Anda di halaman 1dari 14

STRABISMUS

1. Definisi
Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan
abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak
paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.
2. Epidemiologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3%
remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang
sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua
orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,
beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat
keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan
3. Etiologi
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik
disebabkan oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut Kornea Katarak
Kongenital Cacat Sentral akibat kerusakan otak. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan
Strabismus non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan
abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang
lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya ketajaman
penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari
bayangan mata yang menyimpang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Strabismus :
1. Faktor Kongenital
2. Faktor Sensorik
3. Faktor Motorik

Gambar 1 : Bagan Penyebab Strabismus


4. Klasifikasi Strabismus
Terdapat beberapa jenis strabismus:
A. Strabismus horizontal
Esotropia : mata bergulir ke arah dalam
Eksotropia : mata bergulir ke arah luar
B. Strabismus vertikal
.

Hipertropia : mata bergulir ke arah atas


Hipotropia : mata bergulir ke arah bawah

Gambar 2 : Jenis Strabismus

Beberapa jenis strabismus:


A. STRABISMUS PARALITIKA (NONCOMITANT, INCOMITANT)

Tanda-tanda :
a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi
nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila
penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah
kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadangkadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
b. Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang
sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal.
Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh
ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak
tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup
(mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup,
mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar
dari pada deviasi primer.
c. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
d.

mata digerakkan kearah ini.


Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala
yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan

kepalanya, diplopianya terasa berkurang.


e. Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang
sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya
dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang
sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan,
rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk

mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
a. Keterbatasan gerak
b. Deviasi
c. Diplopia. (penglihatan ganda)
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang
sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya
diplopi merupakan tanda yang penting.
Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi. Dengan cara ini dapat diketahui:
a. Pada arah mana didapat diplopia
b. Apakah diplopianya bertambah kesatu arah
c. Mata mana yang menderita.
Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah.
Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa
menggerakkan kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara
maksimal. Diperhatikan apakah timbul diplopia pada salah satu arah.
Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross.
Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus
superior atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa otot
yang diurus oleh N.III.

1.

Esotropia Paralitikus = Abdusen Palcy = Noncomitant Esotropia


Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau
peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya
disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau
persarafannya.
Tanda-tandanya :
a. Gangguan pergerakan mata kearah luar
b. Diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
c. Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
d. Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot
yang lumpuh
4

e. Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
f. Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek
yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian
(corresponderend).
Pengobatan :
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau
dapat dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit
ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata
yang sehat untuk menghilangkan diplopianya.
Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan,
baru dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus
medialis, sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

2. Kelumpuhan dari N.III (N. Okulomotorius)


Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :
a. Ptosis
b. Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal dan
sedikit kearah bawah
c. Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu pada sisi
otot yang lumpuh
d. Sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan normal
mendorong mata kebelakang.
e. Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :
M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m. sfingter
pupil, mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior
yang bekerja, karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan
intorsi (berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai
dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot,
termasuk otot iris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat
5

kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering
terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut
oftalmoplegia interna.
Hal ini sering dijumpai misalnya pada :
a. pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan pemeriksaan fundus atau
refraksi
b. kontusio bulbi
c. akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.
Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi. Pada oftalmoplegia
interna, diobati menurut penyebabnya dan lokal diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau
akomodasinya tetap hilang, beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.
Penyebabnya :
Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Macam
kelainan dapat eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh
darah yang menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang
disebabkan peradangan atau degenerasi primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues
yang dapat menyebabkan tabes, ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan
(alkohol), diabetes mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab yang
lainnya. Terjadinya bisa sekonyong-konyong ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan
penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Kalau telah terjadi lama,
prognosis tidak menguntungkan lagi, karena kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot
yang lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya.

Pengobatan :
Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit ditutup. Ada pula yang menutup mata yang
sehat.
Kalau setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan operasi reseksi dari
otot yang lumpuh disertai resesi dari otot lawannya. Supaya tidak terjadi atrofi dari otot
yang lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis
mungkin dapat memuaskan.
6

Kelumpuhan m.rektus medialis :


Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, cross diplopi.
Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi). Kepala dimiringkan
kearah otot yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior :


Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi vertikal dan
crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang
sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior :


Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran, crossed, yang
bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang sakit terletak
lebih rendah.

Kelumpuhan m.obliqus superior :


Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus yang
vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang bertambah hebat bila
mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih
rendah.
Kelumpuhan m.obliqus inferior :
Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal, diplopia
campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah temporal atas.
Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

B. STRABISMUS NONPARALITIK

Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak
mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang
7

sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye,
sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye. Dibedakan menjadi strabismus
nonparalitika, nonakomodatif, akomodatif berhubungan dengan kelainan refraksi.
1. Strabismus nonparalitik nonakomodatif
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu
penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot.
Mungkin disebabkan oleh :
a. Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal
b. Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang
bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan
kesalahan persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola
konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak
baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan konvergensi dari
kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari kedua m.rektus
internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari mata ke nasal.
Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu
menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral yang
berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal
untuk penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk
penglihatan dekat (konvergensi).
Dibedakan :
a. Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal,
pada penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
b. Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat normal. pada
penglihatan jauh timbul strabismus divergens.
c. Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh
normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens.
d. Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat
normal, pada penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.

e. Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya
fusi ini berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untukk
penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila
daya fusi ini terganggu secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi
motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus. Pada kasus yang idiopatis,
kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik. Eksotropik dan esotropia sering
merupakan keturunan autosomal dominan. Kadang-kadang pada anak dengan
esotropia, didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak jarang
strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila kelainan
refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian saja.
Tanda-tanda :
a. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban
mental.
b. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
c. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi
d. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang
berdeviasi.
Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex anopsia.
Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka bayangan
dimakula yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah diluar
makula pada mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal
correspondence (binocular fals projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan
dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross. Pemeriksaan kekuatan duksi
untuk mengukur kekuatan otot.
Pengobatan :
a. Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil
fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,
disamping perbaikan kosmetik.
Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :
lamanya strabismus.
umur anak pada waktu diperiksa.
sikap orang tuanya.
kelainan refraksi.
9

Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:
Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi.
Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.
Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak
mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia 6
bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun
dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai
kira-kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin
sehingga mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak yang
lebih besar, dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau
penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia

pada mata yang sehat ini.


Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),
harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan
binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan,

kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.


b. Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada
strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.
Prinsip operasinya :
reseksi dari otot yang terlalu kuat
reseksi dari otot yang terlalu lemah.
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil
fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,
disamping perbaikan kosmetik.
Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :
lamanya strabismus.
umur anak pada waktu diperiksa.
sikap orang tuanya.
kelainan refraksi.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau lebih
pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.
10

2. Esotropia nonakomodativa
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah
timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah
dan tak terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot.
Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan
persarafan supranuklear atau kelainan genetis.
Pengobatan :
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan
tindakan operatif : resesi dari m.rektus medialis dan reseksi dari m.rektus lateralis.

3. Strabismus Nonparalitika Akomodativa


Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan akomodasi,
jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.
Dapat berupa :
strabismus konvergens (esotropia)
strabismus divergens (eksotropia).
Pemeriksaan yang dilakukan :
Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan
pengaruh dari akomodasi.
Caranya :
Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-turut,
diperiksa pada hari keempat.
Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit, tiga kali berturut-turut,
diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.
11

Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah
horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

4. Strabismus Konvergens Nonparalitik Akomodatif (Konkomitan Akomodatif)


Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini
berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak
pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya
untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul
periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian
menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,
mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat
akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat
hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada
anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat,
disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini
bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi,
dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada
penglihatan jauh.
Pengobatan :
Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari hipermetropia
totalis, dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang
berlebihan, juga dapat diberikan kacamata untuk dekat meskipun belum usia

presbiopia, untuk mengurangi akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.


Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata
yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau
penutupan mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena
mungkin terdapat perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.
12

Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan koreksi untuk


memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga memperbesar kemungkinan untuk

dapat melihat binokuler.


Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya tidak

begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.


Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka dilakukan

operasi, untuk meluruskan matanya.


Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan
binokuler. Pada esotropia untuk jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus,
(otot yang lemah). Pada esotropi jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot
yang kuat). Untuk esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi jauh dekat,
dilakukan operasi kombinasi.

5. Strabismus

Divergens

Nonparalitik

Akomodatif

(Eksotropi

Konkomitan

Akomodatif)
Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila
satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik,
sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau dewasa muda.
Lebih jarang terjadi.
Dapat dimulai dengan :
Kelebihan divergensi
Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop hanya
sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan
konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk
penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga
eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya
merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi
lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang
menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
13

Pengobatan :

Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk

memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus.


Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi

oklusi.
Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.
Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang
pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak
dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap
untuk jauh dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak

begitu besar, dapat dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.
Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang
dipengaruhi oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi
menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya
untuk berfusi, seperti pada mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat
menurun, maka mata ini akan berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6
tahun dan pada orang-orang yang lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi
kearah temporal.

14

Anda mungkin juga menyukai