Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan
menurut (Long, 1996). Sinusitis adalah peradangan pada membrane mukosa sinus.
Sinusitis juga diambil dari website (Massie, 2000) adalah peradangan selaput lendir
rongga sinus disekitar hidung (paranasal).

B. Anatomi dan fisiologi


Menurut (Ester, 1997, hal. 87)
Organ-organ pernafasan
1

Hidung

Fungsinya : bekerja sebagai saluran udara pernafasan, sebagai penyaring udara


pernafasan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara
pernafasan dan leukosit yang terdapat pada selaput lendir (mukosa) atau hidung.

Gambar 2.1
Anatomi wajah

(Massie, 2000)

Menurut (Pracy, 1991, hal. 81),sinus paranasal terdapat 4 pasang yaitu : sinus
maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus
etmoidalis sinus yang berada antara mata dan rongga hidung, sinus stenoid berada
pada dasar tengkorak.
Fungsinya : sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu
resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, membantu menghasilkan
lendir untuk membersihkan rongga hidung.
2

Tekak = faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dengan jalan makanan.
Rongga hidung dibagi menjadi 3 bagian :
a. Bagian sebelah atas yang yang sama tingginya dengan yang disebut
nasofaring.
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring

c. Bagian bawah sekali disebut jaringofaring.


3

Pangkal tenggorok (laring)


Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara

Batang tenggorok
Merupakan lanjutan dari faring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf
C). sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak kearah keluar. Sel-sel bersilia itu sampai berguna untuk
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara
pernafasan. (Monica, Ester, 1997)

C. Etiologi
Menurut (Cody, 1996, hal. 230), penyakit sinusitis disebabkan oleh :
1

Adanya sumbatan dalam hidung oleh karena :


Tulang-tulang yang bengkok, polip hidung, pembesaran selaput lendir hidung,
adanya benda asing, tumor dihidung.

Adanya infeksi menahun dihidung


a. Alergi
b. Infeksi, organ-organ disekitar hidung seperti infeksi amandel (tonsilitis),
infeksi adenoid, infeksi tenggorok (farimitus) dan infeksi gigi dirahang atas.
c. Faktor lain seperti berenang / menyelam, trauma, polusi udara dapat
mengakibatkan perubahan-perubahan pada selaput lendir dan kerusakan
rambut halus / siliasinus. (Cody, 1996)

D. Patofisiologi
Polusi bahan kimia, alergi dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak,
sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya
infeksi. Terdapat edema konka yang menganggu drainase secret, sehingga silia rusak.
Jika silia sudah rusak merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri,
misalnya streptococcus pneumonia, haemophilus influenza dan strapilococus aureos
(Mansjoer, 1999).
Jika sudah terjadi peradangan maka sinusitis dilakukan tindakan operasi
fungsional endoscopy sinus surgery dan cadwell-luc dengan jaringan yang diangkat
yaitu polipnasi dan konka dan menyebabkan perdarahan pada rongga hidung sehingga
diharuskan di pasang tampon dan secara tidak langsung hidung menjadi buntu dan
sesak untuk bernafas (long, 1997).

E. Manifestasi klinik
Menurut (Cody, 1996, hal. 231), gejala-gejala yang timbul dari sinusitis adalah :
1

Febris > 370 C

Pilek kental berbau, bisa bercampur darah

Nyeri
a. Pipi biasanya unilateral
b. Kepala biasanya homolateral, terutama pada sore hari
c. Gigi (geraham atas) homolateral

Hidung
a. Buntu
b. Suara bindeng

Edema periorbita. (Cody, 1991).

Saluran cerna seperti gastroenteritis

Rasa tidak nyaman ditenggorokan

Gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba custachius (Mansjoer, 1994).

F. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 1999, hal. 40)
1. Osteomilitis dari abses suporiostal paling sering pada sinusitis frontal dan sering
pada anak-anak
2. Kelainan orbita terjadi karena sinusitis parental yang berdekatan dengan orbita
yang paling sering sinusitis etmoid, penyebaran melalui trombo flebitis atau
perkontinu 1 tahun, kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, sekulitis
orbita, abses orbita dan trombosis sinus kavernosus

3. Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses otak dan trombosis sinus


kavernosus dapat timbul
4. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis yang di sebut sebagai
sinebronkitis dan asma bronchial.
5. Fistula oroantral dapat timbul sekunder terhadap komplikasi, sinus maksilaris,
disertai eresi gigi molar atau premolar maksila
6. Radang tenggorok dan infeksi amandel yang berulang yang diakibatkan oleh
lendir yang mengalir ke tenggorokan
7. Infeksi telinga tengah yang dapat berakibat keluarnya lendir dari telinga (congek)
dan gangguan pendengaran

G. Penatalaksanaan
Menurut (Long, 1997, hal. 396)
1. Drainase
a. Medical
Dekongestan local : efedrin 1 % (dewasa) % (anak)
Dekongestan oral : psedo efedrin 3 x 60 mg
b. Surgical : irigasi sinus maksilaris
2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu
a. Ampisilin 4 x 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Surfametaksol : TMP (800/60) 2 x 1 tablet, diksisiklin 100 mg / hari
3. Simptomatik
Parasetamo, metampiron 3 x 500 mg

4. Untuk kronis adalah


Cabut geraham atas
Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
Operasi cadwell lucc bila degenerasi mukosa ireveksibel (biopsi), (Cody, 1991)
5. Analgetik
Ketorolak untuk menghilangkan nyeri
6. Mukolitik
Ventolin untuk mengencerkan secret, meningkatkan kerja silia dan merangsang
pemecahan fibrin
7. Pemberian steroid intranatal
Beklumelason, flunisolid dan triamsinolon untuk mengurangi edema di daerah
kompleks osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi (Masjoer, 2000)

H. Pengkajian Fokus
Menurut (Long, 1997, hal. 395)
1. Keluhan utama : febris > 370C, pilek kental berbau, bisa bercampur darah, nyeri
pada pipi, kepala dan gigi, hidung buntu, suara bindeng, endemis periorbita

2. Riwayat penyakit dahulu


a. Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
b. Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
c. Pernah menderita sakit gigi geraham
3. Riwayat keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang
4. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas sedikit)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
5. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk

mengurangi

flu

biasanya

klien

mengkonsumsi

obat

tanpa

memperhatikan efek samping


b. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
Kebutuhan makan manusia normalnya 3 4 x sehari
c. Pola istirahat dan tidur
Selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
Kebutuhan istirahat tidur normalnya lebih 8 jam sehari

d. Pola persepsi dan konsep diri


Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen, serous, mukopurelen)
6. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda vital, kesadaran
b. Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak)
Data subyektif
1. Observasi nares
Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekuensinya, riwayat pembedahan
hidung atau trauma, penggunaan obat tetes atau semprot hidung : nyeri tekan pada
sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
2. Sekret hidung
Warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta nyeri hidung.
3. Riwayat sinusitis
Nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis dengan musim / cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan.

Data obyektif
1. Demam, drainage ada : serous, mukopurulen, purulen

2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang
mengalami radang pucat, oedema keluar dari hidung atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan oedema membrane mukosa
4. Pemeriksaan penunjang
Kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent sinus
Rinoskopi anterior (mukosa merah, mukosa bengkak, mukopus di meatus
medius), rinoskopi posterior (mukopus nasofaring), nyeri tekan pipi yang sakit,
ransiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit, X Foto sinus paranasalis.

I. Pathway
Polusi bahan kimia, Alergi, Defisiensi, Imunologik

Perubahan mukosa hidung

Silia rusak

Terjadinya infeksi

Pe

suhu tubuh

Hipertermi

Edema konka

Tidak efektifnya
jalan nafas

Cemas

Gg rasa
nyaman nyeri

Kurang
pengetahuan

Tindakan operasi
Post op fess dan CWL

Polip nasi dan


konka dieksisi

Perdarahan pada
rongga hidung

Peradangan

Terpasang tampon

Gg rasa
nyaman nyeri

Hidung buntu
Sesak nafas
Pola nafas
tidak efektif

Sumber : Mansjoer, (1999), Long, (1997)

Gg pola
istirahat tidur

J. Diagnosa Keperawatan
1. Menurut (Doengoes, 1999), nyeri : kepala, tenggorokan, berhubungan dengan
peradangan pada hidung.
2. Menurut (Doengoes, 1999), cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi sinus / operasi).
3. Menurut (Doengoes, 1999), bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan lendir pada hidung
4. Menurut (Doengoes, 1997), gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung
buntu.

K. Intervensi
1. Diagnosa 1
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang. Kriteria hasil: Klien mengungkapkan
nyei yang dirasakan berkurang atau hilang, klien tidak menyeringai kesakitan.
Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien
serta keluarga, ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi, observasi tanda-tanda vital
dan keluhan pasien, kolaborasi dengan tim medis.
2. Diagnosa II
Tujuan : cemas klien berkurang / hilang. Kriteria : Klien akan mengambarkan
tingkat kecemasan, klien mengethui dan mengerti tentang penyakit yang
dideritanya serta pengobatannya. Intervensi : kaji tingkat kecemasan klien,
berikan kenyamanan pada klien (temani klien), berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang

jelas, singkat mudah dimengerti,.singkirkan stimulasi yang berlebihan (batasi


kontak dengan orang lain), observasi tanda-tanda vital, bila perlu kolaborasi
dengan tim medis.
3. Diagnosa III
Tujuan : jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan. Kriteria:
Klien tidak bernafas lagi melalui mulut, jalan nafas kembali normal terutama
hidung. Intervensi : kaji penumpukan secret yang ada, observasi tanda-tanda vital,
tinggikan tempat tidur, dorong batuk / latihan nafas dalam dan perubahan posisi
sering, dorong pemasukan cairan sedikitnya 2-3 L/hari.
.
4. Diagnosa IV
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman. Kriteria: Klien tidur 7-8
jam sehari. Intervensi : Kaji kebutuhan tidur klien, ciptakan suasana yang
nyaman, anjurkan klien bernafas melalui mulut, kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat.

Anda mungkin juga menyukai