (%)

SD
SLTP
SLTA

16
3
2

76,20 %
14,30 %
9,50 %

Jumlah

21

100,00

3
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012
Berdasarkan jumlah petani responden pada tingkat pendidikan seperti
terlihat pada tabel 11 tersebut di atas, terlihat bahwa sebagiaan besar petani
responden hanya memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar, yakni sebanyak
16 orang atau sebesar 76,20 %, sedangkan petani responden yang sampai ke
sekolah Lanjutan Tingkat Atas hanya sebanyak 2 orang atau 9,50 %. Namun
demikian dari segi pengalaman usaha tani, hampir semua petani responden
telah berusaha tani sebagai petani mina padi lebih dari 5 tahun, sehingga

lama usaha tersebut sudah cukup dianggap telah berpengalaman dalam


pengolahan usaha taninya.
Jumlah tanggungan keluarga etani responden sangat menentukan
kemampuan untuk menanggung resiko usaha pada masing-masing
responden. Besarnya jumlah tanggungan keluarga selain merupakan sumber
tenaga kerja keluarga yang dapat membantu dalam pengelolaan usaha
taninya, juga sekaligus merupakan beban tanggungan yang menuntut
semakin besarnya tanggung jawab seorang petani terhadap pemenuhan dan
kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga. Jumlah tanggungan keluarga
pada masing-masing responden di Kecamatan Tanralili adalah rata-rata 4,2
jiwa atau setara dengan 4 jiwa per usahatani, untuk jelasnya dapat dilihat
pada lampiran 1.
Dari segi pengelolaan, selain luas lahan yang digarap, status petani juga
banyak menentukan pola pengambilan keputusan dalam mengelola
usahataninya. Ststus petani dalam hubungannya dengan lahan atau sawah
yang digarapnya dapat di bedakan atas, petani pemilik, petani penggarap
atau bagi hasil dan petani penyewa.
Petani pemilik umumnya lebih bebas menentukan setiap pengambilan
keputusan dalam usaha taninya. Sedangkan petani penggarap atau bagi hasil,

pengambilan keputusan yang berhubungan dengan usaha taninya cenderung


dipengaruhi oleh kesepakatan sebelunnya dan tanggung jawabnya terhadap
pemilik lahan yang digarapnya. Petani penyewa, sekalipun mereka juga
bebas menentukan pola pengelolaan usaha taninya, merekapun akan
dibayangi dibayangi oleh resiko besarnya biaya tetap (sewa) yang harus
ditanggung tanpa memperhitungkan pemanfaatan lahan oleh penyewa
tersebut.
Tabel 12. Persentase jumlah petani responden berdasarkan status lahan
garapan di Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.
Jumlah Petani

No

Status Lahan

1.

Hak Milik

(Orang)
12

2.

Bagi Hasil

3.

Sewa
4
Jumlah
21
Sumber : data Primer yang telah diolah, 2012

Persentase
57,10
23,80
19,10
100,00

Dari tabel 12 tersebut di atas, terlihat bahwa dari jumlah responden


ternyata selain sebagai petani pemilik, penggarap, atau penyewa, juga
merangkap status lain pada usaha tani yang sama. Hal tersebut selain
didasari oleh motivasi ekonomi untuk meningkatkan pendapatannya, juga
karena sempitnya pemilikan lahan bagi petani pemilik serta besarnya

tanggungan keluarga pada petani penggarap yang seharusnya dapat


membantu dalam kegiatan usahataninya.
Sistem bagi hasil yang biasanya dilakukan petani di kecamatan Tanralili
tergantung pada kesepakatan sebelumnya antara pemilik dan penggarap,
namun yang umum dilakukan adalah masing-masing pemilik dan penggarap
menerima seperdua (50 %) dari penerimaan total setelah dikurangi dengan
biaya produksi. Pembagian hasil tersebut hanya dilakukan terhadap tanaman
padi, sedangkan produksi ikan sepenuhnya milik penggarap yang secara
khusus merupakan tambahan pendapat bagi petani tersebut.
4.2Analisis Penerimaan, Biaya dan Pendapatan
4.2.1 Analisis Penerimaan Total Usahatani
Sumber-sumber penerimaan usaha tani pada budidayanya terpadu
sistem mina padi, berasal dari penerimaan padi dan ikan. Menurut
Soekartawi (1984) bahwa pendapatan kotor uasahatani dalam jangka
waktu tertentu baik yang dijual maupun yang di konsumsi sendiri, lebih
lanjut di kemukakan bahwa dalam menaksir pendapatan usaha tani atau
penerimaan kotor (gross return), dimana semua komponen produk yang
tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar.
Produksi padi rata-rata per hektar per musimtanam pada petani
responden (lampiran 2)di kecamatan tanralili kabupaten Maros adalah

sebesar 3,301,2 kg, sedangkan produksi ikan rata-rata adalah 124,8


kg/ha/musim tanam. Nilai produksi fisik selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 13 berikut ini.
Tabel 13. Sumber sumber Penerimaan Usahatani Sistem Mina padi di
Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros,2012
No

Sumber Penerimaan

Rata-rata/Ha/MT

Persentase (%)

1.

Nilai produksi padi

Rp. 2.723.580

68,60

2.

Nilai produksi ikan

Rp. 1.249.081

31,40

Penerimaan Total

Rp. 3.972.661

100,00

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2012


Dari data tersebut diatas, terlihat bahwa produksi ikan pada pada
usahatani sistem mina padi mampu meningkatkan penerimaan sebesar
31,40 % dari total penerimaan, jadi tambahan penerimaan yang diperoleh
petani responden akibat adanya produksi ikan adalah sebesar Rp
1.249.080/ha/musim tanam atau Rp 2.498.160/ha/tahun.
4.2.2 Biaya-biaya Usahatani
Biaya-biaya usahatani dengan sistem mina padi sebenarnya sulit
dibedakan antara biaya produksi padi dengan biaya produksi ikan, kecuali
pengeluaran yang benar-benar hanya diperuntukkan bagi salah satu
cabang produksi pada usaha tani tersebut. Misalnya biaya pembelian

benih padi, pestisida untuk tanaman padi ataupun biaya pembelian bibit
ikan dan alat-alat perikan. Karena itu secara keseluruhan menurut
Soekartawi (1984) biaya usaha tani hanya dapat dibedakan atas biaya
tetap dan biaya tidak tetap.
Hernanto (1993) mengemukakan bahwa adopsi teknologi baru pada
usahatani akan berpengaruh terhadap struktur biaya dan penerimaan.
Karena itu biaya posisi ini harus digunakan seefesien mungkin untuk
memperoleh keuntungan yang optimal. Jenis-jenis biaya pada usahatani
sistem mina padi di Kecamatan Tanralili, selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 14 berikut ini.
Tabel 14 Jenis-Jenis Biaya Usahatani Sistem Mina Padi di Kecamatan
Tanralili Kabupaten Maros, 2012
No

Jenis-jenis Biaya

Biaya Tetap :
Penyusutan Pondok
Penyusutan alat
Sewa lahan
Pajak
Iuran Irigasi
Jumlah Biaya Tetap
2.
Biaya Variabel :
Benih Padi
Bibit Ikan
Pupuk dan Pakan
Upah Tenaga Kerja
Jumlah Biaya Variabel
Total Biaya (1+2)

Rata-rata /

Persentase Jumlah

Usahatani/MT

(%)

(%)

1.

Rp. 22.995
Rp. 10.880
Rp. 291.550
Rp. 36.380
Rp. 57.300

2,50
1,18
31,71
3,96
6,23

Rp. 419,055 Rp. 68.214


Rp. 181.905
Rp. 113.690
Rp. 136.429

45,58

7,42
19,79
12,37
14,84

Rp. 500.238 Rp. 919.343 -

54,42
100,00

Sumber Daya Primer yang telah diolah, 2012


Secara keseluruhan rata-rata biaya total usahatani tersebut adalah
sebesar Rp. 919.343/usahatani/musim tanam, atau setara dengan Rp.
1.838.686/usahatani/tahun. Jumlah biaya tetap adalah sebesar Rp.
419.055/usahatani/musimtanam atau 45,58 % dari total biaya,sedangkan
biaya variabel adalah sebesar Rp. 500.238/usahatani/musim tanam atau
54,42 % dari total biaya.
Biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan per usahatani dengan sistem
mina padi di kecamatan Tanralili, antara lain : penyusutan pondok 2,50
%, penyusutan alat 1,18 %, sewa lahan 31,71 %, pajak 3,96 %, serta iuran
irigasi 6,23 %. Pengeluaran terhadap biaya tersebut di atas, tidak ikut
mempengaruhi banyaknya produksi yang dihasikan akan tetapi
berpengaruh terhadap tingkat penerimaan bersih yang diperoleh petani
dari usahataninya.
Menurut Hernanto (1993), bahwa biaya produksi dapat dibedakan
atas biaya benih padi, bibit ikan, pupuk dan pakan, serta upah tenaga
kerja. Sedangkan perbedaan proporsi dari masing-masing biaya variabel
tersebut adalah biaya benih padi sebesar 7,42 %, bibit ikan 19,79 %,
pupuk dan pakan 12,37 % dan upah tenaga kerja sebesar 14,84 %.

Pengeluaran rata-rata untuk benih padi dan bibit ikan pada


usahatani dari masing-masing responden adalah untuk benih padi 25 kg
per hektar per musim tanam, sedangkan untuk bibit ikan rata-rata 1.000
ekor per hektar per musim tanam. Sumber benih untuk padi uunya berasal
dari roduksi padi pada musim tanam sebelumnya (benih sendiri), dan
hanya sebagian kecil yang berasal dari instansi terkait. Sedangkan benih
ikan sebagian besar berasal dari produksi Balai Benih Ikan (BBI)
setempat, walaupun masih ada juga yang menggunakan benih dari Usaha
Pembenihan Rakyat (UPR) atau benih sendiri.
4.2.3 Analisis Keuntungan Usaha Tani
Keuntungan atau pendapatan bersih usaha tani adalah merupakan antara
penerimaan kotor dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan usaha tani
menurut Soekatawi (1984), merupakan imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan modal yang
diinvestasikan dalam usahatani, karena itu keuntungan usahatani tersebut
dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa cabang
usahatani.
Selanjutnya Soekartawi (1990), mengemukakan bahwa keuntungan
maksimum dapat ditingkatkan dengan cara meminimumkan biaya untuk

penerimaan yang tetap atau meningkatkan penerimaan pada biaya yang


tetap, sedangkan Hadikoesworo (1968), menyarangkan agar untuk
memperoleh pendapatan bersih yang maksimum, para petani harus
mengetahui titik optimum ekonomis, dimana kombinasi rata-rata
masukan telah efisien. Pendapatan bersih (keuntungan) rata-rata petani
responden pada usahatani sistem mina padi di Kecamatan Tanralili
Kabupaten Maros dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini.
Tabel 15 : Rata-rata Pendapatan dan Penggunaan Biaya pada Usahatani
Mina Padi Per Usahatani Per Musim Tanam di Kecamatan Tanralili
Kab.Maros,2013

No

Macam Biaya dan Pendapatan

1.
2.
1.

Biaya Tetap
Biaya tidak tetap
Pendapatan Kotor :
Penjualan padi
Penjualan ikan
Jumlah Pendapatan kotor

2.

Penghasilan bersih

Jumlah ratarata/Usahatani/Musim tanam


Rp. 419.055
Rp. 500.238
Rp. 2.723.580
Rp. 1.249.081
Rp. 3.972.661
Rp. 3.053.368

Sumber : Data primer yang telah diolah, 2012


Dari tabel 15 tersebut diatas, terlihat bahwa rata-rata keuntungan bersih
usahatani budidaya terpadu sistem mina padi di Kecamatan Tanralili

adalah sebesar Rp. 3.053.368/usahatani/musim tanam atau setara dengan


Rp. 6.106.736/usahatani/tahun.
4.2.4 Analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue per Cost Ratio (R/C)
Menurut Bambang Riyanto (1991),analisis Break Even Point ini
merupakan teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya
tetap, biaya tidak tetap, keuntungan dan volume kegiatan. Lebih lanjut
Bambang Riyanto (1991) mengemukakan bahwa imbangan penerimaan
dan biaya, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh
dari kegiatan usaha selama priode tertentu cukup memberikan
keuntungan.
Untuk mengetahui analisis Break Even Point dan analisis Revenue
per Cost Ratio, dapat dilihat berikut ini.
1. BEP Harga (Rp) untuk komoditi padi
Total Biaya Operasional Padi
Total Penjualan Produksi Padi (Kg)
Rp. 617.318,= Rp. 187,3.301,2 Kg
2. BEP Kapasitas Produksi Padi (kg)
Total Biaya Operasional Padi
Harga rata-rata Penjualan padi
Rp. 617.318,= 771 kg
Rp. 800,Dari hasil analisis tersebut di atas, nampak bahwa usahatani dengan
sistem mina padi untuk komoditi padi mempunyai BEP harga terletak

pada nilai harga jual sebesar Rp. 187/kg, ini berarti pada titik harga
jual padi sebesar Rp. 187/kg bagi petani tidak mendapat keuntungan
dan tidak mengalami kerugian. Demikian halnya kapasitas produksi
yang dihasilkan petani pada titik 771 kg petani tidak memperoleh
keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian.
3. BEP harga (Rp) untuk komoditi ikan
Total Biaya Operasional Ikan
Total Penjualan Produksi Ikan (kg)
Rp. 787.854
= Rp. 6.313,124,8 kg
4. BEP Kapasitas Produksi Ikan
Rp. 787.854,= 79 kg
Rp. 10.000,Dari hasil analisis tersebut di atas, nampak bahwa usaha mina padi
untuk komoditi ikan mempunyai BEP harga jual sebesar Rp.
4.620/kg, ini berarti pada titik harga jual ikan sebesar Rp. 4.620/kg
bagi petani tidak mendapat keuntungan dan tidak mengalami
kerugian. Demikian halnya kapasitas produksi yang dihasilkan petani
pada titik 79 kg petani tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak
mengalami kerugian.
5. Revenue Cost Ratio
Total Penjualan Padi dan ikan
Total Biaya Operasional
Rp. 3.972.661,= 4,32
Rp. 919.293,-

Dari semua hasil analisis tersebut di atas, nampak bahwa nilai


revenue per cost ratio usaha sistem mina padi tersebut adalah 4,32, ini
berarti nilai R/C > 1, maka usaha sistem mina padi di Kecamatan
Tanralili Kabupaten Maros, dinyatakan layak untuk diusahakan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian pada usahatani dengan
sistem mina padi di Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Peneriman total rata-rata usaha per musim tanam adalah sebesar Rp.
3.972.661,- dengan biaya total sebesar Rp. 919.293,- sehingga
diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 3.053.368,-.
2. Tambahan penerimaan kotor dari produksi ikan adalah sebesar Rp.
1.249.081,- atau sebesar 31,40 % dari penerimaan total usaha tani mina
padi, diluar produksi ikan lain dari ikan penyelang dan palawija ikan.
3. Analisis BEP harga dan BEP kapasitas produksi untuk komoditi padi,
menunjukkan bahwa jika harga padi di pasaran sebesar Rp. 187/kg, dan

dengan kapasitas produksi padi yang dicapai sebesar 771 kg, ini berarti
petani tidak memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
4. Analisis BEP harga dan BEP kapasitas produksi untuk komoditi ikan,
menunjukkan bahwa jika harga ikan mas dipasaran sebesar Rp.
6.313/kg, dan dengan kapasitas produksi ikan mas yang dicapai sebesar
79 kg, ini berarti petani tidak memperoleh keuntungan dan tidak
mengalami kerugian.
5. Lebih lanjut analisis revenue per cost ratio usahatani sistem mina padi
menunjukkan 4,32 ini berarti nilai R/C lebih besar dari 1, ini berarti
usahatani dengan sistem mina padi di Kecamatan Tanralili Kabupaten
Maros, dinyatakan layak untuk dikembangkan.
5.2 Saran-saran
Melihat pengaruh lahan yang masih dominan pada usahatani tersebut,
maka pemanfaatan lahan yang dimiliki para petani hendaknya diusahakan
seoptimal mungkin, dengan cara meningkatkan faktor-faktor produksi yang
belum optimal, seperti jumlah kebutuhan benih padi dan bibit ikan mas
serta pemberian pakan tambahan untuk ikan mas yang umumnya masih
rendah. Dengan mengoptimalkan faktor-faktor produksi tersebut diatas,
akan mendorong naiknya produksi usahatani yang pada akhirnya akan

mendorong pula meningkatnya pendapatan bagi para petani usaha sistem


mina padi di Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

DAFTAR PUSTAKA
Hadikoesworo, H. 1986. Penelitian Ekonomi Budaya Perairan Di Asia.
YOI dan PT. Gramedia. Jakarta
Handojo, F.L. 1989. Miina Padi. CV. Simplex, Jakarta.
Handojo, D.D. 1991. Petunjuk Teknis Usahatani Padi-Ikan_Itik. Aries
Lima. Jakarta.
Hernanto, F. 1993. Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Machyuddin , S. 1989. Usahatani Padi-Ikan-Ikan pada Lahan Sawah
Beririgasi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
DEPTAN R.I. Vol. 10 No. 6/1989.
Riyanto Bambang. 1991. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan.
Yayasan Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada. Yokyakarta.
Poernomo. 1985. Perikanan Darat. CV. Pelangi. Surabaya.
Soekartawi. A. Soeharjo, J.L. Dillon dan J.B. Hardeker 1984. Ilmu
Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil.
Universitas Indonesia-Press. Jakarta.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. Rajawali-Press. Jakarta.
Soeharjo, A. Dan D. Patong. 1986. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani.
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Ujung pandang.

Anda mungkin juga menyukai