1. Fitoremediasi dari asal katanya dapat berarti , Phyto asal kata Yunani/ greek phyton yang
berarti tumbuhan/tanaman (plant), Remediation asal
kata latin remediare ( to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan
sesuatu. Jadi Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu
yang
bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat
kontaminan (pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan
yang berguna secara ekonomi.
b. PENGERTIAN JENIS JENIS FITOREMEDIASI
a.phytoextraction yaitu proses
tumbuhan menarik zat kontaminan ,
biasanya berupa logam berat
kemudian di disimpan di jaringan
batang dan daun
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah semakin banyak konsentrasi Cu maka nilai
efisiensinya semakin menurun dengan hasil efisiensi pada setiap konsentrasi yaitu 97,87%;
81,28%; 50%; 35,31% dan 33,33% secara berurutan 1, 2, 3, 4 dan 5 ppm paparan Cu, sehingga
jumlah inokulum perlu disesuaikan seiring dengan kenaikan konsentrasi Cu. Hendaknya semakin
tinggi konsentrasi yang diberikan maka jumlah inokulum juga bertambah seiring dengan
pertambahan konsentrasi Cu.Tanaman S. Efisiensimolesta berpotensi sebagai agen fitoremediasi
Cu karena dapat menurunkan konsentrasi Cu sehingga dapat meningkatkan kualitas air.
(ka Furi Handayani , Elly Setyowati , Agus Muji Santoso)
Berdasarkan penelitian tersebut menjelaskan bahwa Fitoremdiasi untuk menurunkan konsentrasi
Cu, dimana pada kesimpulannya dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi Cu maka efisiensi
menurun,. Hal tersebut telah menunjukan bahwa Salvinia molesta Mitchel, mampu menurunkan
konsentrasi Cu, namun kemampuan reduksi polutan juga sangat tergantung pada banyaknya
konsentrasi limbah.
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
Al1 Alumini
um
Ag2
Silver
Agrostiscastellana
Salix spp.
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
Highland Bent
Grass
Origin Portugal.
Osier spp.
Phytoextraction. Perchl
orate (wetland
halophytes)
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
AgSilver
Brassica juncea
Indian Mustard
AsArsenic
Agrostis
capillarisL.
Common Bent
Al(A), Mn(A), Pb(A),
Grass, Browntop.
xxx
Zn(A)
(= A. tenuris)
Smooth Water
Hyssop,
Waterhyssop,
Brahmi, Thymeleafed gratiola,
Water hyssop
Ag(H)
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
6 Cr
CuCopper
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
Hydrilla
verticillata
Hydrilla
xxx
Athyrium
yokoscense
paku-pakuan
Origin Japan.
Alpine
pennycress
phytoextraction
MoThlaspi
8 molybde caerulescens(Bras
num
sicaceae)
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
Brassica napus
Rapeseed plant
Sarcosphaera
coronaria
pink crown,
violet crownAs(H)
cup, or violet star
cup
NO
Se9 Seleniu
m
As10
Arsenic
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
mosquito fern,
duckweed fern,
fairy moss, water
fern
xxx
keterangan
Phytoextraction.
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
12
CuCopper
13 Zn-Zinc
Haumaniastrum
robertii
Copper flower
Spirodela
polyrhiza
GiantDuckweed
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
Native to North
America.
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
14
CuCopper
15 Zn-Zinc
Helianthus annuus
Salix viminalis
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
Bunga matahari
Common Osier
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
Festuca
arundinacea
Tall Fescue
17 Zn-Zinc
Salvinia molesta
Kariba weedsor
water ferns
18 Seleniu
m
Chara
canescensDesv. &
Lois
Muskgrass
16
naphthal
ene
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
Origin India.
gambar
Contam
inant
nama latin
nama umum
NO
Cu19
Copper
Eichhornia
crassipes
HHyperaccumulator
atau A-Accumulator
P-Precipitator TTolerant
keterangan
Water Hyacinth
eceng gondok
gambar
In the studied area of Jia-pi-gou at the upstream area of Songhua River, algamation process has been
applied as a dominant method to extract gold for more than one hundred and eighty years, resulting in
severe mercury environmental pollution. The total mercury contents in the atmosphere and soil have
been determined by mercury analyzer (Zeeman RA915+) and cold atomic absorption spectrophotometry
(GB/T 17136-1997), respectively. To study the pollution characteristics of mercury in the soil and
atmosphere, the mercury flux at the interface between the soil and the atmosphere of 4 sampling sites
Lao-jin-chang, Er-dao-gou, Er-dao-cha and community of Jia-pi-gou have been determined with the
method of dynamic flux chamber. Furthermore, linear regression analyses on the total mercury contents
between soil and atmosphere have been carried out and the correlation coefficient of mercury exchange
flux between soil and atmosphere and meteorological factors has been studied. The results are as
follows: (1) The mean value of mercury content in the atmosphere is (71.08 +/- 38.22) ng x m(-3). (2) The
mean value of mercury content in the soil is (0.913 1 +/- 0.040 8) mg x kg(-1); it shows remarkably
positive correlation between the mercury contents in soil and in the atmosphere. (3) The mercury
exchange flux between soil and atmosphere in different locations are Lao-jin-chang [(129.13 +/- 496.07)
ng (m2 x h)(-1)], Er-dao-gou [(98.64 +/- 43.96) ng x (m2 x h)(-1)], Er-dao-cha [(23.17 +/- 171.23) ng x (m2
x h)(-1)], and community of Jia-pi-gou [(7.12 +/- 46.33) ng x (m2 x h)(-1)]. (4) Solar radiation is the major
influential factor in the mercury exchange flux between the soil and atmosphere in Lao-jin-chang, Er-daocha and community of Jia-pi-gou. Solar radiation, air temperature and soil temperature jointly influence
the process of the mercury exchange flux between the soil and atmosphere in Er-dao-gou. Under the
disturbance of terrain, three noticeably distinctive trend features of daily change of mercury exchange flux
between the soil and atmosphere have been formed.
Berdasarkan studi diatas, bahwa daerah pertambangan emas selama 180 tahun di cina telah
tercemar oleh merkuri bahkan pencemaran merkuri telah tersebar di tanah dan udara,
berdasarkan jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada daerah pertambangan, polutan yang
mencemari tanah adalah sebagian besar logam-logam berat dari hasil kegiatan pertambangan dan
lebih spesifik tergantung dari jenis kegiatannya. Sementara jurnal berikut menjelaskan mengenai
pencemaran tanah , akibat sungai dimana sungai tersebut berada di daerah urban, yang terdapat
banyak kegiatan manusia.
Berdasarkan penelitian yang berjudul, pengaruh kegiatan industri terhadap kualitas air sungai
diwak di bergas kabuparten semarang,oleh deazy Rahmawati, diperoleh hasil bahwa air sungai
tercemar berbagai macam kontaminana dari berbagai kegiatan Industri maupun rumah tangga,
hal ini menyebabkan memiliki kandungan pencemar yang berbeda-beda. Dengan tercemarnya air
sungai maka, tanah disepanjang aliran sungai pastinya akan tercemar dengan kontaminankontaminan yang terkandung di dalam sungai.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah
yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya
yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah
dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
3.a Bioremediasi
Bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah
terombak, dan diletakkan membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan
dapat berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk mempercepat
perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrient anorganik lain. Bahan yang telah
dicampur sering ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang disebut windrow.
Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah yang besar/luas dan diberi aerasi, khusus
untuk bahan yang tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan
secara mekanis atau menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan
campuran tetap dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu
tumpukan meningkat mencapai 50- 60o C. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan
perombakan bahan oleh mikroba. Metode composting telah digunakan misalnya untuk
mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan menunjukkan bahwa
dengan metode ini dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX
dalam sedimen yang tercemar oleh bahan-bahan tersebut.
B.Biopile
Limbah dikumpulkan dan ditumpuk
Pencampuran bahan organik (pertanian, sampah organik, limbah
gergaji)
Tambahkan pupuk
aerasi dengan penginjekan oksigen
Proses Composting
teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik tanah dengan cara dibajak,
sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada biopile ada dua cara
pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan oksigen dari udara
ke lapisan tanah, dan yang ke-dua menggunakan blower untuk menginjeksikan udara ke
dalam tanah.
Pada teknik landfarming kebutuhan oksigen dipenuhi melalui udara yang masuk melalui
pori-pori tanah dan melalui pengadukan atau pembalikan tanah secara berkala. Pengadukan
dan pembalikan berkala ini sebagaimana dilakukan oleh para petani untuk menggemburkan
tanah. Oleh karena itu, teknik yang meniru cara-cara perlakukan tanah oleh para petani ini
disebut dengan teknik landfarming.
Sebagaimana pada teknik biopile, pada teknik landfarming ini juga ditambahkan nutrisinutrisi, dijaga kelembaban, dan dilakukan perlakuan-perlakukan yang lain untuk
meningkatkan aktivitas mikroba dalam mendegradasi senyawa-senyawa pencemar
hidrokarbon dari minyak.
Keunggulan Teknik Landfarming
Dibanding dengan teknik-teknik bioremediasi yang lain, teknik landfarming menawarkan
beberapa keunggulan atau keuntungan, di antaranya:
1. Tidak memerlukan sistem aerasi secara khusus.
2. Praktis tidak memerlukan energi untuk aerasi.
3. Kemudahan dalam
4. Kemudahan dalam menambahkan nutrisi, mengatur kelembaban, dan di mana perlu
penambahan mikroba secara berkala/bertahap (bersamaan dengan pembalikan).
3c. Bioremediasi untuk tanah yang tercemar minyak bumi
Pengolahan limbah sludge minyak bumi menggunakan teknik bioremediasi
eks-situ. Pada teknik ini, lapisan dasar lahan harus disiapkan agar mencegah terjadinya
infiltrasi. Penyiapan lapisan dasar harus menggunakan lapisan tanah liat dan geomembran
serta dilengkapi sistem drainase. Lindi yang keluar dari tempat bioremediasi harus
ditampung untuk kemudian diolah sebagai limbah cair. Tahapan bioremediasi adalah sebagai
berikut:
Penyiapan lokasi.
Lapisan tanah dipadatkan dengan ketebalan minimal 60 cm dan permeabilitas K< 107m/detik atau jenis lapisan sintetis lain yang mempunyai karakteristik sama. Selanjutnya
dilapisi dengan geomembran dengan ketebalan 1,5-2,0 mm, lapisan gravel 30 cm, dan
penutup sementara. Tahapan bioremediasi Limbah sludge minyak bumi yang diolah,
maksimal mengandung minyak 20% berat, dicampur dengan tanah bulking agent sampai
rata. Perbandingan antara materi pencampur (tanah dan bulking agent lain) dengan limbah
sludge maksimal 3:1. Agar terjaga kelembabannya maka dicampur dengan air yang sudah
diperkaya nutrien untuk pertumbuhan bakteri. Mikroba atau bakteri perombak minyak bumi
dapat ditambahkan ke dalam air pencampur untuk mempercepat proses dan untuk menjamin
terjadinya penurunan TPH (Total Petroleum Hydrocarbon). Penggunaan bakteri perombak
minyak bumi sebaiknya menggunakan bakteri lokal yang diisolasi dari lokasi atau tempat
lain di Indonesia. Penggunaan bakteri impor hanya diizinkan apabila bakteri tersebut
termasuk GMO (genetically modified microorganism) dan harus mendapat persetujuan dari
Departemen Pertanian. Melakukan pengamatan terhadap penurunan kandungan minyak atau
dalam bentuk TPH Untuk meyakinkan terjadinya proses biodegradasi dapat dilakukan
dengan pengukuran terhadap pertumbuhan jumlah bakteri dalam tanah dan transformasi
nitrogen. Proses bioremediasi limbah sludge lebih baik dilakukan pada kondisi aerob,
sehingga perlu suplai oksigen. Kelembaban perlu dijaga agar tidak terlalu basah dan tidak
terlalu kering. Pengolahan secara bioremediasi dinyatakan layak apabila berhasil
menurunkan kadar minyak sebesar 70% dari total kandungan minyak sebelum proses
dalam waktu 4 bulan, dan menurunkan kandungan petroleum hidrokarbon dengan C< 9
sebesar 80% dari total kandungan C< 9 sebelum proses dalam waktu 4 bulan.
4. Proses Hujan Asam
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses
biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas
manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan
pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga
ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioksida (SO 2) dan
Nitrogen Oksida (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50%
SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung
berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan
manusia, misalnya akibat pembakaran
pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara
0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida
(SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat
(Soemarwoto O, 1992).
Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam
minyak berat dan 100% nitrogen dalam minyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran,
makin banyak Nox yang terbentuk.
Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik
yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam
tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimia-fisik dan biologik sehingga
menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi
oksida tersebut.
Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan
ribuan kilometer di atmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam
sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah
hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioksida
atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mengering bersama debu atau partikel
lainnya.
1. Proses Pembentukan Hujan Asam
Secara sederhana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:
1) Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)
Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi photokatalitik di atmosfer,
akan membentuk asamnya.
SO2 + OHHSO3
HSO3 + O2HO2 + SO3
SO3 + H2OH2SO4
Selanjutnya apabila diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka radikan hidroperoksil
(HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi kembali seperti:
NO + HO2NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO diudara, maka
reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak SO 2, maka akan semakin
banyak pula asam sulfat yang terbentuk.
2) Pembentukan Asam Nitrat (HNO3)
Pada siang hari, terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida denan radikal
hidroksil.
NO2 + OH HNO3
Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan ozon
NO2 + O3 NO3 + O2
identifikasi Kegiatan
percetakan
Bengkel
Menurut Lampiran I
85/89
Percetakan : Sumber Spesifik
b. Bengkel : Sumber Tidak
spesifik
Bengkel :
Oli Bekas : dikumpulkan dalam
wadah yang aman tidak bocor,
kemudian dikirim untuk
diproses daur ulang
Aki Bekas : Pemotongan
komponen, didaur ulang
Sablon
Limbah Pb
disimpan ke dalam drum
yang anti bocor, dikirim ke
pihak ke 3 dalam
pengelolaanya, yaitu
pengelola sanitary landfill
untuk limbah b3
Pengelolaan Berdasar
jenis dan karakteristik
Uji Toksikologi
Uji karakteristik