Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teoriteori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya,
oleh karena itu disebut penyakit teori; namun belum ada yang memberikan
jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab
preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998).
Adapun teori-teori tersebut adalah;
o Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta
berkurang,
sedangkan
pada
kehamilan
normal
prostasiklin
kalsium.
Diketahui
bahwa
kalsium
berfungsi
membantu
memiliki
peranan
penting
dalam
patogenesis
terjadinya
otot pembuluh darah dapat dipengaruhi oleh hipertensi dan diabetes melitus yang
menyebabkan vasodilatasi abnormal setelah suatu aktivitas neuron.
o Keguguran
Pada usia 35 tahun kualitas telur yang dihasilkan setiap bulannya akan
berkurang, walau proses menstruasi tetap berjalan. Hal ini akan menyebabkan
secara genetic telur yang tidak baik akan berakibat pada kehamilan dengan
embryo yang mempunyai kelainan kromosom. Kebanyakan dari embryo
dengan kelainan ini akan mengalami permasalahan pertumbuhan pada
trimester pertama yang akan berakibat kegagalan proses kehamilan yang
berakhir dengan keguguran. Dalam hal ini tidak terlalu banyak yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya keguguran. Pada kasus keguguran
berulang lebih dari tiga kali dianjurkan untuk anda mengkonsultasikan hal ini
dengan dokter.
o Sindroma Down
Kelainan ini adalah merupakan permasalahan genetik pada kromosom 21.
Manusia mempunyai 23 pasang kromosom yang disertai kromosom seks.
Setiap pasang ini mempunyai nomor urut kromosom dan pada kondisi
Sindroma Down akan didapat jumlah kromosom 21 sebanyak 3/trisomi.
Secara klinis hal ini akan ditunjukkan dengan adanya kelainan struktur fisik
mongoloid, penurunan IQ, dan kadang disertai dengan kelainan kongenital
lainnya. Resiko ini meningkat dengan seiring bertambahnya usia.
o Pre-eklampsia
o Diabetes mellitus gestasional
o Plasenta previa
Persalinan di atas usia 35 tahun berisiko mengalami gangguan, salah satu yang
umum adalah plasenta previa. Yakni plasenta menutup jalan lahir, komplikasi
kehamilan berupa plasenta yang tumbuh di bagian terbawah rahim dan
Para peneliti mengatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan
dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah
tinggi dan diabetes pada saat pertama kali kehamilan. Wanita yang hamil
pertama kali pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak
60% menderita takanan darah tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena
penyakit diabetes selama kehamilan dibandingkan wanita yang berusia 20
tahun pada penelitian serupa di University of California pada tahun 1999.
3.
Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas 35 tahun
meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom pada anak. Kelainan
yang paling banyak muncul berupa kelainan Down Syndrome, yaitu sebuah
kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas bentuk fisik
yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
4. Risiko lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35 tahun atau
lebih. Kemungkinan kejadian pada wanita di usia 35 tahun ke atas lebih
banyak dibandingkan pada wanita muda. Pada penelitian tahun 2000
ditemukan 9% pada kehamilan wanita usia 20-24 tahun. Namun risiko
meningkat menjadi 20% padausia 35-39 tahun dan 50% pada wanita usia
42 tahun. Peningkatan insiden pada kasus abnormalitas kromosom bisa
sama kemungkinannya seperti risiko keguguran.
Pada kasus: Eklampsia biasanya terjadi pada pasien pada kedua usia ekstrem
reproduksi, namun resiko eklampsia yang terbesar ada pada perempuan < 20
tahun. Risiko kematian meningkat untuk wanita berusia >35 tahun, yang tanpa
perawatan kehamilan, dan perempuan berkulit hitam, kemungkinan besar karena
akses yang tidak memadai untuk perawatan prenatal dan peningkatan insiden
penyakit genetik yang berhubungan dengan sirkulasi antiphospholipids. Usia ibu
(39 tahun) meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia dalam kasus ini, namun
mekanismenya belum diketahui.
3. Patofisiologi dari :
Visual disturbance 1, 8, 11
o Gangguan visual
Gangguan visual ini tejadi 2 hari yang lalu sebelum terjadinya kejang. Ini
merupakan tanda dan gejala peringatan yang mendahului eklampsia.
Etiologi :
-
Dapat dijumpai edema dan spasme pembuluh darah orbital. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Mekanisme :
Hipertensi dalam kehamilan pasokan darah ke arteri di retina berkurang
spasme arteri retina gangguan penglihatan (dapat berupa pandangan kabur,
skotoma, amaurosis, dan ablatio retina)
4. Komplikasi dari Graves disease pada kehamilan 1,3,9
Payah Jantung
Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas
ibu yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang
terjadinya perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang
siur. Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari
peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard,
kardiomegali dan disfungsi ventrikel.
Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan
hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk
bedah Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi
pada pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis atau
mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut laporan Davis LE dan
kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis tiroid terjadi
pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang
mendapat terapi operatif, 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak
mendapat
pengobatan.
Krisis
tiroid
ditandai
dengan
manifestasi
TEMPLATE
1. How to diagnose1,3,5
Dari hasil alloanamnesis didapatkan bahwa pasien (Ny. Mima, G4P3A0, usia
gestasi 39 minggu) mengalami kejang 2 jam yang lalu. Terdapat gejala impending
eklampsia berupa sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari terkahir.
Pasien memiliki riwayat Penyakit Grave yang tidak terkontrol sejak 3 tahun yang
lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien mengalami takikardi. Hasil pengukuran
tekanan darah menunjukkan adanya hipertensi.
Pada inspeksi kepala dan leher didapatkan eksopthalmus dan terdapat pembesaran
kelenjar tiroid.
Sedangkan, pada inspeksi ekstremitas, terdapat edema di daerah pretibial.
Dari hasil pemeriksaan obstetri tidak terdapat kelainan dan tanda-tanda gawat
janin. Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan proteinuri.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
pasien mengalami impending eklampsia. Yang ditandai dengan adanya PEB
Penjelasan:
Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:
Edema peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
Tes Fungsi Hati: Pada pasien eklampsia terjadi peningkatan kadar fungsi hati
dikarenakan kerusakan hepatoselular dan HELLP syndrome, dimana
ditemukan:
o Kadar SGOT pada pasien eklampsia meningkat >72 IU / L.
o Kadar bilirubin total meningkat > 1,2 mg/dl.
o Kadar LDH meningkat > 600 IU/L.
Edema serebral
Bercak hipodens
Cerebral hemorrhage
Perdarahan intraventricular
Infark cerebral
Transabdominal Ultrasonografi
Transabdominal USG digunakan untuk memperkirakan usia kehamilan. Hal
ini juga dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis solusio plasenta,
yang dapat mempersulit eklampsia.
2. Tatalaksana 8,10,1
Preeklampsia-Eklampsia
a.
Perawatan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terpai suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia
mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan
darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu
yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan
perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan yang sangat penting.
Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi
krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan
b.
d.
Graves Disease
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil,
maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara
penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti
tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.
o
Obat-obat anti tiroid:
Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida
yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses
yodinasi molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif
dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas
sel T limfosit kelenjar tiroid. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah
banyak digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU
mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol antara lain:
o PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping
menghambat sintesis hormon tiroid.
o PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol
karena PTU mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut
dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia
cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada
pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan
sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada
keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam.
Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan
penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4
kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150
mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari.
Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk
memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester
kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin.
Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan
gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron
menunjukkan bahwa dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami
hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari pada ibu hamil
hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan masih
dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu
kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal
tertinggi.
Beta bloker
Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir
trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus
spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri,
antara lain:
- Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal
-
3. Komplikasi 10,1,3
o Kondisi hipertiroid
Komplikasi pada ibu yang berkaitan dengan hipertiroid dapat dilihat pada
tabel berikut:
Komplikasi maternal
Komplikasi fetus
Miscarriage
BBLR
Hipertensi
dalam Prematur
kehamilan
Kelahiran preterm
SGA (small for gestational age)
Gagal jantung congestive IUGR
(intrauterine
growth
(CHF)
Krisis tiroid
Abrupsi plasenta
restriction
Stillbirth
Disfungsi tiroid janin / neonatus
Komplikasi hipertiroid pada ibu yang paling sering terjadi adalah hipertensi
dalam kehamilan. Risiko terjadinya pare-eklampsia berat terjadi 5 kali lebih
besar pada wanita dengan hipertiroid yang tidak terkontrol. Hipertiroid tidak
terkondrol pada kehamilan juga beraitan dengan lahir premature, BBLR,
abrupsi plasenta dan aborstus spontan.
Gagal jantung adalah komplikasi lain yang dapat terjadi juga. Wanita dengan
gejala kardiak harus dievaluasi fungsi ventrikel kirinya melalui EKG, yang
dapat mendeteksi disfungsi dari berbagai derajat keparahan berbeda. Fungsi
ventrikel kiri kembali normal beberapa minggu setelah serum T4 kembali
normal.
Krisis tiroid adalah komplikasi parah yang jarang terjadi dan merupakan
komplikasi yang mengancam nyawa. Krisis tiroid terjadi pada 1-2% pasien
hipertiroid dalam kehamilan. Faktor presipitasi seperti infeksi, trauma, bedah,
diabetes ketoasidosis, preeclampsia, plasenta previa dan induksi kelahiran bisa
berkembang menjadi krisis tiroid.
o Kondisi eklampsia
Perdarahan intracranial
4. SKDI 1,3,5
o Hipertensi pada kehamilan: 2
Tingkat kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut
dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
o Kejang: 3B, gawat darurat
o Eklampsia: 3B, gawat darurat
Tingkat kemampuan 3B:
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
o Graves disease: 3A, bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
LEARNING ISSUE
1. Hipertensi dalam Kehamilan
Eklampsia
Eklampsia merupakan penyebab dengan peningkatan risiko morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal.kejadian eklampsia di Negara berkembang
berkisar 1 dari 100 hingga 1 dari 700 kelahiran. Di Indonesia pre eklampsia dan
eklampsia berkisar 1,5 % sampai 25 %. Komplikasi signifikan yang mengancam
jiwa ibu akibat eklampsia adalah edema pulmonal, gagal hati dan ginjal, DIC,
sindrom HELLP dan perdarahan otak.
Eklampsia disebut dengan antepartum, intrapartum, atau pascapartum bergantung
pada apakah kejang muncul sebelum, selama atau sesudah persalinan. Eklampsia
paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering
menjelang aterm.
Masalah utama dalam mencegah dan mengobati eklampsia adalah penyebab
kondisi yang tidak diketahui. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertensi dan
penyakit serebral yang mengidentifikasi persamaan klinis antara eklampsia dan
ensefalopati hipertensif ( Vaughan & Delanty 2000 ). Namun demikian hasil
signifikan yang diperoleh menunjukkan bahwa hipertensi tidak selalu menjadi
perkursor awitan eklampsia tetapi hampir selalu terjadi setelah kejang.
Pengertian
Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti halilintar karena
gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat
dalam kebidanan. Eklampsia juga disebut sebuah komplikasi akut yang
mengancam nyawa dari kehamilan, ditandai dengan munculnya kejang tonik klonik, biasanya pada pasien yang telah menderita preeklampsia. (Preeklamsia
dan eklampsia secara kolektif disebut gangguan hipertensi kehamilan dan
toksemia kehamilan) Prawiroharjo 2005.
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa
nifas yang di tandai dengan kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan
atau koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia.
(Ong Tjandra & John 2008).
Eklampsia termasuk kejang dan koma yang terjadi selama kehamilan.
Menjelang kejang kejang dapat didahului dengan gejalanya:
o Nyeri kepala di daerah frontal
o Nyeri epigastrium
o Penglihatan semakin kabur
o Adanya mual muntah
Pemeriksaan menunjukkan hiperrefleksia atau mudah terangsang.
Kemudian dengan teori iskemia implantasi plasenta juga dapat terjadi
berbagai gejalanya yaitu:
o Kenaikan tekanan darah
o Pengeluaran protein dalam urine
o Edema kaki, tangan sampai muka
o Terjadinya gejala subjektif : sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri pada
epigastrium, sesak nafas, berkurangnya pengeluaran urine
o Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma
o Terjadinya kejang
Berlangsung 30 35 detik
Konsentrasi
cepat
otot
berlangsung
Mata melotot
Mulut berbuih
Muka
terjadi
kongesti
dan
tampak sianosis
Penderita
dapat
jatuh,
Setelah
kejang
Diikuti,yang
lamanya bervariasi
Selama terjadi kejang kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40C, nadi
bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.
Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
Komplikasi ibu:
o Dapat menimbulkan sianosis
o Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru
o Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan
jantung mendadak
o Lidah dapat tergigit
o Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka luka
o Gangguan fungsi ginjal
o Perdarahan
o Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus
Distensi rahim berlebihan yaitu hidramnoin, hamil ganda dan mola hidatosa
Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau payah
ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru paru. Sedangkan penyebab
kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.
Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia:
Patofisiologi eklampsia
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada
bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan
lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian
oksigen pada eklampsia akan menurun.
Metabolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia
sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang
interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang,
viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu,
aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang akibatnya
hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit
dan berhasilnya pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas
natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat
organik dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan
asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan
alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen
meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan
kurang dari 1 menit pada eklampsia.
Diagnosis eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk
kehamilan dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat
dideteksi sedini mungkin gejala gejala eklampsia. Sering di jumpai
perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang kejang
eklampsia karena tidak terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya.
Eklampsia harus dibedakan dari epilepsy; dalam anamnesis diketahui adanya
serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia
tidak ada, kejang akibat obat anastesi, koma karena sebab lain.
Komplikasi eklampsia
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia
berat dan eklampsia:
o Solusio plasenta. Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh
darah dapat mudah pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang
dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
o Hipofibrinogenemia. Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam
darah , biasanya di bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar
fibrinogen harus secara berkala.
o Hemolisis. Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena
gangguan integritas membran sel darah merah yang menyebabkan
pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal
karena ikterus.
o Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal pada penderita eklampsia.
o Kelainan
mata. Kehilangan
penglihatan
o Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang - kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
o Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.
Prognosa eklampsia
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi (Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005).
Diurese dapat dipegang untuk prognosa; jika diurese lebih dari 800 cc dalam
24 jam atau 200 cc tiap 6 jam makan prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri
dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala gejala lain memperberat prognosa dikemukakan oleh Eden ialah;
koma yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di atas 39 c, tekanan darah
di atas 200 mmHg, proteinuria 10 gram sehari atau lebih, tidak adanya edema,
edema paru paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya
mendahului kematian.
Pencegahan eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinyadi
kurangi. Usaha usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas
meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksa diri sejak hamil muda, mencari pada tiap
pemeriksaan tanda tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera apabila
ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila dirawat tanda tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang.
(Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005)
Penanganan eklampsia
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang
aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan:
o Beri obat anti konvulsan
o Perlengkapan untuk penanganan kejang
o Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan
di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya:
o Menghindari terjadinya:
Kejang berulang
Mengurangi koma
o Pengobatan medikamentosa
a. MgSO4:
Initial dose:
Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan
sekurang - kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah
diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium
Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
Maintenace dose : MgSO4 1 g/jam intra vena
o Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan
meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian:
Sistem stroganof
Magnesium
sulfat
dengan
efek
menurunkan
tekanan
darah,
Litik koktil
Terminasi kehamilan
Sikap dasar: bila sudah stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan
metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah
ini:
o Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
o Setelah kejang terakhir.
o Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
o Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
o Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
Definisi
Graves disease (GD) adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif,
menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan
metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis)
dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan
bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala
usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari
satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy
(exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema).
o Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi
umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian
kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan
penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada pada sel
T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T
lymphocyte
receptor/TcR)
selama
terdapat
antigen.
Interaksi
ini
(HAART)
berhubungan
dengan
penyakit
ini
dengan
hangat dan lembab. Kelenjar tiroid membesar difus antara 2-6 kali ukuran
normal, kenyal, kadang pada palpasi batasnya ireguler dan salah satu lobus
lebih prominen dibanding lainnya. Adanya nodul pada pembesaran kelenjar
yang difus harus medapat evaluasi lebih teliti. Dapat ditemukan pula thrill,
murmur, kelemahan otot proksimal, tanda oftalmopati graves, onikolisis dan
dermopati graves.
-
Pemeriksaan penunjang
Perempuan hamil yang diduga menderita hipertiroid memerlukan pemeriksaan
TSH, fT4 dan bila perlu antibodi reseptor tiroid (Thyroid Receptor
Antibody/TRAb). Interpretasi hasil pemeriksaan hormon tiroid ini harus
memperhatikan pengaruh hormon HCG pada penurunan konsentrasi TSH dan
peningkatan TBG selama kehamilan. Konsentrasi TSH pada akhir trimester
pertama kehamilan normal dapat mencapai 0,03 mU/ml, sehingga penurunan
konsentrasi TSH semata belum tentu menunjukkan adanya hipertiroidisme.
Kenaikan TBG dapat mempengaruhi proporsi hormon tiroid bebas dalam
darah sehingga pada kehamilan dianjurkan pemeriksaan hormon tiroid bebas.
Antibodi thyroid peroxidase (anti TPO) atau antibodi antimikrosomal tiroid
(AMA), petanda penyakit tiroid autoimun meningkat pada sebagian besar
pasien Graves. Indikasi pemeriksaannya adalah pada pasien dengan keraguan
etiologi hipertiroidismenya.
TSH-receptor antibody with stimulating activity (TSI) juga didapati pada
mayoritas pasien Graves. Pemeriksaan TSI diindikasikan pada ibu dengan
riwayat terapi ablasi untuk hipertiroidisme Graves, ibu dengan penyakit
Graves yang aktif, ibu yang sedang dalam masa remisi OAT dan ibu yang anak
sebelunya mengalami hipertiroidisme janin. Bila kadar TSI lebih dari 500%
normal setelah kehamilan 24-48 minggu, resiko hipertiroidisme janin atau
neonatal menjadi signifikan.
Tatalaksana
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita
hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada
pilihan antara penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan.
hipertiroidisme.
Namun
PTU
mempunyai
banyak
kelebihan
dapat
menghambat
perubahan
T4
menjadi
T3
disamping
penurunan
dosis
PTU
tidak
menyebabkan
eksaserbasi
terjadi penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat
menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu
dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg
perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan perlindungan
terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.
Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin
karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau
mendapat pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan
hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan panduan pengobatan
diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih
sering, misalnya setiap 4 6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan
dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan
bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah
dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak
dianjurkan.
Pemberian obat-obat
anti
tiroid
pada
masa
menyusui
dapat
pula
cukup
aman.
Beta
bloker
dapat
mempercepat
pengendalian
tanda-tanda
hipotiroidisme,
dianjurkan
untuk
diberikan
Komplikasi
Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu
maupun janin dan bayi yang akan dilahirkan. Komplikasi-komplikasi tersebut
antara lain:
Komplikasi terhadap ibu :
Payah Jantung
Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas
ibu yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang
terjadinya perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang
siur. Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari
peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard,
kardiomegali dan disfungsi ventrikel.
Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan
hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk
bedah Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi
pada pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis atau
mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut laporan Davis LE dan
kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis tiroid terjadi
pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang
mendapat terapi operatif, 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak
mendapat
pengobatan.
Krisis
tiroid
ditandai
dengan
manifestasi
Prognosis
Follow up jangka panjang pada neonatus dengan hiperthyroidisme
menunjukkan adanya gangguan intelektual pada 50 100% kasus dengan
hiperthyroidisme imun. Kemampuan belajar juga terganggu pada kasus
dengan mutasi TSH reseptor. Gangguan belajar moderat berhubungan dengan
adanya
kraniosinostosis. Kraniosinostosis
dominan
melibatkan
sutura
koronalis dan sagitalis sehingga bagian frontalis kepala lebih menonjol dan
tidak menyebabkan kelainan lingkar kepala atau meningkatkan tekanan
intrakranial.
Dalam
sebuah
penelitian
pada
bayi
kembar
dengan
tahun. Hiperaktifitas, mood yang tidak stabil, gangguan visual motor dan
perseptual motor juga sering ditemukan.
3. Anafis thyroid dan organ reproduksi wanita
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan tiroid
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat
reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan
alatreproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina.
Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang
dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulo-membraneus yang
menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan
kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena
itu dapat dikendalikan.
Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan
terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks
pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut
portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik
anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra.
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam
susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap
infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan
lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada
waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di
pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki
bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan terab a padat. Uterus terdiri
dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak
di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama
yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri
yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas
tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan
kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita,
pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan
multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum,
miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
Anatomi-Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan organ endokrin yang terletak pada leher bagian
bawah di sebelah anterior trakea
(Gambar 1).
tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah
kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram
tiroid).
epitel
folikel
merupakan
tempat
sintesis
hormon
tiroid
milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4. Fungsi utama
hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler.
Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat
proses metabolisme. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada sebagian
besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat,
dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Hormon-hormon
tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Efek-efek ini bersifat genomic, melalui pengaturan ekspresi gen, dan
yang tidak bersifat genomic, melalui efek langsung pada sitosol sel, membran
sel, dan mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis
dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Hormon ini
tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan
perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap
dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan
(dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan
menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.
4. Post-natal Management
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 1997
Mochtar R. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi II. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta 1998
Cunningham SG. Distosia Karena Kelainan Presentasi. Obstetri Williams. Edisi
18. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: Bina
Pustaka.
Cunningham Gary F, et all. 2005. William obstetrics 22nd edition. USA:
McGrawHill
Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Penatalaksanaan hipertensi dalam
kehamilan. Diakses pada 04 februari 2014.
Tortora, Gerard J; and Derrickson, Bryan. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology Twelf Edition. Djvu
Michael G Ross, MD, MPH. 2013. Eclampsia. Medscape. Diakses pada 04
Februari 2014
Hutcheon JA, Lisonkova S, Joseph KS. Epidemiology of pre-eclampsia and the
other
hypertensice
disoreders
of
pregnancy.
2011.
PubMed.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21333604
Sisodia KP, Mestman JH. Graves hyperthyroidism and pregnancy : A clinical
update. 2010. Medscape. http://www.medscape.com/viewarticle/718807_9
Ogunyemi DA. Autoimmune Thyroid Disease and Pregnancy. Medscape. 2012.
Editor : Smith CV. http://emedicine.medscape.com/article/261913-overview
Thyroid
Disease.
http://thyroid.about.com/od/hormonepregnantmenopause1/a/hyperthyroidism.htm
Ross
MG.
2013.
Eclampsia.
Medscape.
Editor
Ramus
RM.
http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#aw2aab6c20
Edukia.
Asuhan
antenatal.
http://www.edukia.org/web/kbibu/3-2-1-asuhan-
antenatal/
Manuaba IBG, Manuaba IA, Manuaba F. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta. EGC.