Anda di halaman 1dari 22

KESEHATAN JIWA

MASYARAKAT
dr. Lina Nurbaiti, M.Kes

community mental health


masalah kesehatan masyarakat yang
dihadapi semua negara.
pemicu dampak modernisasi
tidak semua orang siap untuk
menghadapi
cepatnya perubahan dan kemajuan
teknologi
baru

Gangguan jiwa tidak menyebabkan


kematian secara langsung
tidak produktif
beban bagi keluarga penderita dan
lingkungan masyarakat sekitarnya

Definisi sehat WHO


adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik,
mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan.
kesehatan jiwa :
bebas dari gangguan
perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well
being ),
keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku
dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian
besar kehidupannya
mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari.

paradigma sehat
menekankan upaya proaktif
berorientasi pada upaya kesehatan
pencegahan (preventif ) dan promotif
penanganan masalah kesehatan jiwa
bergeser dari hospital base
community base psychiatric services

Gangguan jiwa dapat dicegah dan


diatasi
penyelesaiannya :
tenaga kesehatan
peran akif semua pihak.
masyarakat
organisasi masyarakat yang
concern terhadap masalah
kesehatan jiwa masyarakat.

INDIKATOR KESEHATAN JIWA


MASYARAKAT
Eksistensi manusia meliputi tiga aspek yaitu :
organo-biologis ( fisik / jasmani )
psiko-edukatif ( mental-emosional ).

Terjadinya gangguan jiwa proses interaksi yang


kompleks antara :

faktor
faktor
faktor
faktor

genetik
organo-biologis
psikologis
sosio-kultural stessor psikososial.

masalah kesehatan :
Angka kematian
Angka kesakitan
Kondisi psikososial yang berdampak pada kualiitas kesehatan
masyarat termasuk taraf kesehatan jiwa masyarakat.

WHO : 1 % dari seluruh penduduk berada


dalam kondisi membutuhkan pertolongan dan
pengobatan untuk berbagai bentuk gangguan
jiwa.
Prelevalensi berbagai bentuk gangguan jiwa
(ringan berat) di Asia Selatan dan timur =
25%.
Data WHO rata-rata 5-10% dari populasi
masyarakat menderita depresi dan
memerlukan pengobatan psikiatrik dan
intervensi psikososial.
Perempuan dengan gangguan depresi dijumpai
lebih tinggi lagi yaitu berkisar 15-17%.

Di masa-masa mendatang kasusnya akan semakin


bertambah
mengapa?????
Pasien lamakambuh karena tidak kontrol dan tidak
minum obat rutin tidak mampu beli obat
Pasien baru bermunculan karena faktor stressor
psikososial yang meningkat.

Sebagian besar pasien ( 80% ) yang dirawat dibagian


jiwa RS umum maupun Rumah Sakit jiwa berasal dari
kelompok keluarga miskin (gakin ).
Biaya berobat yang harus ditanggung pasien :
obat, jasa konsultasi
biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi
lainya.

Kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf


kesehatan jiwa masyarakat (karakteristik kehidupan
di perkotaan /urban mental health) meliputi:
kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT )
kasus perceraian
anak remaja putus sekolah
kasus kriminalitas anak remaja
masalah anak jalanan
Promiskuita
penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis
C,HIV/AIDS dll)
gelandangan psikotik
kasus bunuh diri.

KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA (KDRT)
adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual,
psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga ( definisi dalam UU No.23 tahun
2004 tentang penghapusan KDRT ).
Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak,
termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga karena hubungan darah, perkawinan,
pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang
menetap bersama dalam rumah tangga.

Dampak KDRT :
gangguan kesehatan fisik non-reproduksi ( luka
fisik, kecacatan ),
gangguan kesehatan reproduksi ( penularan
penyakit menular seksual, kehamilan yang
tidak dikehendaki ),
gangguan kesehatan jiwa ( trauma mental ),
Kematian
bunuh diri.
kontributor meningkatnya kasus :
perceraian,
kasus penelantaran anak,
kasus kriminalitas anak remaja
penyalahgunaan Napza.

ANAK PUTUS SEKOLAH

Depdiknas tahun 2005


pelajar SLTP yang putus sekolah =1.000.746 siswa / siswi
pelajar SLTA yang putus sekolah =151.976
lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan
keperguruan tinggi =691.361 siswa/ siswi.

Laporan Organisai Buruh Internasional ( ILO ) tahun


2005
4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah
dan sebagainya menjadi pekerja anak karena biaya
pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan
tak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat.
Angka partisipasi kasar ( APK ) program wajib belajar 9
tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai
88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang
diharapakan .

MASALAH ANAK JALANAN


jelas rentan terhadap berbagai
tindak kekerasan, penyimpangan
perlakuan, pelecehan seksual bahkan
dilibatkan dalam berbagai tindak
kriminal oleh orang dewasa yang
menguasai-nya

KASUS KRIMINALITAS ANAK REMAJA

Tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802


narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan.
Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325
narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan.
Komnas PA : penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena
terlibat kasus Narkoba ( Napza ), 20% karena perjudian sedangkan
sisanya karena kasus lain-lain.
20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah
anak remaja
72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi
Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton
film porno.
Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat
dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk
LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi
residivis dikemudian hari.

Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan


zat adiktif lainnya ( Napza ) serta
dampaknya ( Hepatitis C, HIV / AIDS dll )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia
meningkat rata-rata 28,9 % per tahun.
Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut
dijumpai pula peningkatan epidemi
hepatitis tipe-c dan kasus HIV /AIDS
Modus penularan melalui penggunaan jarum
yang tidak steril secara bergantian pada
pengguna Napza suntik (Penasus /
injecting drug user / IDU).

GANGGUAN PSIKOTIK DAN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA

Ganguan jiwa berat ini dijumpai rata-rata 1-2% dari


jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada
setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset)
nya pada usia 15-35 tahun.
Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang
menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa
mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah
tersebut
bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah
sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu
tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang
ada saat ini hanya cukup merawat penderita
gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang.

porgram intervensi dan terapi yang implentasinya


bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat
(community based psyciatric services)
pengembangan program kesehatan jiwa
masyarakat (deinstitutionalization).
pemberian obat yang tepat dan memadai penderita
gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
dukungan keluarga (primary support groups) yang
diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat
ini lebih baik dibandingkan di negara maju.

Stigma terhadap gangguan jiwa berat


ini tidak hanya menimbulkan
konsekuensi negatif terhadap
penderitanya tetapi bagi juga anggota
keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan,
penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi.
Penderita gangguan jiwa mempunyai
risiko tinggi terhadap pelanggaran hak
asasi manusia.

KASUS BUNUH DIRI


Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar
800.000 orang di seluruh dunia melakukan tindakan
bunuh diri setiap tahunnya.
Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan
angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di
Indonesia angkanya tidak jauh dari itu.
Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen
kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh
diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa
seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan
zat (Napza).

Dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan


tindak bunuh diri.
bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun
semakin sering ditemukan. menunjukkan kegagalan
orang tua di rumah, guru di sekolah dan tokoh
panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup
(life skill) untuk mengatasi tantangan maupun
kesulitan hidupnya.
Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan
dengan dampak kehidupan modern.
Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai
peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.

Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian


adalah altruistic suicide atau bunuh diri
karena loyalitas berlebihan yang antara lain
bentuk bom bunuh diri.
manifestasi dari akumulasi kekecewaan,
perlakuan tidak adil atau tersisihkan.
Mengatasi altruistic suicide tidak mudah
dan memerlukan pendekatan multi disiplin
antara berbagai pihak terkait seperti aspek
kesehatan jiwa, pendekatan agama,
penegakan hukum dan sosial.

Anda mungkin juga menyukai