Anda di halaman 1dari 12

Gas CO2

Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis
senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen
dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan
tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon
dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume [1] walaupun
jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida
adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah
dengan kuat.
Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan
mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada
proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen
penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil
samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan
dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.
Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm
namun langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 C. Dalam bentuk
padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering.
CO2 adalah oksida asam. Larutan CO2 mengubah warna lakmus dari biru
menjadi merah muda.
Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika
dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan
tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan
saliva, membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Sensasi ini juga dapat
dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat
(misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik
untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat
membahayakan kehidupan hewan.[2]
Pada keadaan STP, rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m, kira
kira 1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O)

mengandung dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol.
Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa
membantu pembakaran logam seperti magnesium.

Pelet kecil dari es kering yang menyublim di udara.

Struktur kristal es kering


Pada suhu 78,51 C, karbon dioksida langsung menyublim menjadi padat
melalui proses deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai "es
kering". Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis,
Charles Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai zat
pendingin yang relatif murah. Sifat-sifat yang menyebabkannya sangat praktis
adalah karbon dioksida langsung menyublim menjadi gas dan tidak
meninggalkan cairan. Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersihan
sembur.
Cairan kabon dioksida terbentuk hanya pada tekanan di atas 5,1 atm; titik tripel
karbon dioksida kira-kira 518 kPa pada 56,6 C (Silakan lihat diagram fase di
atas). Titik kritis karbon dioksida adalah 7,38 MPa pada 31,1 C.[3]
Terdapat pula bentuk amorf karbon dioksida yang seperti kaca, namun ia tidak
terbentuk pada tekanan atmosfer.[4] Bentuk kaca ini, disebut sebagai karbonia,
dihasilkan dari pelewatbekuan CO2 yang terlebih dahulu dipanaskan pada

tekanan ekstrem (40-48 GPa atau kira-kira 400.000 atm) di landasan intan.
Penemuan ini mengkonfirmasikan teori yang menyatakan bahwa karbon
dioksida bisa berbentuk kaca seperti senyawa lainnya yang sekelompok dengan
karbon, misalnya silikon dan germanium. Tidak seperti kaca silikon dan
germanium, kaca karbonia tidak stabil pada tekanan normal dan akan kembali
menjadi gas ketika tekanannya dilepas.
Sejarah pemahaman manusia
Pada abad ke-17, seorang kimiawan Fleming, Jan Baptist van Helmont,
menemukan bahwa arang yang dibakar pada bejana tertutup akan menghasilkan
abu yang massanya lebih kecil dari massa arang semula. Dia berkesimpulan
bahwa sebagian arang tersebut telah ditransmutasikan menjadi zat yang tak
terlihat, ia menamakan zat tersebut sebagai "gas" atau spiritus sylvestre (Bahasa
Indonesia: arwah liar).
Sifat-sifat karbon dioksida dipelajari lebih lanjut pada tahun 1750 oleh
fisikawan Skotlandia Joseph Black. Dia menemukan bahwa batu kapur (kalsium
karbonat) dapat dibakar atau diberikan asam dan menghasilkan gas yang dia
namakan sebagai "fixed air". Dia juga menemukan bahwa gas ini lebih berat
daripada udara dan ketika digelembungkan dalam larutan kapur (kalsium
hidroksida) akan mengendapkan kalsium karbonat. Dia menggunakan fenomena
ini untuk mengilustrasikan bahwa karbon dioksida dihasilkan dari pernapasan
hewan dan fermentasi mikrob. Pada tahun 1772, seorang kimiawan Inggris
Joseph Priestley mempublikasikan sebuah jurnal yang berjudul Impregnating
Water with Fixed Air. Dalam jurnal tersebut, dia menjelaskan proses penetesan
asam sulfat (atau minyak vitriol seperti yang Priestley sebut) ke kapur untuk
menghasilkan karbon dioksida dan memaksa gas itu untuk larut dengan
menggoncangkan semangkuk air yang berkontak dengan gas.[5]
Karbon dioksida pertama kali dicairkan (pada tekanan tinggi) pada tahun 1823
oleh Humphry Davy dan Michael Faraday.[6] Deskripsi pertama mengenai
karbon dioksida padat dilaporkan oleh Charles Thilorier ketika pada tahun 1834
dia membuka kontainer karbon dioksida cair yang diberikan tekanan dan
menemukan pendinginan tersebut menghasilkan penguapan yang menghasilkan
"salju" CO2 padat.[7]
Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan distilasi udara. Namun cara ini
hanya menghasilkan CO2 yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia dapat
menghasilkan karbon dioksida, seperti reaksi pada kebanyakan asam dengan
karbonat logam. Reaksi antara asam sulfat dengan kalsium karbonat adalah:

H2SO4 + CaCO3 CaSO4 + H2CO3


H2CO3 kemudian terurai menjadi air dan CO 2. Reaksi ini diikuti dengan
pembusaan atau penggelembungan.
Pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana
(gas alam), distilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang
dan kayu akan menghasilkan karbon dioksida. Sebagai contohnya reaksi antara
metana dan oksigen:
CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O
Besi direduksi dari oksida besi dengan kokas pada tungku sembur,
menghasilkan pig iron dan karbon dioksida:
2 Fe2O3 + 3 C 4 Fe + 3 CO2
Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta etanol pada
proses pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:
C6H12O6 2 CO2 + 2 C2H5OH
Semua organisme aerob menghasilkan CO2 dalam proses pembakaran
karbohidrat, asam lemak, dan protein pada mitokondria di dalam sel. Reaksireaksi yang terlibat dalam proses pembakaran ini sangatlah rumit dan tidak bisa
dijelaskan dengan mudah. (Lihat pula: respirasi sel, respirasi anaerob, dan
fotosintesis).
Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk H2CO3 (asam
karbonat) dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif antara CO2,
H2CO3, dan HCO3 (bikarbonat) dan CO32(karbonat) bergantung pada kondisi
pH larutan. Dalam air yang bersifat netral atau sedikit basa (pH > 6,5), bentuk
bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam air yang bersifat basa kuat (pH >
10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki
kelarutan yang sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5), terdapat 120
mg bikarbonat per liter.
Produksi dalam skala industri
Karbon dioksida secara garis besar dihasilkan dari enam proses:[8]

1. Sebagai hasil samping dari pengilangan ammonia dan hidrogen, di mana


metana dikonversikan menjadi CO2.
2. Dari pembakaran kayu dan bahan bakar fosil;
3. Sebagai hasil samping dari fermentasi gula pada proses peragian bir,
wiski, dan minuman beralkohol lainnya;
4. Dari proses penguraian termal batu kapur, CaCO3;
5. Sebagai produk samping dari pembuatan natrium fosfat;
6. Secara langsung di ambil dari mata air yang karbon dioksidanya
dihasilkan dari pengasaman air pada batu kapur atau dolomit.

Karbon dioksida di atmosfer bumi dianggap sebagai gas kelumit dengan


konsentrasi sekitar 385 ppm berdasarkan volume dan 582 ppm berdasarkan
massa. Massa atmosfer bumi adalah 5,141018 kg [9], sehingga massa total
karbon dioksida atmosfer adalah 3,01015 kg (3.000 gigaton). Konsentrasi
karbon dioksida bervariasi secara musiman (lihat grafik di samping). Di wilayah
perkotaan, konsentrasi karbon dioksida secara umum lebih tinggi, sedangkan di
ruangan tertutup, ia dapat mencapai 10 kali lebih besar dari konsentrasi di
atmosfer terbuka.
Karbon dioksida adalah gas rumah kaca. Lihat Efek rumah kaca untuk informasi
lebih lanjut.

Peningkatan tahunan CO2 atmosfer: Rata-rata peningkatan tahunan pada tahun


1960-an adalah 37% dari rata-rata peningkatan tahunan tahun 2000-2007.[10]
Oleh karena aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan
penggundulan hutan, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat
sekitar 35% sejak dimulainya revolusi industri.[11] Pada tahun 1999,

2.244.804.000 ton CO2 dihasilkan di Amerika Serikat dari pembangkitan energi


listrik. Laju pengeluaran ini setara dengan 0,6083 kg per kWh.[12]
Lima ratus juta tahun yang lalu, keberadaan karbon dioksida 20 kali lipat lebih
besar dari yang sekarang dan menurun 4-5 kali lipat semasa periode Jura dan
secara lambat menurun sampai dengan revolusi industri.[13][14]
Sampai dengan 40% dari gas yang dimuntahkan oleh gunung berapi semasa
ledakan subaerial adalah karbon dioksida. [15] Menurut perkiraan paling canggih,
gunung berapi melepaskan sekitar 130-230 juta ton CO2 ke atmosfer setiap
tahun. Karbon dioksida juga dihasilkan oleh mata air panas, seperti yang
terdapat di situs Bossoleto dekat Terme Rapolano di Toscana, Italia. Di sini, di
depresi yang berbentuk mangkuk dengan diameter kira-kira 100 m, konsentrasi
CO2 setempat meningkat sampai dengan lebih dari 75% dalam semalam, cukup
untuk membunuh serangga-serangga dan hewan yang kecil, namun menghangat
dengan cepat ketika cahaya matahari memancar dan berbaur secara konveksi
semasa pagi hari.[16] Konsentrasi setempat CO2 yang tinggi yang dihasilkan oleh
gangguan air danau dalam yang jenuh dengan CO2 diduga merupakan akibat
dari terjadinya 37 kematian di Danau Moboun, Kamerun pada 1984 dan 1700
kematian di Danau Nyos, Kamerun.[17] Namun, emisi CO2 yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia sekarang adalah 130 kali lipat lebih besar dari kuantitas yang
dikeluarkan gunung berapi, yaitu sekitar 27 milyar ton setiap tahun.[18]

1. DEFINISI, PROSES TERJADINYA, SIFAT DAN KARAKTERISTIK


GAS H2S
A. DEFINISI GAS H2S
Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk dari 2
unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Satuan ukur gas H2S adalah PPM ( part per
milion ). Gas H2S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam belerang atau
uap bau.

B. PROSES TERJADINYA GAS H2S


Gas H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Oleh
karena itu gas ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran minyak / gas
dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah industri, peternakan atau pada
lokasi pembuangan sampah.
C. SIFAT DAN KARAKTERISTIK GAS H2S
Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik antara lain :
- Tidak berwarna tetapi mempunyai bau khas seperti telur busuk pada
konsentrasi rendah sehingga sering disebut sebagai gas telur busuk.
- Merupakan jenis gas beracun.
- Dapat terbakar dan meledak pada konsentrasi LEL (Lower Explosive Limit)
4.3% (43000 PPM) sampai UEL (Upper Explosive Limite) 46% (460000
PPM) dengan nyala api berwarna biru pada temperature 5000F ( 2600C )
- Berat jenis gas H2S lebih berat dari udara sehingga gas H 2S akan cenderung
terkumpul di tempat / daerah yang rendah. Berat jenis gas H2S sekitar 20 %
lebih berat dari udara dengan perbandingan berat jenis H2S : 1.2 atm dan
berat jenis udara : 1 atm.
- H2S dapat larut (bercampur) dengan air ( daya larut dalam air 437 ml/100 ml
air pada 0 0C; 186 ml/100 ml air pada 40 0C ).
- H2S bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat pada peralatan
logam.
H2S MONITORING & SAFETY 2
2. EFEK FISIK GAS H2S TERHADAP MANUSIA
Efek fisik gas H2S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya
adalah :
a. Lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2S.
b. Frekuensi seseorang terpapar.
c. Besarnya konsentrasi H2S.
d. Daya tahan seseorang terhadap paparan H2S.
Menurut ACGIH (American Conference Of Govermental Industrial
Hygienists) :
- Nilai ambang batas (TLV-TWA / Threshold Limit Value-Time Weighted
Average) H2S adalah 10 PPM, yang didefinisikan sebagai konsentrasi
ratarata yang diperkenankan untuk pemaparan selama 8 jam sehari atau 40

jam seminggu. Pekerja dapat terpapar secara berulang tanpa menimbulkan


gangguan kesehatan pada konsentrasi 10 PPM (Occupational Exposure Limit
for Chemical Substances).
- Sedangkan nilai ambang batas yang merekomendasikan bahwa pekerja tidak
boleh terpapar H2S untuk jangka waktu maksimal 15 menit adalah bila
paparan melebihi 20 PPM atau yang disebut dengan TLV STEL (Treshold
Limit Value Short Term Exposure Limit ).
- Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat menyebabkan terjadinya
gejalagejala sebagai berikut :
Sakit kepala atau pusing
Badan terasa lesu
Hilangnya nafsu makan
Rasa kering pada hidung, tenggorokan dan dada
Batuk batuk
Kulit terasa perih

Membran Karbon dan Membran Semen


PENGERTIAN MEMBRAN

Membran merupakan alat pemisah berupa penghalang yang bersifat


selektif yang dapat memisahkan dua fase dari berbagai campuran. Campuran
tersebut dapat bersifat homogen atau heterogen dan dapat berupa padatan,
cairan atau gas. Transportasi pada membran terjadi karena adanya driving force
yang dapat berupa konveksi atau difusi dari masing-masing molekul, adanya
tarik menarik antar muatan komponen atau konsentrasi larutan, dan perbedaan
suhu atau tekanan (Pabby et al, 2009).

KLASIFIKASI MEMBRAN
Berdasarkan ukuran pori, membran dapat dibedakan dibagi menjadi 2
yaitu:
1.

Membran berpori (porous membrane)


Prinsip pemisahan membran berpori didasarkan pada perbedaan ukuran partikel
dengan ukuran pori membran. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk
proses mikrofiltrasi

(melewatkan air, menahan mikroba) dan ultrafiltrasi

(melewatkan air menahan garam mineral).


2.

Membran non pori (non-porous membrane)


Prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaan kelarutan dan kemampuan
berdifusi. Membran dengan jenis ini digunakan untuk proses permeasi gas,
pervaporasi dan dialisis.
Sedangkan berdasarkan strukturnya, membran dapat dibedakan menjadi
membran simetrik dan membran asimetrik (Mulder, 1996).
MATERIAL MEMBRAN
Material membran dapat diklasifikasikan menjadi 3 antara lain :

1.

Organik (Polimer)
Contoh material : polycarbonate, polyamide, polysulfone, dll. Jenis polimer
yang dapat dijadikan sebagai material membran yaitu :

Membran berpori (porous membrane)


Digunakan untuk aplikasi mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi.

Membran tidak berpori (non-porous membrane)


Digunakan untuk aplikasi permeasi gas, uap dan pervaporasi.

2.

Anorganik

Tipe material anorganik membran ada 4 yaitu :

Membran keramik
merupakan kombinasi dari logam (alumunium, titanium, silicium atau
zirconium) dan non-logam (oxide, nitride atau carbide).
membran gelas / kaca
berupa silikon oksida / silika (SiO2)

3.

membran logam (termasuk karbon)

membran zeolit
Biologi

Merupakan material membran yang berasal dari mahkluk hidup misalnya lipida
(phospholipid). Struktur membran dari material ini sangat kompleks. Tiap
molekul lipid terdapat bagian yang hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 1996).

TEORI PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN


Pemisahan dengan membran dilakukan dengan mengalirkan feed ke dalam
membran kemudian akan terpisah sesuai driving force yang digunakan. Proses
pemisahan dengan membran menghasilkan dua aliran yaitu permeate dan
retentate. Permeate merupakan hasil pemisahan yang diinginkan sedangkan
retentate merupakan hasil sisa (Pabby et al, 2009).

Gambar 2.2 Skema Pemisahan menggunakan Membran (Pabby et al, 2009)


KINERJA INSTALASI MEMBRAN
Driving force pada pemisahan menggunakan membran ada 4 macam.
Kinerja (performance) instalasi membran tergantung pada jenis driving force
yang digunakan (Mulder, 1996). Macam macam aplikasi pemisahan dengan
membran berdasarkan driving force dan kinerja instalasinya antara lain:
1.Driving force gradien tekanan (P)
Aplikasi penggunaan antara lain : mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi,
reverse osmosis. Kinerja instalasi membran berupa fluks (J) dan rejeksi (R)
dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Dimana :
Jv = volume fluks (liter/m2.sec)
QP = laju alir permeate (liter/sec)
Am = luas permukaan membran (m2)
R = rejeksi / retensi (span = 01)
CP = konsentrasi permeate
CF = konsentrasi umpan
Besarnya fluks dihitung dari besarnya laju alir yang melewati setiap luas
permukaan membran. Semakin besar laju alir permeate dan semakin kecil luas
permukaan membran maka fluks yang dihasilkan semakin besar. Rejeksi
merupakan ukuran perbandingan konsentrasi permeate dan retentate yang
berhasil dipisahkan.
2.

Driving force gradien Konsentrasi (C)

Aplikasi penggunaan : pervaporasi, permeasi gas, permeasi uap,


dialisis, dialisis difusi.
Selektivitas () pada pemisahan campuran gas dapat dihitung dengan
persamaan berikut
(Cao et al, 2002) :

dimana, A dan B merupakan komponen - komponen yang terdapat pada


campuran yang akan dipisahkan dan x dan y merupakan fraksi mol umpan dan
permeate. Sedangkan selektivitas dan permeabilitas pada pemisahan gas murni
dapat dihitung dengan persamaan :
3.

Driving force gradien Temperatur (T)


Aplikasi penggunaan: thermo-osmosis, distilasi membran. Kinerja instalasi
berupa fluks (J) dan selektivitas ().

4.

Driving force gradien Potensial Listrik (E)


Aplikasi penggunaan : elektrodialisis, elektro-osmosis, membran-elektrolisis.
Kinerja instalasi berupa fluks (J) dan selektivitas ().

Anda mungkin juga menyukai