Anda di halaman 1dari 6

STUDY KASUS :

1. A 39 yo woman presented to an obstetrics follow up her last month check up. She
got bleeding beyond her period of menstruation and there is genital wards in the
previous check up. As she had 5 children, active smoker, and married at her age
20 yo, the obstetric suggested to carry out pap smear for ensuring whether there is
regression of lesions. Since pap smear is unable to detect latent HPV infection,
negative result for the first test should be followed up every 3 month. The patient
complains for discomfort bleeding and painfull when does intercourse. How could
we treat this woman ?
Evaluasi :
HPV adalah Human Papillomavirus. HPV yang sangat umum adalah cancer
servix (kanker mulut rahim). Wanita mendapatkan virus ini jika terjadi kontak
kulit ke kulit langsung selama vagina. anal, atau oral seks dengan seseorang yang
telah terinfeksi dengan HPV. Kebanyakan wanita yang aktif secara sexsual akan
memiliki HPV pada beberapa waktu tertentu. Virus ini tidak akan menghilang
secara alami dan gejala yang tampak tidak dapat dideteksi secara langsung.
Wanita dengan gejala yaitu pendarahan sebelum masa mestruasi dan
timbulnya genital ward merupakan salah satu manifestai klinik yang timbul jika
seseorang telah terinfeksi oleh HPV. Dari kasus tersebut wanita yang datang
dengan keluhan diatas dapat dikatakan sudah terinfeksi HPV. Tidak ada obat yang
tepat utuk pasien yang terinfeksi HPV. Jika HPV ini telah membentuk sel yang
abnormal pada servix treatment yang dapat dilakukan adalah colposcopy.
Treatment ini biasanya sangat menghasilkan hasil yang memuaskan.
Enam bulan setelah treatment menggunakan colposcopy dapat dilakukan test
pap smear. Jika hasil menunjukan bahwa HVP masih ada yaitu masih adanya sel
sel abnormal pada sel servik paien maka pasien diajak untuk melakukan
colposcopy kembali untuk memeriksan abnormalitas yang masih ada. Jika pasien
masih memerlukan pengobatan yang lebih pada colposcopy, maka dapat
dikombinasi antara test HPV dan smear test, sekali dalam 6 bulan berselang
seling.

Jika pasien tidak memerlukan treatment yang lebih banyak dapat

dianjurkan untuk mengikuti test pap smear setiap 10 tahun untuk memonitor
situasi abnormalitas sel di dalam servix pasien. Sehingga jika terjadi kelainan akan
lebih cepat dideteksi.
Jika setelah enam bulan treatment pertama kali tidak didapatkan abnormalitas
pada leher rahim pasien dapat dianjurkan untuk melakukan kombinasi HPV test
dan smear test sekali dalam setahun. Jika didapatkan hasil yang positif selama
dua kali test dengan tidak adanya HPV dan abnormalitas sel, pasien diajak
melakukan smear test setiap 3- 5 tahun tergantung umur pasien.
2. Seorang Ibu hamil usia 38 tahun dengan usia kandungan 16 minggu
memeriksakan diri ke dokter kandungan dengan keluhan kepala pening, otot
terasa kaku, dan nyeri menelan. Kehamilan sebelumnya mengalami keguguran
pada usia 6 minggu. Oleh Dokter disarankan untuk melakukan pemeriksaan
ToRCH. Hasil tes darah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Parameter
IgG Anti Toxoplasma
IgMAnti Toxoplasma
IgG Anti Rubella
IgMAnti Rubella
IgG Anti CMV
IgMAnti CMV
IgG
Anti
Herpes
simplex
IgMAnti

Hasil
Positif, 120
Positif, 200
Negatif
Positif, 20
Negatif
Positif,20
Negatif

Herpes Negatif

Referensi
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Unit
Unit/mm3
Unit/mm3
Unit/mm3
Unit/mm3
Unit/mm3
Unit/mm3
Unit/mm3

Negatif

Unit/mm3

simplex
Apa yang dapat diberikan pada pasien tersebut agar tidak terjadi keguguran untuk
yang kedua kalinya?
Evaluasi :
Toxoplasma, rubella, CMV meruapak agen mikrobiologi yang dapat
menyebabkan infeksi perinatal. Infeksi ini sering menyebabkan ringan atau dapat
menyebabkan kelainan bawaan, tergangunya pertumbuhan fetus, bahkan dapat
menyebabkan kematian pada janin.

Obat yang paling aman untuk infeksi toxoplasma adalah Spiramicyn pada
saat kehamilan dengan dosis 1 gram setiap 8 jam. Pemberian spyramicin harus
dilanjutkan sampai hasil dokumentasi menjunjukan hasil yang negative selain itu
dilakukan pula follow up hinga terapi ddpat dikatakan selesai (Serranti et al,
2011). Pemberian obat pyrimethamine pada kehamilan trimester pertama tidak
dianjurkan karena dapat menimbulkan efek teratogenik pada fetus. Sulfadiazine
dapat digunakan selama ehamilan trimester pertama dengan dikombinasi dengan
pyrimethamine dengan regimen dosis tertentu selama manfaat dari obat ini lebih
tnggi dari pada resiko pada janin ( Kaye, 2011).
Dosis yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jalur terapi T. gondii pada wanita hamil (Serranti et al, 2011).
Hasil pemeriksaan ToRCH yang dilakuka bahwa pasien pada kehamilan 16
minggu (trimester 2) telah terinfeksi penyakit toxoplasmosis yang ditandai dengan
hasil Antigen IgM dan IgG bernilai positif. Selain itu Antigen IgM rubella dan

Antigen IgM CMV menunjukan hasil positif. Hal ini menunjukan bahwa pasie
sudah pernah terinfeksi toxoplasma sebelumnya ditndai dengan nilai IgG postif
dan kembali lagi terinfeksi dengan nilai IgM yg juga benilai positif. Untuk melihat
infeksi rubella dan CMV dapat diperiksa lebih lanjut dengan PCR karena nilai
IgM dapat menghasilkan hasil yang kurang akurat (Kaye, 2011). Untuk
mengetahui infeksi CMV pada bayi dalam kandungan telah terinfeksi atau tidak,
dapat dilakukan tes yang disebut amniocentesis. Tes ini dilakukan dengan
mengambil beberapa cairan di sekitar bayi (amniotic fluid) untuk melihat tandatanda adanya virus (Azam et al., 2001). . Imunisasi Rubella tidak dapat dilakukan
selama kehamilan. Hal ini dikarenakan vaksin virus Rubella memiliki potensi
untuk melewati plasenta dan menginfeksi fetus. Vaksin ini lebih aman diberikan
pada saat postpartum dan sedang menyusui. Karena vaksin tidak ditransmisikan
melalui imunisasi secara individu (Dontigny, et al., 2008).
Pengobatan untuk pasien terinfeksi toxoplasmosis memang harus ditempuh
adalah dengan cara memberikan terapi obat yang tepat. Selain terapi obat, calon
ibu harus diberikan edukasi tentang penyakit yang diderita, karena kepatuhan
pengobatan akan memperendah resiko kelainan pada bayi dalam kandungan
seperti mengalami kerusakan pada mata, perkapuran otak, dan keterbelakangan
mental. Pentingnya monitoring pengobatan pada pasien yang terinfeksi
toxoplasma juga dapat memperkecil kemungkinan abortus pada bayi. Jika proses
terapi yang diberikan sudah berjalan secara maksimal, Pasien kembali diingatkan
bahwa pada kenyataannya toxoplasma dapat dihindari dengan menerapkan strategi
yang relative sederhana dikehidupan sehari hari. Sebagian besar ibu hamil tidak
menyadari bahwa infeksi virus ini berasal dari lngkungan yang kurang sehat yaitu
adanya hewan periharaan seperti kucing karena hewan ini, merupakan host primer
untuk T. gondii. Para ibu hamil dihimbau untuk lebih berhati - hati agar tidak
terinfeksi kembali dengan virus ini dengan cara mencuci bersih buah, sayuran, dan
jangan memasak daging atau ikan setengah matang ( Kaye, 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Azam A, et al. 2001. Prenatal diagnosis of congenital cytomegalovirus
infection. Obstet Gynecol 97: 443-448.
Dontigny, L., Marc-Yvon A., and Marie-Jocelyne M. 2008. Rubella in Pregnancy.
SOGC Clinical Practice Guidelines. No. 203: 152-158.

Kaye, Alyson. 2011. Toxoplasmosis: Diagnosis, Treatment, and Prevention in


Congenitally Exposed Infants. National Association of Pediatric Nurse
Practitioners. Vol. 25 No. 6. Hal 355- 364.
Serranti, D., D. Buonsenso., P. Vaentini. 2011. Congenital toxoplasmosis treatment.
European Review for Medical and Pharmacological Sciences Vol 15 : 193198.

Anda mungkin juga menyukai