1. Definisi
Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan
abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak
paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.
2. Epidemiologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3%
remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang
sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua
orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,
beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat
keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan
3. Etiologi
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik
disebabkan oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut Kornea Katarak
Kongenital Cacat Sentral akibat kerusakan otak. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan
Strabismus non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan
abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang
lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya ketajaman
penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari
bayangan mata yang menyimpang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Strabismus :
1. Faktor Kongenital
2. Faktor Sensorik
3. Faktor Motorik
Tanda-tanda :
a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi
nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila
penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah
kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadangkadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
b. Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang
sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal.
Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh
ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak
tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup
(mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup,
mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar
dari pada deviasi primer.
c. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
d.
mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
a. Keterbatasan gerak
b. Deviasi
c. Diplopia. (penglihatan ganda)
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang
sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya
diplopi merupakan tanda yang penting.
Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi. Dengan cara ini dapat diketahui:
a. Pada arah mana didapat diplopia
b. Apakah diplopianya bertambah kesatu arah
c. Mata mana yang menderita.
Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah.
Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa
menggerakkan kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara
maksimal. Diperhatikan apakah timbul diplopia pada salah satu arah.
Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross.
Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus
superior atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa otot
yang diurus oleh N.III.
1.
e. Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
f. Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek
yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian
(corresponderend).
Pengobatan :
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau
dapat dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit
ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata
yang sehat untuk menghilangkan diplopianya.
Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan,
baru dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus
medialis, sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.
kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering
terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut
oftalmoplegia interna.
Hal ini sering dijumpai misalnya pada :
a. pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan pemeriksaan fundus atau
refraksi
b. kontusio bulbi
c. akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.
Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi. Pada oftalmoplegia
interna, diobati menurut penyebabnya dan lokal diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau
akomodasinya tetap hilang, beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.
Penyebabnya :
Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Macam
kelainan dapat eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh
darah yang menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang
disebabkan peradangan atau degenerasi primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues
yang dapat menyebabkan tabes, ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan
(alkohol), diabetes mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab yang
lainnya. Terjadinya bisa sekonyong-konyong ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan
penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Kalau telah terjadi lama,
prognosis tidak menguntungkan lagi, karena kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot
yang lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya.
Pengobatan :
Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit ditutup. Ada pula yang menutup mata yang
sehat.
Kalau setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan operasi reseksi dari
otot yang lumpuh disertai resesi dari otot lawannya. Supaya tidak terjadi atrofi dari otot
yang lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis
mungkin dapat memuaskan.
6
B. STRABISMUS NONPARALITIK
Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak
mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang
7
sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye,
sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye. Dibedakan menjadi strabismus
nonparalitika, nonakomodatif, akomodatif berhubungan dengan kelainan refraksi.
1. Strabismus nonparalitik nonakomodatif
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu
penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot.
Mungkin disebabkan oleh :
a. Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal
b. Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang
bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan
kesalahan persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola
konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak
baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan konvergensi dari
kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari kedua m.rektus
internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari mata ke nasal.
Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu
menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral yang
berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal
untuk penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk
penglihatan dekat (konvergensi).
Dibedakan :
a. Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal,
pada penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
b. Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat normal. pada
penglihatan jauh timbul strabismus divergens.
c. Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh
normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens.
d. Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat
normal, pada penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.
e. Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya
fusi ini berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untukk
penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila
daya fusi ini terganggu secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi
motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus. Pada kasus yang idiopatis,
kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik. Eksotropik dan esotropia sering
merupakan keturunan autosomal dominan. Kadang-kadang pada anak dengan
esotropia, didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak jarang
strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila kelainan
refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian saja.
Tanda-tanda :
a. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban
mental.
b. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
c. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi
d. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang
berdeviasi.
Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex anopsia.
Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka bayangan
dimakula yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah diluar
makula pada mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal
correspondence (binocular fals projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan
dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross. Pemeriksaan kekuatan duksi
untuk mengukur kekuatan otot.
Pengobatan :
a. Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil
fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,
disamping perbaikan kosmetik.
Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :
lamanya strabismus.
umur anak pada waktu diperiksa.
sikap orang tuanya.
kelainan refraksi.
9
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:
Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi.
Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.
Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak
mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia 6
bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun
dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai
kira-kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin
sehingga mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak yang
lebih besar, dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau
penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia
2. Esotropia nonakomodativa
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah
timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah
dan tak terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot.
Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan
persarafan supranuklear atau kelainan genetis.
Pengobatan :
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan
tindakan operatif : resesi dari m.rektus medialis dan reseksi dari m.rektus lateralis.
Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah
horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
5. Strabismus
Divergens
Nonparalitik
Akomodatif
(Eksotropi
Konkomitan
Akomodatif)
Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila
satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik,
sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau dewasa muda.
Lebih jarang terjadi.
Dapat dimulai dengan :
Kelebihan divergensi
Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop hanya
sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan
konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk
penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga
eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya
merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi
lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang
menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
13
Pengobatan :
oklusi.
Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.
Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang
pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak
dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap
untuk jauh dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak
begitu besar, dapat dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.
Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang
dipengaruhi oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi
menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya
untuk berfusi, seperti pada mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat
menurun, maka mata ini akan berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6
tahun dan pada orang-orang yang lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi
kearah temporal.
14