Anda di halaman 1dari 7

Anatomi Sinus

Tulang tengkorak manusia terdiri dari 4 pasang ruang berisi


udara yang disebut sinus paranasal. Sinus-sinus tersebut adalah
sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, dan sinus
sphenoidalis. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung, yaitu:

Recessus sphenoethmoidalis, merupakan celah sempit di atas

concha superior. Di sini tempat bermuara sinus sphenoidalis.


Meatus nasi superior, di bawah concha superior, menerima
beberapa

saluran

yang

berhubungan

dengan

cellulae

ethmoidalis posteriores.
Meatus nasi medius, di bawah concha media, merupakan
muara

sinus

frontalis,

sinus

maxillaris,

dan

cellulae

ethmoidales anteriores dan mediae.


Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus
medius, ada muara-muara saluran sinus maxillaris, sinus frontalis,
dan sinus ethmoidalis

anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan

dinamakan kompleks ostio-meatal.


Sinus maxillaris merupakan sinus paranasal terbesar. Dasar
dari anatomi sinus maxillaris sangat berdekatan dengan akar gigi
rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2),
kadang-kadang juga gigi taring (C), dan gigi molar M3, bahkan akarakar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. Sinusitis maxillaris
dapat menimbulkan komplikasi orbita, ostium sinus maxillaris
terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik.

Definisi
Sinusitis merupakan suatu inflamasi dari mukosa sinus dan
jalur-jalur

nasal.

Bila

mengenai

beberapa

sinus

disebut

multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal


disebut pansinusitis.
Klasifikasi
Secara klinis:

Sinusitis akut: terjadi beberapa hari sampai 4 minggu.


Sinusitis subakut: berlangsung 4 minggu sampai 3 bulan.
Sinusitis kronis: berlangsung lebih dari 3 bulan.

Berdasarkan gejala:

Sinusitis akut: terdapat tanda-tanda radang akut.


Sinusitis subakut: tanda akut sudah reda dan perubahan

histologik mukosa sinus masih reversible.


Sinusitis kronis: perubahan histologik mukosa sinus sudah
irreversible.

Etiologi

Bakteri: Staphylococcus aureus, H.influenzae, M.catarrhalis,


S.pneumonia,
odontogenik

P.aeruginosa,

bakteri

anaerob.

Infeksi

bersifat polimikroba aerobik-anaerobik, yang

paing sering adalah bakteri anaerob streptococci dan basil


gram (-).

Jamur: Aspergillus, Cryptococcus, Candida.

Faktor risiko:
o Abnormalitas anatomi dari kompleks osteomeatal.
o Rhinitis alergika dan nonalergika.
o Polip nasal.
o Intubasi nasogastric.
o Obstruksi tumor.
o Merokok.
o Periodontitis / penyakit gigi yang signifikan. Etiologi
yang sering dari sinusitis odontogenik adalah abses
dental dan penyakit periodontal.
o Polusi lingkungan.
o Gangguan imunologi.

Patofisiologi
Sinus paranasal dapa menjadi infeksi lewat penyebaran
langsung oleh infeksi dari gigi dan jaringan oral yang berhubungan,
menyebabkan terjadinya sinusitis sekunder. Sinusitis sekunder yang
berasal dari gigi terjadi terutama di sinus maxillaris, karena gigi-gigi
di maxilla posterior dekat dengan sinus ini. Oleh karena itu, sinusitis
maxillaris dapat terjadi lewat penyebaran dari abses periapikal yang
diawali oleh gigi di maxilla posterior yang perforasi ke dasar sinus
hingga mengenai mukosa sinus.
Sebagian besar penyebab sinusitis maxillaris bukan dari gigi,
tapi oleh infeksi saluran pernafasan atas. Infeksi dari satu sinus
dapat menyebar lewat cavitas nasal ke sinus-sinus lain, hingga
dapat menyebabkan komplikasi serius seperti infeksi pada cavitas
cranial dan otak.

Sinusitis yang berasal dari gigi (sinusitis dentogen) seringkali


berupa sinusitis maxillaris kronis satu sisi disertai sekret purulen
dan nafas berbau busuk.

Infeksi

gigi

(infeksi

apical

rahang
akar

inflamasi

atas
gigi

jaringan

Menyebar secara
hematogen

atau

limfogen

periodontal)

Menyebar

lewat

processus

subalveolaris tempa akar gigi


rahang atas (tipis)

Sinusitis maxillaris

Gejala Klinis
Keluhan utama dari sinusitis adalah:

Hidung tersumbat.

Nyeri tekan pada muka dan ingus purulen yang sering turun
ke tenggorok (post nasal drip).

Gejala sistemik: demam, lesu.

Hipoosmia/anosmia.

Halitosis.

Pada sinusitis kronis gejala biasanya tidak khas, dapat berupa:

Sakit kepala kronis.

Batuk kronis.

Gangguan telinga.

Gangguan paru.

Mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

Gejala pada sinusitis maxillaris akibat penyakit gigi dapat berupa:

Nyeri / tekanan di bawah mata / pipi.

Sakit gigi yang kronis.

Nyeri dapat memburuk dengan adanya alergi / flu.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi dari sinus maxillaris dan struktur gigi
terdekat:

Intraoral

periapical

radiography:

dapat

membantu

mengevaluasi adanya hubungan penyakit sinus maxillaris


dengan gigi.

Panoramic radiography: dapat membantu melihat hubungan


anatomis antara struktur gigi dan sinus maxillaris.

Plain film radiography: pencitraan posisi occipitomental dan


lateral biasanya cukup untuk pemeriksaan kondisi tanpa
komplikasi.

Computed tomography (CT): dengan resolusinya yang tinggi


membantu menggambarkan abnormalitas tulang dan jaringan
lunak, serta paling baik bila dibuat pada planum korona.

Magnetic Resonance (MR): mendeskripsikan jaringan lunak


dengan paling baik. Tulang kompak dan gigi memberi sinyal
yang tidak cukup baik.

Terapi
Hal-hal utama yang harus dilakukan dalam terapi sinusitis adalah:

Reduksi pembengkakkan.

Eradikasi infekasi.

Drainase sinus.

Memastikan sinus tetap terbuka.

Untuk sinusitis akut:

Terapi dengan irigasi nasal dengan saline, dekongestan,


antihistamin, dan ekspektoran selama 7-10 hari.

Antibiotik.

Untuk sinusitis kronis:

Antibiotik spectrum luas.

Kortikosteroid nasal spray. Bila tidak efektif dapat digunakan


kortikosteroid oral.

Irigasi nasal dengan saline.

Antibiotik:

Antibiotik biasanya diberikan pada pasien dengan risiko tinggi


untuk terjadi infeksi bakteri.

Karena 80% kasus sinusitis dapat membaik dalam 2 minggu,


biasanya antibiotik diberikan setelah 7-14 hari.

Antibiotik dapat diberikan lebih awal bila ditemukan gejala:


o Demam lebih dari 390C.
o Nyeri pada wajah atau kepala.
o Pembengkakkan di sekitar mata.

Regimen antibiotik yang digunakan:


o Untuk sinusitis bacterial akut tanpa komplikasi dapat
diberikan

amoxicillin.

Trimethoprim-sulfametoxazole

sebagai alternatifnya.
o Untuk

yang

memiliki

komplikasi

(penyakit

kronis,

sinusitis kronism gejala lebih dari 30 hari, perokok, baru


saja menggunakan antibiotik, atau tidak responsive
terhadap

antibiotik

sebelumnya)

dapat

diberikan

amoxicillin-clavulanate, cephalosporin, atau macrolide.


o Jika pasien tetap tidak berrespon setelah 21-28 hari,
dapat

diberi

antibiotik

amoxicillin-clavulanate,

cefuroxime. Pilihan lain adalah clarithromycin atau


azithromycin

(macrolide),

atau

levofloxacin

(fluoroquinolone).

Terapi pada sinusitis maxillaris akibat penyakit gigi:


o Harus focus kepada patologi gigi dan terapi sinusitis.
o Eliminasi sumber infeksi dengan cara ekstraksi dari gigi
penyebab.
o Dapat

dilakukan

pembedahan

terhadap

oroantral

communication untuk mencegah terjadinya penyakit


sinus kronik.

Anda mungkin juga menyukai