Nama
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Masuk RS
Jam
Jaminan
No.CM
: Tn. N
: 39 tahun
: Tlogo 01/05 Gondoriyo Jambu
: SLTP
: swasta
: Islam
: 04 - 05 2014
: 11.47
: umum
: 057715-2014
ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 Mei 2014 jam 20.00 WIB.
Keluhan utama :
Kedua kaki tidak dapat digerakan dan mati rasa
tidak dapat digerakan, pasien mengeluh kedua tungkainya pun mati rasa dari pinggang
hingga telapak kaki. Keluhan tersebut dirasakan bersamaan dengan kelumpuhan pada
kedua kaki. Sebelum masuk rumah sakit pasien belum mengkonsumsi obat untuk
menghilangkan gejalanya. Keluhan yang dirasakan saat ini belum pernah dirasakan
sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat nyeri, pegal- pegal, kesemutan yang
menjalar ke kaki sebelumnya.
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal
Resume Anamnesa
Seorang pria berusia 39 tahun dengan riwayat jatuh dari pohon, jatuh dalam
keadaan terduduk, pingsan (-), kejang (-), mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), kedua
kaki tidak dapat digerakan dan mati rasa (+), demam (-), kelemahan anggota gerak
lain (-), kesemutan (-), BAB BAK terganggu (tidak bisa dikontrol) (+), gangguan
penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), penurunan berat badan sebelumnya (-),
riwayat konsumsi obat dalam jangka waktu lama (-).
DISKUSI I
Dari anamnesa tersebut didapatkan seorang pasien laki- laki usia 39 tahun
mengalami kelumpuhan
mengontrol BAB dan BAK. Keluhan kemungkinan disebabkan oleh adanya cedera
pada medulla spinalis yang dialami kurang lebih 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pada cedera medulla spinalis dapat didapatkan keluhan berupa kelemahan,
kelumpuhan, kesemutan, kehilangan refleks pada bagian tubuh yang persarafannya
terganggu akibat adanya lesi pada medulla spinalis pada segmen tersebut. Cedera
medulla spinalis dapat dibagi menjadi dua berdasarkan etiologinya yaitu cedera
medulla spinalis traumatik dan non traumatik.
Cedera Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke
susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang
vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan
dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen
terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera
medula spinalis.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis (2):
1. Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal
seperti yang
diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan,
merusak medula spinalis. Definisi cedera medula spinalis traumatik sebagai
lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan
sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical Medicine
and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine,
cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio
dari kolum vertebra.
2. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis,
atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh
gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup
penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan
inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan
metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.
Ada beberapa manifestasi lesi traumatik pada medulla spinalis, diantaranya : (6)
a. Komosio medulla spinalis
Suatu keadaan dimana fungsi medulla spinalis hilang sementara akibat suatu
trauma dengan atau tanpa disertai dislokasi atau fraktur. Sembuh sempurna tanpa
gejala sisa. Kerusakan yang mendasarinya berupa edema, perdarahan perivascular
kecil dan infark di sekitar pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopis tidak ada
kelainan.
b. Kontusio medulla spinalis
Merupakan gangguan fisiologis dengan kerusakan makroskopis dan mikroskopis
medulla spinalis yaitu perdarahan, pembengkakan, perubahan neuron, reaksi
peradangan.
c. Laserasio medulla spinalis
Terjadi kerusakan yang berat akibat diskontinuitas medulla spinalis. Biasanya
akibat luka tembak, luka bacok, fraktur/ dislokasi.
d. Perdarahan
Apabila terdapat hematom pada epidural/ subdural gambaran klinisnya adalah
adanya trauma ringan diikuti paralisis flaksid berat akibat penekanan medulla
spinalis. Keadaan diatas memerlukan tindakan bedah segera. Hematomiella adalah
perdarahan dalam substansi grisea medulla spinalis. Dapat terjadi karena fraktur/
trauma whisplash atau trauma tidak langsung. Gambaran klinisnya adalah
hilangnhya fungsi medulla spinalis di bawah lesi, yang sering menyerupai lesi
transversal. Tetapi setelah edema berkurang dan bekuan darah diserap terjadi
perbaikan gejala. Hal ini menimbulkan gejala khas yaitu paralisis flaksid dan atrofi
otot setinggi lesi dan dibawah lesi terdapat paresis otot, dengan utuhnya
sensibilitas nyeri dan suhu serta fungsi funikulus posterior
Biasanya dijumpai pada luka tembak/ bacok pada medulla spinalis. Gambaran
klinisnya merupakan sindrom brown sequard yaitu setinggi lesi terdapat
kelumpuhan LMN ipsilatera pada otot- otot yang disarafi oleh motorneuron yang
terkena hemiseksi.
g. Sindrom medulla spinalis anterior
h. Sindrom medulla spinalis posterior
i.
Bila medulla spinalis secara mendadak rusak total akibat lesi transversal maka
akan dijumpai 3 macam gangguan yang muncul serentak, yaitu :
1. Semua gerak otot pada bagian dibawah lesi akan hilang fungsinya secara
mendadak dan menetap
2. Semua sensibilitas daerah dibawah lesi kan menghilang
3. Semua fungsi reflektorik pada semua segmen dibawah lesi akan hilang.
(1)
Dengan memeriksa dermatom dan miotom dengan cara demikian, level dan
completeness
dari cedera medula spinalis dan keberadaan kerusakan neurologis lainnya seperti
cedera pleksus brakialis dapat dinilai. Segmen terakhir dari fungsi saraf spinal yang
normal, seperti yang diketahui dari pemeriksaan klinis, disebut sebagai level
neurologis dari lesi tersebut. Hal ini tidak harus sesuai dengan level fraktur, karena itu
diagnosa neurologis dan fraktur harus dicatat. Cedera inkomplit didefinisikan sebagai
cedera yang berkaitan dengan adanya preservasi dari fungsi motor dan sensorik di
bawah level neurologis, termasuk pada segmen sakral yang paling rendah. Penilaian
tingkat dan komplit atau tidaknya suatu cedera medula spinalis memungkinkan
prognosa untuk dibuat. Jika lesi yang terjadi adalah komplit, kemungkinan
penyembuhan jauh lebih kecil dibandingkan dengan lesi inkomplit. Menurut ASIA
(American Spinal Injury Association) klasifikasi dari lesi yaitu :
A : Complete : Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai segmen S4-S5
B : Incomplete : fungsi sensorik normal tapi fungsi motorik terganggu sampai segmen
S4-S5
C : Incomplete : fungsi motorik di bawah level terganggu, tapi otot-otot motorik
utama masih punya kekuatan < 3
D : Incomplete : fungsi motorik di bawah level terganggu, tapi otot-otot motorik
utama masih punya kekuatan > 3
E : Normal
Menyusul terjadinya cedera medula spinalis, terdapat beberapa pola cedera yang
dikenal, antara lain:(3)(5)
Sindroma korda anterior
Terjadi akibat gaya fleksi dan rotasi pada vertebra menyebabkan dislokasi ke anterior
akibat fraktur kompresi dari corpus vertebra dengan penonjolan tulang ke kanalis
vertebra.
Sindroma korda sentralis
Biasanya dijumpai pada orang tua dengan spondilosis servikal. Cedera hiperekstensi
menyebabkan kompresi medula spinalis antara osteofit ireguler dari corpus vertebra
anterior dengan ligamentum flavum yang menebal di posterior.
Sindroma korda posterior
Sindroma ini umumnya dijumpai pada hiperekstensi dengan fraktur pada elemen
posterior
dari vertebra.
Sindroma Brown-sequard
Secara klasik terjadi akibat cedera tusukan tetapi juga sering dijumpai pada fraktur
lateral dari vertebra. Tanda dari sindroma ini sesuai dengan hemiseksi dari medula
spinalis.
Sindroma konus medularis
Sindroma kauda ekuina
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis
Diagnosis topik
: Medula spinalis
Diagnosis etiologi
Vital sign
: TD
: 120/80 mmHg
kornea (+/+).
Leher
Thoraks
: Cor
Hepar Lien
Ekstremitas
Status Psikiatrik
Tingkah laku
: normoaktif
Perasaan Hati
: normotimik
Orientasi
Kecerdasan
Daya ingat
Status neurologis
Sikap tubuh
Gerakan abnormal
: (-)
Cara berjalan
Kepala
: mesochepal
Nervi Cranialis
NI
Daya penghidu
N II
Daya penglihatan
Medan penglihatan
Pengenalan warna
N III
Ptosis
Gerakan mata
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
N IV
Strabismus divergen
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
NV
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas muka
Refleks kornea
11
Kanan
Kiri
N
N
N
N
+
3 mm
Bulat
+
+
+
+
+
+
+
N
N
N
N
+
3 mm
Bulat
+
+
+
+
+
+
+
Trismus
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Diplopia
Kedipan mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Mengerutkan alis
Menutup mata
Meringis
Mengembungkan pipi
Daya kecap lidah 2/3 depan
Mendengar suara berbisik
Mendengar detik arloji
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
Arkus faring
Daya kecap lidah 1/3 belakang
Refleks muntah
Suara sengau
Tersedak
Denyut nadi
Arkus faring
Bersuara
Menelan
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
Trofi otot bahu
Sikap lidah
Artikulasi
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Trofi otot lidah
Fasikulasi lidah
N VI
N VII
N VIII
N IX
NX
N XI
N XII
Leher
Ekstremitas
B B
K 5555 5555
T T
1111 1111
12
+
+
+
+
Simetris
Simetris
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
N
N
+
+
+
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ditengah
N
N
+
+
+
+
84
84
N
N
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Ditengah
N
+
+
-
RF
Tn
+ +
RP - -
+ +
+ +
Tr eu eu
+ +
Cl
-/Sensibilitas
eu eu
+ +
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Darah Rutin
Hemoglobin
: 13,1
Leukosit
: 9,0
Eritrosit
: 5,0
13
Hematocrit
: 40,3
Trombosit
: 300
MCV
: 29
MCH
: 30
MCHC
: 32
RDW
: 12
MPV
: 7,0
Limfosit
:2
Monosit
: 0,4
Granulosit
: 15
PCT
: 0,3
PDW
: 13,5
Kimia Klinik
GDS
: 105
GDP
: 99
GD 2 jam PP
: 120
Ureum
: 19,5
Kreatinin
: 0,81
SGOT
: 40
SGPT
: 37
14
Asam urat
: 5,5
Cholesterol
: 190
HDL
: 45
LDL
: 130
Trigliserid
: 90
Rontgen lumbosacral :
X-FOTO VERTEBRAE LUMBO SACRAL AP/LATERAL
KESAN :
15
DISKUSI II
Berdasarakan pada data- data tersebut diatas, maka pada pasien ini didapatkan
keluhan kelumpuhan dan mati rasa pada kedua kaki, dan tidak bisa mengontrol BAB
dan BAK diawali dengan adanya trauma medulla spinalis. Trauma medulla spinalis
pada kasus ini diakibatkan oleh adanya kompresi pada tulang vertebrae thorakalis 11
dan lumbal 2. Kompresi pada kasus ini menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis
yang jenisnya adalah transeksi medulla spinalis, karena adanya gejala yang sesuai
dengan lesi jenis ini yaitu hilangnya kemampuan motorik dibawah tingkat lesi,
hilangnya sensasi sensorik dibawah tingkat lesi, dan hilangnya semua refleks dibawah
tingkat lesi. Pada kasus ini karena lesi berada pada segmen vertebrae thorakalis 11 dan
vertebrae lumbal 2, maka terjadi gangguan pada fungsi neurologis dibawah tingkat
lesinya yaitu kelumpuhan, hilangnya fungsi sensorik pada kedua kaki, hilangnya
refleks, dan kontrol untuk BAB dan BAK.
16
17
18
DIAGNOSA AKHIR
Diagnosis Klinis
: Paraparastesi, paraplegia
Diagnosis topik
: Medula spinalis
Diagnosis etiologi
PENATALAKSANAAN
Farmakologi
Pasang O2
Infus RL 20 tpm
Injeksi metilprednisolon 30 mg/KgBB dlm 15 menit dilanjutkan 5,4
Non Farmakologi
a. Piracetam
Piracetam berperan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas
adenilat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolism energy dimana mengubah
ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5
yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport electron dimana energy ATP
diproduksi di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan deficit neurologi
khususnya kelemahan motoric dan kemampuan bicara pada kasus- kasus cerebral
ischemia, dan juga mengurangi severitas atau kemunculan post traumatic/ concussion
syndrome.
b. Ranitidin
19
PROGNOSIS
Death
Disease
Disability
Dissatisfaction
Discomfort
Destituation
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
5-05-2014
S : tungkai kanan kiri tidak bisa digerakan dari pinggang hingga telapak kaki, serta
mati rasa
20
O:
TD
: 120/70
RR : 22x/m
Nadi
: 85x/m
S : 36,5
Pemeriksaan Neurologi
G B B
K 5555 5555
T T
RF
Tn
1111 1111
+ +
RP -
+ +
+ +
Tr eu eu
+ +
eu eu
Cl
Sensibilitas
-/+ +
-
21
6-05-2014
S : tungkai kanan kiri tidak bisa digerakan dari pinggang hingga telapak kaki, serta
mati rasa
O:
TD
: 120/80
RR : 22x/m
Nadi
: 90x/m
S : 36,5
Pemeriksaan Neurologi
G B B
K 5555 5555
T T
RF
Tn
1111 1111
+ +
RP -
+ +
+ +
Tr eu eu
+ +
eu eu
Cl
Sensibilitas
-/-
+ +
-
22
7-05-2014
S : tungkai kanan kiri tidak bisa digerakan dari pinggang hingga telapak kaki, serta
mati rasa
O:
TD
: 110/70
Nadi
: 88x/m
S : 36,5
Pemeriksaan Neurologi
G B B
K 5555 5555
T T
RR : 20x/m
RF
Tn
1111 1111
+ +
RP -
+ +
+ +
Tr eu eu
+ +
eu eu
Cl
-/Sensibilitas
+ +
-
23
8-05-2014
S : tungkai kanan kiri tidak bisa digerakan dari pinggang hingga telapak kaki, serta
mati rasa, demam (+), nyeri punggung samapi ke pinggang
O:
TD
: 120/90
RR : 24x/m
Nadi
: 90x/m
S : 37,8
Pemeriksaan Neurologi
G B B
K 5555 5555
T T
RF
Tn
1111 1111
+ +
RP -
+ +
+ +
Tr eu eu
+ +
eu eu
24
Cl
-/Sensibilitas
+ +
-
9-05-2014
S : tungkai kanan kiri tidak bisa digerakan dari pinggang hingga telapak kaki, serta
mati rasa, demam (-), nyeri punggung (-)
O:
TD
: 120/70
RR : 22x/m
Nadi
: 85x/m
S : 36,5
Pemeriksaan Neurologi
G B B
K 5555 5555
T T
RF
+ +
1111 1111
RP -
25
+ +
Tn
+ +
Tr eu eu
+ +
Cl
-/Sensibilitas
eu eu
+ +
-
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Allan H.Ropper, et al. 2004. Spinal Cord Injury in Neurological and
Neurosurgical Intensive Care. 4th ed. Mc Graw Hill Inc. Singapore
2. Schreiber. 2002. Spinal Cord Injury. eMedicine Journal
3. Sidharta P, Mardjono M. 1981. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
4. Adams RD, Victor M. 2001. Disease os Spinal Cord in Principles of
Neurology, 7th ed. New york: Mc Graw Hill
5. Alpert, MJ. 2001. Central Cord Syndrome. eMedicine Journal
6. Hurlbert, RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An
Inappropriate Standart of Care. J Neurosurg (spine). 2000;93 : 1-7
27